3. DPR RI sebagai lembaga legislatif justru tidak memaksimalkan peran
Badan Legislasi dan lembaganya dalam menjalankan kekuasaan legislasi yang sangat besar. Terbukti dari 40 Rancangan Undang-Undang yang
disahkan menjadi program legislasi nasional prioritas tahun 2015 terdapat sekitar 20 Rancangan Undang-Undang yang diusulkan oleh Pemerintah.
4. Pelibatan tenaga perancang, peneliti, tenaga ahli maupun sistem
pendukung lainya tidak dimaksimalkan secara penuh oleh Badan Legislasi Nasional. Padahal peran tenaga perancang, peneliti, tenaga ahli dalam
peningkatan performa penyelesaian program legislasi nasional sangatlah penting.
5. Agenda studi banding ke luar negeri sebagai acuan komparasi dan
pembelajaran alat kelengkapan Badan Legislasi dalam membentuk aturan perundang-undangan yang tidak terlalu signifikan.
6. Minimnya tingkat kehadiran anggota DPR RI dalam rutinitas rapat pleno
Badan Legislasi. 7.
Proses pembahasan dan pengambilan putusan terhadap sebuah Rancangan Undang-Undang di DPR RI lebih rumit dan lebih lama. Hal ini terjadi
karena DPR RI bersifat kolegial dan di isi demikian banyak anggota dan berbagai fraksi yang beragam paham dan sikap politiknya serta
kepentingan. Untuk memperoleh sikap dan pandangan antar fraksi sudah tentu membutuhkan waktu yang sangat tidak cepat dikarenakan harus
melalui proses negosiasi mencari kompromi serta lobi-lobi yang rumit dan lama.
4
B. Upaya Pembenahan Instrumen Manajemen Badan Legislasi Nasional
Nasional Sebagai Alat Kelengkapan Dewan Dalam Penyelesaian Program Legislasi Nasional Prioritas.
Dalam mengevualuasi pencapaian program legislasi nasional dapat di tinjau dari dua aspek, Diantaranya adalah kualitas dan kuantitas. Dalam kedua
aspek tersebut masyarakat biasanya lebih tertarik kepada aspek kuantitias karena diukur dari berapa banyaknya aturan perundang-undangan yang
berhasil disahkan oleh DPR RI. Sedangkan aspek kualitas jauh lebih membutuhkan analisa yang mendalam dan komprehensif. Namun apabila
ditinjau dari segi hasil, evaluasi dari aspek kuantitas tidak menggambarkan kondisi yang utuh yang mana hal tersebut dalat melahirkan hasil evaluasi
yang tidak tepat sasaran. Hasil penilaian yang ditinjau dari aspek kuantitas bukan berarti tidak
memiliki pengaruh yang baik. Melalui aspek kuantitas dapat dilihat pencapaianya program legislasi nasional setiap tahunya. Apakah terdapat
kemajuan ataupun kemunduran pencapaian. Pencapaian tersebut dapat dilihat dengan membandingkan Rancangan Undang-Undang yang di rencanakan
4
M. Nur Sholikin , “Gagalnya Strategi Manajemen Legislasi DPR” artikel diakses pada
tanggal 22 Agustus 2016 dari http:www.pshk.or.ididblog-idgagalnya-strategi-manajemen-legislasi- dpr
dengan Undang-Undang yang berhasil disahkan. Selain itu Undang-Undang juga dapat dibagi atau di kategorikan kedalam bidang tertentu. Sehingga dapat
di ketahui kecenderungan Undang-Undang yang disahkan dalam satu tahun. Karena data tersebut dapat menjadi arah petunjuk awal terhadap arah politik
hukum di DPR RI dan Pemerintah pada tahun itu. Agar citra DPR RI di mata masyarakat tetap menjadi lembaga
legislatif yang merepresentatifkan masyarakat harus menjelma menjadi lembaga yang fokus terhadap tugas pokok dan fungsinya. Aspek kuantitas
serta aspek kualitas harus bisa berjalan dengan seirama agar tahap penyelesaian dapat optimal serta efek Rancangan Undang-Undang yang
disahkan dapat dirasakan positif oleh masyarakat. Perbaikan-perbaikan institusi serta upaya pembenahan instrumen menejemen legislasi harus di
mulai sejak dini. Banyak sekali faktor-faktor yang dapat menjadikan DPR RI sebagai lembaga yang progresif terhadap kepentingan masyarakat.
Diantaranya adalah sebagai berikut. 1.
Pada saat rapat pleno Badan Legislasi Nasional seharusnya pimpinan rapat menolak segala alasan fraksi untuk meminta penundaan pembahasan,
pengkajian dan
mempertimbangkan Rancangan
Undang-Undang. Dikarenakan seharusnya sikap seperti itu sudah disampaikan saat
pengesahan Program Legislasi Nasioal lima tahun atau saat Program
Legislasi Nasional Prioritas tahunan ditetapkan.
2. DPR RI dan Pemerintah seharusnya dapat duduk bersama sebelum
mengusulkan Rancangan Undang-Undang yang akan di tetapkan menjadi program legislasi nasional agar tidak terjadinya tumpang tindih
kewenangan antara DPR RI dan Pemerintah. 3.
DPR RI sebagai perwakilan masyarakat serta pemegang kekuasaan legislatif terbesar di Indonesia seharusnya dapat lebih mengoptimalkan
peranya untuk mencetak Rancangan Undang-Undang yang berasal dari
lembaganya sendiri.
4. Memaksimalkan tenaga perancang, peneliti serta tenaga ahli dalam
membantu kinerja Badan Legislasi Nasional Nasional terhadap perumusan
serta penyelesaian Program Legislasi Nasional.
5. Menjadikan rutinitas agenda rapat anggota DPR RI sebagai kewajiban
penuh terhadap tanggung jawab jabatan dan amanat masyarakat agar
terwujudnya lembaga legislatif yang progresif.
6. Pada saat proses pembahasan dan pengambilan keputusan terhadap sebuah
Rancangan Undang-Undang di DPR RI seharusnya para anggota dewan dapat menyampingkan ego dan kepentingan pribadi maupun partai. Karena
satu-satunya kepentingan adalah kepentingan masyarakat Indonesia.
5
Dengan adanya semangat perubahan dan menejemen legislasi di lingkungan DPR RI serta alat kelengkapanya maka peneliti yakin bahwa
5
RM. Firmansyah , “Urgensi Pembenahan Instrumen Legislasi” artikel diakses pada tanggal 8
Oktober 2016 dari http:www.pshk.or.ididblog-idurgensi-pembenahan-instrumen-perencanaan- legislasi
tercapainya target program legislasi nasional pasti akan tercapai sesuai dengan harapan. Oleh karena itu upaya adanya pembenahan instrumen di lingkungan
DPR RI bukan hanya sekedar tanggung jawab para pemegang amanat anggota dewan, melainkan seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki kewajiban
bersama untuk mengawal dan memantau kinerja lembaga legislatif DPR RI.
C. Pencapaian Program Legislasi Nasional Prioritas DPR RI Tahun 2015-
2016
Prestasi DPR RI dalam menyelesaikan Undang-Undang masih belum menggembirakan. Dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2015-
2016, DPR hanya dapat mengesahkan sebanyak 17 Undang-Undang dari rencana sebanyak 40 Rancangan Undang-Undang. Meski secara kuantitas
targetnya sudah diturunkan dan seleksi penyusunan Program Legislasi Nasional sudah diperketat berdasarkan urgensinya, tetap saja fungsi legislasi
DPR RI dan Pemerintah terus kedodoran dan menjadi sasaran kritik publik.
6
berdasarkan data yang peneliti peroleh dapat di lihat bahwasanya kinerja DPR RI sebagai lembaga legislatif masih belum dapat maksimal menjalankan
peranya.
Nomor Judul Rancangan Undang-Undang
Draft Naskah Akademik dan
Rancangan Undang- Undang Disiapkan
Oleh
6
Koran Sindo, Target Tidak Tercapai, Prolegnas Harus di Revisi, diakses pada tanggal 22 Agustus 2016 dari http:nasional.sindonews.comread1044312149target-tidak-terpenuhi-
perencanaan-prolegnas-direvisi-1442201723