ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN ALOKATIF HOTEL DI KAWASAN WISATA TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEA (DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)

(1)

(DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

DANANG PRASETYO F0106026

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

iii

Skripsi dengan judul :

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN ALOKATIF HOTEL DI KAWASAN WISATA TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEA (DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)

Surakarta, Mei 2010

Disetujui dan diterima oleh


(3)

iv

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim Penguji Skripsi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Juli 2010

Tim Penguji Skripsi :

1. Mulyanto, SE, ME

NIP. 196806231993021001

2. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si NIP. 195601181986011001

3. Drs. Wahyu Agung Setyo, M.Si NIP. 196505221992031002


(4)

v

Tidak ada yang mudah dan tidak ada yang tidak mungkin (Napoleon Bonaparte)

Kegagalan yang membuat tersipu, lebih mulia daripada keberhasilan yang membuat sombong

Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka ;

Namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut

terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka


(5)

vi

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Kupersembahkan Karya Sederhana Ini untuk :  Ayah dan Ibuku tercinta

Sebagai tanda baktiku kepada beliau sekalian, atas segenap doa, cinta, dan kasih sayang yang telah dicurahkan

 Kakak dan Adikku

Yang selalu ada untukku dan atas segala ketulusan doa, dukungan dan kasih sayangnya

 Semua Sahabatku

Sebagai wujud terima kasihku atas persahabatan yang indah dan dukungan yang selalu diberikan


(6)

vii

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga dengan kemampuan yang ada, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN ALOKATIF HOTEL DI KAWASAN WISATA TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEA (DATA ENVELOPMENT ANALYSIS) “.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan serta kerja sama yang baik dari berbagai pihak tidak bisa mewujudkan skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan dan juga selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.


(7)

viii kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

6. Ayah dan Ibuku yang selalu senantiasa memberikan dorongan, nasehat, doanya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kakak dan Adik-adikku yang tiada henti-hentinya memberikan dorongan, supaya penulisan skripsi ini cepat diselesaikan. Karena perjuangan belum berakhir, masih ada dunia kerja yang harus aku jalani..

7. Teman-teman EP angkatan 2006, kakak angkatan serta adik angkatan dan semua sahabat-sahabatku, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam rangka kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat dan sumbangan pikiran untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Surakarta, Mei 2010


(8)

ix HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hotel ... 9

1. Definisi Hotel ... 9

2. Klasifikasi Hotel ... 11

3. Persyaratan Pokok Usaha Perhotelan ... 15

B. Teori Produksi ... 18

1. Pengertian Produksi ... 18

2. Produksi Jangka Panjang ... 19

3. Produksi Dengan Satu Input Variabel ... 20

4. Produksi Dengan Dua (semua) Input Variabel. ... .23


(9)

x

1. Ukuran- Ukuran Orientasi Input ... 30

2. Ukuran- Ukuran Orientasi Output ... 33

D. Input Output ... 39

E. DEA (Data Evelopment Analysis) ... 40

F. Penelitian Terdahulu ... 43

G. Kerangka Pemikiran ... 48

BAB III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 50

B. Data Dan Metode Pengumpulan Data ... 50

C. Definisi Operasional Variabel ... .52

1. Variabel Input... 52

2. Variabel Output ... 53

3. Efisiensi ... 53

D. Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karanganyar ... 58

B. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Tawangmangu ... 70

C. Analisis Data Dengan Metode DEA ... 77

1. Karakteristik Variabel ... 77

2. Hasil Analisis Data ... 80

a. Evaluasi pada Hotel di Kawasan Wisata Tawangmangu dan Kebijakan yang Diambil ... 83

b. Analisis Deskriptif Efisiensi Teknis dan Alokatif Rata-rata Hotel di Kawasan Wisata Tawangmangu ... 107


(10)

xi

di Kawasan Wisata Tawangmangu ... 111 2. Hotel di Kawasan Wisata Tawangmangu

yang Paling Efisien ... 112 3. Evaluasi pada Hotel di Kawasan Wisata

Tawangmangu dan Kebijakan yang Diambil ... 112 4. Analisis Deskriptif Efisiensi Teknis, Revenue

dan Alokatif Rata-rata Hotel

di Kawasan Wisata Tawangmangu ... 113 B. Saran ... 114 DAFTAR PUSTAKA


(11)

xii

Tabel Halaman

Tabel 4.1 Luas Wilayah Dan Jumlah Penduduk Kabupaten

Karanganyar Menurut Kecamatan ... 59

Tabel 4.2 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kabupaten Karanganyar Tahun 2003-2007 ... 66

Tabel 4.3 Inflasi di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008 ... 66

Tabel 4.4 Wilayah Administrasi di Kecamatan Tawangmangu ... 72

Tabel 4.5 Data Jumlah Kamar, Tarif per Kamar, Jumlah Pegawai, Gaji Pegawai, Jumlah Tamu, dan Pendapatan dari Tiap Tamu . 79

Tabel 4.6 Hasil Efisiensi Hotel di Tawangmangu Tahun 2009 ... 80

Tabel 4.7 Peers Bagi Hotel Yang Tidak Efisien ... 82

Tabel 4.8 Hasil Olahan DEA Hotel Pondok Sari II ... 83

Tabel 4.9 Hasil Olahan DEA Hotel Komojoyo Komoratih ... 84

Tabel 4.10 Hasil Olahan DEA Hotel Pondok Sari I ... 85

Tabel 4.11 Hasil Olahan DEA Hotel Lawu ... 86

Tabel 4.12 Hasil Olahan DEA Hotel Garuda ... 86

Tabel 4.13 Hasil Olahan DEA Hotel Maliyawan ... 87

Tabel 4.14 Hasil Olahan DEA Hotel Fajar Indah ... 88

Tabel 4.15 Hasil Olahan DEA Hotel Duta ... 89

Tabel 4.16 Hasil Olahan DEA Hotel Sido Langgeng ... 89

Tabel 4.17 Hasil Olahan DEA Pondok Indah ... 90

Tabel 4.18 Hasil Olahan DEA Hotel Wahyu Sari ... 91

Tabel 4.19 Hasil Olahan DEA Hotel Pringgodani ... 92

Tabel 4.20 Hasil Olahan DEA Hotel Pondok Asia ... 93

Tabel 4.21 Hasil Olahan DEA Hotel Tejomoyo ... 93

Tabel 4.22 Hasil Olahan DEA Balai Istirahat Pekerja ... 94

Tabel 4.23 Hasil Olahan DEA Hotel Bukit Surya ... 95


(12)

xiii

Tabel 4.28 Hasil Olahan DEA Hotel Mandaulin ... 99

Tabel 4.29 Hasil Olahan DEA Hotel Sri Dewi ... 99

Tabel 4.30 Hasil Olahan DEA Hotel Sri Rejeki ... 100

Tabel 4.31 Hasil Olahan DEA Hotel Madu Laras ... 101

Tabel 4.32 Hasil Olahan DEA Hotel Tri Tunggal ... 102

Tabel 4.33 Hasil Olahan DEA Hotel Nino ... 103

Tabel 4.34 Hasil Olahan DEA Hotel Santosa Mulya ... 103

Tabel 4.35 Hasil Olahan DEA Hotel Mekar Indah ... 104

Tabel 4.36 Hasil Olahan DEA Hotel Lumayan ... 105

Tabel 4.37 Hasil Olahan DEA Hotel Lestari ... 106

Tabel 4.38 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Klasifikasi Hotel ... 107

Tabel 4.39 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Letak Hotel ... 108

Tabel 4.40 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pengelola Hotel ... 109


(13)

xiv

Gambar 2.1 Proses Produksi ... 18

Gambar 2.2 Kurva Total Product, Marjinal Product, Average Product ... 22

Gambar 2.3 Kurva Isoquant ... 24

Gambar 2.4 Kurva Isocost ... 26

Gambar 2.5 Kurva Keseimbangan Produsen ... 28

Gambar 2.6 Efisiensi Teknik dan Alokatif ... 31

Gambar 2.7 Ukuran Orientasi Out-put Efisiensi Teknis ... 34

Gambar 2.8 Efisiensi Teknis dan Alokatif Dari Orientasi Output ... 35

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran ... 49

Gambar 4.1 Persentase Luas Tanah Kering Dan Tanah Sawah Tahun 2008 ... 71


(14)

(DATA ENVELOPMENT ANALYSIS) DANANG PRASETYO

F0106026

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui tingkat efisiensi secara teknis dan alokatif hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu yang ada di Kabupaten Karanganyar, (2) untuk melihat dan mengetahui hotel di kawasan wisata Tawangmangu yang paling efisien dan (3) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan efisiensi hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu dan memberikan solusi untuk mencapai efisiensi.

Data yang dipakai dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari pihak pengelola hotel. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan hotel di kawasan wisata Tawangmangu sebagai unit analisisnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan dokumentasi. Pencarian data dilakukan terutama pada berbagai sumber atau instansi yang terkait dengan penelitian ini. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA).

Hasil analisis menyebutkan bahwa penyebab inefisiensi hotel-hotel tersebut bersumber dari input yang tidak sesuai dengan kebutuhan/ terjadi pemborosan. Dari hasil analisis perhitungan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) menunjukkan bahwa tidak semua hotel di kawasan wisata Tawangmangu memiliki kinerja yang efisien secara teknis. Dari tiga puluh (30) hotel di kawasan wisata Tawangmangu hanya terdapat dua hotel yang telah melakukan proses kerja secara efisien secara teknis yaitu Hotel Tejomoyo dan Hotel Anugerah Indah ditambah satu hotel yang efisien secara alokatif yaitu Hotel Wahyu Sari. Hasil analisis dari DEA tersebut dapat diketahui beberapa hal yaitu, hampir semua hotel belum efisien secara teknis dan alokatif, dan jika dilihat dari efisiensi tiap variabel faktor produksi maka terlihat tingkat efisiensi teknis dan alokatif yang berbeda-beda.

Saran yang diajukan bagi hotel yang belum efisien adalah harus lebih memperhatikan penggunaan input agar dapat mencapai output yang maksimal, penggunaan sumber daya manusia yang berkualitas, meningkatkan kenyamanan tamu dan mengacu pada hotel lain yang telah mencapai efisien.


(15)

ii

USING DEA (DATA ENVELOPMENT ANALYSIS) METHOD DANANGPRASETYO

F0106026

The purpose of this study were (1) to assess the level of technical and allocative efficiency of hotels in Tawangmangu tourist areas in Karanganyar District, (2) to examine its Tawangmangu tourist hotels in the most efficient and (3) to determine factors causing the efficiency of hotels in Tawangmangu tourism areas and solutions to achieve efficiencies.

The research uses analysis of primary data obtained from the manager of the hotel. This study uses a survey method with the hotels in the Tawangmangu tourism area as the unit of analysis. Data collection techniques in this study is the observation and documentation. Search data is done primarily on a variety of sources or agencies associated with this research. Analysis tools used in this research are Data Envelopment Analysis (DEA).

Results of analysis states that the cause of inefficiency in these hotels is derived from inputs that do not conform with the needs / going waste. From the results of calculation using the Data Envelopment Analysis (DEA) show that not all hotels in Tawangmangu tourist areas have technically efficient performance. From thirty (30) Tawangmangu tourist hotels in the area there are only two hotels that have been done in an efficient work process technically that is Tejomoyo Hotels and Anugerah Indah Hotel plus one hotel in allocative efficiency is Wahyu Sari Hotel. Results of DEA analysis can be found a few things that is, almost all hotels have not technically and allocative efficiency, and when seen from the efficiency of each variable factor of production, the visible level of technical efficiency and allocative different.

Suggestion for the hotel was not should pay more attention to efficient use of inputs in order to achieve maximum output, the use of qualified human resources, improve the comfort of guests and refers to another hotel that has been achieved efficiently.

Keywords: Hotels, Technical and Allocative Efficiency, Data Envelopment Analysis (DEA).


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pariwisata sekarang ini sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus meningkat. Itu terjadi tidak saja hampir setiap Negara di dunia ini, tetapi juga dalam negeri sendiri, yang alam dan seni budayanya sangat menarik (Oka A Yoeti., 1997).

Propinsi Jawa Tengah, sebagai salah satu wilayah tujuan wisata di Indonesia, menawarkan berbagai macam obyek wisata baik obyek wisata alam, budaya, maupun buatan. Salah satu daerah tujuan wisata di Jawa Tengah yang kaya akan obyek dan daya tarik wisata tersebut adalah Kabupaten Karanganyar.

Kabupaten Karanganyar adalah salah satu kabupaten yang berada di kawasan karesidenan Surakarta yang memiliki potensi wisata yang cukup besar, baik yang sudah berkembang maupun yang masih dalam binaan. Di Kabupaten Karanganyar, sektor pariwisata tersebut menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang sangat penting, sehingga terus diupayakan pengembangannya, mengingat potensi yang ada masih mungkin untuk terus di tingkatkan.


(17)

Sebagian besar obyek wisata di Kabupaten Karanganyar berada di lereng barat Gunung Lawu, yaitu Tawangmangu. Letak Tawangmangu yang berada di Jawa Tengah bagian timur serta berbatasan dengan obyek wisata Sarangan Magetan Jawa Timur, menjadikannya pintu gerbang pariwisata Jawa Tengah bagian Timur. Posisi tersebut sangatlah strategis bagi kepentingan pengembangan pariwisata Jawa Tengah bagian tenggara dan pengembangan wisata lintas propinsi Jawa Tengah-Jawa Timur (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar, 2001). Hal tersebut ditunjang dengan adanya pembangunan jalan baru yang lebih landai dan tidak berliku-liku yang menghubungkan Kota Karanganyar dengan Kota Magetan, Jawa Timur, sebagai jalur alternatif baru (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar, 2003).

Tawangmangu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kecamatan ini ternama karena merupakan daerah wisata yang sangat sejuk. Terletak kurang lebih 37 km timur kota Solo. Tawangmangu dikenal sebagai obyek wisata pegunungan di lereng barat Gunung Lawu yang bisa ditempuh dengan kendaraan darat selama sekitar satu jam dari Kota Surakarta (Solo). Tempat ini sejak masa kolonial Belanda telah menjadi tempat berwisata. Obyek tujuan wisata utama adalah Air Terjun Grojogan Sewu (tinggi 81 m). Di tempat tetirah ini tersedia berbagai sarana pendukung wisata seperti kolam renang dan berbagai bentuk penginapan. Obyek wisata Tawangmangu memiliki daya tarik keindahan yang memukau dan sangat indah.


(18)

Bila ditinjau kembali, pengembangan dan pendayagunaan potensi pariwisata yang ada di kawasan Wisata Tawangmangu saat ini belum optimal. Hal ini terlihat dari kurang memadainya sarana akomodasi yang ada. Sarana akomodasi yang dimaksud adalah hotel, dalam hal ini hotel berbintang maupun melati, sebagai fasilitas penunjang wisata yang representatif secara kualitas maupun kuantitas. Ini dapat dilihat dari data yang ada, bahwa di kawasan tersebut hanya terdapat 3 buah hotel bintang, 41 hotel melati, dan 67 pondok wisata (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar, 2009). Ini menyebabkan banyak wisatawan yang menggunakan fasilitas akomodasi di luar kawasan wisata tersebut.

Dalam dunia perhotelan yang saat ini semakin berkembang pesat dan persaingan semakin ketat maka dalam waktu sekarang ini telah banyak tumbuh hotel di seluruh wilayah Indonesia dari berbagai klasifikasi hotel, baik hotel berbintang maupun hotel melati. Seiring dengan bertambahnya jumlah hotel di kota Karanganyar khususnya Tawangmangu maka secara otomatis akan diikuti oleh persaingan antara hotel yang satu dengan hotel yang lain. Untuk bisa selangkah lebih maju dari pesaing, dimana dalam hal ini akan disajikan secara khusus bagaimana melihat suatu hotel telah efisien dan memberikan kepuasan kepada tamu hotel.

Dahulu fungsi hotel hanya sebagai tempat bermalam bagi konsumen yang melakukan perjalanan bisnis atau wisata dan tidak memiliki relasi di tempat tujuan. Seiring berjalannya waktu, fungsi hotel mengalami peningkatan. Saat ini, sering kali hotel digunakan untuk acara


(19)

pernikahan, rapat perusahaan, launching untuk produk baru suatu perusahaan dan tak jarang pula hotel digunakan sebagai sarana untuk berakhir pekan bagi kalangan masyarakat menengah atas.

Konsumen pada jaman sekarang adalah konsumen yang kritis yang sangat berhati-hati dalam membelanjakan uang. Mereka mempertimbangkan banyak faktor untuk memilih sebuah produk atau jasa termasuk jasa perhotelan. Oleh sebab itu sangat penting bagi hotel-hotel di daerah Tawangmangu yang merupakan salah satu penyedia jasa perhotelan di daerah wisata untuk merancang konsep pelayanan yang tepat. Sebab hanya perusahaan yang memiliki wawasan tentang konsumen dan konsep pelayanan yang dapat tetap bertahan hidup. Perusahaan tidak terkecuali yang bergerak di bisnis perhotelan dituntut untuk dapat memberikan nilai lebih, dengan cara memperhatikan dan memberikan apa yang diinginkan konsumennya.

Dampak adanya pengembangan jasa perhotelan di bidang ekonomi adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha

Peningkatan pengembangan hotel dapat membuka lapangan kerja dan lapangan berusaha baik secara langsung maupun tidak langsung, baik pada waktu sebelum dan sesudah berlangsungnya kegiatan tersebut.


(20)

2. Meningkatkan pendapatan daerah

Sektor perhotelan mempunyai peluang besar untuk mendapatkan pendapatan daerah yang dapat mendukung kelanjutan pembangunan tersebut.

3. Menunjang pembangunan nasional

Pembangunan hotel cenderung untuk tidak terpusat di kota melainkan di daerah pedalaman dan bebas dari kebisingan kota. Dengan demikian hal ini sangat berperan dalam menunjang pembangunan daerah.

Masalah efisiensi menjadi isu sangat penting pada saat ini dan di masa yang akan datang, karena: (i) jumlah sumber daya yang semakin sedikit; (ii) persaingan yang semakin ketat; (iii) meningkatnya standar kepuasan konsumen; (iv) meningkatnya mutu kehidupan.

Oleh karena itu, analisis efisiensi sangat penting untuk mengetahui dan menentukan penyebab perubahan tingkat efisiensi dan selanjutnya menentukan tindakan koreksi untuk peningkatan efisiensi. Berdasar hal tersebut peneliti ingin mencoba mengetahui analisis efisiensi teknis dan alokatif Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analysis) dengan cakupan penelitian pada Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu yang ada di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2009.


(21)

Tingkat efisiensi pada Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu dapat dianalisis dengan metode DEA (Data Envelopment Analysis). Melalui hasil observasi data kepada pihak pengelola hotel, laporan pada Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan dan Perhimpunan Hotel Dan Restoran Indonesia di Kabupaten Karanganyar, diharapkan nilai indikator yang cukup kuat untuk mengetahui efisien atau tidak. Adapun hotel yang menjadi objek penelitian adalah Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu yang berlokasi di dekat beberapa tempat wisata di Tawangmangu di wilayah Kabupaten Karanganyar.

Berdasarkan uraian di atas, maka judul penelitian ini adalah

“Analisis Efisiensi Teknis Dan Alokatif Hotel Di Kawasan Wisata

Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Dengan Menggunakan Metode DEA (Data Envelopment Analysis)”

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana tingkat efisiensi pada Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu berdasarkan hasil analisis metode DEA? 2. Dari hasil analisis metode DEA terhadap tingkat efisiensi Hotel

yang berada di kawasan wisata Tawangmangu, mana yang paling efisien?


(22)

3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu mengalami inefisiensi, serta bagaimana solusi untuk mencapai efisiensi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pada Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu melalui metode analisis DEA. 2. Untuk mengetahui Hotel yang berada di kawasan wisata

Tawangmangu yang paling efisien.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu mengalami inefisiensi serta solusi untuk mencapai efisiensi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti untuk mengetahui perkembangan operasional dilihat dari tingkat efisiensi Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu.

2. Bagi pihak manajemen Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu akan memberikan masukan sekiranya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan


(23)

kinerjanya dan sebagai pijakan untuk perbaikan kinerja Hotel yang sudah ada dan berdiri.

3. Bagi pemerintah daerah dapat digunakan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan pariwisata dan usaha penyedia jasa perhotelan di wilayah Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. 4. Bagi masyarakat untuk lebih meningkatkan kepercayaan konsumen

terhadap Hotel yang berada di kawasan wisata Tawangmangu dilihat dari tingkat efisiensinya serta dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memilih hotel tersebut.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hotel 1. Definisi Hotel

Secara harfiah, kata Hotel dulunya berasal dari kata HOSPITIUM (bahasa Latin), artinya ruang tamu. Dalam jangka waktu lama kata

hospitium mengalami proses perubahan pengertian dan untuk

membedakan antara Guest House dengan Mansion House (rumah besar) yang berkembang pada saat itu, maka rumah-rumah besar disebut dengan

HOSTEL (Nyoman S. Pendit : 1999)

Rumah-rumah besar atau hostel ini disewakan kepada masyarakat umum untuk menginap dan beristirahat sementara waktu, yang selama menginap para penginap dikoordinir oleh seorang host, dan semua tamu-tamu yang (selama) menginap harus tunduk kepada peraturan yang dibuat atau ditentukan oleh host (HOST HOTEL).

Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan orang-orang yang ingin mendapatkan kepuasan, tidak suka dengan aturan atau peraturan yang terlalu banyak sebagaimana dalam hostel, dan kata hostel lambat laun

mengalami perubahan. Huruf “s” pada kata hostel tersebut menghilang

atau dihilangkan orang, sehingga kemudian kata hostel berubah menjadi Hotel seperti apa yang kita kenal sekarang.


(25)

Menurut beberapa pengertian, Hotel didefinisikan sebagai berikut (dalam Sri Kurniasih. 2000):

a. Menurut Dirjen Pariwisata – Depparpostel

Hoteladalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan, untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan minum, serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial. b. Menurut Surat Keputusan Menteri Perhubungan R.I No. PM 10/PW –

301/Phb. 77, tanggal 12 Desember 1977

Hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan, berikut makan dan minum.

c. Menurut Webster

Hotel adalah suatu bangunan atau suatu lembaga yang menyediakan kamar untuk menginap, makan dan minum serta pelayanan lainnya untuk umum.

d. Menurut Hotel Proprietors Act, 1965

Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan serta minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus.


(26)

e. Menurut Prof.K.Krapf

Hotel adalah sebuah gedung/ bangunan untuk menyediakan penginapan, makanan dan pelayanan yang bersangkutan dengan menginap serta makan bagi mereka yang mengadakan perjalanan. f. Dalam Arti Sempit

Dalam pengertian sempit yang dimaksud dengan hotel adalah suatu kamar atau tempat dimana pengunjung dapat tidur/ menginap. Hotel dalam hal ini hanya berarti penginapan saja.

g. Dalam Arti Luas

Dalam perkembangan selanjutnya, karena setiap orang menginap itu juga memerlukan yang lainnya, seperti makan dan minum walaupun hanya sekedarnya, maka lambat laun istilahnya hotel lebih dikenal orang bukan hanya sekedar tempat penginapan saja, tetapi telah berkembang dalam arti luas sebagai suatu tempat seseorang dapat tidur, beristirahat atau menginap sementara waktu selama dalam perjalanannya, juga mendapatkan makanan dan minuman dan terpenuhi kebutuhan lainnya.

2. Klasifikasi Hotel

Klasifikasi atau penggolongan hotel adalah suatu system pengelompokan hotel-hotel ke dalam berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan ukuran penilaian tertentu.


(27)

Hotel dapat dikelompokkan ke dalam berbagai kriteria menurut kebutuhannya, namun ada beberapa kriteria yang dianggap paling lazim digunakan. Berdasarkan kriteria dalam hal ini kondisi atau fasilitas yang tresedia dalam suatu hotel, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai berikut (Kep. Men. Kebudayaan dan Pariwisata No. KM.3/HK 001/MKP.02 tentang Penggolongan Kelas Hotel, Jakarta, 2002):

a. Pengelompokan Berdasar Standar Hotel 1) Hotel Internasional

2) Hotel Semi Internasional 3) Hotel Nasional

b. Klasifikasi Hotel Sesuai dengan Jumlah Kamar

1) Small Hotel. Dengan jumlah kamar kurang dari 50 kamar.

2) Medium. Dengan jumlah kamar 50 s/d 100 kamar

3) Large. Dengan jumlah kamar 100 keatas.

c. Klasifikasi Hotel Sesuai dengan Jenis Tamu (Types of Great)

Hotel ini pada umumnya berada di dalam perkotaan ataupun di daerah yang jenis tamunya terdiri atas beberapa klasifikasi sebagai berikut :

1) Family Hotel. Tamu-tamu yang menginap bersama keluarga.

2) Business Hotel. Tamu-tamu yang menginap kebanyakan

businessman, maka dengan demikian diperlukan tata cara praktis dan cepat dalam pelayanan serta fasilitas business sebagai penunjang.


(28)

4) Tourist Hotel 5) Official Hotel 6) Transit Hotel 7) Cure Hotel 8) Hotel Konvensi

d. Klasifikasi Hotel Sesuai dengan Lama Tinggal 1) Hotel Resident

2) Hotel Transit (Komersial) 3) Hotel Daerah (Resort) 4) Motel

e. Klasifikasi Hotel Sesuai dengan Bintang

Pelayanan hotel ditentukan dalam 5 (lima) golongan kelas berdasarkan kelengkapan dan kondisi bangunan, peralatan, pengelolaan serta mutu pelayanan sesuai dengan persyaratan penggolongan hotel sebagaimana yang ditetapkan dalam lampiran Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan Hotel. f. Klasifikasi Hotel Sesuai dengan Tipe Harga Kamar atau Plan

Plan adalah suatu system yang digunakan di hotel dalam menentukan pentarifan yang berhubungan dengan penyediaan /penjualan makanan.

1) European Plan

2) American Plan

3) Continental Plan


(29)

g. Klasifikasi Hotel Berdasarkan Tarif Kamar

1) Economy Hotel

2) First Class Hotel

3) Deluxe Hotel

h. Klasifikasi Hotel Berdasarkan Lama Operasi Hotel 1) Seasonal Hotel

2) Around The Year Operation Hotel

i. Klasifikasi Hotel Berdasarkan Lokasi Hotel 1) City Hotel

2) Resident Hotel

3) Ressort Hotel

4) Motel

5) Beach Hotel

6) Mountain Hotel

7) Airport Hotel 8) Guest Facilities


(30)

3) Persyaratan Pokok Usaha Perhotelan

Terdapat empat unsur yang menjadi persyaratan pokok usaha perhotelan (Richard Sihite. 2000):

a. Sarana Fisik dan Fasilitas

Fasilitas yang tersedia di dalam suatu hotel diantaranya adalah : 1) Tempat yang cukup luas untuk parkir kendaraan tamu

2) Berbagai jenis kamar dengan fasilitas ruang tidur yang lengkap, kamar mandi, tersedia televisi, video, dan lain-lain.

3) Telepon, telex, business center, dsb

4) Lobby, adalah ruang yang dipergunakan oleh tamu untuk melakukan aktivitas sementara pada waktu kedatangan dan/ ataupun keberangkatan, atau sambil menuggu, relax.

5) Tresedia restoran (coffe Shop, Grill Room, Restoran Indonesia, dll), bar, ruangan pertemuan, pelayanan, makanan/ minuman ke kamar.

6) Penyewaan ruang kantor dan ruang pertokoan. 7) Fasilitas olahraga dan rekreasi.

8) Fasilitas lobi untuk para tamu yang memerlukan.

9) Ruang perkantoran untuk keperluan hotel seperti ruang kantor depan hotel.

b. Mutu dari Produk Pelayanan

Hotel sebagai suatu usaha industri pelayanan jasa menghasilkan, menyediakan, dan melayani tamu dalam bentuk barang dan jasa. Dari


(31)

segi wujudnya, produk industri hotel yang dihasilkannya terdiri dari dua bagian yaitu :

1) Produk Nyata.

Produk nyata adalah produk hotel secara jelas dan nyata diterima dan dapat dilihat, yang untuk memperolehnya tidak harus membayar, antara lain :

a) Kamar tamu

b) Makanan dan minuman c) Ruang pertemuan

d) Sarana olah raga dan pertemuan e) Hiburan

f) Telepon

g) Fasilitas-fasilitas lain. 2) Produk Tidak Nyata.

Produk tidak nyata dalah produk hotel yang tidak secara nyata diterima dalam wujud benda, akan tetapi akan sangat berpengaruh trehadap nilai atau mutu daripada tangible product, misalnya suasana lingkungan, ketenangan, ketentraman, kehangatan, keramahtamahan, jaminan kesehatan, dan lain-lain.

c. Sikap dan Tingkah Laku Pelaksana (Personalia dan Karyawan)

Usaha hotel juga dapat disebut sebagai usaha pelayanan yang dilakukan oleh manusia. Oleh karenanya terdapat beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi untuk bekerja sebagai karyawan hotel :


(32)

1) Mampu melayani tamu dengan perasaan yang tulus.

2) Mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan perilaku sesuai dengan jabatan pekerjaannya.

3) Mempunyai rasa ikut memiliki dan tanggung jawab terhadap pekerjaannya serta memiliki kepribadian yang baik dan benar.

d. Manajemen sebagai Decision Maker terhadap Harga

Tujuan utama perhotelan adalah untuk memperoleh keuntungan. Untuk mendapatkan keuntungan tersebut usaha perhotelan memerlukan kelompok pengelola dengan memanfaatkan atau menggunakan ilmu keterampilan manajemen khusus.

Untuk mencapai tujuan utamanya dan terlaksananya penyediaan dan pelayanan produk-produk hotel maka diperlukan suatu kerjasama serta pembagian fungsi dan tugas sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar hotel- hotel yang sudah ada sekarang ini dapat berkembang dan meningkatkan kinerja pelayanan jasa perhotelan sehingga dapat meningkatkan kepuasan konsumen dan secara efektif dan efisien mampu menghasilkan output yang besar.


(33)

Input

(kapital, tenaga kerja, tanah, sumber alam, keahlian) keusahawanan) B. Teori Produksi

1. Pengertian Produksi

Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output (Sugiarto, 2002:202). Kegiatan produksi dinyatakan dengan dalam fungsi produksi dalam ekonomi. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Gambar 2.1 menunjukkan proses produksi.

Gambar 2.1 Proses Produksi Input

(kapital, tenaga kerja, tanah, sumber alam, keahlian/ keusahawanan) Sumber: Sugiarto, 2002 :202

Secara matematis, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = f (L, K, X, E) (2.1)

Dimana :

Q = Output

L, K, X, E = Input (Tenaga kerja, kapital, bahan baku, keahlian keusahawan).

Hubungan antara input dan output cukup komplek karena beberapa input atau faktor produksi secara bersama-sama mempengaruhi output (Faried, 1991:211). Analisis sementara dianggap bahwa faktor-faktor produksi lain yang digunakan kecuali tenaga kerja tetap konstan

Fungsi produksi (dengan teknologi

tertentu)

Output (Barang atau jasa)


(34)

kuantitasnya, sehingga dapat diketahui secara lebih jelas bagaimana pengaruh suatu faktor produksi terhadap kuantitas produksi.

Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = f (L, K, X, E) (2.2)

Tanda bar menyatakan bahwa faktor-faktor produksi tersebut konstan tak berubah sehingga secara lebih sederhana dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = f (L) (2.3)

Artinya bahwa kuantitas yang diproduksi dipengaruhi oleh banyaknya tenaga kerja yang digunakan saja, bila salah satu faktor produksi merupakan faktor yang dapat diubah (variabel input) untuk menghasilkan sejumlah output, sedangkan faktor produksi lain dianggap tetap (fixed input) maka kegiatan produksi perusahaan dikatakan berada dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, semua faktor produksi merupakan faktor variabel yang dapat diubah (variabel input).

2. Produksi jangka panjang

Konsep produksi jangka panjang mengacu pada periode waktu produksi, dimana semua input dalam proses produksi merupakan input variabel, tidak ada input tetap (Vincent, 1999: 207). Dalam produksi jangka panjang, perusahaan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk merubah pemakaian input yang tadinya tidak dapat diubah (Sugiarto, 2002:214). Input yang tadinya merupakan input tetap maka dalam jangka


(35)

panjang dapat diubah menjadi input variabel. Fungsi produksi jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = f (K, L) (2.4)

Dimana :

Q = Output (fungsi dari perubahan L dan Pemakaian K tetap) L = tenaga kerja (input variabel)

K = kapital (input variabel)

Dalam produksi jangka panjang perusahaan dapat melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di pasar (Sugiarto, 2002:204). Jumlah alat-alat produksi dapat ditambah, pengunaan mesin-mesin dapat dirombak dan ditingkatkan efisiensinya, jenis-jenis komoditas baru dapat dihasilkan.

3. Produksi Dengan Satu Input Variabel

Teori produksi yang sederhana menggambarkan hubungan antara tingkat produksi suatu komoditas dengan satu faktor produksi yang variabel. Hubungan antara tingkat produksi suatu komoditas dengan satu faktor produksi yang variabel terdapat faktor produksi tetap yang jumlahnya tidak berubah. Perusahaan menekankan pada hubungan antara jumlah karyawan dengan jumlah produksi kita misalkan dalam kasus ini. Menggunakan fungsi produksi tersebut dapat diketahui hubungan antara Total Product (Q), Marginal product (MP), dan Average Product (AP).


(36)

Total Product (TP) merupakan jumlah produksi total yang dihasilkan oleh suatu proses produksi. Biasa dilambangkan dengan (TP) atau Q. Marginal Product (MP) merupakan perubahan produksi yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan satu satuan faktor produksi variabel, misal faktor produksi variabel merupakan tenaga kerja maka marginal productnya dikenal dengan marginal product of labour (MPL).

Dalam penghitungannya dapat menggunakan formula :

MPL = L Q

 

(2.5)

Average Product (AP) menunjukkan besarnya rata-rata produksi yang dihasilkan oleh setiap penggunaan faktor produksi variabel. Jika L merupakan tenaga kerja yang digunakan, maka Average Productnya disebut sebagai Average Product of labour (APL) dimana formulasinya adalah :

APL = L Q

(2.6) Berdasarkan tabel tersebut diasumsikan bahwa input tetap digunakan pada suatu tingkat tertentu. L merupakan input variabel tenaga kerja, Q merupakan TP, berdasarkan tabel menunjukkan bahwa penambahan input L maka Q terus naik hingga unit L mencapai 8, dan setelah itu mengalami penurunan, Demikian juga dengan Average Product marginal yang mengalami pola naik kemudian menurun pada unit L 5. Keadaan ini menggambarkan bahwa penambahan L yang semakin banyak akan menambah TP sampai pada tingkat maksimum yang kemudian


(37)

menurun. Keadaan ini dinamakan the law of deminishing return , yaitu hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang.

Berdasarkan hukum tersebut, hubungan antara total produksi dan jumlah input variabel mengalami tiga tahap yaitu :

a. Tahap pertama: saat total product mengalami pertambahan yang semakin cepat.

b. Tahap kedua: saat pertambahan total product semakin lama semakin kecil.

c. Tahap ketiga: saat total product semakin lama semakin berkurang. Gambar 2.2 Kurva Total Product, Marjinal Product, Average Product menunjukkan tahap-tahap produksi:

Gambar 2.2 Kurva Total Product, Marjinal Product, Average Product Sumber : Sugiarto, 2002 : 209

Q

49

TP 40

III II

I 18

L 2

0 4 8

Q

13 I II III

10

13 MPL APL


(38)

Berdasarkan kurva tersebut secara matematis menunjukkan bahwa

Q maksimum akan dicapai pada saat Q’ (turunan pertama fungsi Q) = 0.

MPL maksimum akan dicapai pada saat MPL’ = 0, dan APL maksimum

dicapai pada saat APL’ = 0. Pada saat APL mencapai maksimum, MPL

berpotongan dengan APL. Hal ini disebabkan karena pola dari marginal product. Berdasarkan gambar terlihat bahwa pada saat MPL naik maka

APL juga naik. Saat MPL menurun, maka APL akan naik selama nilai

MPL>APL. Saat MPL terus turun dan nilai MPL<APL maka APL akan

menurun, karena pola seperti inilah maka MPL memotong APL pada saat

APL maksimal. Berdasarkan contoh, ini terjadi pada saat L = 4 orang.

Saat AP mencapai maksimum, akan tercapai kondisi Efisiensi Teknis. Kaitannya dengan konsep efisiensi teknis ini suatu tingkat pemakaian faktor produksi dikatakan lebih efisien dari tingkat pemakaian yang lain apabila dapat memberikan AP yang lebih besar. Di sisi lain seringkali perusahaan lebih memfokuskan perhatian pada konsep Efisiensi ekonomis dibandingkan efisiensi teknis. Berdasarkan hal ini efisiensi ekonomis tercapai pada saat pemakaian faktor produksi tersebut menghasilkan keuntungan yang maksimum.

4. Produksi Dengan Dua (semua) Input Variabel

Berdasarkan analisis dengan dua (semua) input variabel dimisalkan bahwa terdapat dua jenis faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya, misalnya tenaga kerja dan modal.


(39)

a. Kurva Produksi Sama (Isoquant)

Kurva isoquant adalah suatu kurva atau tempat kedudukan titik-titik kombinasi yang menunjukkan semua kombinasi input yang mungkin secara fisik mampu menghasilkan kuantitas output yang sama.(Vincent, 1999:207). Karakteristik dari kurva isoquant adalah : 1) Kurva isoquant merupakan fungsi kontinu, serta kurva-kurva

isoquant tidak saling berpotongan.

2) Semua kombinasi rasional dari input sumber daya yang menghasilkan output yang sama, terletak pada satu kurva isoquant yang memiliki slope negatif dan berbentuk cembung (convex). 3) Kurva isoquant Q2 yang menempati kedudukan lebih tinggi,

terletak di atas atau disebelah kanan dari kurva isoquant Q1,

menunjukkan bahwa kombinasi input pada kurva isoquant Q2 itu

mampu menghasilkan kuantitas output yang lebih tinggi daripada kombinasi input pada kurva isoquant Q1 (Q2>Q1).

Gambar kurva Isoquant dapat dilihat pada Gambar 2.3 Kurva Isoquant

Gambar 2.3 Kurva Isoquant Sumber : Sadono, 2005:20


(40)

Berdasarkan kurva Isoquant tersebut titik A menunjukkan gabungan antara tenaga kerja dan modal, bahwa dengan menggunakan 1 unit tenaga kerja dan 6 unit modal dapat menghasilkan produksi yang diinginkan yaitu sebanyak 1000 unit. Titik B menunjukkan bahwa dengan mengurangi 6 unit modal dan menambah tenaga kerja menjadi 2 unit dapat menghasilkan output sebanyak 2000 unit. Pada titik C terlihat bahwa dengan menambah tenaga kerja menjadi 3 unit dan mengurangi modal menjadi 2 unit, dapat dihasilkan output sebanyak 3000 unit. Titik D menunjukkan bahwa yang diperlukan untuk menghasilkan output sebanyak 4000 unit, diperlukan 6 tenaga kerja dan mengurangi modal menjadi 1 unit.

Kurva tersebut merupakan gambar dari kurva isoquant atau kurva produksi sama, yaitu kurva tersebut menggambarkan tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan tingkat produksi tertentu. Semakin jauh dari titik 0 letaknya kurva, maka semakin tinggi tingkat produksi yang ditunjukan (Sadono S.,2005:200).

b. Kurva Garis Biaya Sama (isocost)

Penghematan biaya produksi dalam proses produksi dan sekaligus memaksimumkan keuntungan, perusahaan harus meminimumkan biaya produksi. Analisis mengenai peminimuman biaya produksi dilakukan dengan membuat garis biaya sama atau isocost (Sadono,2005:201). Kurva isocost adalah Kurva yang menunjukkan kombinasi faktor produksi yang dapat dibeli dengan


(41)

tingkat pengeluaran uang tertentu. Pengeluaran uang untuk membeli faktor-faktor produksi merupakan biaya total (TC) (Faried, 1991: 237).

Pembuatan kurva isocost memerlukan data harga faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli faktor-faktor produksi. Misal, upah tenaga kerja adalah Rp 10.000 dan biaya modal per unit Rp 20.000, sedangkan uang yang tersedia adalah Rp 80.000. Kurva isocost dapat dilihat pada gambar 2.4 Kurva Isocost seperti berikut di bawah ini :

Gambar 2.4 Kurva Isocost Sumber : Sadono, 2005 :201

Garis TC pada gambar menunjukkan gabungan antara tenaga kerja dan modal yang dapat diperoleh dengan menggunakan Rp 80.000 apabila upah tenaga kerja dan biaya modal per unit adalah sebesar Rp 10.000 dan Rp 20.000. uang tersebut apabila digunakan untuk memperoleh ”modal” saja maka akan diperoleh 80.000/20.000 = 4 unit, dan kalau digunakan untuk memperoleh tenaga kerja saja akan memperoleh 80.000/10.000 = 8 unit, dan seterusnya. Titik A pada TC


(42)

menunjukkan dana sebanyak Rp 80.000 dapat digunakan untuk memperoleh 2 unit modal dan 4 unit pekerja. Garis isocost yang lain ditunjukkan TC1, TC2, dan TC3, garis-garis tersebut menunjukkan garis

biaya yang sama apabila jumlah uang yang tersedia adalah Rp 100.000, Rp 120.000, dan Rp 140.000.

c. Keseimbangan Produsen

Keseimbangan produsen diartikan sebagai tingkat output maksimal yang dapat dihasilkan dengan sejumlah biaya tertentu atau jumlah dana minimal yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Produsen dapat meminimumkan biaya produksi untuk menghasilkan sejumlah output tertentu dengan memilih kombinasi input dimana slope dari isoquant sama dengan isocost (Sugiarto, 2002:233).

a. Memaksimumkan Produksi

Contoh umtuk memaksimalkan produksi, misal biaya yang dibelanjakan untuk membeli per unit modal adalah Rp 15.000, upah tenaga kerja adalah Rp 10.000, dan biaya yang disediakan oleh produsen adala Rp 300.000. dengan uang sebanyak Rp 300.000 produsen dapat sekiranya membeli satu jenis faktor produksi saja memperleh 20 unit modal dan 30 unit tenaga kerja. Berdasarkan gambar 2.4 terdapat 5 titik yang terletak pada berbagai kurva produksi sama yang merupakan titik perpotongan atau titik persinggungan dengan garis TC2 yaitu A, B, C, D, dan E.


(43)

Dari kelima titik ini, titik E terletak di kurva produksi sama yang paling tinggi, yaitu kurva produksi sama pada tingkat produksi sebanyak 2500 unit. Ini berarti gabungan yang diwujudkan oleh titik E akan memaksimumkan jumlah produksi yang dapat dibiayai oleg uang sebanyak Rp 300.000. gabungan tersebut terdiri dari 12 unit modal dan 12 unit tenaga kerja. Gambar 2.5 menunjukkan Kurva keseimbangan produsen.

Gambar 2.5 Kurva Keseimbangan Produsen Sumber : Sugiarto, 2002

b. Meminimumkan Biaya

Analisis mengenai persoalan dalam meminimumkan biaya produksi dapat dibuat dengan pemisalan pemisalan mengenai tingkat produksi yang ingin dicapai. Gambaran dari analisis meminimumkan biaya misalnya, produsen ingin memproduksi sebanyak 1500 unit. berdasarkan gambar 2.5 keinginan ini digambarkan oleh kurva produksi sama IQ. Berdasarkan gambar


(44)

2.5 dilihat bahwa kurva tersebut dipotong atau disinggung oleh garis-garis biaya di 5 titik, yaitu titik A, B, Q, R, dan P. Titik-titik ini menggambarkan gabungan antara tenaga kerja dan modal yang dapat digunakan untuk menghasilkan produksi sebanyak yang diinginkan. Gabunan-gabungan tersebut yang biayanya paling minimum adalah gabungan yang ditunjukan oleh titik yang terletak pada garis biaya sama (isocost) yang paling rendah. Titik P adalah pada garis biaya sama (yang menyinggung kurva produksi sama IQ) yang paling rendah, yaitu garis TC. Dengan demikian titik ini menggambarkan gabungan tenaga kerja dan modal yang akan membutuhkan biaya yang paling minimum untuk menghasilkan 1500 unit. Faktor produksi ini terdiri dari 9 tenaga kerja dan 8 unit modal, dan baya yang dikeluarkan adalah Rp 210.000.

C. Teori Efisiensi

Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana baiknya sumber-sumber daya ekonomi dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Dalam ekonomi manajerial berkaitan dengan konsep efisiensi produksi, ada dua macam efisiensi, yaitu : efisiensi teknik (technical efficiency) dan efisiensi ekonomis (economic efficiency) (Vincent, 1999:190). Efisiensi teknik mengacu pada tingkat output maksimum yang secara teknik produksi dapat dicapai dari penggunaan kombinasi input tertentu dalam proses produksi itu. Efisiensi ekonomis mengacu pada kombinasi penggunaan input


(45)

yang secara ekonomis mampu menghasilkan output tertentu dengan biaya yang seminimum mungkin pada tingkat harga input yang berlaku saat itu. Efisiensi sangat diperlukan dalam perusahaan demi kelangsungan perusahaan. Perusahaan dalam proses produksi dapat menggunakan satu input variabel ataupun dengan dua atau lebih input variabel dalam penciptaan efisiensi.

Farrell (1957) dalam Guntur Riyanto (2009:21) mengajukan bahwa efisiensi sebuah firma terdiri dari dua komponen efisiensi teknis, yang mencerminkan kemampuan sebuah firma untuk memperoleh output maksimal dari rangkaian input tertentu, dan efisiensi alokatif, yang mencerminkan kemampuan sebuah firma untuk menggunakan input dalam proporsi optimal, mengingat adanya harga respektif dan teknologi produksi. Dua ukuran tersebut selanjutnya digabungkan untuk memberikan sebuah ukuran total efisiensi ekonomi.

1. Ukuran-Ukuran Orientasi Input

Coelli (2005:52) dalam Guntur Riyanto (2009:22) Efisiensi teknis (TE) sebuah firma biasanya diukur oleh rasio itu.

TE = OQ / OP (2.7)

Sebuah nilai nol dan satu diambil, dan memberikan sebuah indikator tingkat efisiensi teknis firma itu. Nilai satu mengimplikasikan bahwa firma secara teknis adalah efisien. Misalnya, titik Q secara teknis adalah efisien sebab ini terletak pada isoquant efisien.


(46)

Gambar 2.6 Efisiensi Teknik dan Alokatif.

Sumber : Coelli (2005: 52) dalam Guntur Riyanto (2009:23)

Berdasarkan Coelli (2005:53) dalam Guntur Riyanto (2009:23), ukuran orientasi-input efisiensi teknis sebuah firma dapat diungkapkan dalam istilah fungsi -input di(x,q) sebagai berikut:

TE = 1/di(x,q) (2.8)

Firma yang dipertimbangkan secara teknis juga efisien jika ini terletak di batasannya, sejauh kasus TE = 1 dan d1(x,q) sama dengan 1.

Keberadaan informasi harga input, tidaklah mustahil untuk mengukur efisiensi biaya firma yang dipertimbangkan menjadi penyebabnya. Anggaplah bahwa w merepresentasikan vektor harga input dan anggaplah bahwa x merepresentasikan vektor terobservasi input yang digunakan terkait dengan titik P. Anggaplah bahwa x dan x* merepresentasikan vektor input yang terkait dengan titik Q yang secara teknis adalah efisien

S

P

A

R Q

Q’

S’ A’

0 xyq


(47)

dan vektor input minimalisasi-biaya di Q’. Jadi, efisiensi biaya suatu firma didefinisikan sebagai rasio biaya-biaya input yang terkait dengan vektor

input, x dan x*, yang terkait dengan titik P dan Q’.

(2.9) Apabila rasio harga input, yang direpresentasikan oleh kemiringan garis isocost maka ukuran-ukuran efisiensi alokatif dan efisiensi teknis dapat dikalkulasi dengan menggunakan garis isocost. Hal tersebut disajikan oleh Coelli (2005: 53) dalam Guntur Riyanto (2009:24):

(2.10)

Berdasarkan observasi yang dilakukan, persamaan menunjukkan bahwa RQ merepresentasikan reduksi dalam biaya produksi yang akan

terjadi jika produksinya terjadi di titik Q’ yang secara alokatif (dan teknis) adalah efisien, bukan titik Q’ yang secara alokatif (dan teknis) adalah inefisien.

Mengingat adanya ukuran efisiensi teknis, total efisiensi biaya menyeluruh (CE) dapat diungkapkan sebagai suatu produk ukuran efisiensi teknis dan alokatif Coelli (2005: 53) dalam Guntur Riyanto (2009:24):

CE = TE x AE = ( OQ/OP ) x (OR/OQ)=(OR/OP) (2.11)

OP OR x w x w

CE 1

/

* 1

OP OR x w x w

AE  1

* 1 OP OQ wx x w

TE  


(48)

Perhatikan juga semua ukuran efisiensi ini yang dibatasi oleh nol dan satu. Ilustrasi grafik terhadap ukuran-ukuran efisiensi di atas menggunakan teknologi constant returns to scale. Penggunaan constant returns to scale dan dua variabel input akan memunculkan kemudahan untuk menggambarkan grafik yang diperlukan dalam dua dimensi.

2. Ukuran-Ukuran Orientasi Output

Coelli (2005: 54) dalam Guntur Riyanto (2009:25) perbedaan antara ukuran-ukuran orientasi output dan input dapat diilustrasikan dengan menggunakan contoh sederhana yang meliputi satu input, x dan satu output, q. Hal ini diilustrasikan dalam :

TE = OQ / OP

Dimana teknologi penurunan pendapatan terhadap skala, yang direpresentasikan oleh f(x), dan firma inefisien yang beroperasi di titik P. Ukuran orientasi-input TE Farrell adalah sama dengan rasio AB/AP, sedangkan ukuran orientasi-output TE-nya direpresentasikan oleh CP/CD. Ukuran-ukuran orientasi-output dan input adalah ukuran-ukuran yang sama dalam efisiensi teknis ketika constant returns to scale eksis (Fare dan Lovell, 1978). Kasus constant returns to scale (CRS) diilustrasikan dalam TE = OQ / OP dimana dalam melakukan observasi AB/AP=CP/CD, untuk firma inefisien yang beroperasi di titik P.

Gambar 2.7 sebagai berikut menunjukkan Orientasi Output Efisiensi teknis


(49)

Gambar 2.7 Ukuran Orientasi Out-put Efisiensi Teknis Sumber : Coelli (2005: 55) dalam Guntur Riyanto (2009:26)

Ukuran-ukuran orientasi output diilustrasikan dengan mempertimbangkan kasus di mana produksinya meliputi dua output (q1

dan q2) dan input tunggal (x), jika mempertimbangkan CRS, dapat

merepresentasikan teknologi itu dengan kurva kemungkinan produksi unit dalam dua dimensi. Contoh ini diilustrasikan dalam TE = 1/di(x,q), di

mana kurva ZZ’ adalah kurva kemungkinan produksi unit dan titik A

sesuai dengan firma inefisien. Perhatikan bahwa firma inefisien yang

beroperasi di titik A terletak di bawah kurva itu, sebab ZZ’

merepresentasikan ikatan atas kemungkinan produksi.

Gambar 2.8 menunjukkan Efisiensi Teknis dan Alokatif Dari Orientasi Output

A

0 C x

B

D

P

f (x) (a) NCRTS

A

0 C x

q2

B D

P f (x) (b) CRTS q1


(50)

Gambar 2.8 Efisiensi Teknis dan Alokatif Dari Orientasi Output Sumber : Coelli (2005: 55) dalam Guntur Riyanto (2009:27)

Ukuran-ukuran efisiensi orientasi-output ( Fare, Grosskopf dan Lovell, 1985, 1994) didefinisikan sebagai berikut. Dalam T ( x,q ) = q – f ( x ) = 0, AB merepresentasikan inefisiensi teknis, yang merupakan jumlah output yang dapat ditingkatkan tanpa membutuhkan input ekstra. Dengan demikian, sebuah ukuran efisiensi teknis orientasi-output adalah rasio:

TE = OA/OB = d0(x,q) (2.12)

Dimana d0(x,Q) adalah fungsi output pada vektor input x yang

diobservasi dan vektor output q yang diobservasi. Sekarang, efisiensi pendapatan dapat didefinisikan untuk vektor harga output p yang

diobservasi dan direpresentasikan oleh garis DD’. Jika q, q, dan q*

merepresentasikan vektor output firma yang diobservasi, yang terkait dengan titik A, vektor produksi yang secara efisien-teknis terkait dengan B

D

Z

C

B’ B

A

Z’

D’


(51)

dan vektor efisien pendapatan yang terkait dengan titik B’, maka firma itu didefinisikan sebagai berikut:

(2.13)

Jika informasi tentang harga dimiliki, maka akan dapat menggambarkan garis isorevenue, DD’, dan mendefinisikan ukuran -ukuran efisiensi alokatif dan teknis sebagaimana di bawah ini:

(2.14)

Teknik Efisiensi ini memiliki interpretasi peningkatan-pendapatan (sama dengan interpretasi pengurangan-biaya inefisiensi alokatif dalam kasus orientasi-input). Selain itu menurut Coelli (2005: 56) dalam Guntur Riyanto (2009:28), dalam mendefinisikan efisiensi pendapatan menyeluruh sebagai produk dua ukuran.

RE= (OA/OC)=OA/OB)x(OB/OC) = TexAE (2.15)

Dengan melihat bahwa semua tiga ukuran dibatasi oleh nol dan satu, juga mengobservasi bahwa ukuran efisiensi teknis orientasi-output adalah sama dengan fungsi output.

Sebelum menyimpulkan pembahasan ini, diperlihatkan tiga poin tentang ukuran-ukuran efisiensi yang didefinisikan. Pertama, efisiensi teknis diukur sepanjang sinar dari sumber poin produksi yang diobservasi. Dengan demikian, ukuran-ukuran tersebut mempertahankan proporsi relatif input (atau output) tetap konstan. Salah satu keuntungan

ukuran-OC

OB

q

p

q

p

RE

* 1 1

OB

OA

pq

pq


(52)

ukuran efisiensi radial tersebut yakni invarian unit. Dengan demikian perubahan unit-unit pengukuran (misalnya, pengukuran kuantitas tenaga kerja dalam hari orang kerja ) tidak mengubah nilai ukuran efisiensi. Ukuran non-radial, seperti terpendek dari titik produksi pada permukaan produksi, secara intuitif nampaknya menarik perhatian, namun ukuran semacam itu tidak invarian terhadap unit-unit pengukuran. Dalam kasus ini, perubahan unit-unit pengukuran dapat menyebabkan identifikasi titik

“terdekat” yang berbeda.

Kedua, setelah mendiskusikan efisiensi alokatif dari perspektif minimalisasi-biaya dan dari perspektif maksimalisasi-pendapatan, namun bukan dari perspektif maksimalisasi-profit (di mana minimalisasi biaya dan maksimalisasi pendapatan dipertimbangkan). Maksimalisasi profit dapat diakomodir dengan sejumlah cara. Kesulitan utama terkait dengan seleksi orientasi untuk mengukur efisiensi teknis (input, output atau keduanya). Salah satu saran dipresentasikan dalam penelitian Fare, Grosskopf, dan Lovell (1994) sejauh DEA digunakan untuk mengukur efisiensi profit sepanjang dengan sebuah ukuran hiperbola efisiensi teknis (yang mempertimbangkan perluasan simultan output dan kontraksi input). Konsep ini memerlukan penggunaan fungsi-fungsi direksional yang secara teknis melebihi ruang lingkup bahasan, fungsi ini dikenalkan oleh Chamber, Chung, dan Fare (1996). Berdasarkan Balk (1998) untuk ilustrasi tentang bagaimana fungsi-fungsi direksional dapat digunakan dalam menghadapi efisiensi profit dan perubahan produktivitas. Perbedaan


(53)

antara dua ukuran itu selanjutnya diinterpretasikan sebagai efisiensi alokatif. Sebuah pendekatan alternatif dalam kerangka batas stokhastic, dan meliputi dekomposisi efisiensi profit ke dalam tiga komponen efisiensi input-alokatif, efisiensi output-alokatif, dan efisiensi teknis orientasi-input. Tidak ada metodologi efisiensi profit tertentu yang secara luas digunakan. Referensi yang ditunjukkan di atas memberikan landasan bagi siapapun yang berkeinginan untuk mengeksplorasi isu ini.

Mengulangi observasi, bahwa ukuran-ukuran efisiensi teknis orientasi-input dan output, yang didiskusikan dalam Shepard (1970) dan Fare serta Primont (1995). Observasi ini adalah sangat penting ketika akan digunakan untuk mendiskusikan penggunaan metode-metode DEA dalam menghitung indeks-indeks Malmquist perubahan TFP.

Efisiensi ekonomi terdiri atas efisiensi teknis dan efisiensi alokasi. Efisiensi teknis adalah kombinasi antara kapasitas dan kemampuan unit ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat output maksimum dari jumlah input dan teknologi. Efisiensi alokasi adalah kemampuan dan kesediaan unit ekonomi untuk beroperasi pada tingkat nilai produk marjinal sama dengan biaya marjinal, MVP=MC (Samsubar Saleh, 2000 dalam Adhisty M Khariza, 2009).

Ada tiga kegunaan mengukur efisiensi. Pertama, sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, mempermudah perbandingan antara unit ekonomi satu dengan lainnya. Kedua, apabila terdapat variasi tingkat efisiensi dari beberapa unit ekonomi yang ada maka dapat dilakukan


(54)

penelitian untuk menjawab faktor-faktor apa yang menentukan perbedaan tingkat efisiensi. Dengan demikian dapat dicari solusi yang tepat. Ketiga, informasi mengenai efisiensi memiliki implikasi kebijakan karena pengambil kebijakan dapat menentukan kebijakan yang tepat (Samsubar Saleh, 2000 dalam Adhisty M Khariza, 2009).

D. Input Output

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), input adalah biaya antara dalam proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/ bahan penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri, dan lain-lain.

Pengertian input atau masukan-masukan adalah kontribusi dari faktor produksi seperti barang-barang modal termasuk lahan dan sumber daya alam lainnya, tenaga kerja, serta produk intermediate. Bila mempertimbangkan ekonomi secara keseluruhan, maka penjualan dan pembelian produk intermediate seperti material, energi dan pembayaran jasa-jasa servis, tidak dimasukkan. Di sini tenaga kerja dan modal sering disebutkan sebagai faktor produksi yang sebenarnya bila produktivitas diukur dengan menggunakan output nilai tambah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), output adalah keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri yang berupa barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri, keuntungan jual beli,


(55)

selisih stok barang setengah jadi, dan penerimaan lain. Pengertian keluaran atau output secara umum adalah sesuatu yang diproduksi atau dihasilkan.

E. Data Envelopment Analysis (DEA)

Data Envelopment Analysis (DEA) adalah metode analisis non perametrik yang digunakan untuk mengukur efisiensi teknis relatif suatu unit kegiatan ekonomi (UKE) yang melibatkan banyak input dan banyak output (multi input-multi output). Pendekatan parametrik dapat digunakan untuk mengukur inefisiensi secara lebih umum, tetapi kesimpulan secara statistika tidak dapat diambil jika mengunakan metode non parametrik.

Pendekatan DEA tidak menggunakan informasi, sehingga sedikit data yang dibutuhkan, lebih sedikit asumsi yang diperlukan dan sampel yang lebih sedikit diperlukan. Pendekatan DEA tidak memasukkan random error. Sebagai konsekuensinya, pendekatan DEA tidak dapat memperhitungkan faktor-faktor seperti perbedaan harga daerah, perbedaan peraturan, perilaku baik buruknya data, observasi yang ekstrim, dan lain sebagainya sebagai faktor-faktor ketidak efisienan.

Dalam mengukur efisiensi, DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidak efisienan, yang merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial. Selain itu DEA tidak


(56)

memerlukan spesifikasi yang lebih lengkap dari bentuk fungsi yang menunjukan hubungan produksi dan distribusi dari observasi.

DEA bisanya digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari beberapa produsen. Sebuah pendekatan statistik khusus dikarakteristikkan sebagai pendekatan kecenderungan pusat yang mengevaluasi total produsen relatif terhadap rata-rata produsen. Perbedaanya dengan DEA, DEA merupakan metode titik ekstrem dan membandingkan masing-masing produsen dengan hanya produsen terbaik saja. Dalam literature DEA produsen sering mengartikan sebagai unit pembuat keputusan atau Decision Making Unit (DMU).

Dalam DEA, Efisiensi relatif UKE didefinisikan sebagai rasio total dari total output tertimbang dibagi total input tertimbang. Inti dari DEA adalah menetukan bobot atau timbangan setiap input dan output UKE.

DEA diasumsi bahwa setiap UKE akan memilih bobot yang dimaksimumkan rasio efisiensinya. Karena setiap UKE menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk menghasilkan kombinasi output yang berbeda pula, maka setiap UKE akan memilih seperangkat bobot yang mencerminkan keragaman tersebut. Secara umum UKE akan menetapkan bobot yang tinggi untuk input yang menggunakannya sedikit dan untuk output yang diproduksi dengan banyak. Bobot tersebut bukan merupakan nilai ekonomis dari input dan outputnya, melainkan sebagai penentu untuk memaksimumkan efisiensi dari suatu UKE.


(57)

DEA diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978). Metode Data Envelopment Analysis (DEA) dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas (organisasi). Pada dasarnya prinsip kerja model DEA adalah membandingkan data input dan output dari suatu organisasi (decision

making unit, DMU) dengan data input dan output lainnya pada DMU yang

sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi.

Metode DEA mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (Purwantoro, 2004 dalam Setiawan):

1. Dapat menangani banyak input dan output dari sekumpulan DMU. 2. Tidak membulatkan asumsi hubungan fungsional antara input dan

output.

3. Tidak mensyaratkan pengukuran tunggal untuk setiap DMU sehingga memudahkan untuk dibandingkan dengan DMU yang lain.

DEA juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu:

1. Pengukuran efisiensi DEA menghasilkan tingkat efisiensi relatif, artinya tingkat efisiensi jika dibandingkan dengan DMU-DMU yang lain dan sangat rentan terhadap kesalahan pengukuran sehingga dapat menghasilkan nilai yang tidak valid.

2. Karena DEA adalah metode nonparametric sehingga sangat sulit dilakukan uji pengukuran statistik.


(58)

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang efisiensi dengan menggunakan metode DEA akhir-akhir ini sangat diminati oleh para ilmuwan, dari dalam maupun luar negeri. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain:

1. Irfan Aditya Nugroho (2007)

Penelitian yang dilakukan oleh Irfan Aditya Nugroho dengan

judul “Tingkat Efisiensi Industri Makanan dan Minuman, Tembakau,

Tekstil, dan Kulit di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2000-

2004”. Penelitian ini menggunakan variabel jumlah biaya industri,

jumlah tenaga kerja, nilai barang yang dihasilkan, pendapatan jasa industri dan pendapatan lainnya. Dari analisis yang dilakukan dapat diambil kesimpulan dengan analisis DEA bahwa sebagian besar industri-industri di Daerah Istimewa Ygyakarta mempunyai tingkat efisiensi yang berbeda. Dengan menggunakan DEA dapat diketahui input mana yang harus diminimumkan dan output yang mana yang harus ditingkatkan pada industri makanan dan minuman, tembakau, tekstil dan kulit. Pengeluaran biaya industri yang akan digunakan untuk proses produksi harus mendapat perhatian yang serius dari para pengusaha Industri Makanan dan minuman, Tembakau, Tekstil dan Kulit agar tidak terjadi pembengkakan biaya industri dalam proses produksi, karena apabila kelebihan biaya industri justru akan mengurangi tingkat efisiensi.


(59)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi industri makanan, minuman, tekstil dan kulit serta mengetahui sumber-sumber yang menyebabkan inefisiensi pada masing-masing industri dan cara mengatasinya. Dalam penelitian ini digunakan metode DEA dengan bantuan software WDEA (Warwick DEA).

2. Anggita dewi Indratwati (2009)

Penelitian yang dilakukan oleh Anggita dewi Indratwati

dengan judul “Analisis Efisiensi Teknis BUMD (Badan Usaha Milik

Daerah) Dengan Menggunakan Metode DEA (Data Envelopment Analysis)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi BUMD keuangan di Kabupaten Karanganyar dan membandingkan efisiensi dari masing-masing BUMD keuangan. Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa dari enam PD. BKK di Kabupaten Karanganyar menunjukkan bahwa tidak semua memiliki kinerja yang efisien secara teknis. Sumber inefisiensi yang terjadi pada PD. BKK di Kabupaten Karanganyar umumnya berasal dari variable input dan output, walaupun niliai inefisiensi yang ditunjukan sangat kecil. Sedang dalam pembobotan factor CAMEL secara keseluruhan menghasilkan nilai yang cukup baik dan tergolong sehat.

Kebijakan yang dapat diambil untuk melakukan perbaikan kinerja PD. BKK tersebut hendaknya tetap mempertahankan efisiensinya, namun bukan berarti mempertahankan input dan output


(60)

yang ada saat ini . Untuk PD. BKK yang belum efisien hendaknya memperbaiki produktivitas input dan outputnya untuk mencapai output yang optimum dan kondisi efisien. Dalam penelitian ini digunakan metode DEA.

3. Danang Widjanarko (2007)

Penelitian yang dilakukan oleh Danang Widjanarko (2007), mengadakan penelitian yang berjudul Analisis Efisiensi Perbankan Di Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi Tahun 1998 Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA). Penelitian ini bertujuan mengukur efisiensi masing-masing bank di Indonesia pada masa krisis 1998 serta mengetahui sumber-sumber yang menyebabkan inefisisensi pada masing-masing bank dan cara mengatasinya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel input yang terdiri dari modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kantor bank, beban bunga dan variabel output yang terdiri dari kredit, dana pihak ketiga, dan total pendapatan. Untuk mengetahui efisiensi dari perbankan, digunakan metode DEA.

Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa dari keduapuluh bank, terdapat empat belas bank belum mencapai efisiensi yaitu sebesar Bank Muamalat Ind sebesar 83,02%, Bank Agroniaga sebesar 72,24%, Bank NISP sebesar 62,94%, Bank Niaga sebesar 62,64%, Bank DBS Buana sebesar 61,50%, BRI sebesar 54,76%, BTPN


(61)

sebesar 53,08%, BNI sebesar 51,36%, Bank Mitraniaga sebesar 48,08%, BII sebesar 45,52%, Bank Multicor sebesar 40,20%, BTN sebesar 36,90%, Bank Harda Iternas sebesar 28,88%, dan Bank Yudha Bakti sebesar 27,96%. Penyebab inefisiensi dari keempatbelas bank karena adanya pengalokasian input yang belum optimal dengan kata lain terdapat pemborosan yang dilakukan oleh pengelola bank.

4. Agustin Ira Saputri (2007)

Penelitian ini berjudul Analisis Efisiensi Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia di Surakarta dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) Tahun 2007. Efisiensi KPRI diukur menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dimana modal, biaya operasional, dan jumlah pengelola dijadikan sebagai variabel input sedangkan volume usaha dan SHU merupakan variabel output. Data yang tersedia merupakan data sekunder dimana dari 92 Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) yang ada di Surakarta diambil sampel sebanyak 10 Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI).

Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa dari 10 jumlah sampel Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) yang ada di Surakarta ternyata ada 6 koperasi pegawai yang belum efisien. Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) yang belum efisien antara lain: Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) Kosema : 99,97%, Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) Guyub Rukun :


(62)

98.48%, KPPDK : 97.72%, Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) Primkokar Perhutani : 89.15%, Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) Setia : 88%, dan Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) Gotong Royong: 81.30%. Inefisiensi pada beberapa Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) tersebut disebabkan dari input (modal, biaya operasional, jumlah pengelola), yaitu pada pengalokasian input tidak sesuai dengan kebutuhan/ terjadi pemborosan dan output sisa hasil usaha (SHU), yaitu dalam pencapaian output yang tidak sesuai dengan pemakain input.

Saran yang diajukan bagi KPRI yang belum efisien adalah harus lebih memperhatikan penggunaan input agar dapat mencapai output yang maksimal, yaitu berorientasi pada input dengan memperbaiki jumlah dan penggunaan input, sedangkan apabila berorientasi pada output dengan meningkatkan jumlah output, dan mengacu pada Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) lain yang telah mencapai efisiensi.


(63)

G. Kerangka Pemikiran

Efisiensi merupakan salah salah satu hal yang sangat penting dalam suatu kinerja organisasi. Dengan tingkat efisiensi yang tinggi maka dapat dikatakan mampu menjalankan proses operasionalnya dengan baik. Untuk mengetahui tingkat efisiensi tersebut maka kebutuhan operasional harus diamati baik dari sisi input maupun output. Adapun input yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Jumlah kamar, tarif per kamar, jumlah karyawan, gaji karyawan. Sedangkan outputnya adalah jumlah pengunjung dan pendapatan rata-rata tiap pengunjung. Dengan pengolahan menggunakan DEA maka akan dapat dilihat tingkat efisiensi pada tiap Hotel di Kecamatan Tawangmangu. Tingkat efisiensi yang diperoleh dari rasio output yang dicapai dengan menggunakan berbagai macam input yang tersedia untuk kemudian digunakan sebagai umpan balik penyusunan kebijakan operasional hotel sehingga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam rangka meningkatkan efisiensi tiap Hotel di Kecamatan Tawangmangu tersebut yang merupakan salah satu kawasan wisata yang ada di Kabupaten Karanganyar

Peningkatan produksi yang berhubungan dengan peningkatan pendapatan dipengaruhi oleh efisiensi faktor produksi (efisiensi teknis), efisiensi pada harga produk (efisiensi alokatif). Dari faktor-faktor tersebut dapat disusun sebuah kerangka pemikiran.


(64)

Dengan demikian kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk bagan seperti:

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran

Kebutuhan operasional

Input: - Jumlah kamar - Tarif per kamar - Jumlah pegawai - Gaji pegawai

Output:

- Jumlah tamu hotel

- Jumlah pendapatan per tamu hotel

Pengelolaan metode dengan DEA

Efisiensi Teknis

Hotel di Kawasan Tawangmangu

Kesimpulan dan Rekomendasi

Analisis

Efisiensi Alokatif


(65)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karanganyar dan dengan pertimbangan luasnya daerah penelitian sasaran pengambilan sampel dikonsentrasikan pada satu kecamatan dimana banyak terdapat hotel dengan berbagai kelas (populasi) di seputar Kabupaten Karanganyar, yaitu Kecamatan Tawangmangu yang menjadi pusat daerah kunjungan wisata dan banyak tempat wisata di sekitarnya. Ini dapat dilihat dari data yang ada, bahwa populasi hotel di Kabupaten Karanganyar terdiri dari 4 buah hotel bintang, 51 hotel melati, 67 pondok wisata, 2 cottage dan 5 homestay (Dinas Pariwisata Kabupaten Karanganyar, 2008). Semua hotel atau populasi sasaran tersebut diambil secara random sampling yaitu pengambilan sampel yang memberikan hak yang sama pada semua objek pada populasi untuk dipilih sebagai sampel terutama pada kawasan wisata Tawangmangu, dan terpilih 30 hotel yang dipilih secara acak untuk diteliti yang terdiri dari 2 hotel bintang, 2 hotel melati 3, 12 hotel melati 2, dan 14 hotel melati 1.


(1)

-PPEGAWAI 0.00% 0.00000 +TAMU 0.00% 0.00000 +PTAMU 48.98% 0.00001

Virtual IOs for Unit PS1 efficiency 96.03% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 0.00% 0.00000 -PEGAWAI 0.00% 0.00000 -PKAMAR 51.01% 0.00000 -PPEGAWAI 0.00% 0.00000 +TAMU 4.23% 0.00001 +PTAMU 44.76% 0.00000

Virtual IOs for Unit WY efficiency 96.30% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 33.97% 0.06794 -PEGAWAI 16.97% 0.08485 -PKAMAR 0.00% 0.00000 -PPEGAWAI 0.00% 0.00000 +TAMU 49.06% 0.00059 +PTAMU 0.00% 0.00000

Virtual IOs for Unit PA efficiency 96.45% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 0.00% 0.00000 -PEGAWAI 0.00% 0.00000 -PKAMAR 50.90% 0.00001 -PPEGAWAI 0.00% 0.00000 +TAMU 4.19% 0.00003 +PTAMU 44.91% 0.00001

Virtual IOs for Unit WS efficiency 97.33% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 0.00% 0.00000 -PEGAWAI 0.00% 0.00000 -PKAMAR 50.68% 0.00001 -PPEGAWAI 0.00% 0.00000 +TAMU 0.00% 0.00000 +PTAMU 49.32% 0.00001

Virtual IOs for Unit NN efficiency 97.78% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 9.82% 0.01965 -PEGAWAI 0.00% 0.00000 -PKAMAR 40.74% 0.00001 -PPEGAWAI 0.00% 0.00000 +TAMU 0.00% 0.00000 +PTAMU 49.44% 0.00001

Virtual IOs for Unit AI efficiency 100.00% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 13.07% 0.02614 -PEGAWAI 12.63% 0.06315 -PKAMAR 12.15% 0.00000 -PPEGAWAI 12.15% 0.00000 +TAMU 12.15% 0.00014


(2)

+PTAMU 37.85% 0.00001

Virtual IOs for Unit BT efficiency 100.00% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 38.43% 0.04804 -PEGAWAI 3.86% 0.00964 -PKAMAR 3.86% 0.00000 -PPEGAWAI 3.86% 0.00000 +TAMU 46.14% 0.00034 +PTAMU 3.86% 0.00000

Virtual IOs for Unit FI efficiency 100.00% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 17.29% 0.01729 -PEGAWAI 14.13% 0.03532 -PKAMAR 6.34% 0.00000 -PPEGAWAI 12.24% 0.00000 +TAMU 6.34% 0.00007 +PTAMU 43.66% 0.00000

Virtual IOs for Unit SL efficiency 100.00% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 12.50% 0.00833 -PEGAWAI 12.50% 0.02083 -PKAMAR 12.50% 0.00000 -PPEGAWAI 12.50% 0.00000 +TAMU 37.50% 0.00016 +PTAMU 12.50% 0.00000

Virtual IOs for Unit TJ efficiency 100.00% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 12.50% 0.00694 -PEGAWAI 12.50% 0.03125 -PKAMAR 12.50% 0.00000 -PPEGAWAI 12.50% 0.00000 +TAMU 36.04% 0.00014 +PTAMU 13.96% 0.00000

Virtual IOs for Unit TT efficiency 100.00% radial VARIABLE VIRTUAL IOs IO WEIGHTS

-KAMAR 12.50% 0.01042 -PEGAWAI 12.50% 0.06250 -PKAMAR 12.50% 0.00000 -PPEGAWAI 12.50% 0.00000 +TAMU 12.50% 0.00013 +PTAMU 37.50% 0.00000


(3)

Daftar Hotel di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

NO NAMA HOTEL KLASIFIKASI JUMLAH

KAMAR ALAMAT

TARIF RATA-RATA KAMAR (Rp) A HOTEL BINTANG

1 Lor In B.5 114 Jln. Adi Sucipto No. 47,

Colomadu 1.550.000

2 Pondok Sari II B.2 40 Timur Balekambang

Tawangmangu 200.000

3 Komojoyo Komoratih B.1 40 Jln. Raya Lawu, Tawangmangu 201.000

4 Narita B.1 31 Jln. Adi Sucipto, Colomadu 201.000

B HOTEL MELATI

1 Pondok Sari I M.3 26 Utara Balekambang,

Tawangmangu 143.000

2 Lawu M.3 16 Kalisoro, Tawangmangu 111.000

3 Garuda M.2 20 Jln. Raya Lawu, Tawangmangu 143.000

4 Hotel Maliyawan M.2 21 Jln. Raya Lawu, Tawangmangu 117.000 5 Fajar Indah M.2 10 Jln. Raya Lawu, Tawangmangu 117.000

6 Duta M.2 11 Kalisoro, Tawangmangu 117.000

7 Asri M.2 24 Kalisoro RT 6, Tawangmangu 143.000

8 Pondok Indah M.2 32 Kalisoro, Tawangmangu 118.000

9 Wahyu Sari A M.2 20 Beji, Tawangmangu 60.000

10 Wahyu Sari B M.2 20 Beji, Tawangmangu 60.000

11 Hotel Pringgodani M.2 14 Banjarsari, Tawangmangu 102.000

12 Marini I M.2 20 Colomadu, Karanganyar 60.000

13 4848 M.2 36 Dagen, Jaten 60.000

14 Pondok Asia M.2 14 Beji, Tawangmangu 53.000

15 Hotel Sido Langgeng M.2 13 Banjarsari, Tawangmangu 83.000

16 Hotel Tejomoyo M.2 18 Kalisoro, Tawangmangu 53.000

17 Balai Istirahat Pekerja M.2 12 Beji, Tawangmangu 60.000

18 Muncul Sari M.2 16 Jln. Adi Sucipto, Colomadu 60.000

19 Bukit Surya M.2 9 Tarukan 3/5 Plumbon

Tawangmangu 60.000

20 Jonggrang I M.2 12 Jln. Adi Sucipto, Colomadu 60.000

21 Asri M.2 24 Kalisoro, Tawangmangu 60.000

22 Marini II M.1 9 Colomadu, Karanganyar 60.000

23 Jonggrang II M.1 14 Bolon, Colomadu 60.000

24 Anugerah Indah M.1 5 Beji, Tawangmangu 60.000

25 Bangun Trisno M.1 8 Kalisoro, Tawangmangu 60.000

26 Kusumo Joglo M.1 18 Jln. Raya Palur, Jaten 60.000


(4)

28 Wisma Yanti M.1 5 Jln. Raya Lawu, Tawangmangu 60.000

29 Giri Mulyo M.1 10 Beji, Tawangmangu 60.000

30 Sari Handayani M.1 11 Jln. Raya Lawu, Tawangmangu 60.000

31 Mandaulin M.1 12 Kalisoro, Tawangmangu 60.000

32 Hotel Sri Dewi M.1 6 Beji, Tawangmangu 60.000

33 Hotel Sri Rejeki M.1 7 Jetis 2/1 Tawangmangu 60.000

34 Hotel Tentrem M.1 7 Beji, Tawangmangu 60.000

35 Hotel Santosa Mulyo I M.1 7 Beji, Tawangmangu 60.000

36 Hotel Santosa Mulyo II M.1 10 Beji, Tawangmangu 60.000

37 Widodo Mulyo M.1 7 Beji, Tawangmangu 60.000

38 Mekar Indah M.1 16 Beji, Tawangmangu 60.000

39 Hotel Lumayan M.1 9 Beji, Tawangmangu 60.000

40 Hotel Rahayu M.1 7 Jetis 2/1 Tawangmangu 60.000

41 Hotel Adem Ayem M.1 5 Jln. Pringgodani,

Tawangmangu 60.000

42 Hotel Madu Laras M.1 6 Kalisoro, Tawangmangu 60.000

43 Tirta Sari M.1 90 Jln. Raya Solo Kra Km 6,7 60.000

44 Ken Dedes M.1 22 Nglano RT 06/II Tasikmadu 60.000

45 Sariasih M.1 11 Gedangan RT 01/03

Karangpandan 60.000

46 Puncak M.1 8 Jln. Raya Karangpandan 60.000

47 Pringgosari M.1 14 Beji, Tawangmangu 60.000

48 Srikandi M.1 18 Bolon, Colomadu 60.000

C PONDOK WISATA

1 Kampungku PW 3 Somokado, Lebak

Tawangmangu 37.000

2 Anita PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

3 Harjuno PW 4 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

4 Srimulyo PW 5 Banjarsari, Tawangmangu 37.000

5 Ary PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

6 Dhani PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

7 Sumber Rejeki PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

8 Prasojo PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

9 Wulan sari PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

10 Barokah PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

11 Adem Ayem PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

12 Cempoko Mulyo PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

13 Wijaya Kusuma I PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

14 Wijaya Kusuma II PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

15 Artho Moro PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

16 Sido Mulyo PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

17 Argo Joyo PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

18 Sederhana PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000


(5)

20 Anil Lestari PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

21 Dwi Lestari PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

22 Rahayu PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

23 Sederhana PW 5 Karangkulon, Tawangmangu 37.000

24 Mihara PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

25 Wahyuni PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

26 Tri Tunggal PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

27 Ariska PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

28 Losmen Lestari PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

29 Kartika Sari PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

30 Wukir Sari PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

31 Anda PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

32 Piji Kembar PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

33 Lumayan PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

34 Villatini PW 3 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

35 Tentrem PW 5 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

36 Sartika PW 3 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

37 Widyamulya PW 3 Banjarsari, Tawangmangu 37.000

38 Amarta PW 5 Banjarsari, Tawangmangu 37.000

39 Sukuh Permai PW 4 Girimulyo, Ngargoyoso 37.000

40 Widodo Mulyo PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

41 Sumber Wening PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

42 Oshin PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

43 Rama Shinta PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

44 Desi PW 5 Beji, Tawangmangu 37.000

45 Tirta Amarta PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

46 Devi PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

47 Untung PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

48 Sandria PW 5 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

49 Tanjumg PW 4 Banjarsari, Tawangmangu 37.000

50 Budi Luhur PW 3 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

51 Sahabat PW 3 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

52 Nino PW 5 Banjarsari, Tawangmangu 37.000

53 Coko Joyo PW 2 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

54 Bonita PW 4 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

55 Kirana PW 4 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

56 Arini PW 3 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

57 Wahyu Mulyo PW 5 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

58 Sri Wahyu PW 4 Gondosuli, Tawangmangu 37.000

59 Madu Laras PW 5 Kalisoro, Tawangmangu 37.000

60 Arifin PW 4 Banjarsari, Tawangmangu 37.000

61 Candra PW 4 Banjarsari, Tawangmangu 37.000

62 Wibowo PW 4 Banjarsari, Tawangmangu 37.000


(6)

64 Nugroho PW 3 Beji, Tawangmangu 37.000

65 Melati PW 5 Nglebak, Tawangmangu 37.000

66 Agas PW 4 Banjarsari, Tawangmangu 37.000

67 Wisma Kartini PW 11 Beji, Tawangmangu 37.000

68 Wisma Pertanian PW 4 Beji, Tawangmangu 37.000

D COTTAGE

1 Sukuh Cottage Cottage 5 Berjo Ngargoyoso 243.000