23
B. Komunikasi Terapeutik Sebagai Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarmanuisa seperti yang diungkapkan Devito adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua
orang atau diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi interpersonal adalah suatu proses pertukaran
makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Maksud dari proses ini, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan action yang berlangsung terus-
menerus.. Komunikasi interpersonal menurut Devito dinilai paling baik dalam
kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah karena komunikasi interpersonal dilakukan secara tatap muka
dimana antara komunikator dan komunikan saling terjadi kontak pribadi, pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan, sehingga akan terdapat umpan balik
yang seketika perkataan, ekspresi wajah, ataupun gesture. Komunikasi inilah yang dianggap sebagai suatu teknik psikologis manusiawi.
Berbicara mengenai efektivitas komunikasi Interpersonal Mc.Crosky, Larson dan Knapp dalam Rakhmat
35
menyatakan bahwa komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan accuracy yang paling tinggi derajatnya
dalam setiap situasi. Untuk kesamaan dan ketidaksamaan dalam derajat pasangan
komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi, Everett M. Rogers dalam
Budyatna
36
mengetengahkan istilah homophily dan heterophily yang dapat menjelaskan hubungan komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi
interpesonal. Homophily adalah istilah yang menggambarkan derajat pasangan
perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifatnya attribute, sedangkan Heterophily adalah derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi
yang berada dalam sifat-sifat tertentu. Dalam situasi bebas memilih, dimana komunikator dapat berinteraksi dengan salah seorang dari sejumlah komunikan.
Dalam pelaksanan dan keberlangsungan komunikasi terapeutik sebagai komunikasi interpersonal yang bersifat langsung dan dialogis, menurut para
35
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi , h.268
36
Muhammad Budyatna, Leilla Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2011, h.187
24 psikolog seperti Fordon W. Allport, Erich Fromm, Martin Buber, Carl
Rogers dan Arnold P. Goldstein, dalam Sheldon
37
menyatakan bahwa hubungan antar personality yang terjalin dengan baik antara dokter, paramedis atau perawat
akan membuat antara lain berupa : 1. Makin terbukanya seorang pasien mengungkapkan perasaannya.
2. Makin cenderung pasien akan meneliti perasaannya secara mendalam beserta penolongnya yakni tenaga medis yang membantunya.
3. Makin cenderung pasien mendengar dengan penuh perhatian dan bertindak sesuai nasihat yang diberikan dokter dan paramedis atau perawatnya.
Dalam komunikasi interpersonal kita mencoba untuk menginterpretasikan makna yang menyangkut diri kita sendiri, diri orang lain, dan hubungan yang
terjadi. Kesemuanya terjadi melalui suatu proses baik kognitif atau pikiran, afektif atau yang melibatkan perasaan serta konatif penarikan kesimpulan yang disertai
dengan pola tingkah laku. Masing-masing individu secara simultan akan menggunakan tiga tataran yang berbeda tersebut dan ketiganya akan saling
mempengaruhi sepanjang proses komunikasi berlangsung. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa komunikasi
interpersonal dapat berlangsung antara dua orang seperti sepasang suami istri yang sedang bercakap-cakap, atau dua orang dalam suatu pertemuan, percakapan
antara dokter dan pasien, percakapan antara dua orang teman atau sahabat, dan sebagainya.
Pentingnya situasi komunikasi interpersonal menjadi perhatian adalah karena situasi dialogis yang kondusif dalam hubungan interpersonal yang terjalin
akan selalu lebih baik dibanding dengan situasi yang monolog dalam hubungan interpersonal. Situasi komunikasi dimana komunikan dan komunikator tidak pasif
menunjukkan terjadinya interaksi antara individu yang terlibat dalam bentuk percakapan atau dialog. Mereka yang terlibat dalam proses seperti ini berfungsi
ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian dengan sifat dialogis yang memperlihatkan upaya dari para pelakunya untuk
mencapai pengertian bersama dan saling berempati.
37
Lisa Keneddy Sheldon, Komunikasi untuk Keperawatan Berbicara Dengan Pasien Jakarta: Erlangga, 2010, h. 47
25 Pada konteks yang lebih luas komunikasi merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan sosial, dimana komunikasi itu merupakan peristiwa yang melibatkan manusia sebagai individu di dalam peristiwa pertukaran
informasi. Ketika pertukaran informasi terjadi, manusia sebagai individu memiliki sistem tanda dan lambang yang pemaknaannya berbeda satu dengan yang lain.
Kondisi yang bersifat langsung dan dialogis dalam komunikasi interpersonal dapat memberikan kesempatan bagi setiap individu yang terlibat di dalam
peristiwa komunikasi untuk saling menyesuaikan diri untuk memperoleh tujuan bersama.
Pendapat Alex S. Tan dalam Budayatna interpersonal communication atau komunikasi interpersonal adalah komunikasi tatap muka antara dua orang
atau lebih. Sejalan dengan Devito, Budayatna juga percaya bahwa komunikasi interpersonal adalah jenis komunikasi yang efektif dalam upaya mengubah sikap,
pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan.
38
Kemudian arus balik feedback dapat diperoleh langsung, karena komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan baik secara verbal maupun
nonverbal pada saat berlangsungnya komunikasi. Karena sifatnya yang langsung dan dialogis, komunikator dapat
mengetahui secara pasti apakah pesan yang disampaikannya memiliki umpan balik yang positif atau negatif, berhasil atau tidak, dan bila umpan balik yang
diharapkan tidak sesuai dengan tujuan, maka pada saat itu juga komunikator dapat melakukan upaya kepada komunikan dengan memberikan kesempatan
yang luas untuk berdialog dan bertanya. Sebagai contoh, peristiwa komunikasi yang berlangsung dengan kenalan, teman, sahabat, anggota keluarga, dosen dan
mahasiswa, dapat dikatakan sebagai contoh peristiwa komunikasi interpersonal. Selain contoh yang telah disebutkan di atas, bila dilihat dari situasi
komunikasi yang bersifat interaktif, langsung dan dialogis peristiwa komunikasi antara dokter dan paramedis atau perawat terhadap pasien dalam pelayanan
kesehatan di rumah sakit adalah salah satu contoh dari kegiatan komunikasi interpersonal. Sebagaimana menurut Purwanto yang mengatakan : “Komunikasi
38
Muhammad Budyatna, Teori Komunikasi Antarpribadi, h.4
26 terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antara dokter, paramedis dan pasien”.
39
Persoalan mendasar dari komunikasi terapeutik sebagai komunikasi interpersonal adalah terdapatnya hubungan interpersonal yang terjalin dan kondisi
yang saling membutuhkan antara dokter, paramedis atau perawat terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dokter dan paramedis berusaha
mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi, dan menganalisis masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam pemeriksaan dan perawatan medis.
Begitu juga pasien akan mengungkapkan dan memberikan keterangan berkaitan dengan kondisi penyakit yang dideritanya.
Proses komunikasi terapeutik yang terjalin dengan baik dapat memberikan pengertian dan kepuasan serta dapat membantu pasien untuk mengatasi persoalan
medis yang dihadapinya. Menurut Komalasari pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya untuk mengobati kuratif penyakit dan
memulihkan rehabilitatif
kesehatan, serta
sasaran utamanya
adalah perseorangan.
40
Selanjutnya Komalasari berpendapat
41
bahwa komunikasi terapeutik bukan kegiatan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja,
dan merupakan rangkaian tindakan profesional, tanpa melupakan kondisi pasien sebagai manusia dengan berbagai latar belakang sosial budaya dan masalah
medis yang dihadapinya. Menurut Purwanto
42
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong baik dokter
maupun paramedis atau perawat dapat membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Menurut Purwanto komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien.
39
Hery Purwanto, Komunikasi Untuk Perawat Jakarta : EGC, 1994, h.21
40
Veronica Komalasari, Peranan Informed Consent Dalam Perjanjian Terapeutik Bandung: Aditya Bandung, 2002, h.79
41
Ibid
42
Purwanto, H, Komunikasi Untuk Perawat Jakarta : EGC, 1998, h.23
27 Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang dokter dan paramedis atau perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan.
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada
pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak tidak saja pada peningkatan pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya dan perubahan yang lebih
baik pada pasien dalam menjalankan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.
Keterampilan berkomunikasi dalam proses terapeutik merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh seorang dokter dan paramedis atau perawat, karena
komunikasi terapeutik merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi
kesehatan, mempengaruhi pasien untuk mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri
dan menghargai nilai-nilai pasien. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa dalam pelayanan di bidang
kesehatan, komunikasi terapeutik merupakan bagian integral dari asuhan medis dan keperawatan. Seorang dokter dan perawat yang berkomunikasi secara efektif
terhadap pasien akan lebih mampu dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan intervensi, mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang
telah dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya masalah-masalah legal yang berkaitan dengan proses
keperawatan. Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya baik
terhadap pasien dan keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan antara perawat dan pasien. Addalati,
Bucaille, dan Amsyari dalam Purwanto
43
menegaskan bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap pasien,
seseorang perawat yang tidak care dengan orang lain pasien adalah berdosa.
43
Ibid
28 Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan
merugikan orang lain pasien, unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Secara singkat fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk memberikan
dukungan dan membantu pasien antara lain untuk memberikan informasi yang jelas tentang penyakit serta membantu pasien untuk lebih percaya diri dalam
upaya pemulihan kesehatannya.
C. Tujuan dan Manfaat Komunikasi Terapeutik