Pola Interaksi Sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Dengan Sistem Pola PIR

(1)

LAMPIRAN

Foto

Gambar 1 : tanaman kelapa sawit


(2)

Gambar 3 tanaman perkebunan


(3)

Gambar 5 tanaman kelapa sawit

Pola Interaksi Sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Dengan Sistem Pola PIR Pedoman Wawancara

I. Petani Plasma Desa Mahato Timur (Informan Kunci)

Identitas Informan

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Agama :

Pekerjaan :


(4)

1. Sudah berapa lama anda tinggal di desa ini?

2. Apakah anda memiliki lahan perkebunan pribadi, lalu bagaimana system

pengelolaan yang anda terapkan?

3. Sejak kapan anda ikut dalam pola PIR yang dikelola oleh pihak Torganda?

4. Apa yang menjadi alasan anda bergabung dalam pola PIR?

5. Apakah anda bergabung menjadi pengurus KUD Karya Bakti?

6. Apakah anda pernah berhubungan langsung dengan pihak perkebunan?

7. Apakah anda pernah melihat atau mengujungi lahan milik anda yang

dikelola oleh pihak Torganda?

8. Sepengetahuan anda, bagaimanakah tata cara pengelolaan yang dilakukan

oleh perkebunan Torganda dalam pola PIR?

9. Apakah anda pernah mengikuti rapat yang diselenggarakan berkaitan

dengan sistem pengelolaan PIR yang sedang ditangani oleh pihak Torganda, serta apakah ada jadwal rutin?

10.Bagaimana sistem bagi hasil yang diterapkan, serta waktu pemberian?

11.Bagaimana cara masyarakat menerima “gaji”, apakah melalui KUD atau

langsung kepihak Torganda?

12.Sepengetahuan anda apa saja syarat untuk menjadi anggota PIR?

13.Bagaimana perekonomian anda sebelum dan sesudah bergabung dengan

PIR?

14.Menurut anda, dampak apa saja yang terjadi setelah kehadiran pola PIR?

15.Menurut anda pihak mana saja yang terlibat dalam pengelolaan pola PIR


(5)

16.Apakah ada kontrak antara masyarakat dengan pihak Torganda, baik menyangkut peraturan, sistem pengelolaan dan bagi hasil?

17.Sepengetahuan anda apakah pernah terjadi konflik yang melibatkan pihak-pihak yang terlibat?

18.Jika ada, bagaimana proses penyelesaiannya dan pihak mana saja yang


(6)

II. Pengurus KUD Karya Bakti ( Informan Biasa)

Identitas Informan

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Agama :

Pekerjaan :

Alamat :

1. Sudah berapa anda tinggal di desa ini?

2. Apakah anda memiliki lahan perkebunan pribadi?

3. Sejak kapan anda bergabung dengan PIR?

4. Kapan awal pembentukan KUD Karya Bakti, apakah bersamaan dengan

pembentukan PIR, serta pihak mana saja yang terlibat?

5. Apa posisi anda di KUD Karya Bakti dan peran anda?

6. Apa saja yang menjadi syarat untuk menjadi pengurus KUD?

7. Bagaimana peran KUD dalam pengelolaan pola PIR?

8. Menurut anda bagaimana peran Torganda dalam pengelolaan PIR?

9. Bagaimana bagi hasil yang diterapkan dalam pengelolaan pola PIR?

10.Menurut anda apakah dampak dari pengembangan pola PIR terhadap

masyarakat?

11.Apakah pernah terjadi konflik yang melibatkan pihal-pihak yang terkait? 12.Jika ada, bagaimana proses penyelesain dan pihak mana saja yang terlibat?


(7)

13.Apakah ada hubungan yang terbentuk antara KUD dengan perangkat desa?

14.Apakah anda memiliki jadwal pertemuan rutin dengan pihak Torganda,

terkait dengan pengembangan pola PIR?

15.Apakah anda memiliki jadwal pertemuan rutin dengan masyarakat terkait


(8)

III. Pihak Perkebunan (Informan Kunci)

Identitas informan

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Agama :

Pekerjaan/ jabatan :

Alamat :

1. Sejak kapan perkebunan Torganda hadir di daerah ini, serta kapan

pembangunan perkebunan dengan sistem pola PIR?

2. Apa yang menjadi latar belakang dibangunnya pola perkebunan inti rakyat?

3. Model pola PIR seperti apa yang diterapkan oleh pihak Torganda dengan

masyarakat?

4. Apa saja syarat untuk bergabung dalam pengembangan pola PIR ini?

5. Apakah ada kontrak tertulis yang menjadi pedoman bagi pihak Torganda dan

masyarat?

6. Bagaimana sistem bagi hasil yang diterapkan?

7. Apakah pernah terjadi konflik dalam pengelolaan perkebunan dengan sistem

inti rakyat?

8. Pihak mana saja yang terlibat dalam pengelolaan sistem perkebunan inti


(9)

9. Bagaimana sistem pengelolaan perkebunan inti rakyat yang diterapkan oleh pihak Torganda?

10.Apakah pihak Torganda pernah melakukan sosialisasi berkaitan dengan

pengelolaan perkebunan?

11.Apakah perangkat desa dilibatkan dalam pengelolaan PIR?

12.Berapa lama kontrak yang terjalin antara perkebunan Torganda dengan


(10)

IV. Perangkat Desa (Informan Biasa)

Identitas informan

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Agama :

Pekerjaan :

Alamat :

1. Apakah anda mengetahui mengenai pola PIR yang sedang dijalin oleh

pihak Torganda dengan masyarakat desa Mahato Timur?

2. Menurut anda apakah dampak dari pengembangan pola PIR kepada

masyarakat desa Mahato Timur?

3. Apakah ada peran perangkat desa dalam pengelolaan PIR?

4. Apakah pernah terjadi konflik dalam pengelolaan PIR?

5. Apakah perangkat desa pernah menfasilitasi masyarakat desa dan pihak


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Soekanto, Soerjono.2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta Raja Wali Press. Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta. Kencana

Burhan, Bungin. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta. Kencana prenada Media Grup Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternative

Pendekatan. Jakatra. Kencana Prenada Media Grup.

Raharjo. 2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta. Gajah Mada Universitas Press.

Narwoko,dwi dan bagong suyanto. 2010. Sosiolosi Teks Pengantar Dan Terapan.Jakarta. Kencana Prenada Media Grup.

P. Johnson, doyle. 1989. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Diterjemahkan oleh Robert M.Z lawang. 1994. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Soekirman. 2013. Onderveming Van Sergei. Yogjakarta. Pustaka Raja.

Setiadi,Elly dan Usman Kholip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta. Kencana Prenada Media Grup.


(12)

Sumber Jurnal:

Sufyan. Ibnu. 2014. Sawit Melalui Pola Inti Rakyat. Jurnal Ilmu Hukum

Legal Opinion Online. Edisi 3. Vol 2.

Fadjar. Undang. 2006. Kemitraan Usaha Perkebunan: Perubahan Struktur Yang Belum Lengkap. Jurnal Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.

Vol 24. No 1.

Zahri. Imron. 2013. Gagasan Mengatasi Masalah Ekonomi Rumah Tangga Petani Dalam Kemitraan Inti Plasma Pola PIR Kelapa Sawit. Jurnal

Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Online.

2016).

Rahman. 2015. Komitmen Pelaku Kemitraan Terhadap Efesiensi Dan Keberlanjutan Usaha Tani Kelapa Sawit Plasma. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya online.

(diakses pada

tanggal 28 Juli 2016).

Pakpahan. Agus. 2013. Perkebunan Inti Rakyat Generasi Ke-II: Trasformasi Dari Ketergantungan Ke Kemandirian Ekonomi. pada tanggal 28 Juli 2016).


(13)

Mei 2016 pukul 20.12 WIB).

(diakses pada 11 Mei pukul 14.50 WIB).

WIB).


(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

2.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif, dengan melakukan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data, tulisan, ucapan, dan tingkah laku yang dapat diamati oleh orang-orang (subjek) itu sendiri (Arief, 1992).

Penelitian dengan menggukan pendekatan deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas bagaimana kondisi berbagai situasi atau berbagai variable yang timbul dimasyarakat yang menjadi objek penelitian (bungin, 2007). melalui penelitian ini penulis menjelaskan mendeskripsikan bagaimana pola hubunga dalam pengelolaan perkebunan sawit masyarakat desa nahato timur dengan pihak perkebunan torganda dengan system pola perkebunan inti rakyat.

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan dimana tempat atau wilayah penelitian tersebut dilaksanakan. Yang menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Desa Mahato timur. Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.

Adapun yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian didaerah ini adalah

1. Mayoritas masyarakat desa mahato timur memiliki lahan perkebunan dengan


(15)

2. Peneliti cukup mengetahui daerah lokasi ini dan mengenal masyarakat di desa ini sehingga memudahkan peneliti dalam mengambil data.

2.3 Unit Analisis Data Dan Informan

2.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah sesuatu yang diperhitungkan menjadi suatu objek penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian ( bungin,2007). Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah masyarakat yang memiliki lahan perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat.

2.3.2 Informan

Informan dalam penelitian berkaitan dengan bagaimana langkah yang ditempuh agar data atau informan dapat diperoleh. Jadi informan penelitian merupakan subjek yang memagami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (bungin, 2007). Pemilihan informan tidak selalu wakil dari onjek penelitian, tetapi infoeman memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan permasalahan penelitian.

Dalam penelitian ini, pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai criteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tersebut. Ukuran sampel dalam teknik purposive sampling adalah ditentukan atas dasar titik kejenuhan yang artinya yaitu informan tidak dapat ditentukan sampai data dari informan yang berikutnya tidak lagi menambah informasi atau data. yang menjadi informan peneliti meliputi:


(16)

2. Pengurus KUD Karya Bakti

3. Pihak perusahaan perkebunan inti

4. Perangkat desa atau pemerintah

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi atau data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Dalam pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode untuk memperoleh data atau informasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yaitu:

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi oleh peneliti dilapangan. Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan terlibat dalam kehidupan sehari-hari. Sementara observasi adalah pengamatan yang menyeluruh terhadap gejala-gejala social yang dilihat dilapangan. Metode observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data peneliti melalui pengamatan dan penginderaan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari obkjek penelitian atau sumber penelitian lain. Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan pencatatan dokumen. Baik itu pengupulan informasi dari buku-buku referensi, dokumen, surat kabar, internet, jurnal dan artikel yang dianggap relevan dalam masalah penelitian.


(17)

2.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah analisis keseluruhan data yang telah diperoleh melalui setiap observasi, wawancara, dan dokumentasi baik itu data sekunder maupun data primer. Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informaasi.

2.6 Jadwal Kegiatan

No Jenis Kegiatan

Bulan Ke-

1 Pra observasi

2 Penyusunan proposan seminar

3 Seminar proposal penelitian

4 Revisi proposal seminar

5 Penelitian Ke Lapangan

6 Pengumpulan Dan Interpretasi Data

7 Bimbingan Skripsi

8 Penulisan laporan akhir


(18)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografis Desa Mahato Timur

Desa Mahato Timur terletak di kecamatan Tambusai Utara kabupaten Rokan Hulu provinsi Riau. Luas Desa Mahato Timur adalah 2000 Ha dengan jumlah penduduk 450 kepala keluarga yang terdiri atas 1.345 jiwa. Desa Mahato Timur merupakan pemekaran dari desa Mahato, yang mengalami pemekaran pada tahun 2006. Desa Mahato Timur terdiri atas tiga dusun, yaitu dusun satu Mompa, dusun dua Sidomulyo, dan dusun tiga Batang Buruk. Desa Mahato Timur memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sei Talas

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rantau Kasai

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mahato Sakti

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Suka Damai

Adapun luas Desa Mahato Timur adalah 2000 hektar, sebagian besar terdiri atas perkebunan kelapa sawit, perkebunan pohon karet, perumahan masyarakat, fasilitas umum seperti jalan, sarana pendidikan dan rawa.


(19)

Tabel 4.1

Luas areal pertanahan Desa Mahato Timur

NO PENGGUNAAN LUAS (HEKTAR)

1 Perkebunan 1500

2 Perumahan 450

3 Fasilitas umum 20

4 Rawa 30

Jumlah 2000

Sumber: kantor kepala Desa Mahato Timur

4.1.2 Gambaran Penduduk Desa Mahato Timur 4.1.2.1 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk desa mahato timur berdasarkan data kantor kecamatan tambusai utara kabupaten rokan hulu provinsi riau pada tahun 2016 adalah 1,354 jiwa dengan jumlah kepala keluarga atau KK 450 dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 656 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 698 jiwa ( kantor kepala desa Mahato Timur). Terdapat berbagai suku yang mendiami Desa Mahato Timur, yaitu suku batak toba, simalungun, karo, mandailing, suku jawa, dan melayu. Mayoritas penduduk Desa Mahato Timur berprofesi sebagai petani kelapa sawit, wiraswasta, dan PNS. Dibidang wiraswasta meliputi pedagang, pengusaha tempe dan tahu, serta toke kelapa sawit.


(20)

4.1.2.2 Penduduk Berdasarkan Agama

Mayoritas penduduk Desa Mahato Timur memiliki memeluk agama islam dan ikuti oleh agama Kristen protestan dan katolik. Adapun komposisi penduduk berdasarkan agamanya dapat dilihat di tabel 4.2

Tabel 4.2

Komposisi penduduk desa mahato timur berdasarkan agama

No Agama Jumlah

1 Islam 1184

2 Protestan 162

3 Katolik 8

Jumlah 1354

Sumber: kantor kepala desa mahato timur

4.1.3 Gambaran Sarana dan Prasarana 4.1.3.1 Sarana di Bidang Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mengembankan diri baik secara kepribadian maupun intelektual, baik itu pendidikan formal maupun informal. Sarana di Bidang Pendidikan yang terdapat di Desa Mahato Timur adalah satu sekolah negeri dan sekolah swasta. Di desa Mahato Timur hanya terdapat satu sekolah dasar negeri dan satu sekolah berbasis agama islam setingkat dengan sekolah dasar dan 2 sekolah pendidikan anak usia dini. Sementara untuk fasilitas pendidikan setingkat SLTP dan SLTA berada di desa lain yang jaraknya kurang kurang lebih 2 km.


(21)

4.1.3.2 Sarana di Bidang Kesehatan

Sarana Kesehatan yang terdapat di Kelurahan Pasar Baru adalah Praktek Dokter, bidan dan Posyandu. Keberadaan sarana dan prasarana kesehatan tersebut guna untuk menunjang dan mendukung kesehatan masyarakat. Kesehatan juga merupakan salah satu faktor penentu kualitas dari suatu penduduk. Adapun komposisi sarana di bidang kesehatan dapat dilihat dalam tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.3

Komposisi Jumlah Sarana Kesehatan di Kelurahan Pasar Baru No Sarana Kesehatan Jumlah

1 Rumah Sakit -

2 Puskesmas -

3 Praktek Bidan 5

4 Praktek Dokter 1

5 Posyandu 1

JUMLAH 7

Sumber: kantor kepala desa mahato timur

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat kita lihat bahwa hanya ada Praktek Dokter, bidan dan Posyandu di Desa Mahato Timur. Adapun fasilitas Rumah Sakit, Puskesmas, terdapat di desa lain yang berada tak jauh dari Desa Mahato Timur.

4.1.3.3 Sarana di Bidang Peribadatan

Dalam hal peribadatan, masyarakat membutuhkan tempat untuk ibadah. Adapun komposisi jumlah rumah ibadah yang terdapat di Desa Mahato Timur, Kecamatan Tambusai Utara dapat dilihat dalam tabel 4.6 berikut:


(22)

Tabel 4.4

Komposisi Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Mahato Timur

No Sarana Peribadatan Jumlah

1 Mesjid 2

2 Mushola 8

3 Gereja 2

JUMLAH 12

Sumber:kantor kepala desa mahato timur

Berdasarkan tabel 4.6 diatas, jumlah rumah ibadah yang paling banyak adalah Mushola, kemudian Mesjid, dan gereja.

4.1.3 Sejarah Perkebunan Inti Rakyat Di Desa Mahato Timur

Perkebunan kelapa sawit tersebar didesa mahato timur, hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk desa mahato timur bermata pencaharian sebagai petani kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit yang tersebar di desa mahato timur merupakan perkebunan kelapa sawit rakyat. Karena merupakan perkebunan rakyat, sistem pengelolaannya masih bersifat sederhana baik itu menyangkut sistem permodalan, luas areal lahan yang dikelola, sistem perawatan dan penggunaan teknologi serta pengetahuan masyarakat mengenai kelapa sawit masih rendah. Pada tahun 1994 PT. Torganda hadir dikecamatan Tambusai Utara, dimana pihak perusahan membuka lahan perkebunan kelapa sawit. PT. Torganda menjalin kerja sama dalam pengelolaan perkebunan dengan sistem pola PIR pertama kali dengan desa Rantau Kasai yang merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Tambusai Utara.


(23)

Dalam perkembangannya pihak PT.Torganda mulai menjalin kerja sama dengan desa Mahato dalam hal pengelolaan perkebunan pada tahun 2005. Desa Mahato Timur belum mengalami pemekaran ketika pertama kali menjalin kerja sama dengan pihak PT.Torganda. Desa Mahato Timur memiliki tanah ulayat seluas 600 hakter yang pengelolaannya diserahkan kepada pihak PT.Torganda, dimana 400 hektar dibagikan kepada 200 kepala penduduk desa Mahato Timur dan 200 hektar menjadi milik PT. Torganda. Masyarakat desa Mahato Timur menjalin kerja sama dengan pihak PT. Torganda didasari oleh berbagai faktor, yaitu kekurangan modal dalam pembukaan karena lahan didominasi oleh rawa, kekurangan tenaga, teknologi, ijin pembukaan lahan, dan pengetahuan yang terbatas dalam hal pengelolaan perkebunan.

Kehadiran PT.Torganda di kecamatan Tambusai Utara memberikan dampak yang positif bagi kehidupan masyarakat desa, terutama petani kelapa sawit. Secara tidak langsung banyak petani kelapa sawit di kecamatan Tambusai Utara yang melihat dan meniru sistem pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang diterapkan oleh PT.Torganda. seperti meniru penanaman, pemakaian pupuk, alat-alat perkebunan, dan sistem pemanenan. Selain itu PT.Torganda juga memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit, dan mereka juga membeli hasil perkebunan kelapa sawit milik rakyat. Karena kedekatan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan lahan rakyat maka harga hasil perkebunan rakyat relatif besar.

4.1.4 Kehidupan Sosial Petani Kelapa Sawit Desa Mahato Timur

Usaha perkebunan kelapa sawit didesa mahato timur meliputi petani sawit, sebagai pemilik lahan, buruh tani, dan toke atau tengkulak. Penduduk desa mahato timur pada umumnya memiliki luas areal lahan perkebunan kelapa sawit sekitar 1 ha-


(24)

60 ha. Penduduk desa mahato timur yang memiliki luas areal perkebunan < 3 ha bekerja juga sebagai buruh tani, dimana gaji mereka untuk pemanen dihitung perkilo kelapa sawir yang dipanen, serta untuk pekerjaan lainnya contohnya dalam hal perawatan tanaman digaji perhari. Untuk upah memanen, para buruh tani dibayar Rp 100 perkilo, untuk pemupukan dan penunasan Rp.1000 perpokok dan pekerjaan lainnya dibayar sebesar Rp. 100.000 perhari. Hal ini juga dapat mempengaruhi pendapatan para buruh tani, jika para buruh tani tidak dapat bekerja mereka masih memiliki pendapatan dari lahan perkebunannya walaupun dengan jumlah sedikit. Sementara untuk harga kelapa sawit berkisar antara Rp.1200 - 1.400 perkilo dimasyarakat.

Interaksi yang terjalin diantara petani kelapa sawit terjadi secara langsung baik itu antara petani dengan buruh tani maupun dengan toke. Interaksi yang terjalin antara petani sawit dan toke meliputi pada penjualan hasil perkebunan kelapa sawit, pembelian pupuk dan alat-alat pertanian, serta peminjaman modal oleh petani. Keterikatan antara toke dengan petani kelapa sawit tidak tertulis atau tidak andanya kontrak hanya berdasarkan hubungan keluarga, hubungan marga, kepercayaan, harga dan pinjaman. Interaksi yang terjalin antara petani kelapa sawit dengan buruh tani terjadi karena adanya kerja sama antara petani dengan buruh tani sementara interaksi para buruh tani terjadi terjalin pada sesama buruh tani yang memiliki satu petani sawit.

Kehidupan sosial petani kelapa sawit desa Mahato Timur mengalami perubahan setelah kehadiran PT.Torganda. Kehadiran PT.Torganda di kecamatan Tambusai Utara memberikan dampak pada kehidupan masyarakat desa Mahato Timur, baik itu dampak positif maupun negatif. Kehadiran PT.Torganda di kecamatan Tambusai Utara telah memberikan dampak kepada masyarakat desa Mahato Timur


(25)

seperti dalam hal pengetahuan akan penanaman dan perawatan tanaman, pembukaan lapangan pekerjaan, serta peningkatan pendapatan. Sementara untuk dampak negatifnya hanya sebatas permasalahan lingkungan saja. Hal seperti ini juga dirasakan masyarakat desa Mahato Timur khususnya setelah bergabung menjadi petani plasma pada sistem pengelolaan perkebunan dengan sistem pola PIR yang diterapkan oleh PT. Torganda.

Pengembangan perkebunan dengan sistem perkebunan inti rakyat mampu memberikan dampak positif kepada petani kelapa sawit desa mahato timur. Dimana tidak hanya pada segi pendapatan tetapi juga pada segi pengetahuan. Secara langsung kehadiran Torganda mampu meningkatkan pendapatan masyarakat terutama petani plasma mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit PT.Torganda pada awal pembentukan pola PIR, sering melakukan pertemuan kepada masyarakat desa. Pihak perusahaan melakukan sosialisasi tentang perkebunan kepada masyarakat dimana secara langsung memberikan pengetahuan sekaligus pelatihan kepada masyarakat yang berkaitan dengan pengelolaan perkebunan. Selain itu masyarakat desa juga dapat mengoptimalisasi penggunaan lahan, dimana lahan yang terbengkalai sebelumnya karena kekurangan modal dapat digunakan, pemasaran hasil perkebunan dan juga tentu saja hal ini mempengaruhi pendapatan masyarakat desa.

4.2 Profil Informan

1. Derbin Purba ( LK, 46 tahun)

Informan bapak Derbin Purba merupakan petani kelapa sawit yang memiliki lahan perkebunan pribadi yang terdapat di Desa Mahato Timur kecamatan tambusai utara. Informan bapak Derbin Purba yang lebih dikenal dengan sebutan bapak vita, telah menikah dan memiliki 5 orang anak. Informan adalah seorang dengan tamatan


(26)

SMA. Istri informan tidak memiliki pekerjaan, namun ikut membantu pekerjaan di kebun kelapa sawit mereka. Bapak Derbin Purba tinggal di desa Mahato Timur pada tahun 1999, informan memiliki lahan perkebunan kelapa sawit dengan luas 10 ha.

Dalam pengelolaan perkebunan bapak Derbin Purba dibantu oleh beberapa orang buruh tani yang bekerja untuk beliau. Sebagai seorang petani informan jarang sekali berada dirumah, informan masih ikut keladang untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan perawatan kelapa sawit seperti menyemprot, memupuk, dan menunas walaupun tetap dibantu oleh buruh tani. Dalam menjual hasil pertaniannya bapak Derbin Purba menjualnya langsung kepada toke atau tengkulak. Menurut informan menjadi petani kelapa sawit lebih enak dibandingkan dengan petani lainnya hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor seperti kemudahan dalam mengurus tanaman, kepastian harga jual hasil pertanian dll.

2. S. damanik ( LK 44 tahun)

Informan bapak S. Damanik merupakan seorang asisten pada perkebunan inti rakyat yang dikelola oleh pihak perusahaan Torganda. Bapak S, damanik menjabat sebagai asisten afdeling 1. Bapak S. damanik merupakan tamantan SMA yang telah lama bekerja pada perusahaan Torganda. Bapak S.Damanik telah menikah dan memiliki satu orang anak, Bapak S.Damanik tinggal di perumahan staf, didaerah PKS milik Torganda.

3. Daniel Tarigan ( LK, 45 tahun)

Informan bapak Daniel tarigan merupakan petani kelapa sawit di desa Mahato Timur yang memiliki lahan pribadi. Selain itu bapak Daniel tarigan juga menjabat sebagai sekretaris pada koperasi Karya Bakti yang merupakan koperasi yang menjadi


(27)

wadah antara petani plasma desa mahato timur dengan pihak perusahaan inti dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan sistem pola PIR. Bapak Daniel tarigan menjabat sebagai sekretaris pada koperasi karya bakti sejak pertama kali koperasi ini dibentuk yaitu pada tahun 2005.

Sebagai seorang sekretaris pada koperasi karya bakti bapak Daniel tarigan lebih banyak mengetahui tentang perkebunan inti rakyat yang ada di desa mahato timur serta perkembangannya. Ketika peneliti datang pertama kali untuk meminta izin melakukan penelitian di perkebunan inti rakyat, informan mengizinkan dan menerima dengan baik kehadiran peneliti. Selain menjadi sekretaris pada koperasi kaeya bakti informan juga sebagai petani plasma pada perkebunan inti rakyat. Selain itu informan juga bekerja sebagai toke atau tengkulak yang menampung hasil-hasil pertanian milik masyarakat desa mahato timur.

Bapak Daniel tarigan tidak hanya berhubungan dengan masyarakat desa mahato dalam hal pengelolaan dan perkembangan perkebunan inti rakyat tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam hal penjualan hasil pertanian serta pembelian alat-alat pertanian.

4. Hamson siregar (LK, 56 tahun)

Informan bapak hamson siregar merupakan kepala desa mahato timur. Informan juga merupakan petani plasma pada perkebunan inti rakyat yang sedang dikelola oleh perusahaan inti yaitu Torganda. Sebagai seorang kepala desa bapak hamson siregar tau betul mengenai kerja sama yang sedang dijalanin oleh masyarakat desa mahato timur dengan pihak perusahaan Torganda. Bapak hamson siregar juga memiliki lahan perkebunan kelapa sawit pribadi. Selain itu bapak Hamson Siregar dapat juga dikatakan penetua dikampung Mahato Timur, dimana ketika awal mula


(28)

pendirian pola PIR bapak Hamson Siregar memiliki cukup besar andil dalam pembentukannya. Bapak Hamson Siregar juga telah lama tinggal di desa Mahato Timur, beliau lahir dan besar di desa ini. Orang tua dari bapak Hamson Siregar merupakan orang yang ikut dalam pembukaan desa ini pada awanl terbentuknya. Bapak Hamson Siregar memiliki lahan kelapa sawit seluas 8 hektar dimana semuanya telah berbuah, setiap bulannya produksi lahan kelapa sawit bapak Hamson kurang lebih 12 ton. Bapak Hamson juga masih memiliki dua orang anak yang masih sekolah.

5. Ibu Mita ( PR, 42 tahun)

Informan ibu Mita merupakan petani plasma desa Mahato Timur, ibu Mita tinggal di dusun 1 Mompa sejak tahun 1998 setelah menikah. Ibu Mita juga memiliki lahan perkebunan pribadi, seluas 6 hektar. Ibu Mita telah menikah dan memikili 3 orang anak, namun suami ibu Mita telah meninggal dunia pada tahun 2008. Ibu Mita memiliki tanggung jawab untuk membiayai kehidupan anak-anaknya semenjak suaminya meninggal. Penghasilan ibu Mita dari hasil lahan pribadinya memang sudah mencukupi untuk membiayai anak-anaknya, baik itu kehidupan sehari-hari dan biaya pendidikan. Namun dengan adanya lahan ibu Mita dengan sistem pola PIR, maka penghasilan ibu Mita setiap bulannya bertambah. Penghasilan tambahan ini digunakan ibu mita untuk menambahi tabungannya untuk rencana masa depannya yaitu untuk biaya sekolah anaknya.


(29)

6. Bapak Khodir Nasution ( LK, 55 tahun)

Informan Bapak Khodir tinggal di desa Mahato Timur sejak tahun 1983. Bapak Khodir Nasution tinggal di dusun 3 Batang Buruk, informan telah menikah dan memiliki 5 orang anak yang semuanya telah menikah dan tinggal terpisah dari bapak Khodir. Bapak Khodir awalnya hanya memiliki 7 lahan sawit dan telah dibagikan kepada kelima anaknya, dan lahan perkebunan sawit milik informan sendiri tinggal 1 hektar. Informan Khodir Nasution merasa sangat terbantu dengan adanya sistem pengelolaan perkebunan inti rakyat yang dikembangkan oleh Torganda. Dikarenakan setiap bulannya informan bisa memperoleh pendapatan tambahan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena menurut informan hasil dari lahan sawit pribadinya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan, biaya berobat, dan pengeluaran lainnya.

Oleh karena itu dengan adanya pendapatan tambahan dari bapak angkat ini mampu setidaknya meringankan beban pengeluaran keluarga. Selain itu menurut informan sistem pengelolaan perkebunan inti rakyat tidak menyusahkan petani, karena yang mengurus semuanya pihak perkebunan, selain itu petani juga tidak mengeluarkan biaya dalam pengembangan perkebunan ini. Petani hanya tinggal mendatangi pengurus KUD setiap bulannya untuk mengambil gaji, tampa adanya persyaratan tertentu sewaktu mengambilnya.


(30)

7. Mariati Tarigan (PR, 51 tahun)

Informan Mariati Tarigan tinggal di dusun 1 Mompa, sejak tahun 1988. Informan pindah dari daerah kisaran bersama dengan suami seluruh keluarganya dari daerah kisaran ke desa Mahato Timur. Pertama kali pindah hingga sekarang informan telah memiliki lahan pribadi di desa Mahato Timur seluas 6 hektar, selain itu informan juga memiliki lahan pribadi didaerah bukit harapan seluas 15 hektar. Mendiangan suami informan merupakan salah satu penggagas dalam pembentukan pola PIR. Menurut penuturan informan, suaminya dulu yang mendata seluruh warga desa yang menjadi anggota atau petani plasma. Informan memiliki 3 orang anak dan ketiganya telah menikah. Informan memiliki kehidupan yang baik dari segi ekonomi. Tetapi walaupun demikian menurut informan hasil dari bapak angkat sangatlah membantunya. Setiap bulannya dia telah memiliki pendapatan tampa harus bekerja terlebih dahulu, dan tampa mengeluarkan biaya apapun.

8. Mika ( PR, 48)

Informan ibu Mika tinggal didesa Mahato Timur sejak tahun 1990. Suami ibu Mika telah meninggal dan dia memiliki 4 orang anak. Ibu Mika hanya memiliki 1 hektar lahan pribadi oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhannya informan Mika bekerja sebagai buruh dilahan perkebunan kelapa sawit milik petani sawit lainnya. Anak pertama ibu Mika telah menikah, anak kedua dan ketiganya telah taman SMA dan tidak melanjut kuliah, dan anak keempat informan sekarang kelas 2 SMA. Kedua anak informan yang telah taman SMA telah bekerja diluar kota, mereka tidak melanjut karena menurut informan dia tidak memiliki biaya untuk menguliahkan kedua anaknya, karena hasil dari lahan 1 hektar milik informan juga harus dibagi kepada anaknya yang pertama yang telah menikah. Pada saat anak kedua dan ketiga


(31)

informan masih bersekolah, pandapatan dari bapak angkat sangatlah membantunya. Dia menggunakan seluruh pendapatan dari bapak angkat untuk membiayai sekolah ketiga anaknya. Sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keperluan lainnya dari hasil lahan pribadinya dan dari upahnya sebagai buruh di kebun milik orang. Setelah kedua anaknya tamat, informan masih menggunakan hasil dari bapak angkat untuk membiayai sekolah anak terakhirnya.

9. Bapak Bangun Munthe (LK, 47 tahun)

Informan Bangun Munthe tinggal di dusun tiga sejak tahun 2000. Informan Bangun Munthe telah menikah dan memiliki 5 orang anak. Anak pertama informan telah menikah dan anak keduanya telah bekerja, tiga lagi anaknya masih sekolah. Informan Bangun Muthe tidak memiliki lahan pribadi, informan Bangun Muthe bekerja sebagai buruh tani dan istri Bangun Muthe bekerja sebagai buruh pengutup berondolan kelapa sawit. Kehadiran bapak angkat sangat menguntungkan menurut informan Bangun Muthe, karena dengan adanya uang dari bapak angkat dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarganya dan biaya pendidikan anaknya. Setiap bulannya informan Bangun Muthe menerima uang bapak angkat RP. 1.000.000- 1.500.000 yang dia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Upah yang diterima oleh informan Bangun Munthe dari dari kerjanya sebagai buruh tani adalah RP 100.000 perhari, tetapi pekerjaan sebagai buruh tani tidaklah ada setiap harinya. Sementara untuk penghasilan istrinya sebagai buruh pengutip berondolan tidaklah tetap, karena berondolan yang didapat setiap hari juga tidak pasti. Setiap hari istri informan mendapatkan berondolah sawit sekita 15- 50 kg yang kemudian dijual kepada toke sawit dimana harga perkilonya sekitar Rp 1300-1400, dan hasil penjualan inilah yang merupakan pendapat dari istri informan.


(32)

4.3 Pola Interaksi Asosiatif Dan Disosiatif Pada Petani Plasma Desa Mahato Timur Dengan Perusahaan Inti Dalam Pengelolaan Perkebunan.

4.3.1 Kerja Sama Dalam Pembagian Lahan Dan Pengelolaan Lahan Perkebunan

Dalam kehidupan bermasyarakat selalu terjadi interaksi baik itu antara individu dengan individu atau dengan kelompok begitu juga sebaliknya. Interaksi yang terjadi pada masyarakat bersifat langsung maupun tidak langsung. Interaksi yang sering terjadi pada suatu kelompok sosial pada satu masyarakat adalah kerja sama. Kerja sama yang terjalin antara individu maupun kelompok terjadi karena adanya kepentingan bersama yang berkaitan dalam mencapai tujuan bersama. Intensitas pertemuan dalam suatu kelompok sosial ataupun antara kelompok sosial yang sedang bekerja sama dapat juga meningkatkan kerja sama yang terjalin. Kerja sama terjadi antara dua pihak yang telah sepakat untuk melakukan suatu aktivitas bersama yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan bersama.

Menurut Charles Cooley (dalam Soekanto, 2012: 66) “kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan cukup pengendalian terhadap diri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna”. Kerja sama yang terjalin antara petani plasma dan perusahaan inti merupakan kesepakatan bersama antara kedua pihak dalam mencapai tujuan bersama. Seperti penuturan informan Bapak Derbin Tondang (45 tahun) sebagai berikut:

“Kerja sama yang terjalin antara petani plasma desa mahato timur dengan perusahaan inti yaitu Torganda terjadi pertama kali pada


(33)

tahun 2005. Dimana kami sepakat menyerahkan lahan desa kami yah dapat dikatakan kayak tanah ulayat gitulah, kepada torganda untuk dikelolah dalam sistem PIR. Yah kami hanya penyedia lahan saja untuk mengelola yah pihak torganda dek. Tujuan kami menjalin kerja sama ini yahh sama supaya bisa meningkatkan penghasilan saja.”

Dalam menjalankan kerja sama yang melibatkan berbagai pihak tahap pertama adalah pembentukan wadah atau tempat berinteraksi dalam menjalankan kerja sama, umumnya pada pola kemitraan pihak yang terlibat telebih dahulu membentuk KUD atau koperasi unit desa. Pembentukan KUD menjadi wadah atau tempat berinteraksi, memiliki tujuan untuk mempermudah semua pihak untuk melaksanakan kerja sama yang telah disepati. Selain itu pembentukan KUD sendiri juga betujuan untuk menjadi tempat untu para petani plasma menyampaikan pendapat dan inspirasinya yang berkaitan dengan pola kemitraan yang sedang dijalin. Sama halnya dengan kerja sama yang sedang dijalin dalam sistem pola perkebunan inti rakyat antara masyarakat desa Mahato Timur dengan Torganda. Mereka juga membentuk wadah yang menjadi tempat kedua belah pihak untuk berinteraksi, seperti penuturan Ibu Mita berikut:

“Awal-awal kan, kami rapat dulu hanya untuk pembentukan KUD, nama KUD Karya Bakti. Terus pemilihan pengurusnya juga. Tapi kepengurusannya telah berganti sekali. Sementara untuk pemilihan para pengurus pada koperasi unit desa Karya bakti ditentukan dengan cara pemilihan secara langsung oleh para petani plasma.”

Hal serupa juga dituturkan oleh Bapak Daniel berikut:

“Saya dicalonkan dari perwakilan petani dan disarankan oleh sesama teman petani, lalu mereka juga yang memilih saya secara langsung seperi pemungutan suaralah. Saya menang dan menjadi sekretaris II, saya masih dari kepengurusan lama belum berganti.”


(34)

Dalam pengelolaan perkebunan dengan menggunakan sistem pola inti rakyat, interaksi yang terjalin antara masyarakat desa dengan perusahaan perkebunan besar lebih jelas terlihat. Hal ini dikarenakan adanya jalinan kerja sama yang telah dibuat mengharuskan kedua pihak berhubungan secara langsung. Interaksi yang terjalin antara pihak Torganda dengan petani plasma desa Mahato Timur juga terjadi dalam hal pembagian lahan. Kesepakatan penyerahan lahan dan pembagian lahan merupakan kesepakan awal yang harus dijalani dalam sistem pengelolaan perkebunan dengan sistem pola inti rakyat. Kesepakatan penyerahan lahan dan pembagian lahan sering kali mengalami kesulitan hal ini dikarenakan kedua belah pihak sama-sama ingin mendapatkan lahan perkebunan yang luas. Masyarakat desa Mahato Timur menyerahkan 600 hektar tanah ulayat desa Mahato kepada pihak perkebunan. Dimana 400 hektar lahan perkebunan dibagikan kepada 200 kk petani plasma, dan 200 hektar menjadi milik Torganda. Seperti penuturan informan S.Damanik yang merupakan asisten afdeling dari perkebunan Torganda.

“Kami mengelola 600 hektar milik masyarakat Desa Mahato, 400 hektar dibagikan kepada 200 petani plasma dimana mereka mendapatkan 1 kavling perkepala keluarga atau 2 hektar lahan sawit.” Begitu juga dengan penuturan informan Khodir Nasution:

“Kami menyerahkan tanah ulayat desa kami kepada Torganda untuk dikelola mereka, dan setelah itu kami dapat 2 hektarlah perkeluarga. Yang menyerahkan itu kami semua anggota PIR sama perangkat desalah.”

Pada penyerahan lahan, pihak perangkat desa juga terlibat. Karena dalam penyerahannya dilakukan oleh kepala desa. Hal ini dibenarkan oleh kepala desa Mahato Timur., yaitu informan Hamson Siregar:

“Penyerahan lahannya dilakukan sama kepala desa, waktu itu kan masih di bersatu Mahato Timur dengan Mahato jadi yang


(35)

menyerahkan kepala desa Mahato. Tapi aku udah ikut disitu, karena aku waktu itu kadus Mahato Timur ini.”

Pada pelaksanaan kerja sama dalam hal ini pengelolaan perkebunan, interaksi yang terjalin lebih sedikit. Hal ini dikarenakan pada kesepakatan awal, dimana sistem pengelolaan, mulai itu dari dari pembukaan lahan, pembibitan tanaman, penanaman, perawatan tanaman, pemanenan, hingga penjualan hasil perkebunan sepenuhnya menjadi tanggung jawab perusahaan inti. Sama seperti kerja sama antara petani plasma desa Mahato Timur dengan PT.Torganda, petani plasma desa Mahato Timur hanya berperan sebagai penyedia lahan perkebunan, sementara pihak PT.Torganda memiliki peran lebih besar. Pihak PT.Torganda berperan sebagai pengelola perkebunan, yang meliputi penyedia modal, tenaga kerja, alat-alat perkebunan, penampung hasil perkebunan dan perawatan tanaman. Seperti penuturan inforrman Mariati Tarigan berikut:

“Kami hanya punya lahan itu saja, itupun punya desanya. Kalo semua biayanya Torganda yang mengeluarkan sampe penggajian karyawannya Torganda yang bayar. Pokoknya cuman lahan ajalah dari kami. Karna kami gak pernah dipungut biaya apapun dari awal sampe sekarang.”

Berdasarkan hasil wawancara para informan dan obsorvasi, kesepakatan kerja sama sejak tahun 2005 antara petani plasma denga pihak PT.Torganda bertujuan untuk membantu dan meningkatkan pendapatan petani kelapa sawit desa Mahato Timur. Tanah ulayat milik desa terbengkalai hal ini karenakan kurangnya modal dan tenaga dalam pembukaan lahan dan pengelolaan lahan. Dengan sistem pengelolaan perkebunan inti rakyat, lahan yang terbengkalai dapat dikelola dengan baik sehingga mampu memberikan pendapatan tambahan kepada petani kelapa sawit. Pada awal pembentukan pola perkebunan inti rakyat, petani plasma dengan Torganda mencapai berbagai kesepakatan, mulai dari kesepakatan pembentukan pola PIR,pembentukan


(36)

KUD, kepengurusan KUD, penyerahan lahan, pembagian lahan dan pengelolaan lahan. Dalam mencapai kesepakatan antara kedua pihak bukanlah hal mudah, dikarenakan banyaknya perbedaan pendapat, keinginan,dan tujuan.

interaksi yang terjalin antara petani plasma desa Mahato Timur dengan

PT.Torganda dimulai dari rencana kerja sama yang menjadi kesepakatan antara petani plasma dengan perusahaan inti. Interaksi yang terjadi dalam hal penyerahan lahan dan pembagian lahan antara petani plasma dengan Torganda terjadi secara langsung. Pada penyerahan lahan dan pembagian kontak sosial secara langsung selain itu komunikasi antara petani plasma dengan Torganda juga terjadi lebih intens. Kontak sosial dan komunikasi yang merupakan syarat utama terjadinya interaksi sosial terlihat jelas pada tahap ini, karena pada tahap ini walaupun melibatkan perangkat desa tetapi perangkat desa hanya berperan pada penyerahan lahan saja kepada Torganda. Sementara untuk mencapai kesepakatan dalam pembagian lahan antara petani plasma dengan Torganda, dan pembagian lahan sesama petani plasma yang berperan hanyalah petani plasma dan Torganda.

4.3.2 Kerja Sama Dalam Pembagian Hasil

Tahapan selanjutnya yang harus dilalui oleh pihak-pihak yang menjalin kerja sama dalam pengelolaan perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat yaitu kesepakatan dalam bagi hasil perkebunan. Kontak sosial secara langsung dan komunikasi yang intens terjadi dalam tahap ini. Pembagian hasil pada pengembangan perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat dilaksankan berdasarkan kesepakatan antara petani plasma dengan PT.Torganda. petani plasma hanya tinggal mendapatkan hasil bersih dari lahan perkebunan milinya yang luasnya 2 hektar. Hasil keseluruhan dari perkebunan plasma digunakan oleh pihak perusahaan untuk menutupi biaya pengelolaan, pemotongan hutang pokok dan sisanya merupakan gaji yang diberikan kepada petani plasma. Setiap bulannya, sudah ada kesepatan bersama besaran biaya pengelolaan dan hutang pokok yang dipotong. Sehingga petani plasma tetap menerima gaji setiap bulannya. Berikut adalah besaran potongan-potongan yang


(37)

dilakukan oleh pihak perusahaan inti, yaitu: 7% untuk perusahaan inti dan KUD serta 3% untuk petani plasma. Pembagian hasil berubah berdasarkan usia tanaman, dan masa konversi lahan. Perubahan pembagian hasil umumnya terjadi setelah masa konversi lahan, dimana petani plasma sudah mulai melakukan pembayaran hutang pokok setelah masa konversi lahan.

Kerja sama pembagian hasil pada pola pengembangan perkebunan dengan sistem perkebunan inti rakyat yang dijalani oleh petani plasma desa Mahato Timur dengan Torganda adalah 7 % : 3% sebelum konversi. Maksudnya adalah 7% untuk perusahaan dan KUD, dan 3% untuk petani plasma. Seperti penuturan informan Derbin Purba:

“Sebelum masa konversi, bagi hasilnya 7:3. 7 untuk Torganda dan KUD dan 3 untuk petani dan setelah konversi baru dilakukan pemotongan hutang pokok.”

Penuturan informan Dernin Purna juga dibenarkan oleh informan S.Damanik yang merupakan pekerja di PT.Torganda. Bapak S.Damanik mengatakan sebagai berikut:

“Tanaman pada usia 5-8 tahun yaitu masa sebelum konversi 7 untuk perusahaan inti, dan 3 untuk petani. Didalam yang 7% itulah semua biaya perawatan, produksi, dan pemabayaran tenaga kerja, serta pembayaran jasa KUD sebesar 3%. Tetapi setelah tanaman berusia 9 tahun dan dilaksanakan konversi maka pemotongan hutan pokok dilakukan.”

Dalam proses penerimaan hasil perkebunan plasma, petani plasma tidak langsung berhubungan dengan pihak perusahaan inti yaitu Torganda. Pihak perusahaan inti menyerahkan hasil perkebuan kepada koperasi Karya Bakti, dan KUD yang berhubungan langsung dengan petani plasma dalam penyerahan gaji. Petani plasma setiap bulannya mendatangi pengurus KUD bila mau mengambil uang bapak angkat. Sepeti penuturan informan Daniel Tarigan yang merupakan pengurus KUD:


(38)

“Untuk uang bapak angkat, kami pengurus KUD yang langsung berhubungan langsung dengan Torganda. Baru setalah itu petani plasma datang kekami dan mengambil uang bapak angkatnya. Kalo tanggal penerimaannya gak tetap, kadang diawal kadang diakhi bulan. Paling kalo udah datang uangnya yah kami baru informasikan kepada petani plasma dan sesama petani plasma saling memberitahu juga bila uang datang uang bapak angkat. Tetapi udah pastilah setiap bulan ada, tanggalnya aja yang gak pasti.”

Kerja sama juga terjadi pada penjualan hasil perkebunan kelapa sawit. Dalam penjualan hasil perkebunan kelapa sawit juga telah melakukan kesepakatan diantara petani plasma dengan pihak perusahaan inti. Pada pengembangan perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat, hasil dari perkebunan dijual kepada perusahaan inti. Sehingga perusahaan inti memiliki tanggung jawab dalam pembelian seluruh hasil perkebunan plasma, dan petani plasma tidak lagi kesusahan dalam menjual hasil perkebunan kelapa sawitnya. Seperti penurturan informan ibu Mika Sipayung:

“Torganda yang mengolah kebun bapak angkat itu, semuanyalah Torganda. Dari perawatan, panen, sampe dijualpun ke Torganda. Torganda kan juga punya PKS sendiri, jadi semua bauh sawit dari kebun bapak angkat ke PKS Torganda dijual.”

Sehingga dalam aturan pegembangan perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti dimana perusahaan inti memiliki kewajiban untuk membeli hasil perkebunan plasma.dan pada kerja sama pola perkebunan inti rakyat ini perusahaan inti yaitu Torganda telah menjalankan kewajibannya dalam pembelian hasil perkebunan plasma.

Kerja sama yang terjadi dalam suatu kelompok sosial dapat meliputi berbagai apek kehidupan masyarakat, baik itu kerja sama dalam aspek pekerjaan, sosial, agama, pendidikan dll. Sama halnya dengan kerja sama dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat ini, kerja sama yang terjalin meliputi berbagai hal seperti kerja


(39)

sama dalam penyerahan lahan, pembagian lahan, pengelolaan lahan, pembagian hasil, dan penjualan produk pertanian. Keberhasilan suatu kerja sama haruslah didukung oleh beberapa faktor, salah satunya adanya kontak sosial seperti pertemuan antara pihak yang menjalin kerja sama. Dengan adanya pertemuan antara kedua belah pihak yang menjalin kerja sama juga dapat meningkatkan hubungan kerja sama tersebut. Seperti penuturan informan derbin tondang sebagai berikut:

“Awal pembentukan perkebunan inti rakyat ini, kami sering melakukan pertemuan dengan pihak torganda. Mereka menjelaskan tentang perkebunan inti rakyat, memang PIR udah ada didesa lain tapikan kami masih kurang paham kali jadi dijelaskanlah sama orang itu. Pertemuan awal itu juga membahas tentang pembagian lahan, terus pembagian hasil sama cara pengelolaannya. Karnakan semuanynya dikelola oleh torganda mulai dari pembukaan lahan sampe perawatan. Karyawannya saja mereka yang menyediakan. Kami hanya terima hasilnya aja lah. Hingga pertemuan pada penyerahan lahannya. Tapi ketika belakangan ini kami jarang melakukan pertemuan yah pihak KUDlah yang berhubungan langsung ke Torganda. Baru kami kepihak KUD kalo pas ambil “gaji”.”

Dengan adanya pertemuan antara pihak yang menjalin kerja sama juga dapat meningkatkan komunikasi diantara pihak yang terlibat dalam kerja sama. semakin sering pertemuan yang terjadi diantara pihak yang terlibat kerja sama juga mampu meningkatkan komukasi diantara mereka. Hal ini juga memberikan dampak pada kualitas kerja sama, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.

4.3.3 Pola Interaksi Disosiatif Pada Petani Plasma Desa Mahato Timur Dengan PT.Torganda

Dalam berinteraksi, antara individu dengan individu atau antar kelompok masyarakat tidak semua interaksinya mengarah kepada kebersamaan atau persatuaan.


(40)

yang terjalin didalam kelompok masyarakat bersifat dinamis, dimana interaksi yang awalnya bersidat positif namun dapat berubah menjadi interaksi yang bersifat negatif. Dalam berinteraksi kerja sama sering terjadi diantara pihak yang terlibat guna mencapai suatu tujuan. Tetapi kadang kala kerja sama tidak sejalan dengan perkiraan awal. kerja sama sering mengalami penyimpangan ketika proses menjalankannya, sehingga akhirnya sering menimbulkan pertikaian atau konflik diantara pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama. Pertikaian yang terjadi diantara pihak yang sedang bekerja sama menyebabkan tidak tercapainya tujuan dari pembuatan kerja sama.

Pertikaian muncul karena banyaknya perbedaan kepentingan diantara pihak yang terlibat, dan pertikaian menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial. Tetapi interaksi yang terjadi diantara petani plasma desa Mahato Timur dengan PT.Torganda hingga saat ini tidak pernah mengalami kendala sehingga mengarah kepada pertikaian. Tidak pernah terjadi pertikaian antara petani plasma dengan perusahaan inti atau dengan pihak KUD. Kerja sama yang dijalin selama ini dapat berjalan dengan baik, sehingga interaksi yang bersifat dissosiatif tidak pernah terjadi. Hal ini di jelaskan oleh informan ibu Mariati Tarigan:

“Gak pernah lah terjadi konlik-konflik itu. Karena hubungan kami selama ini baik-baik saja. Setiap bulannya kami dapat uang bapak angkat kok.ngapain lagi kami protes, kalo uanganya macet baru mungkin protes. Ini datanng kok tiap bulan.”

Perbedaan pandangan dan tujuan merupakan faktor utama penyebab terjadinya petikaian atau konflik. Selain itu penyebab lainnya adalah karena pihak yang terlibat dalam kerja sama tidak menjalankan kewajiban serta tanggung jawabanya semesti mana harusnya, dan terjadinya pelanggaran hak-hak dari pihak tertentu yang ikut dalam kerja sama tersebut. Penyimpangan terjadi dalam proses kerja sama ini disebabkan karena kurangnya pengawasan, baik itu pengawasan dari pihak KUD,


(41)

perangkat desa, maupun petani plasma. Hal inilah yang menyebabkan sering kali perusahaan inti melakukan penyimpangan dalam proses kerja sama. untuk meredam terjadinya pertikaian atau konflik yang melibatkan petani plasma desa Mahato Timur maupun pihak Torganda maka dalam kerja sama ini kinerja perusahaan inti yaitu Torganda mendapatkan pengawasan langsung dari KUD. Dimana kepengurusan KUD sendiri berasal dari petani plasma dan pihak perusahaan inti, dan kinerja KUD langsung mendapat pengawasan dari perangkat desa Mahato Timur. Keterlibatan pihak perangkat desa dalam pola pengembangan perkebunan dengan sistem inti rakyat diharapkan mampu meredam pertikaian atau konflik. Seperti penuturan informan Hamson Siregar:

“Perangkat desa ikut serta dalam kerja sama ini. Perangkat desa memiliki peran untuk mengawasi KUD. Sudah benarkah meraka melaksanakan peran dan tugasnya, karena mereka jugalah yang langsung mengawasi kinerja perusahaan inti. Jadi kalo kami tidak melakukan pengawasan kepada KUD nanti mereka bisa tidak menjalankan peran dan tugasnya, dan itu pasti akan berdampak pada kerja sama bapak angkat ini. Jadi kami harus betul-betullah mengawasi KUD.”

Interaksi sosial yang bersifat dissosiatif tidak terdapat pada kerja sama pengembangan perkebunan dengan menggunakan sistem pola inti rakyat yang sedang dijalani oleh petani plasma desa Mahato Timur dengan perusahaan inti yaitu Torganda. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak melaksanakan peran dan tanggung jawab masing-masing, selain itu selama dalam proses berlangsungnya kerja sama masing-masing pihak tidak menganggu hak-hak pihak yang lainnya. Pertikaian atau konflik sering terjadi pada tahap pembagian hasil perkebunan dan pemberian uang bapak angkat. Tetapi pada kerja sama ini pihak perusahaan inti yaitu Torganda


(42)

diberikan setiap bulannya. Pembayaran uang bapak angkat akan menyebabkan pertikaian atau konflik apabila uang bapak angkat tidak diserahkan kepada petani plasma setiap bulannya atau dengan kata lain bila pembayaran uang bapak angkat macet maka ini akan mempengaruhi proses kerja sama.

4.4 Implementasi Modal Sosial Dalam Menjalankan Kerja Sama Pengembangan Perkebunan Dengan Sistem Pola Perkebunan Inti Rakyat.

4.4.1 Jaringan Sosial

Dalam usaha menjalakan proses kerja sama yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan, maka terdapat jaringan-jaringan atau hubungan-hubungan sosial yang muncul diantara pihak-pihak yang menjalankan kerja sama. tujuan dibentuknya jaringan sosial adalah untuk menunjang proses kerja sama sehingga dapat berjalan sesuai dengan tujuan awal. jaringan karena dengan adanya pembangunan jaringan maka suatu kerja sama tersebut mendapat dukungan atau dorongan dari pihak lain. Dalam usaha kerja sama yang dijalin antara petani plasma dengan pihak perusahaan inti yaitu Torganda, jaringan sosial terdapat pada penyerahan lahan dan pembagian lahan, jaringan pada pembagian hasil dan penjualan hasi perkebunan.

Jaringan sosial yang dibangun merupakan modal penting dalam pengembangan usaha, dalam hal ini usaha pengembangan perkebunan kepala sawit. Ketebatasan petani dalam pengembangan perkebunan dengan skala besar baik itu dalam hal permodalan dan tenaga kerja. Karena kendala ini maka jaringan sosial dibangun, dimana jaringan yang dibangun bertujuan untuk mendukung usaha petani kelapa sawit dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Dalam kerja sama, jaringan sosial merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia


(43)

yang dilakukan guna mencapai tujuan bersama. Jaringan sosial muncul karena semua pihak yang terlibat dalam kerja sama saling menyadari adanya persamaan kepentingan diantara mereka.

4.4.1.1Jaringan Sosial Dalam penyerahan lahan dan pembagian lahan

Dalam proses kerja sama antara petani plasma dengan pihak Torganda terdapat jaringan sosial atau hubungan sosial yang terbentuk diantar pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama. pada tahap penyerahan lahan jaringan sosial yang terbentuk antara tiga pihak, yaitu masyarakat desa Mahato Timur atau petani plasma, perangkat desa, dan perusahaan inti.

Gambar 4.2

Bagan Hubungan dalam tahap penyerahan lahan dan pembagian lahan

Bagan diatas menggambarkan bahwa jaringan sosial atau hubungan sosial yang terbentuk terjadi secara timbal balik, dimana masyarakat desa Mahato Timur sebagai petani plasma memiliki peran sebagai penyedia lahan yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, perusahaan inti yaitu Torganda memiliki peran sebagai pengelola perkebunan mulai dari pembukaan lahan, penanaman tanaman, perawatan, pemanena, dan penyedia tenaga kerja. Sementara perangkat desa memiliki tugas menyerahkan lahan kepada pihak perusahaan inti. Lahan pertama diserahkan petani

Perangkat Desa

Perusahaan Inti (Torganda) Masyarakat Desa


(44)

plasma kepada perangkat desa, lalu perangkat desa yang menyerahkan kepada pihak perusahaan inti yaitu Torganda. Seperti penuturan informan S, Damanik:

“Sewaktu awal pembentukan kami langsung berhubungan dengan perangkat desa begitu juga dengan penyerahan lahan. Perangkat desa yang memiliki wewenang untuk memutuskan lahan yangdigunakan dan menyerahkan lahan yang digunakan untuk membangun perkebunan plasma. Dan perangkat desa jugalah yang memfasilitasi kami dan petani plasma untuk berhubungan dalam kerja sama ini pada awalnya.”

4.4.1.1Jaringan Sosial Dalam Pengelolaan Dan Pembagian hasil

Pada tahap pengelolaan dan pembagian hasil terdapat jaringan sosial atau hubungan sosial. Jaringan sosial atau hubungan sosial melibatkan tiga pihak yaitu petani plasma desa Mahato Timur, KUD, dan perusahaan inti. Jaringan sosial yang terbentuk dikarenakan adanya proses kerja sama yang melibatkan ketiga pihak ini.

Gambar 4.3

Bagan Jaringan Sosial dalam Pengelolaan dan Pembagian hasil

Dari uraian bagan diatas dapat digambarkan bahwa jaringan sosia yang terbentuk dalam tahap pengelolaan perkebunan melibatkan tiga pihak. Dimana petani plasma dalam pengelolaan hanya berhubungan langsung dengan KUD dan pihak KUD yang berhubungan langsung dengan perusahaan inti. Dalam pengelolaan perkebunan menjadi tanggung jawab perusahaan inti dan KUD memiliki peran mengawasi kinerja perusahaan inti dalam penjalankan kewajibannya. seperti penuturan informan ibu mita:

Petani plasma KUD Karya

Bakti

Perusahaan Inti


(45)

“Kami gak ikut dalam proses pengelolaannya semua dilakukan sendiri sama Torganda. Apapun itu yang menjadi kegiatannya dalam pengelolaanya dilakukan oleh Torganda.”

Hal ini juga dibenarkan oleh informan Daniel Tarigan:

“Petani plasma itu istilahnya tinggal menerima bersih aja, mereka tinggal menerima uang bapak angkat aja setiap bulannya. Untuk setiap prosesnya dalam pengelolaan dikerjakan sama Torganda, kami KUD hanya mengawasinya. Sesuai gak apa yang dilakukan Torganda dengan kesepakatan kita, sudah benar apa gak tatacara kerja mereka. Itulah tugas kami dalam pengelolaan ini.”

Sementara untuk tahap pembagian hasil jaringan sosial atau hubungan sosial yang terbentuk bersifat timbal balik. Jika pada tahap pengelolaan hubungan sosial yang terdapat lebih sering terjadi antara pihak perusahaan inti dan pihak KUD, dan petani plasma lebih persuasif dalam tahap ini. Sementara pada tahap pemabagian hasil ketiga pihak yang terlibat berhubungan secara langsung. Pada awal rencana pembagian hasil, pihak perusahaan inti, KUD, dan petani plasma melakukan perundingan bersama guna mencapai kesepakat. Pembagian hasil merupakan hasil pendapat bersama dari semua pihak yang terlibat. Hal ini dibenarkan oleh informan Mariati Tarigan:

“Pada awal pembentukan kami sering rapat sama Torganda. Rapatnya di KUD karya bakti. Waktu itulah dibahas bagaimana pembagian hasil, jadi pembagian hasil yang sekarang merupakan kesepakatan bersama.”

Jaringan sosial yang dibangun dalam kerja sama antara petani plasma dengan Torganda harus bersifat membangun dan kuat sehingga ketika terjadi perubahan tidak


(46)

terbentuk dalam kerja sama pada pengembangan perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat merupakan jaringan meso, karena pihak yang terlibat dalam kerja sama ini hanya berinteraksi hanya dalam urusan pekerjaan saja. Jaringan sosial yang terbentuk dalam penjualan hasil perkebunan sama dengan jaringan sosial pada pengelolaan dan pembagian hasil perkebunan.

Jaringan sosial yang terbentuk melibatkan tiga pihak yaitu pihak petani plasma, KUD, dan perusahaan inti. Jaringan sosial yang terbentuk antara petani plasma dengan pengurus KUD merupakan jaringan mikro, karena pengurus KUD juga merupakan masyarakat desa Mahato Timur dan sesame petani plasma sehingga hubungan mereka secara terus-menerus setiap hari. Sementara jaringan sosial yang terbentuk antara petani plasma dengan perusahaan inti merupakan jaringan meso dimana hubungan mereka terjadi hanya yang berkaitan dengan pekerjaan atau usaha pengembangan perkebunan kelapa sawit.

4.4.2 Rasa Percaya antara Petani Plasma, KUD, Dan Perusahaan Inti

Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan, orang-orang bisa bekerja sama secara efektif. Kepercayaan akan lebih mudah muncul apabila adanya hubungan sosial resiprosikal atau timbal balik antar pihak yang terlibat dan berkelanjutan. Adanya Trust menyebabkan mudah dibinanya kerjasama yang saling menguntungkan (mutual benefit), sehingga mendorong timbulnya hubungan resiprosikal. Hubungan resiprosikal menyebabkan social capital dapat melekat kuat dan bertahan lama. Karena diantara orang-orang yang melakukan hubungan tersebut mendapat keuntungan timbal balik dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Dalam pengembangan perkebunan yang dikelola


(47)

oleh Torganda, rasa kepercayaan muncul karena adanya proses interaksi sosial yang dibangun oleh semua pihak yang terlibat dalam kerja sama ini atau yang disebut dengan kepercayaan prosesual. Rasa kepercayaan antara petani plasma dan pihak Torganda muncul karena adanya interaksi dan berjalannya interaksi dengan baik juga meningkatkan rasa kepercayaan yang tinggi. Seperti penuturan informan Bapak Bangun Muthe:

“Pertama kali sih waktu dibilang akan ada bapak angkat terus kami akan mendapatkan uang dari bapak angkat itu saya gak percaya. Tapi setelah berjalannya waktu dan mereka melakukan apa yang mereka katakana jadi kami percaya.”

Hal ini juga dibenarkan oleh informan S.Damanik berikut ini:

“Ketika awal pembentukan pola inti rakyat,banyak dari masyarakat desa yang kurang percaya bahkan tidak percayapun ada. Tetapi seiring berjalannya waktu dan kami melaksanakan tanggung jawab dan pekerjaan kami maka hal ini juga dapat menimbulkan kepercayaan pada masyarakat desa yang merupakan mitra kami.”

Komunikasi yang terjadi dalam interaksi sosial pada pola inti rakyat ini juga mampu meningkatkan rasa kepercayaan diantara mereka. Didalam pola pengembangan pekebunan rasa kepercayaan yang tinggi diantara pihak yang terlibat dalam kerja sama sangatlah diperlukan. Hal ini dikarena pertikaian atau konflik sosial dapat muncul dengan mudah apabila menyangkut dengan ekonimi, seperti pada pengembangan perkebunan yang biasanya sering memunculkan konflik adalah pada pembagian hasil dan pembagian lahan. Sementara untuk kepercayaan askriptif dalam pengembangan perkebunan dengan sistem inti rakyat antara petani plasma dengan Torganda tidak ada. Dimana kepercayaan askriptif adalah kepercayaan yang timbul


(48)

kekerabatan, etnis dan keturunan yang dimiliki. Karena kepercayaan yang timbul disebabkan oleh kerja sama yang sedang dijalankan oleh petani plasma dan Torganda.


(49)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berikut adalah kesimpulan dari hasil penelitian dan temuan data di lapangan tentang pola interaksi dalam pengelolaan perkebunan antara masyarakat desa Mahato Timur dengan Torganda dengan sistem pola perkebunan inti rakyat.

1. Pola pengembangan perkebunan dilakukan dengan tiga bentuk yaitu pertama

pola pengembang perkebunan besar, pola pengembangan perkebunan rakyat dan pola pengembangan perkebunan kemitraan antara perkebunan besar dan perkebunan rakyat.

2. Pola interaksi yang terdapat pada pengembanga perkebunan dengan sistem

pola inti rakyat yang dikelola oleh Torganda adalah pola interaksi asosiatif, dimana adanya kerja sama yang terjalin antara petani plasma dengan perusahaan inti.

3. Kerja sama dalam pengembangan perkebunan antara petani plasma dengan

Torganda terjadi pada setiap tahapan. Dimana ada tiga tahapan pengembangan pola perkebunan inti rakyat, yaitu tahapan pertama adalah tahap konstruksi, tahap kedua adalah tahap pembangunan fisik, dan tahap ketiga adalah tahap konversi lahan.

4. Dalam pengembangan perkebunan dengan inti rakyat pihak yang terlibat

adalah petani plasma desa Mahato Timur, KUD Karya Bakti, PT.Torganda dan perangkat desa. Interaksi yang terjadi diantara pihak yang terlibat berjalan dengan baik dan memberikan pengaruh yang positif pada proses kerja sama.


(50)

5. Luas lahan yang diserahkan adalah 600 hektar dimana 400 hektar dibagikan kepada 200 kepala keluarga petani plasma desa Mahato Timur dan 200 hektar menjadi milik perusahan inti. Pembagian hasil merupakan hasil kesepakatan bersama dimana pembagiannya adalah 70:30. 70 untuk perusahaan inti dan 30 untuk petani plasma. Setiap bulannya petani plasma menerima uang bapak angkat sebesar Rp 1.000.000-1.500.000. dan perubahan pembagian hasil akan terjadi setelah masa konversi lahan, karena akan dilakukan pemotongan utang pokok.

6. Pola interaksi disosiatif tidak terjadi pada pengembangan perkebunan dengan

sistem inti rakyat, dikarenakan semua pihak yang terlibat dalam kerja sama ini melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, selain itu adanya pengawasan juga mampu meningkatkan kinerja semua pihak yang terlibat.

7. Jaringan sosial atau hubungan sosial terdapat pada pengembangan perkebunan

dengan sistem pola inti rakyat. Jaringan sosial terdapat pada setiap tahapan pembentukan inti rakyat, dan jaringan sosial yang terbentuk antara petani plasma dengan Torganda merupakan jaringan meso. Sementara jaringan sosial yang terbentuk antara petani plasma dengan pengurus KUD adalah jaringan mikro.

8. Adanya rasa kepercayaan yang tinggi memberikan dampak positif pada proses

kerja sama yang dijalin. Rasa kepercayaan yang muncul dalam kerja sama ini merupakan kepercayaan prosesual.

5.2 Saran

1. Dalam menjalankan kerja sama pada pengembangan perkebunan dengan


(51)

kerja sama yang sedang dijalin antara petani plasma desa Mahato Timur dengan Torganda, petani plasma kurang aktif. Dimana seharusnya petani plasma harus turut serta dalam pengelolaan perkebunan. Seperti adanya jadwal rutin untuk mengunjungi lahan perkebunan bisa saja ketika terjadi proses pemanenan.

2. Seharusnya ada pertemuan rutin antara semua pihak yang terlibat antara

petani, perusahaan inti, dan KUD. Sehingga petani desa mengetahui bagaimana keadaan perkebunan kelapa sawit dan perkembangan tanaman perkebunan.


(52)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pola interaksi sosial

Manusia sebagai individu hidup dalam sebuah lingkungan sosial, dimana diantara individu saling berkomunikasi dengan sesamanya baik itu secara personal (dengan individu lain) maupun secara kelompok. Komunikasi yang terjalin semata-mata tidak hanya satu arah, tetapi juga saling memberikan respon terhadap satu sama lain. Sehingga dari peristiwa semacam itu muncullah interaksi diantara kedua pihak. Sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan hubungan dengan manusia yang lain. Hubungan tersebut terjadi karena manusia saling membutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Karena manusia tidak bisa lepas dari manusia lainnya dan tidak bisa melakukan seorang diri. Kecenderungan manusia berhubungan melahirkan komunikasi dengan manusia yang lainnya. Komunikasi terjadi karena saling membutuhkan melalui sebuah interaksi.

Interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial. Sementara itu proses sosial merupakan hubungan antar sesama manusia dalam suatu lingkungan masyarakat yang menciptakan suatu keterikatan kepentingan yang membentuk status sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat, proses sosial merupakan kunci dari kehidupan bermasyarakat karena tanpa adanya proses sosial tidak mungkin adanya jalinan hubungan antar individu itu sendiri. Karena interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial maka interaksi adalah syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia,


(53)

maupun antara orang perorangan dengan kelompok individu. Syarat utama terjadinya interaksi sosial adalah terjadinya kontak sosial serta adanya komunikasi.

a. Kontak sosial adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang

merupakan awal dari interaksi sosial, dan masing-masing pihak saling bereaksi satu dengan yang lain baik secara langsung maupun tidak. Kontak sosial dapat dibedakan berdasarkan sifatnya yaitu kontak sosial primer, yaitu apabila kontak sosial terjadi secara langsung atau tatap muka tampa melalui perantara ataupun media. Yang kedua adalah kontak sosial bersifat sekunder dimana kontak sosial terjadi didukung oleh media atau perantara. Individu saling berhubungan dapat menggunakan bahasa gestural atau verbal seperti berjabat tangan dan nongesturan atau nonverbal seperti lambangian tangan dsb.

b. Komunikasi yaitu aksi antara dua individu atau lebih yang melakukan hubungan

yang memberi tafsiran atas pesan yang diberikan oleh masing-masing pihak (setiadi dan usman 2011: 75). Manusia tidak lepas dari individu lainnya, ketika satu individu dengan individu lainnya berhubungan mereka menggunakan bahasa-bahasa, symbol-simbol tertentu sehingga individu lain mengerti.

Dalam komunikasi terdapat empat unsur yaitu:

a. Pengirim (sender) atau yang biasa disebut communicator adalah pihak yang

mengirimkan pesan kepada orang lain.

b. Penerima (receiver) yang biasa disebut communicant adalah pihak yang

menerima pesan dari sender.


(54)

d. Media adalah alat / sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikator kepada khalayak. Media digolongkan menjadi 4, yaitu : media antar pribadi, media kelompok, media publik, dan media massa. Umpan balik (feed back) adalah reaksi dari penerima atas pesan yang diterima.

Individu merupakan mahluk sosial sehingga tidak bisa hidup sendiri, maka manusia hidup secara berkelompok yaitu bermasyarakat. Dalam pergaulan hidup manusia didalam masyarakat setiap individu menduduki fungsi yang bermacam-macam, dan dalam keadaan seperti inilah terjadinya interaksi sosial baik antar individu antar kelompok-kelompok manusia yang terdapat didalam masyarakat. Interaksi ini akan jauh jelas terlihat apabila terjadi benturan antara kepetingan kelompok dengan kepentingan perorangan. Berlangsungnya suatu interaksi sosial didukung oleh berbagai faktor antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi. Faktor imitasi merupakan memiliki peranan yang penting dalam interaksi sosial. Faktor imitasi mampu memberikan faktor positif yaitu mendorong seseorang mematuhi kaidah-kaidah atau nilai-nilai yang berlaku. Sementara itu faktor sugesti terjadi apabila yang memberikan adalah orang yang berwibawa atau seorang pemimpin, dan faktor identifikasi sebenarnya adanya kecenderungan seseorang ingin sama dengan pihak lain. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri secara terpisah, maupun dalam keadaan bergabung.

Bentuk-bentuk interaksi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

a. Kerja sama (corporation)

Kerja sama merupakan usaha bersama antar-manusia untuk mencapai tujuan bersama. Dengan perkataan lain, kerja sama adalah suatu bentuk interaksi sisosial individu individu atau kelompok-kelompok berusaha saling menolong untuk


(55)

mencapai tujuan bersama atau mengoordinasikan kegiatan mereka guna mencapai tujuan bersama. Kerja sama merupakan proses sosial yang paling banyak terjadi di masyarakat. Masyarakat yang sangat kompetitif pun tidak akan dapat berjalan jika tidak ada kerja sama di dalamnya. Kerja sama dapat terjadi dengan sendirinya, tanpa disadari oleh pihak-pihak yang bekerja sama. Kerja sama merupakan suatu bentuk interaksi yang paling pokok, dan merupakan proses utamanya.

Bentuk dan pola interaksi dapat dijumpain pada semua kelompok manusia. Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya, dan kelompok lainnya. Menurut Charles Cooley (dalam Soekanto, 2012: 66), “Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta- fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna”. Kerja sama dapat berupa kerja sama spontan yang merupakan kerja sama serta merta, kerja sama langsung merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa, kerja sama kontrak merupakan atas dasar-dasar tertentu, dan kerja sama tradisonal merupakan bagian atau unsur dari sistem.

b. Pertikaian (Konflik)

Konflik adalah proses dimana orang atau kelompok berusaha memperoleh sesuatu (imbalan tertentu) dengan cara melemahkan atau menghilangkan pesaing atau kompetitor lain, bukan hanya mencoba tampil lebih baik seperti dalam kompetisi. Menurut Soekonto (2012:91) faktor-faktor permasalahan konflik adalah pertama perbedaan antar orang- perorangan atau antar kelompok yang menimbulkan


(56)

benturan-benturan antar individu ataupun kelompok. Kedua perbedaan kebudayaan, yang mempengaruhi pada perbedaan kepribadian seseorang atau kelompok sebab karakter kebudayaan akan mempengaruhi kepribadian manusia. Ketiga bentrokan antar kepentingan, bentrokan atau benturan kepentingan dilatarbelakangi oleh pertentangan hal ini karena adapun kepetingan manusia baik secara individu maupun kelompok beragam. Keempat perubahan sosial, perubahan sosial dapat menimbulkan pertentangan didalam kelompok masyarakat yang diakibatkan karena ketidaksiapan kelompok tersebut terhadap perubahan sosial. Secara garis besar akibat dari konflik sosial adalah pertama bertambahnya solidaritas antar individu dalam kelompok atau retaknya kelompok tersebut, hal ini disebut juga akibat ganda. Kedua perubahan kepribadian seseorang, jika bentuk pertentang terjadi karena dominasi satu individu atau kelompok. Ketiga hancurnya harta benda atau korban manusia (Soekanto, 2012: 95).

Dalam proses interaksi sosial, satu individu memiliki pengaruh terhadap perubahan yang terjadi disetiap lapisan masyarakat, baik itu perubahan ke arah yang lebih maju ataupun tetap. Faktor pendukung terjadinya interaksi adalah kedekatan sosial, dan kedekatan geografis, kedekatan menumbuhkan interaksi yang memainkan peranan penting terhadap terbentuknya kelompok sosial. Pembentukan kelompok sosial tidak hanya dipengaruhi oleh kedekatan tetapi juga karena adanya persamaan baik itu terkait dengan kepercayaan, pekerjaaan, usia, tingkat intelejensi,dll. Interaksi sosial terjadi diberbagai lapisan masyarakat, seperti halnya pada masyarakat desa dan masyarakat kota. Dalam masyarakat perkebunan interaksi terjalin antara masyarakat perkebunan maupun dengan masyarakat bukan perkebunan. Masyarakat perkebunan memiliki keterikatan. Selain itu terdapat pengelompokan—pengelompokan didalam


(57)

struktur anggota masyarakat perkebunan yang mempengaruhi proses interaksi (Kaus, 2012: 9).

Uraian diatas menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara manusia dalam kehidupan sosial yang didorong oleh motif-motif internal yaitu kepentingan dan tujuan. Didalam masyarakat terdapat keberagaman tujuan dan kepentingan maka hal ini menyebabkan terjadinya pola-pola hubungan sosial yang melahirkan pertentangan antar individu maupun kelompok, dimana pola hubungan timbal balik seperti ini menimbulkan pertikaian, perselisihan dan konflik. Proses sosial ini akan menghasilkan interaksi sosial yang bersifat disosiatif. Serta pola-pola sosial yang yang melahirkan kerja sama antar individu ataupun antar kelompok. Dilatar belakangi oleh sifat manusia sebagai mahluk sosial yang satu dengan yang lain bersifat komplementer (saling membutuhkan). Proses sosial ini akan menciptakan proses sosial asosiatif, yaitu interaksi yang mengidentifikasikan adanya persatuan diantara masyarakat.

2.2 Masyarakat Desa

Menurut Paul. H Landis (dalam Setiadi dan Usman, 2011:838) “Desa sebagai wilayah yang penduduknya kurang dari 2500 jiwa dengan ciri-ciri mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal, adanya pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kesamaan dan cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang dipengaruhi oleh alam”. Dalam ketentuan umum yang dimuat dalam pasal 10 undang-undang nomor 22 tahun 1999 disebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat. Kepentingan masyarakat setempat yang diakui dalam sitem pemerintahan nasional dan berada di daerah


(58)

kabupaten. Desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia, vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.

Masyarakat desa terbentuk adanya persekutuan hidup manusia dalam suatu kelompok dalam masyarakat tradisional yang dalam hidupan social. Menurut Koentjaraningrat (dalam Setiadi dan Usman, 2011: 841) “Persekutuan hidup manusia dalam kelompok sosial didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu hubungan kekerabatan dan hubungan tempat tinggal”. Masyarakat pedesaan tinggal dilingkungan alamiah sehingga berkegantungan pada keadaan alam secara menyeluruh, serta adanya kedekatan bahkan kepercayaan masyarakat terhadap alam. Karena ketergantungan masyarakat desa terhadap alam, hal ini juga menyebabkan pekerjaan masyarakat pedesaan secara mayoritas adalah petani yang secara langsung berhungan denga alam, Sementara masyarakat yang bekerja dibidang lainnya relative sedikit. Sementara dalam pelapisan sosial yang terdapat dalam masyarakat pedesaan umumnya disebabkan oleh kepemilikan tanah. Yang umumnya terdiri antara tuan tanah dan buruh tani yang menjadi pekerja. Selain kepemilikan tanah, status dan peranan juga menjadi faktor pendukung pelapisan sosial seperti kepala desa, pemangku adat, dll. Dalam masyarakat pedesaan defrensiasi sosial sangatlah rendah, karena adanya keseragaman agama, adat istiadat, bahasa, dan budaya. Sehingga kesamaan ciri-ciri sosial, psikologis, agama, adat istiadat, budaya sering kali tampak dalam struktur masyarakat pedesaan.


(59)

Masyarakat desa bersifat gemainschaft yaitu memiliki kehidupan bersama dimana setiap anggota memiliki hubungan batin yang bersifat alamiah dan kekal, serta tidak adanya spesialisasi. Menurut Ferdinan Tonnies (dalam Narwoko dan bagong, 2010: 34) gemainschaft dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

Gemainschaft by blood, yaitu gemainschaft yang mendasarkan diri pad ikatan

darah atau keturunan. Didalam pertumbuhan masyarakat hal ini semakin lama semakin menipis.

Gemainschaft of placo (locality), yaitu gemainschaft yang mendasarkan diri

pada tempat tinggal yang saling berdekatan. Contoh RT dan RW.

Gemainschaft of mind, yaitu gemainschaft yang didasarkan pada ideology atau

pikiran yang sama.

2.3 Perkebunan Inti Rakyat

Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Perkebunan terdiri atas perkebunan besar, perkebunan rakyat, dan perkebunan inti rakyat. Perkebunan besar adalah perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan yang berbadan hukum. Perkebunan besar, terdiri dari : Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) Nasional/Asing, perkebunan rakyat adalah (tidak berbadan hukum), dan perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola oleh rakyat/pekebun yang dikelompokkan dalam usaha kecil tanaman


(60)

perkebunan rakyat dan usaha rumah tangga perkebunan rakyat. Serta Perkebunan Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu suatu usaha budidaya tanaman, dimana perusahaan besar (pemerintah atau swasta) bertindak sebagai inti sedangkan rakyat merupakan plasma.

Sistem perkebunan inti rakyat mulai dikenal pada tahun 1970-an, dengan nama nucleus estate small holding (NES) yang merupakan bantuan dari bank dunia, pada awal pengembangan pola pir dilaksanakan oleh 7 PTP atau yang sekarang dikenal dengan PTPN. Bantuan dari bank dunia dilakukan dengan tiga tahap, yaitu :

• Tahapan pertam

kepada 7 PTP.

• Tahapan kedua (mulai

Pengembangan (UPP) dan pola PIR yang dimulai dengan pembentukan Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Proyek Pengembangan Teh Rakyat dan Perkebunan Swasta Nasional (P2TRSN).

• Tahapan ketiga (mulai

NES I dilakukan pada ta pengembangan perkebunan kelapa sawit baru dimulai sekitar awal tahun 80-an, yaitu proyek NES IV

Namun penggunaan system perkebunan inti rakyat pada perkebunan kelapa sawit baru pada akhir tahun 80-an yang pertama kali dilakukan di betung proyek tahapan ke IV NES. Tetapi pada tahun 1986 mengalami perkembangan menjadi Pir-trasmigrasi dan terus berlanjut sampai dengan KKPA (koperasi kredit primer


(1)

POLA INTERAKSI SOSIAL DALAM PENGELOLAAN PERKEBUNAN ANTARA MASYARAKAT DESA MAHATO TIMUR DENGAN PIHAK PERKEBUNAN

DENGAN SISTEM POLA PIR

(Studi Deskriptif: Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Perusahaan Perkebunan Torganda, Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh:

NOVITA SARI TONDANG 120901053

DEPERTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


(2)

ABSTRAK

POLA INTERAKSI SOSIAL DALAM PENGELOLAAN PERKEBUNAN ANTARA MASYARAKAT DESA MAHATO TIMUR DENGAN PIHAK PERKEBUNAN

DENGAN SISTEM POLA PIR

Penulisan skripsi yang berjudul “pola interaksi dalam pengelolaan perkebunan antara masyarakat desa Mahato Tmur dengan pihak perkebunan dengan sistem pola PIR”. Berawal dari ketertarikan penulis atas hadirnya pola PIR didesa Mahato Timur, dimana masyarakat desa Mahato Timur menyebutnya bapak angkat. Pola pengembangan perkebunan dengan pola PIR melibatkan beberapa pihak dalam pengembangannya yaitu petani plasma selaku penyedia lahan, perusahaan inti selaku pengelola dan pihak pemerintah, serta kadang kala juga melibatkan pihak perbankan selaku kreditur. Tujuan pengembangan pola PIR adalah peningkatan kesejahteraan petani, mengatasi kekurangan modal, pemanfaatan lahan, pembukaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan pengetahuan petani.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini yang menjadi informan penulis adalah petani plasma yaitu masyarakat Desa Mahato Timur, perusahaan inti yaitu PT.Torganda, KUD yaitu koperasi karya bakti dan perangkat desa Mahato Timur. pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai criteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tersebut.

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari lapangan, pola interaksi yang terjalin antara petani plasma Mahato Timur dengan PT.Torganda berbentuk asosiatif yaitu kerja sama dalam pengelolaan perkebunan dengan sistem pola PIR. Untuk interaksi yang berbentuk dissosiatif tidak ada karena pengawasan serta pelaksanaan kerja sama yang sesuai dengan kesepakatan. Kehadiran pola PIR di desa Mahato Timur secara keseluruhan memberikan dampak positif kepada petani plasma.

Kata kunci: PIR, Interaksi, Asosiati, bapak angkat dan Disosiatif ABSTRACT


(3)

SOCIAL INTERACTION PATTERNS IN THE MANAGEMENT OF THE ESTATE BETWEEN THE MAHATO TIMUR VILLAGERS WITH THE PLANTATION WITH

PEAR PATTERN SYSTEM

Writing a thesis titled "interaction patterns in the management of the estate between villagers Mahato inalienable part of the plantation system with PIR pattern". Starting from the author's interest over the presence of a pattern of PIR in the Mahato Timur village, where villagers call it bapak angkat . Plantation development pattern with pattern PIR involves several parties in its development IE plasma farmers as the provider of the land, the company's core as the Manager and the authorities, as well as sometimes also involves the banking parties as creditors. The purpose of the development pattern of the PIR is an increase in the welfare of farmers, addressing a shortage of capital, land use, employment, and increased knowledge of farmers.

Research methods used in this research is descriptive research study with a qualitative approach. In this research that became the informant the author is the plasma farmers i.e. villagers Mahato East, the core of the company, namely PT. Torganda VILLAGE, i.e. the cooperative work of filial piety and the Eastern village of Mahato. the selection of informants purposive sampling technique was done with IE determines the Group of participants who become informants according the selected criteria relevant to the research problems

Based on data and information obtained from the field, a pattern of interaction that is created between the plasma farmers Mahato Timur with PT. Torganda associative shaped i.e. cooperation in the management of the estate with the PIR pattern system. For the dissosiatif interactions do not exist because the supervision and implementation of cooperation in accordance with the agreement. The presence of the PIR pattern in the Mahato Timur village as a whole give positive impact to the plasma farmers.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, baik kesempatan maupun kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berbentuk skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Skripsi yang berjudul “pola interaksi sosial dalam pengelolaan perkebunan antara masyarakat desa mahato timur dengan pihak perkebunan dengan sistem pola PIR ” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu pada Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Interaksi merupakan hubunga timbal balik antara individu dengan individu atau dengan kelompok masyarakat. Interaksi yang terjadi pada masyarakat Desa Mahato Timur dengan PT.Torganda terjadi karena adanya jalinan kerja sama yang melibatkan peduduk desa Mahato Timur dengan PT.Torganda. jalinan kerja sama dalam pengembangan perkebunan dengan sistem pola PIR telah terjalin sejak tahun 2005. Kerja sama yang dibangun diharapkan mampu memberikan dampak positif untuk kedua belah pihak. Dengan adanya pengembangan perkebunan dengan pola PIR masyarakat desa Mahato Timur mendapatkan dampak positif berupa peningkatan perkonomian, pemenuhan modal, pemanfaatan lahan, serta peningkatan pengetahuan petani.

Bentuk –bentuk interaksi sosial adalah interaksi asosiatif dan interaksi disosiatif. Interaksi isosiatif dalam pengembangan perkebunan dengan pola PIR berupa kerja sama, dimana kerja sama yang dijalin meliputi kerja sama pada pembagian lahan, kerja sama pada pengelolaa lahan, pembagian hasil, dan penjualan hasil pertanian. Sementara pada interaksi dissosiatif tidak ada terdapat pada pengembangan perkebunan dengan pola PIR, dikarenakan semua pihak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan dan pemenuhan hak yang teratur serta adanya pengawasan dari pihak KUD maupun perangkat desa.


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... .iii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

1.5 Defenisi Konsep……….9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Interaksi Sosial ... 11

2.2 Masyarakat Desa ... 17

2.3 Perkebunan Inti Rakyat ... 19

2.4 Modal Sosial ... 23

2.5 Penelitian Relevan ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Lokasi Penelitian ... 32

3.3 Unit Analisis Data ... 33

3.4 Teknik Pengumpulan data ... 34

3.5 Interpretasi Data ... 35


(6)

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1 Lokasi Dan Keadaan Geografis ... 38

4.1.2 Gambaran penduduk ... 38

4.1.2.1 berdasarkan jenis kelamin ... .38

4.1.2.2 berdasarkan agama………...39

4.1.3 Gambaran sarana prasarana ... .39

4.1.3.1 Pendidikan ... 39

4.1.3.2 Kesehatan ... 40

4.1.3.3 Peribadatan………41

4.1.4 Sejarah PIR di desa Mahato Timur ... 41

4.1.5 Kehidupan Sosial Petani ... 43

4.2 Profil Informan ... .45

4.3 Pola Interaksi Asosiatif Dan Disosiatif ... 52

4.4 Implementasi Modal Sosial ... 64

4.4.1 Jaringan Sosial... ... 64

4.4.2 Kepercayaan ... ... .69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... ... 71

5.2 Saran... ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRA


Dokumen yang terkait

Pola Interaksi Sosial Tuna Rungu Wicara ( Studi Deskriptif Di UPTD Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara Dan Lansia Pematangsiantar )

26 167 91

Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Dengan Masyarakat Lokal Studi Tentang Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Dan Etnis Karo Di Desa Lama Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang

26 200 137

Pola Interaksi Sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Dengan Sistem Pola PIR

0 0 7

Pola Interaksi Sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Dengan Sistem Pola PIR

0 0 2

Pola Interaksi Sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Dengan Sistem Pola PIR

0 0 9

Pola Interaksi Sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Dengan Sistem Pola PIR

0 0 19

Pola Interaksi Sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Dengan Sistem Pola PIR

0 0 3

Pola Interaksi Sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Dengan Sistem Pola PIR

0 0 10

POLA INTERAKSI SOSIAL DALAM KALANGAN MUR

0 1 61

BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN MASYARAKAT A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan - Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Denga

0 0 33