63 bilangan gelombang 1638,19 cm
-1
, sedangkan vibrasi tekuk dari gugus siloksan Si-O-Si ditunjukkan dengan puncak pada bilangan gelombang 463,87 cm
-1
. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa secara umum, gugus
fungsional pada silika gel adalah silanol Si-OH dan siloksan Si-O-Si. Berdasarkan hasil keseluruhan interpretasi spektra FTIR silika gel dari bagasse
tebu menunjukkan kemiripan dengan spektra silika Kiesel gel 60 dari merck. Pada kedua hasil analisis yaitu pada Kiesel gel 60 dari merck maupun pada
hasil sintesis vibrasi ulur gugus fungsi Si-O dari Si-OH tidak terdeteksi, tetapi pada grafik keduanya terdapat puncaknya. Sedangkan berdasarkan teori
harusnya muncul pada bilangan gelombang 970,1 cm
-1
. Hal ini dapat terjadi karena puncak tersebut memiliki intensitas yang kecil sehingga tidak dapat
terbaca oleh alat. Pada silika kiesel gel 60 merck mucul puncak pada panjang gelombang 2361,20 cm
-1
yang diperkirakan sebagai gugus C=O. Adanya gugus C=O tersebut dapat dikarenakan silika telah terkontaminasi dan telah bereaksi
dengan udara, sehingga muncul gugus C=O yang terjebak dalam silika. Kemiripan pola serapan pada silika gel hasil sintesis dan silika pembanding
untuk gugus silanol dan siloksan dapat disimpulkan bahwa sintesis telah berhasil dilakukan dan bagasse tebu dapat dijadikan sebagai bahan untuk
pembuatan silika gel.
4. Adsorpsi Kation Ca
2+
oleh Silika Gel pada Variasi Suhu
Hasil dari analisis dengan menggunakan difraksi sinar X dan spektrometer FTIR menunjukkan keberhasilan sintesis, sehingga hasil sintesis
berupa silika yang berasal dari bagasse tebu dapat diterapkan sebagai adsorben
64 dalam proses adsorpsi kation Ca
2+
. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai sumber kation Ca
2+
adalah kristal CaNO
3 2
.4H
2
O yang diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan yaitu 10 ppm dan 20 ppm, dengan
variabel tetap dalam proses adsorpsi berupa pH, waktu kontak waktu pengadukan, dan massa adsorben. Proses adsorpsi terhadap kation Ca
2+
dimulai dengan melarutkan 0,2 gram sorben silika gel ke dalam 200 mL larutan CaNO
3 2
. Kemudian memanaskannya sambil diaduk dengan kecepatan konstan. Selama proses adsorpsi berlangsung, pH dipertahankan
konstan yaitu pH 5. pH awal dari larutan yaitu 7 sehingga untuk menjadikannya pH 5 dan mempertahankannya tetap konstan maka larutan
ditambah dengan HCl 0,01 M. Adsorpsi dilakukan pada pH 5 karena menurut Vogel 1990: 300 pada pH lebih dari 7 suasana akan menjadi basa, dan
sebagian Ca
2+
akan mengendap menjadi CaCO
3
. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer untuk memvariasi suhu menjadi 27
o
C, 32
o
C, 37
o
C, 42
o
C, 47
o
C dan 52
o
C. Pada saat masing-masing suhu telah tercapai, suhu dipertahankan konstan selama 15 menit. Waktu kontak pada proses
adsorpsi tersebut dipilih berdasarkan percobaan adsorpsi yang telah dilakukan diawal dengan menggunakan variasi waktu kontak 15 menit dan 60 menit
dengan konsentrasi larutan 10 ppm pada suhu 27
o
C dan 37
o
C. Hasilnya menunjukkan bahwa kation Ca
2+
lebih banyak teradsorp pada waktu kontak 15 menit dibandingkan dengan waktu kontak 60 menit. Hal tersebut dapat dilihat
dari hasil perhitungan Ca
2+
terikat yang ditunjukkan pada Tabel 6.
65 Tabel 6. Hasil proses adsorpsi pada waktu kontak 15 menit dan 60 menit
Suhu
o
C
Waktu menit Ca
2+
Terikat
27 15
67,682 37
15 50,697
27 60
66,396 37
60 50,383
Proses pemanasan pada berbagai suhu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap proses adsorpsi kation Ca
2+
, untuk itu dilakukan pemanasan pada berbagai suhu. Pemanasan pada proses adsorpsi
akan menurunkan daya jerap adsorben terhadap ion Kundari dan Wiyuniati 2008: 493. Nurhasni, dkk. 2014: 133, juga menegaskan bahwa tingkat
adsorpsi akan meningkat seiring dengan menurunnya suhu. Setelah dilakukan pemanasan pada masing-masing suhu dengan waktu 15 menit dan pH 5,
kemudin mengambil 5 ml sampel dan memusingkannya menggunakan centrifuge. Mengambil filtratnya dan menganalisisnya dengan mengguna
AAS. Dari analisis AAS diperoleh nilai absorbansi pada berbagai suhu. Selain itu juga diperoleh nilai konsentrasi Ca
2+
sisa untuk tiap-tiap suhu. Hasil absorbansi dari analisis dengan menggunkana AAS tersebut kemudian
diplotkan pada grafik hubungan antara suhu dan absorbansi, hasilnya seperti ditunjukkan oleh Gambar 10.
Sedangkan untuk data hasil yang berupa konsentrasi sisa Ca
2+
digunakan untuk menentukan besarnya kation Ca
2+
yang terikat pada adsorben yang dinyatakan dalam persen . Data tersebut yang kemudian dilakukan
perhitungan dengan menggunakan persamaan:
66 Terikat =
x 100
Berdasarkan hasil perhitungan dari persamaan tersebut, didapatkan grafik hubungan antara suhu dan terikat yang ditunjukkan oleh Gambar 11. Pada
Gambar 11 tersebut juga menunjukkan adanya dua garis karena adsorpsi dilakukan pada dua konsentrasi yaitu 10 ppm dan 20 ppm. Konsentrasi juga
merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses adsorpsi. Menurut Altaher dan Elqada 2011: 1117, semakin besar konsentrasi adsorbat
dalam larutan maka semakin banyak jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben, dikarenakan konsentrasi adsorbat yang tinggi dapat
menghasilkan daya dorong yang tinggi bagi molekul adsorbat untuk masuk ke dalam situs aktif adsorben.
Berdasarkan Gambar 11 grafik antara suhu dan terikat menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori yang telah ada, yaitu suhu
sangat mempengaruhi proses adsorpsi dan proses adsorpsi optimal terjadi pada suhu yang paling rendah. Pada proses adsorpsi dengan konsentrasi 10 ppm,
jumlah kation Ca
2+
yang terikat paling banyak yaitu pada suhu 27°C suhu ruang dengan persentase terikat sebesar 65,8650 dan mengalami penurunan
pada suhu-suhu selanjutnya yaitu 65,3043 pada suhu 32°C; 49,1707 pada suhu 37°C; 50,7641 pada suhu 42°C; 55,7092 pada suhu 47°C dan
58,5880 pada suhu 52°C. Setelah mengalami penurunan daya ikat terhadap kation Ca
2+
pada suhu 32°C dan 37°C kemudian mengalami peningkatan kembali pada suhu 42°C, 47°C dan 52°C.
67 Sama seperti adsorpsi pada larutan dengan konsentrasi 10 ppm, adsorpsi
terhadap larutan dengan konsentrasi 20 ppm juga dilakukan mulai dari suhu 27°C hingga suhu 52°C. Hasil perhitungan kation Ca
2+
yang terikat untuk masing-masing suhu 27°C, 32°C, 37°C, 42°C, 47°C dan 52°C berturut-turut
adalah sebagai berikut: 64,0576; 62,1417; 64,2311; 64,1100; 62,9185 dan 65,1436. Dari data hasil tersebut menunjukkan bahwa
adsorpsi terhadap larutan dengan konsentrasi 20 ppm mengikat kation Ca
2+
paling banyak pada suhu 52°C yaitu sebanyak 65,1436. Hasil terikat kation Ca
2+
tersebut sangat berbeda dengan hasil terikat kation Ca
2+
pada konsentrasi 10 ppm, dimana adsorpsi untuk konsentrasi 10 ppm kation Ca
2+
yang terikat paling besar pada suhu terendah yaitu suhu 27°C, sedangkan untuk konsentrasi 20 ppm terikatnya paling besar dicapai pada suhu tertinggi yaitu
suhu 52°C. Hasil untuk konsentrasi 10 ppm telah sesuai dengan teori yaitu suhu optimum adsorpsi adalah suhu terendah, namun untuk hasil konsentrasi
dengan 20 ppm belum sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kundari dan Wiyuniati 2008: 493, yang menyatakan bahwa semakin rendah suhu, ion
yang terjerap akan semakin banyak. Ketidaksesuaian antara hasil dan teori mungkin dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya penelitian yang hanya
dilakukan hingga pemanasan 52°C, yang mungkin pada suhu tersebut masih ada kecenderungan untuk menyerap kation Ca
2+
lebih banyak. Mungkin saja jika proses adsorpsi dilakukan pada satu titik suhu yang lebih tinggi dari 52°C
akan mendapatkan data yang sesuai dengan teori yang telah ada. Faktor lain yaitu pengadukan yang tidak merata, sehingga pemanasannya pun tidak bisa
68 merata dan akan menyebabkan hasil adsorpsi juga tidak sesuai dan masih
mengalami peningkatan dan penurunan nilai ion terikatnya pada tiap kenaikan suhu. Selain itu dapat juga dikarenakan pada suhu tertentu pada saat
mengalami penurunan nilai terikat terjadi proses desorpsi yaitu pelepasan kembali ion Ca
2+
yang terikat oleh adsorben sehingga ion Ca
2+
yang terikat berkurang, bisa juga dikarenakan pada suhu tersebut adsorpsi telah sampai
pada titik jenuhnya, sehingga sudah tidak mampu untuk menyerap lebih banyak kation Ca
2+
. Hasil dari penelitian yang dilakukan juga membuktikan bahwa pada
proses adsorpsi konsentrasi juga sangat berpengaruh terhadap daya adsorpsi kation Ca
2+
. Handayani dan Sulistiyono 2009: 131, menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi larutan, semakin banyak jumlah zat terlarut yang
dapat diadsorbsi. Hasil dari penelitian mengenai pengaruh konsentrasi telah sesuai dengan teori tersebut, dimana dapat dilihat dari hasil perhitungan pada
keseluruhan suhu untuk persen kation Ca
2+
yang terikat menunjukkan bahwa hasilnya lebih besar pada konsentrasi 20 ppm daripada pada hasil perhitungan
untuk konsentrasi 10 ppm. Perbedaan daya adsorpsi pada ion-ion dapat dijelaskan dengan prinsip
HSAB Hard Soft Acid Base. Konsep tersebut menjelaskan bahwa asam keras lebih cepat bereaksi dengan basa keras dan akan membentuk interaksi ionik.
Sedangkan jika asam lunak bereaksi dengan basa lunak akan membentuk interaksi kovalen. Dalam penelitian ini yang digunakan yaitu adsorben yang
berupa silika gel. Silika gel ini merupakan basa keras sehingga akan
69 berinteraksi kuat dengan ion Ca
2+
yang merupakan asam keras. Klasifikasi asam dan basa beberapa senyawa ion menurut prinsip HSAB dari Pearson
ditunjukkan oleh Tabel 7. Tabel 7 . Klasifikasi Asam dan Basa Beberapa Senyawa dan Ion Logam Menurut
Prinsip HSAB. Kelas
Asam Basa
Keras H
+
, Li
+
, Na
+
, Be
2+
, Mg
2+
, Ca
2+
, Sr
2+
, Ti
4+
, Cr
3+
, Cr
6+
, Mn
2+
, Mn
7+
, Fe
3+
, Co
3+
, BF
3
, BCl
3
, AlCl
3
, AlH
3
, CO
2
, Si
4+
, HX molekul ikatan
hidrogen H
2
O, NH
3
, N
2
H
4
, F
-
, Cl
-
, OH
-
, ROH, R
2
O, NO
3 -
, ClO
4 -
, CHCOO
-
, O
2-
, CO
3 2-
, SO
4 2-
, PO
4 2-
Daerah batas diantara asam dan basa
Fe
2+
, Co
2+,
Ni
2+
, Cu
2+
, Zn
2
+, Sn
2+
, Pb
2+
, C
6
H
5
, NO
+
, Sb
3+
, Bi
3+
, SO
2
C
6
H
5
NH
2
, N
3 -
, N
2
, NO
2 -
, Br
-
, SO
3 -
Lunak Cu
+
, Ag
+
, Au
+
, CH
3
Hg
+
, Hg
2 2+
, Hg
2+
, Cd
2+
, Pd
2+
, Pt
2+
, Pt
4+
, Br
2
, Br
+
, I
2
, I
+
, O, Cl, Br, I, N, Atom-
Atom logam H
-
, C
2
H
4
, C
6
H
6
, CO, SCN
-
, CN
-
, I
-
, S
2-
, S
2
O
3 2-
Proses adsorpsi kation Ca
2+
oleh adsorben yang berupa silika gel melibatkan gugus aktif yang berupa gugus silanol dan gugus siloksan,
interaksi yang terjadi pada proses tersebut yaitu interaksi ionik. Interaksi ionik yang terjadi merupakan interaksi kimia atau proses adsorpsi kimia. Interaksi
kimia pada penelitian ini disebabkan karena terbentuknya ikatan antara sisi aktif yang berupa gugus silanol dan siloksan dari adsorben silika gel dengan
zat yang teradsorp kation Ca
2+
. Ikatan antara kation Ca
2+
dengan gugus aktif pada silika gel terjadi melalui pembentukan ikatan koordinasi, yaitu pasangan
elektron bebas dari atom O pada Si-OH akan menempati orbital kosong yang
70 dimiliki oleh kation Ca
2+
, sehingga terbentuk kompleks koordinasi. Berikut reaksi pengikatan kation Ca
2+
pada gugus silanol dan siloksan Wogo, dkk., 2011: 88
a. Reaksi pengikatan kation Ca
2+
pada gugus silanol
b. Reaksi pengikatan kation Ca
2+
pada gugus siloksan
Gambar 15. Reaksi Pengikatan Kation Ca
2+
pada Gugus Silanol dan Siloksan
Ca
2+
Ca
2+
Ca + 2H
+
Ca
71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Silika gel yang berasal dari bagasse tebu dapat disintesis dengan metode
sol gel. 2.
Berdasarkan analisis XRD dan FTIR karakter silika gel dari bagasse tebu yang telah disintesis berstruktur amorf serta mengandung gugus silanol
dan siloksan. 3.
Suhu dan konsentrasi mempengaruhi proses adsorpsi. Suhu optimal pada konsentrasi 10 ppm adalah 27°C.
B. Saran
Berdasarkan penelitian, dan pembahasan tentang pengaruh suhu pada adsorpsi kation Ca
2+
oleh adsorben silika dari bagasse tebu saran yang dapat diajukan antara lain:
1. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bahan baku yang
berbeda mengganti bagasse tebu dengan bahan yang lain. 2.
Melakukan penelitian dengan uji yang lain, misalnya uji untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi adsorpsi seperti uji porositas dll.
3. Menerapkan penelitian adsorpsi lebih lanjut pada kation yang berbeda
untuk mengatahui apakah silika yang berasal dari bagasse tebu dapat diaplikasikan untuk mengikat kation selain Ca
2+
.