Pengertian Konsumen Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

2.1 Perlindungan Konsumen

2.1.1 Pengertian Konsumen

Sebagai suatu konsep, “konsumen” telah diperkenalkan beberapa puluh tahun lalu di berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk penyediaan sarana peradilannya. Sejalan dengan perkembangan itu beberapa negara telah pula menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan konsumen Internasional, yaitu International Organization of Cunsumer Union IOCU. Di Indonesia telah pula berdiri berbagai organisasi konsumen seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI di Jakarta, dan organisasi konsumen lain di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan sebagainya. 1 Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer Inggris- Amerika, atau consumentkonsument Belanda. Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata consumer adalah lawan dari produsen setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen 1 Nurmadjito, makalah Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas, dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen, 2000, Mandar Maju, Bandung, H. 12. kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen. 2 Di Indonesia telah banyak diselenggarakan studi, baik yang bersifat akademis, maupun tujuan mempersiapkan dasar-dasar penerbitan suatu peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen. Dalam naskah-naskah akademik danatau berbagai naskah pembahasan rancangan peraturan perundang- undangan, cukup banyak dibahas dan dibicarakan tentang berbagai peristilahan yang termasuk dalam lingkup perlindungan konsumen. Dari naskah-naskah akademik itu yang patut mendapat perhatian, antara lain 3 : a. Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kahakiman BPHN, menyusun batasan tentang konsumen akhir, yaitu pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain, dan tidak untuk diperjualbelikan. b. Batasan Konsumen dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali. c. Sedang dalam naskah akademis yang dipersiapkan Fakultas Hukum Universitas Indonesia FH-UI bekerja sama dengan Departemen Perdagangan RI, berbunyi : Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan. Peraturan perundang-undangan negara lain, memberikan berbagai perbandingan. Umumnya dibedakan antara konsumen antara dan konsumen akhir. Dalam merumuskannya, ada yang secara tegas mendefinisikannya dalam ketentuan umum perundang-undangan tertentu, ada pula yang termuat dalam pasal tertentu bersama-sama dengan peraturan sesuatu bentuk hubungan hukum. 4 2 Az. Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, H. 3. 3 Ibid, H. 9. 4 Ibid. Tampaknya perlakuan hukum yang lebih bersifat mengatur danatau mengatur dengan diimbuhi perlindungan, merupakan pertimbangan tentang perlunya pembedaan dari konsumen itu. Az. Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni 5 : a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu; b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang danatau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang danatau jasa lain untuk diperdagangkan tujuan komersial; c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang danatau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali nonkomersial. Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha 6 , yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi. Sedangkan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberikan pengertian konsumen, yakni : Pasal 1 ayat 2 Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam definisi konsumen diatas, diantaranya 7 : a. Setiap orang, istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke 5 Ibid, H. 13. 6 Mariam Darus, 1980, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi Standar Kontrak Baku, Binacipta, Jakarta, H. 57. 7 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta, H. 4. persoon atau termasuk juga badan hukum rechtspersoon. Namun, konsumen juga harus mencakup badan usaha dengan makna lebih luas daripada badan hukum. b. Pemakai, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir. Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan barang danatau jasa yang dipakai tidak serta-merta hasil dari transaksi jual beli. c. Barang danatau Jasa, berkaitan dengan istilah barang danatau jasa sebagai pengganti terminology tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah berkonotasi barang danatau jasa. d. Yang Tersedia dalam Masyarakat, artinya barang danatau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. e. Bagi Kepentingan Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup Lain, transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lian, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakan dalam definisi ini mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. f. Barang danatau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan, Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara.secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.

2.1.2 Pengertian Produsen atau Pelaku Usaha

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 37 116

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Kedudukan dan Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa Konsumen ditinjau dari UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsume

22 339 103

Pengoplosan Beras Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11 144 123

Kendala-Kendala Yang Dihadapi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Mengimplementasikan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

6 80 130

KEKUATAN HUKUM EKSEKUTORIAL PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 6 17

PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI ALTERNATIF UPAYA PENEGAKAN HAK KONSUMEN DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 9

Undang Undang No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 1 45

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Ketentuan Putusan Final Dan Mengikat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Pasal 54 ayat (3) Undang-UNdang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen - Ubharajaya Repository

0 0 19

PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN -

0 1 61