bahwa semua isolat memiliki kekeruhan inokulum yang paling tinggi pada jam ke-24. Pada tahap ini diduga bahwa isolat sudah mencapai fase log sehingga untuk pemanenan enzim dilakukan pada jam
ke-24. Pada fase log jumlah sel mikroba sangat banyak dalam menghasilkan metabolit utama seperti enzim. Setelah sel mikroba mencapai kecepatan pertumbuhan yang paling tinggi, selanjutnya jumlah
sel tersebut akan konstan yang disebut fase stationer. Hal ini disebabkan adanya penurunan kadar nutrisi dan penimbunan zat-zat racun yang menghambat kecepatan pembelahan sel, sehingga jumlah
mikroba yang hidup dengan mikroba yang mati akan sama. Fase ini kemudian dilanjutkan dengan fase kematian di mana kecepatan kematian semakin meningkat sedangkan kecepatan pertumbuhannya
menjadi nol. Penurunan jumlah sel ini mulai terjadi setelah inkubasi jam ke-24 hingga jam ke-120. Hal ini disebabkan karena nutrisi pada medium sudah semakin berkurang dan banyak sel mikroba
yang telah mati.
4.2.2 Aktivitas Enzim Penggumpal Susu
Isolat yang menghasilkan zona bening pada medium isolasi agar susu skim kemudian diuji aktivitas enzim penggumpal susu. Penggumpalan susu merupakan prinsip dasar pada pembuatan keju.
Umumnya, penggumpalan susu dalam pembuatan keju melibatkan enzim renin atau renet, yaitu ekstrak kasar dari lambung anak sapi. Dalam pembuatan keju, renet biasanya ditambahkan ke dalam
susu setelah penambahan kultur starter. Kalsium memiliki peranan yang penting dalam proses koagulasi dengan menggunakan renet,
oleh karena itu dalam pembuatan keju biasanya dilakukan penambahan CaCl
2
. Begitu juga pada pengukuran aktivitas penggumpalan susu, larutan CaCl
2
digunakan sebagai pelarut susu skim. Penambahan CaCl
2
bertujuan memperbaiki tekstur dari curd yang dihasilkan Daulay 1990. Pada Gambar 9 ditunjukkan bahwa keempat isolat memiliki aktivitas penggumpalan susu yang
paling tinggi pada waktu inkubasi jam ke-24. Beberapa penelitian melaporkan bahwa waktu fermentasi optimum untuk beberapa mikroba penghasil enzim penggumpal susu antara 1-8 hari; 1 hari
untuk Bacillus subtilis Shieh et al 2009, 4 hari intuk Mucor miehei Escobar dan Barnett 1990, 3 hari untuk M.pusillus Arima et al 1970, 3 hari untuk Amylomyces rouxii Yu dan Chou 2005, 3-4
hari untuk M. Baciliformis Areces et al 1992, dan 8 hari untuk P. Oxalicum Hashem 1999. Mulai pada jam ke-48 aktivitas penggumpalan susu mulai menurun hingga jam ke-120. Hal ini disebabkan
oleh penurunan jumlah substrat sehingga pembentukan kompleks enzim-substrat juga ikut menurun. Pada Gambar 9 ditunjukkan bahwa isolat TCN 1 memiliki aktivitas penggumpalan susu
sebesar 29.17 UmL sedangkan isolat TCN 2, TCN 3 dan DSN 1 memiliki aktivitas 70 UmL. Isolat TCN 2, TCN 3 dan DSN 1 memiliki aktivitas yang paling tinggi, artinya semakin tinggi aktivitas
penggumpalannya semakin singkat waktu yang dibutuhkan enzim tersebut untuk menggumpalkan susu hingga whey terpisah.
Proses penggumpalan susu oleh renin terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama merupakan perubahan kappa-kasein menjadi para-kasein oleh enzim dan tahap kedua para-kasein digumpalkan
oleh proses pemanasan dengan adanya ion kalsium. Renin bekerja pada substrat kappa-kasein yang berfungsi sebagai koloid yang merupakan lapisan luar kasein, sehingga dengan menghidrolisis kappa-
kasein kasein lebih mudah tergumpalkan secara sempurna dengan syarat ion kalsium tersedia dalam larutan tersebut Winarno 2010.
Gambar 9. Aktivitas enzim penggumpal susu isolat
Dalam penggunannya, renin dapat digunakan dalam dua bentuk yakni renet cair dan renet dalam bentuk padatan seperti bubuk atau pelet. Bentuk renet yang ditambahkan dapat mempengaruhi
aktivitas enzim penggumpal susu. Renet dalam bentuk cair memiliki aktivitas penggumpalan susu sebesar 9600 UmL Thakur et al 1990 sedangkan dalam bentuk padatan memiliki aktivitas 6200
Umg Nerud et al 1989. Selain itu, enzim penggumpal susu dari mikroba juga memiliki aktivitas penggumpalan susu yang berbeda tergantung bentuk penggunaannya. Enzim penggumpal susu dari
Mucor pusillus var. Lindt dalam bentuk cair memilki aktivitas penggumpalan susu sebesar 800 UmL sedangkan dalam bentuk padatan memiliki aktivitas 100 Umg Winarno 2010. Hal ini menunjukkan
bahwa proses pembuatan dan pemurnian enzim mempengaruhi aktivitas enzim tersebut. Berdasarkan literatur, aktivitas penggumpalan susu oleh isolat pada penelitian ini jauh lebih
rendah dibandingkan aktivitas penggumpalan susu oleh renin dalam bentuk renet. Untuk mengetahui efektifitas penggunaan enzim penggumpal susu dari isolat tersebut maka dilakukan pengukuran
aktivitas protease supaya diperoleh rasio aktivitas penggumpalan susu terhadap protease yang digunakan sebagai indeks penentu kemampuan suatu ekstrak enzim sebagai pengganti renin.
Secara umum, aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu dan pH. Suhu yang digunakan selama reaksi penggumpalan adalah 40
o
C. Penentuan suhu ini berdasarkan suhu optimum agar terbentuk gel yang baik akibat penambahan renin adalah 40
o
C Winarno 2010 dan pada umumnya pembuatan keju dilakukan pada suhu 40
o
C. Hampir semua enzim memiliki aktivitas optimum pada suhu 30-40
o
C dan mulai terdenaturasi pada suhu 45
o
C Winarno 2010. Medium susu skim yang digunakan sebagai substrat memiliki pH 6. Renin termasuk ke dalam golongan protease asam, yakni aktif pada pH
rendah, maka pengujian aktivitas penggumpalan susu dilakukan pada kisaran pH 5.5-7.0.
Gumpalan susu Gambar 10. Pembentukan gumpalan susu pertama oleh aktivitas enzim isolat
10 20
30 40
50 60
70 80
90
24 48
72 96
120
A k
ti v
it a
s P
e n
g g
u m
p a
la n
s u
su U
m L
Lama Inkubasi jam
Isolat TCN 1 Isolat TCN 2
Isolat TCN 3 Isolat DSN 1
4.2.3 Aktivitas Protease