51 es masih basah artinya masih mengandung banyak air sehingga perlu untuk
dikeringkan terlebih dahulu sebelum pembakaran menjadi arang. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari selama satu atau dua hari
tergantung bagaimana intensitas panas dari cahaya matahari. Pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan air pada bagasse tebu
karena adanya kandungan air di dalam abu bagasse dapat mempengaruhi hasil pembakaran yang nantinya juga dapat berpengaruh terhadap hasil analisis dari
silika gel. Kandungan air yang terdapat pada abu bagasse dapat menghalangi proses difusi komponen kimia yang terkandung dalam bagasse tebu saat
pembakaran. Oleh karena itu dengan dilakukan pengeringan terlebih dahulu diharapkan bisa membantu mempercepat proses penguapan air pada permukaan
bagasse sehingga akan lebih mudah saat dilakukan proses pembakaran menjadi arang. Bagasse yang telah kering kemudian dibakar hingga mebentuk arang yang
berwarna hitam. Arang tersebut kemudian ditumbuk hingga halus untuk memperkecil ukurannya sehingga akan mempermudah saat proses pembentukan
abu. Prosedur selanjutnya yang dilakuakan yaitu sintesis terhadap silika gel dari bagasse tebu.
1. Sintesis Silika Gel dari Bagasse Tebu
Pada penelitian ini dipelajari bagaimana pembuatan suatu material berpori yaitu silika gel yang disintesis dari abu bagasse dengan metode sol gel yang
nantinya dapat diaplikasikan sebagai media penyimpanan kation dan dalam penelitian ini yang disimpan adalah kation Ca
2+
. Tujuan dari sintesis silika gel ini yaitu untuk memperoleh silika dari bagasse tebu, yang kemudian dapat
52 digunakan untuk mengetahui karakter silika gel dari bagasse tebu yang telah
disintesis tersebut, dan juga mengetahui pengaruh suhu terhadap adsorpsi kation Ca
2+
oleh adsorben silika gel dari bagasse tebu. Penelitian ini dimulai dengan menyiapkan sampel, yaitu mengkalsinasi
bagasse tebu yang telah menjadi arang di dalam muffle furnace pada suhu 600
o
C selama 5 jam hingga diperoleh abu bagasse tebu halus yang berwarna abu-abu
putih, yang telah bebas karbon dan berstruktur amorf. Pada penelitian ini yang dibutuhkan adalah silika, di mana silika terkandung di dalam komponen
anorganik pada arang bagasse tebu. Oleh karena itu dilakukan kalsinasi untuk menghilangkan komponen organik dan zat pengotor dari arang bagasse tebu,
sehingga hanya akan tersisa komponen anorganiknya yang mengandung silika. Pengabuan bagasse mengakibatkan terjadinya perubahan kimia pada komponen
penyusunnya. Jika sebelumnya bagasse mengandung air, sisa gula, serat lignin dan selulosa serta mikroba, maka adanya pemanasan suhu tinggi menyebabkan
komponen-komponennya terdekomposisi dan hanya tersisa komponen anorganik berupa oksidaoksida logam.
Pemilihan suhu kalsinasi didasarkan pada Govindarajan dan Jayalakshmi 2011: 549 yang menyatakan bahwa struktur abu bagasse tebu berubah dari
amorf pada 500°C sampai 700°C menjadi kristalin pada suhu 1000°C. Sementara itu, Goyal dkk. 2009: 1 juga menyatakan bahwa pada temperatur
700°C, silika masih berstruktur amorf, namun kristal silika tumbuh sepanjang waktu pengabuan. Berdasarkan keterangan tersebut kalsinasi dilakukan pada
suhu dibawah 700°C dan juga diatas suhu 500°C. Pembakaran tidak dilakukan
53 pada suhu 700°C karena ditakutkan abu akan berstruktur kristal, dan jika pada
suhu 500°C waktu pembakaran menjadi abu akan semakin lama, karena menurut Chakraverty et.al., 1988: 22, pembakaran fraksi organik dalam bagasse tebu
pada temperatur yang rendah memiliki kecepatan pembakaran yang rendah. Sehingga untuk mempercepat proses pembakaran dan memperoleh abu dengan
struktur amorf digunakan suhu pemanasan 600°C. Agar mendapatkan hasil yang maksimal arang ditumbuk terlebih dahulu agar ukurnnya menjadi lebih kecil,
karena dengan ukuran yang semakin kecil maka pemanasan menggunakan furnace dapat terjadi secara merata dan abu yang dihasilkan akan lebih
sempurna. Menurut Chakraverty et.al., 1988: 22, pembakaran yang sempurna menghasilkan abu bagasse tebu yang berwarna putih, sedangkan proses
pembakaran yang kurang sempurna akan menghasilkan abu dengan warna yang masih hitam. Hasil pengabuan pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa abu
yang terbentuk berubah warna menjadi abu-abu, perubahan warna tersebut menandakan bahwa struktur abu juga sudah berubah dari sebelumnya saat
sebagai arang yang berwarna hitam. Berdasarkan Sriyanti, dkk., 2005: 5 reaksi pengabuan yang terjadi adalah :
Zat berisi C, H, O dan Si s + O
2
→ CO
2
g + H
2
Og + SiO
2
s Abu yang telah terbentuk kemudian ditumbuk kembali dengan
menggunakan mortar untuk memperkecil ukuran abu dan memperluas permukaannya sehingga akan lebih mudah lolos dalam pori-pori ayakan ukuran
200 mesh. Proses pengayakan dilakukan untuk mendapatkan abu dengan ukuran yang sama.
54 Tahap selanjutnya yaitu pencucian abu menggunakan asam klorida. Abu
bagasse halus direndam dengan larutan asam di dalam teflon, kemudian diaduk dengan magnetik stirer selama 2 jam. Pencucian tersebut dilakukan untuk
menghilangkan zat-zat pengotor yang berupa oksida logam yang masih terdapat pada abu seperti K
2
O, CaO, TiO
2
, MnO, Fe
2
O
3
, CuO, dan ZnO. Menurut Kamath and Proctor 1998: 484, abu bagasse harus diaktifkan dengan larutan
asam HCl, H
2
SO
4,
atau HNO
3
untuk menghilangkan oksida logam dan komponen dalam abu bagasse tebu yang tidak diperlukan sekaligus
meningkatkan porositas dan aktivitas adsorpsi. Dalam penelitian ini asam yang digunakan yaitu asam klorida HCl 0,1 M, larutan itu dipilih berdasarkan
Chandrasekhar et. al. 2006: 7931, yang menyatakan bahwa asam klorida merupakan bahan kimia yang sangat efektif untuk mengurangi zat-zat anorganik
yang terdapat di dalam bagasse tebu. Setelah dicuci dengan asam kemudian disaring dengan menggunakan
penyaring Buchner untuk memperoleh residunya, hasil penyaringan kemudian dicuci lagi dengan menggunakan aquademineralisata untuk menghilangkan
kandungan klor. Abu yang telah dicuci kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 80°C hingga massa konstan. Hasil dari proses tersebut seperti pada Gambar
11.
55 Gambar 11. Abu Bagasse Netral
Residu hasil pencucian yang berupa abu bagasse netral tersebut digunakan pada tahap selanjutnya yaitu tahap sintesis natrium silikat.
Sintesis natrium silikat dilakukan dengan mereaksikan abu bagasse yang telah netral dengan larutan basa yang berupa larutan NaOH. Silika mampu larut
dalam larutan alkali terutama natrium hidroksida. Sehingga dalam penelitian ini digunakan NaOH 1 M sebanyak 200 ml untuk setiap 6 gram abu, campuran
kemudian dipanaskan dalam wadah teflon hingga mendidih pada suhu ± 90
o
C selama 1 jam. Pada penelitian ini pemanasan dilakukan dengan suhu luar suhu
magnetic stirrer 400
o
C dan suhu dalam yaitu suhu larutan 90
o
C sambil dilakukan pengadukan dengan kecepatan konstan. Pengadukan menggunakan
magnetic stirrer dimaksudkan untuk mempercepat reaksi homogenisasi antara
NaOH dan abu. Campuran kemudian didinginkan pada suhu kamar dan disaring dengan penyaring Buchner dan kertas saring Whatman no.42. Penyaringan
dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan antara residu dan filtrat yang kemudian diambil filtratnya. Filtrat yang diperoleh merupakan larutan natrium
silikat yang berwarna bening kekuningan. Larutan natrium silikat tersebut
56 digunakan sebagai prekursor dalam pembuatan silika gel. Persamaan reaksi
pembentukan larutan natrium silikat dapat dilihat pada persamaan berikut. SiO
2
s + 2 NaOHaq Na
2
SiO
3
aq + H
2
O l Larutan NaOH akan bereaksi dengan SiO
2
yang terkandung dalam abu. Reaksi tersebut akan menyebabkan silika larut dan kemudian akan terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan silika yang ada dalam abu dengan larutan NaOH. Adanya gaya tarik menarik antara silika dengan NaOH akan
menyebabkan terjadinya pemisahan larutan yang mengandung silika. Larutan tersebut merupakan larutan natrium silikat. Mekanisme reaksi pembentukan
natrium silikat dapat dilihat pada Gambar 12 Prastiyanto dkk., 2006 :4.
Gambar 12. Mekanisme reaksi pembentukan natrium silikat Hasil penelitian untuk larutan natrium silikat dari penelitian yang
dilakukan yaitu larutan natrium silikat sebanyak 60 ml tiap 200 ml NaOH 1 M. Setelah terbentuk larutan natrium silikat langkah selanjutnya yaitu pembuatan
silika gel dengan menggunakan proses sol-gel yaitu proses pembentukan hidrosol hasil reaksi natrium silikat dengan asam. Dalam penelitian ini asam
yang digunakan yaitu asam klorida 1 M sebanyak 100 ml untuk setiap 60 ml
57 larutan natrium silikat. Hal tersebut berdasarkan pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Zuryati 2005 dimana telah terbukti bahwa silika gel hasil penelitian dengan asam klorida mempunyai porositas yang lebih besar
dibandingkan penggunaan asam lain. Porositas merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses adsorpsi, semakin besar porositas maka akan
semakin besar kapasitas adsorpsinya. Sehingga dengan menggunakn HCl diharapkan proses adsorpsi akan semakin maksimal dan kapasitas adsorpsinya
lebih besar. Menurut Mujiyanti dkk. 2010: 157, penambahan asam klorida pada prekursor yaitu natrium silikat menyebabkan terjadinya protonasi gugus
siloksi Si-O- menjadi silanol Si-OH. Kemudian gugus silanol yang terbentuk diserang lanjut oleh gugus siloksi Si-O- dengan bantuan katalis asam untuk
membentuk ikatan siloksan Si-O-Si. Spesies anion silikat akan menggantikan – OH pada Si-OH sehingga membentuk siloksan Si-O-Si dan -OH yang lepas
akan berikatan dengan H
+
membentuk molekul air. Mekanisme reaksi pembentukan ikatan siloksan ditunjukkan pada Gambar 13 berikut:
Gambar 13. Mekanisme reaksi pembentukan ikatan siloksan HCl 1 M ditambahkan secara tetes demi tetes sambil diaduk hingga terbentuk
gel dengan pH netral. Sebelum ditetesi dengan HCl, pH larutan adalah basa
58 yaitu pH 12, penambahan HCl 1 M pada larutan natrium silikat dapat
menurunkan pH dan meningkatkan konsentrasi H
+
dalam Na
2
SiO
3
. Menurut Scott 1993, silika mempunyai kelarutan yang tinggi pada pH 10, untuk itu
agar silika tidak larut maka pH perlu diturunkan menjadi asam yaitu pH dibawah 10. Menurut Sriyanti dkk. 2005: 3, pembentukan silika gel dapat
terjadi sangat cepat pada pH 9-7 dengan penambahan HCl pada larutan natrium silikat, namun jika HCl ditambahkan terus menerus maka gel dapat larut
kembali, sehingga dalam penelitian ini pH dijaga dan dibuat pada pH 7. Pengecekan pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH universal.
Pengadukan dilakukakn dengan menggunakan magnetik stirer agar proses homogenisasi berlangsung dengan baik. Penambahan asam klorida dilakukakn
dengan tujuan agar berlangsung reaksi kondensasi dan reaksi polimerisasi. Berikut reaksi yang terjadi:
Na
2
SiO
3
aq + 2HClaq ⟶ H
2
SiO
3
aq + 2NaClaq Gel yang terbentuk belum sempurna, masih dalam bentuk endapan berupa
agregat-agregat, untuk itu perlu didiamkan selama 18 jam agar gel mampu terbentuk secara sempurna. Setelah didiamkan kemudian disaring dengan
menggunakan penyaring Buchner dan kertas saring Whatman no.42 untuk memisahkan antara endapan yang merupakan gel dengan filtrat. Setelah
diperoleh gel, kemudian dicuci dengan aquades dan diperoleh silika gel. Pencucian dengan aquades dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan
mineral-mineral ion yang kemungkinan terjebak dalam pori silika dan juga membebaskan ion Cl
-
yang terbentuk saat penambahan HCl pada proses
59 pembentukan gel dengan pH 7. Pada pencucian gel terjadi reaksi pembentukan
sol asam SiOH
4.
Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut: H
2
SiO
3
aq + H
2
Ol ⟶ SiOH
4
aq Menurut Sriyanti dkk. 2005, agregat polimer akan bergabung membentuk
bola polimer yang disebut primary silica particle. Primary silica particle pada ukuran tertentu akan mengalami kondensasi membentuk fasa padatan yang
disebut alkogel. Alkogel yang didiamkan akan mengalami sinerisis dan pelepasan NaCl sehingga dihasilkan gel kaku yan disebut hidrogel. Mekanisme
reaksi pembentukan silika gel dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Mekanisme reaksi pembentukan silika gel Prastiyanto dkk., 2006 :7 Silika gel yang telah bebas dari Cl
-
kemudian dioven pada suhu 80°C sampai diperoleh masa konstan. Pengovenan tersebut dilakukan untuk
menghilangkan kandungan air atau menghilangkan molekul H
2
O pada silika gel, karena sebelumnya gel dicuci dengan menggunakan aquades maka
tentunya gel yang dihasilkan mengandung air. Setelah proses penghilangan molekul H
2
O, maka akan diperoleh silika gel dalam bentuk kering dan berwarna putih atau yang sering disebut xerogel. Xerogel tersebut yang
nantinya akan digunakan pada tahap adsorpsi yaitu sebagai adsorben. Sebelum
60 digunakan dalam proses adsorpsi, xerogel terlebih dahulu digerus
menggunakan mortar untuk memperkecil ukuran dan memperluas permukaan pori silika. Penggerusan tersebut juga untuk memudahkan proses pencampuran
silika agar ukurannya lebih homogen. Dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan abu bagasse netral sebanyak 12 gram didapatkan hasil 105 ml
larutan natrium silikat yang telah disintesis, dan hasil akhir silika gel kering sebanyak 4,0633 gram.
2. Analisis Secara Difraksi Sinar-X XRD