yang dilakukan dengan memberikan suatu kiasan atau ibarat pada kata-kata sesuai dengan asas hukumnya.
9
1.7.3 Asas Perlindungan Konsumen Dalam UUPK
Dalam Penjelasan Pasal 2 UUPK disebutkan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima 5 asas yang
relevan dalam pembangunan nasional, diantaranya : 1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan. 2. Asas Keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secraa adil. 3. Asas Keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dannatau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
9
C.S.T. Kansil, 2002, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, H. 38.
5. Asas Kepastian Hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum
dan memperoleh
keadilan dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.
Bila diperhatikan substansinya, Achmad Ali menyatakan bahwa hukum dapat dibagi menjadi tiga 3 asas, yaitu
10
: 1. Asas Kemanfaatan yang ada didalamnya meliputi asas keamanan dan
keselamatan konsumen, 2. Asas Keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan
3. Asas Kepastian Hukum. Memperhatikan substansi Pasal 2 UUPK demikian pula penjelasannya,
tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah
Negara Republik Indonesia.
11
1.7.4 Asas Kekuatan Mengikat Dalam Putusan BPSK
Dalam Pasal 47 UUPK dinyatakan bahwa : Penyelesaian
sengketa konsumen
di luar
pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk
dan besarnya ganti rugi danatau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan
terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Berdasarkan penjelasan didalam Pasal 47 UUPK disebutkan bahwa kesepakatan yang terdapat dalam penyelesaian sengketa konsumen di BPSK
diselenggarakan semata-mata untuk mencapai bentuk dan besarnya ganti kerugian danatau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali
10
Achmad Ali, 1996, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama, Jakarta, H. 95.
11
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, H. 26.
kerugian yang diderita oleh konsumen.
12
Serta dalam ketentuan Pasal 52 butir a
UUPK disebutkan bahwa BPSK dalam menangani penyelesaian sengketa konsumen, melalui 3 tiga alternatif penyelesaian sengketa konsumen yaitu
dengan cara konsiliasi atau mediasi atau arbitrase. Salah satu dari mekanisme ini harus disepakati para pihak untuk sampai pada suatu putusan.
Apabila para pihak yang telah sepakat memilih salah satu mekanisme penyelesaian sengketa mengalami kegagalan dalam membuat kesepakatan, maka
para pihak tersebut tidak dapat melanjutkan proses penyelesaian sengketanya dengan menggunakan mekanisme lainnya yang sebelumnya tidak dipilih.
Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK pada prinsipnya diserahkan kepada pilihan para pihak yaitu konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan
apakah akan diselesaikan melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. Setelah konsumen dan pelaku usaha mencapai kesepakatan untuk memilih salah satu cara
penyelesaian sengketa konsumen dari tiga cara yang ada di BPSK, maka Majelis BPSK wajib menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen menurut pilihan
yang telah dipilih dan para pihak wajib mengikutinya. Hasil penyelesaian sengketa mediasi dan konsiliasi adalah kesepakatan
para pihak yang prosesnya dibantu oleh anggota BPSK sebagai mediator atau konsiliator. Maka itu putusan yang dikeluarkan BPSK tidak lebih dari suatu
pengesahan terhadap kesepakatan para pihak, dan tidak akan ada putusan yang akan dikeluarkan oleh BPSK tanpa adanya kesepakatan para pihak.
12
Ibid, H. 232.
Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan menghasilkan
kesepakatan yang bersifat win-win solution, dijamin kerahasiaan para pihak, dapat menghindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan
administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan dengan tetap menjaga hubungan baik.
Berbeda halnya jika para pihak memilih cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase, dimana para pihak yang bersengketa dapat
mengemukakan masalah mereka kepada pihak ketiga yang netral yaitu BPSK dan memberinya wewenang untuk memberikan putusan yang kemudian mengikat para
pihak yang bersengketa.
13
1.8 Metode Penelitian