Usaha Garam Rakyat The implementation efectivity study of Salt Business Empowerment Program in Losarang Village, Indramayu City.

9 sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya Siagian, 2001. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Efektif tidaknya suatu program tidak hanya dipandang dari hasil akhirnya saja, tetapi juga seberapa jauh tujuan operasionalnya dapat dicapai. Dengan kata lain tujuan operasionalnya akan mempengaruhi tujuan akhir yang akan diwujudkan Siagian, 2001, sehingga efektivitas implementasi program adalah keberhasilan proses pelaksanaan semua rencana program untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Syukur 1988, implementasi program akan berjalan efektif apabila didalam proses implementasi program tersebut terdapat 3 tiga unsur pendukung yang penting, yaitu 1 Adanya program kebijaksanaan yang akan dilaksanakan; 2 Target Group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran yang diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan; 3 Unsur Pelaksana Implementator baik organisasi, atau perorangan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan proses implementasi tersebut.

B. Usaha Garam Rakyat

Garam adalah suatu kumpulan senyawa kimia dengan bagian terbesar terdiri dari natrium klorida NaCl dengan pengotor terdiri dari kalsium sulfat gips – CaSO 4 , Magnesium sulfat MgSO 4 , Magnesium klorida MgCl 2 , dan lain-lain Depperindag, 2006. Apabila air laut diuapkan maka akan dihasilkan kristal garam, yang biasa disebut garam krosok. Oleh karena itu garam dapur hasil penguapan air laut yang belum dimurnikan banyak mengandung zat-zat pengotor seperti Ca 2 + , Mg 2 + , Al 3 + , Fe 3 + , SO 4 - , I - dan Br - Depperindag, 2006. Untuk meningkatkan mutu garam dapat dilakukan dengan cara kristalisasi bertingkat, rekristalisasi, dan pencucian garam. Cara lain untuk meningkatkan kualitas garam adalah pemurnian dengan penambahan bahan pengikat pengotor. Tanpa adanya proses pemurnian, maka garam dapur yang dihasilkan melalui penguapan air laut masih bercampur dengan senyawa lain yang terlarut, seperti MgCl 2 , MgSO 4 , CaSO 4 , CaCO 3 , KBr dan KCl dalam jumlah kecil Burhanuddin, 2001. 10 Garam dihasilkan dengan cara menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai. Lahan pembuatan garam dibuat berpetak-petak secara bertingkat, sehingga dengan gaya gravitasi air dapat mengalir ke hilir kapan saja dikehendaki. Setiap liter air laut yang diuapkan sampai kering mengandung 7 mineral CaSO 4 , KCl, MgSO 4 , MgCl 2 , NaBr, NaCl, dan air dengan berat total 1.025,68 g. Setelah dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam dengan kepekatan 16,75 28,5 Be setara dengan 23,3576 g. Untuk menghasilkan garam dapur hanya akan diperoleh 40,97 dari jumlah bahan baku air laut semula Burhanuddin, 2001. Daerah potensial penghasil garam mempunyai persyaratan sebagai berikut : 1 memiliki ketersediaan bahan baku garam air laut yang sangat cukup, bersih dan tidak tercemar air tawar; 2 memiliki iklim kemarau yang cukup panjang minimal 4 5 bulan, dengan curah hujan relatif kecil 1.0001.400 mmtahun; 3 memiliki dataran rendah dengan tingkat kemiringan kecil dan permeabilitas kebocoran tanah yang rendah; mempunyai suhu udara tinggi dan penyinaran matahari yang cukup, tidak tertutup mendungberkabut Bakosurtanal, 2010. Pembuatan garam di Indonesia 70 dilakukan oleh rakyat dilahan garam yang relatif sempit 0,5 3 Ha dengan teknologi pengolahan dan peralatan sederhana. Proses Pembuatan garam rakyat dimulai dari proses penampungan air lautbozeem yang berfungsi untuk tempat persediaan air laut dan mengendapkan kotoran fisik air laut, setelah itu dilakukan proses pemekatan dengan menguapkan airnya dan pemisahan garamnya dengan kristalisasi. Bila seluruh zat yang terkandung diendapkandikristalkan akan terdiri dari campuran bermacam-macam zat yang terkandung, tidak hanya Natrium Klorida yang terbentuk tetapi juga beberapa zat yang tidak diinginkan ikut terbawa impurities. Proses kristalisasi dengan cara menguapkan seluruh air garam yang dimasukkan meja kristal menjadi kering disebut kristalisasi total Rachman dan Imran, 2011. Sistem pembentukan kristal garam rakyat secara tradisional dilakukan diatas tanah lahan, setelah 5-10 hari kristal garam diambil dari atas tanah. Sistem ini dikenal dengan sistem “madurese”, karena dilakukan oleh petambak garam rakyat di pulau Madura yang sejak jaman kolonial Belanda 11 ditetapkan sebagai daerah penghasil Garam. Proses produksi garam rakyat dapat dilihat pada Gambar 2.1. Garam produksi PT garam lebih bermutu dibanding garam rakyat karena PT Garam mempunyai luas areal produksi garam yang luas. Semakin jauh aliran air laut ke lahan pergaraman, maka tingkat konsentrasi menjadi tinggi. Proses aliran yang panjang juga dilakukan agar unsur-unsur yang tidak diinginkan dalam garam seperti oksidasi besi, magnesium sulfat, magnesium klorida dapat dikurangi, sehingga hanya tersisa unsur NaCl Natrium Chlorida yang dibutuhkan dalam garam. Sirkulasi air garam ini akan berujung pada tempat penampungan yang bernama air tua. Air tua ini mengandung konsentrat garam yang tinggi, yaitu 29 Be. Apabila konsentrat melebihi dari standar yang ditetapkan, maka akan muncul Magnesium Sulfat, atau yang lebih populer disebut Garam Inggris. Air laut tua kemudian diuapkan, sehingga menjadi kristal-kristal garam. Metode untuk mendapatkan hasil garam Natrium Klorida dengan kemurnian tinggi yang dilaksanakan PT Garam disebut metode kristalisasi bertingkat. Kristalisasi komponen garam oleh PT Garam diatur pada tempat-tempat yang berlainan secara berturut-turut sehingga dapat membentuk komponen garam yang relatif lebih murni. Sistem pembentukan kristal garam yang dilakukan diatas lantai garam yang terbuat sebelumnya selama 30 hari berikut 10 hari waktu pemungutan kristal garam. Sistem ini dikenal dengan sistem portugese, yang digunakan portugis untuk membuat garam di pulau Madura Rachman dan Imran, 2011. Proses produksi garam PT Garam dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.1 Proses produksi Garam Rakyat Deperindag, 2006 3,5 Be 5 10 Be ± 15 Be Air Laut Bak Penampungan Air Laut Areal Penguapan PeminihanEvaporasi Pompa Saluran Air Areal Penampungan Air Tua Areal Kristalisasi Penirisan Penjemuran 19 20 Be 12 Gambar 2.2 Proses produksi Garam PT Garam Deperindag, 2006 Walaupun potensi lahan pergaraman di Indonesia sekitar 34 ribu Ha, namun Indonesia selalu mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, bahkan garam untuk konsumsi yang dapat dipenuhi produksi garam nasional, tidak lagi dapat dipenuhi sejak tahun 1998, karena adanya banyak persoalan yang dihadapi petambak garam rakyat, baik yang berhubungan dengan produksi dan pemasaran, kebijakan pemerintah maupun permasalahan yang dihadapinya dalam Air Laut dipompa Bak Penampungan Air Laut Pengendapan PartikelLumpur Kolam Pengendapan Air Laut Penambahan CO 2 Kolam Pengendapan Air Laut II Penambahan Asam Oksalat Kolam Kristalisasi Garam I Kolam Kristalisasi Garam II Dibuang Salinitas 35 00 atau 3 –3,5 Be 5 –10 Be ± 15 Be ± 20 Be ± 28 Be 29 Be WadukBozem serapan Peminihan I Penguapan + Endapan S, O, Ca dan K Peminihan II Penguapan + Endapan Mg NaCl 95 NaCl 98 Bittern Senyawa Mg Air garam 29 Be Kolam Penampungan Air Tua ± 25 Be WadukBozem serapan 13 kehidupan sehari-hari seperti : 1. Proses produksi garam rakyat kebanyakan hanya tergantung pada alam air laut dan cuaca dengan pengalaman bertambak garam dengan teknologi terbatas. 2. Kurangnya modal petambak garam, dimana pendapatan petambak garam hanya diterima setiap musim panen garam, sedangkan kebutuhan hidup harus dipenuhi setiap hari. Proses berproduksi garam rakyat mulai dari persiapan lahan, mengalirkan air laut sampai menjadi garam memerlukan waktu 40 hari. Pengeluaran-pengeluaran besar yang tidak dapat ditunggu sampai panen tiba, misalnya kematian dan pesta perkawinan mengakibatkan petambak garam harus menjual produknya ketika masih dalam proses kristalisasi partikel- partikel garam, yang mengakibatkan harga jual garam yang diterima petambak menjadi rendah. 3. Ketergantungan impor garam karena mutu yang lebih baik dan harga yang lebih murah, menjadikan petambak garam enggan untuk melaksanakan produksi karena kalah bersaing. Pemerintah berupaya melindungi produsen skala kecil melalui Peraturan Menteri Perdagangan No.44M- DAGper102007 yang mengatur tentang larangan impor selama musim panen garam di Indonesia yang pada tahun 2011 ditetapkan pada bulan Agustus- Nopember, dan kewajiban bagi industri untuk membeli minimal 50 kebutuhannya dari garam rakyat sebelum melakukan impor tidak berjalan efektif. Bulan Juli 2011 yang merupakan batas akhir impor garam di Indonesia masih dilanggar, banyak kapal pengangkut garam impor siap bongkar pelabuhan pada bulan Agustus 2011. Importir garam beralasan garam yang masuk merupakan garam impor yang diijinkan pada bulan Juli 2011 hanya belum masuk dan dipasarkan. Dengan membanjirnya garam impor dengan mutu lebih bagus dengan harga Rp. 450,-kg menjadikan petambak garam tidak pernah menikmati harga dasar garam yang mengatur pembelian garam rakyat Rp. 750,- untuk garam mutu 1 satu, Rp. 550,- untuk garam mutu 2 dua dan Rp. 350,- untuk garam mutu 3 tiga. 4. Mutu garam rakyat yang tidak sesuai SNI dengan kandungan NaCL minimal 97, sehingga pabrik garam tidak bersedia membeli garam rakyat dengan harga sesuai ketentuan pemerintah. Ketidakmampuan petambak, karena luas 14 lahan produksi yang kecil, menyebabkan petambak hanya dapat berproduksi secara sederhana kristalisasi total. Rendahnya mutu garam rakyat juga dikarenakan minimnya infrastruktur yang menyebabkan salah satunya ketidaklancaran air laut ke tambak-tambak garam akibat pendangkalan di saluran utama. Teknologi usaha garam yang belum memadai, proses produksi sejak tahap pemasukan bahan baku air laut sehingga proses pengemasan belum mencapai kualitas yang diharapkan sehingga garam yang dihasilkan petambak garam masih berupa garam krosok atau garam kasar yang belum layak konsumsi. Di Indonesia walaupun merupakan negara kepulauan, tetapi pusat pembuatan garam terkonsentrasi di Jawa dan Madura yaitu di Jawa seluas 10.231 Ha Jawa Barat 1.159 Ha, Jawa Tengah 2.168 Ha, Jawa Timur 6.904 Ha dan Madura 15.347 Ha Sumenep 10.067 ha, Pemekasan 3.075 Ha, Sampang 2.205 Ha. Luas areal yang dikelola oleh PT Garam hanya 5.116 Ha yang seluruhnya berada di pulau Madura yaitu di Sumenep 3.163 Ha, Pemekasan 907 Ha dan di Sampang 1.046 Ha. Lokasi lainnya, yaitu di NTB 1.155 Ha, Sulawesi Selatan 2.040 Ha, Sumatera dan lain-lain 1.885 Ha, sehingga luas areal penggaraman seluruhnya sebesar 30.658 Ha dimana 25.542 Ha dikelola secara tradisional oleh rakyat. Areal garam yang dikelola oleh PT. Garam produksinya dapat mencapai 80 tonHatahun, sedangkan garam rakyat kurang 60 tonHatahun Depperindag, 2006. Garam proanalisis dan garam farmasi, mempunyai kandungan NaCl 99, garam konsumsi mempunyai kandungan NaCl 94 dan garam untuk pengawetan memiliki kandungan NaCl 90. Semakin besar kandungan NaCl- nya, akan semakin kompleks dan rumit proses produksi dan pemurniannya. Garam rakyat yang diproduksi pada 25.542 ha atau sekitar 83,31 dari luas areal pergaraman nasional. Garam rakyat yang pada umumnya dibuat dengan metode total kristalisasi, harus diolah kembali untuk dijadikan garam konsumsi maupun untuk garam industri, karena berkadar NaCl kurang dari 90 dan banyak mengandung pengotor. Garam dapat dimurnikan dengan teknik pencucian dengan menggunakan brine untuk menghilangkan zat pengotor, hanya saja semakin sedikit kandungan NaCl-nya, akan semakin rumit dan mahal biaya pemurniannya. 15

C. Swasembada Garam Nasional