The implementation efectivity study of Salt Business Empowerment Program in Losarang Village, Indramayu City.

(1)

i

KAJIAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PROGRAM

PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DESA

LOSARANG, KECAMATAN LOSARANG, KABUPATEN

INDRAMAYU

SANTOSO BUDI WIDIARTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(2)

i

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa tugas akhir yang berjudul :

KAJIAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PROGRAM

PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DESA LOSARANG, KECAMATAN LOSARANG KABUPATEN INDRAMAYU

merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Sumber informasi dan data yang digunakan berasal atau dikutip dari karya penulis lain yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2012

Santoso Budi Widiarto P054100085


(3)

ii ABSTRACT

SANTOSO BUDI WIDIARTO, The implementation efectivity study of Salt Business Empowerment Program in Losarang Village, Indramayu City. Supervised by H. Musa Hubeis as Chairman and H. Komar Sumantadinata as Member.

An ironic thing that Indonesia as maritime country have insufficiency salt problem. Salt is strategic commodities that can be easily produced by evaporation of sea water and policy salts have been issued since the Dutch colonial era. In 2011 the Government of Indonesia make toward self sufficiency salt policy. This research was aimed to analyze the implementation efectivity of Salt Business Empowerment Program (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat or PUGAR). PUGAR is the Government Program to achieve Salt Production Target and increasing the salt farmer welfare. The research design used purposive and snowball sampling to select 70 respondent in Losarang Village at Indramayu. The data were analyzed by using Quantitative Analysis, Qualitative Analysis, SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) and MAHP (Modified Analytical Hierarchy Process) . The result showed PUGAR (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat) in Losarang implemented with effectiveness. This is indicated by salt production target achieved and increasing the salt farmer welfare. Implementation PUGAR make salt productivity in Losarang 90,43 ton/ha, increasing salt farmer income, empower 17 the People's Business Group Salt (Kelompok Usaha Garam Rakyat or KUGAR) with the amount of 170 salt farmers, give technological innovation and quality salt production and give job for 778 people as salt farmers, farm workers and transport workers. Obtained result Internal Factor Evaluation (IFE) of salt bussiness is 2,608 and External Factor Evaluation (EFE) is 2,673. Moreover the research calculate salt business feasibility that known from B/C ratio > 1, business profit margin, appropriate salt area owned by farmers, business gap analysis of salt and break even analysis. Break even analysis to determine the selling price of the large volume of salt and salt production business people to reach the point of no profit and no loss (break even).


(4)

iii

Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat di Desa Losarang, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh H. Musa Hubeis sebagai Ketua dan H. Komar Sumantadinata sebagai Anggota

Sebagai negara kepulauan dengan potensi laut yang melimpah, adalah suatu ironi ketika tahun 2010 Indonesia mengimpor 99% kebutuhan garam nasional. Produksi garam pada tahun tersebut hanya mencapai 30.600 ton atau hanya sekitar 1% dari kebutuhan garam nasional tahun 2010. Garam selaku kebutuhan dasar manusia, dapat dibuat dengan mudah tanpa teknologi yang mahal, dengan cara mengeringkan air laut pada tambak-tambak garam.

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan membuat Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) sebagai salah satu strategi pemenuhan kebutuhan garam nasional dan peningkatan kesejahteraan petambak garam 15%. Kajian tentang efektifitas implementasi PUGAR difokuskan di Desa Losarang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, sebagai salah satu daerah implementasi PUGAR. Data diambil pada bulan Oktober- Desember 2011, dengan populasi 170 orang yang tersebar di 17 Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR). Contoh diambil 70 responden melalui metode purposive dan snowball sampling. Data dianalis melalui analisis kualitatif, kuantitatif, analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) dan analisi MAHP (Modified Analitycal Hierarchy Process).

Hasil kajian Implementasi PUGAR di Desa Losarang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu adalah efektif didasarkan pada 4 (empat) hal, yaitu (1) Terbentuknya 17 Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) di Desa Losarang sesuai target PUGAR, dan tersalurkannya Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Rp. 850.000.000,- kepada 17 KUGAR; (2) Tercapainya produktifitas lahan garam sebesar 90,34 ton/ha (113% dari target PUGAR 80 ton/ha); (3) Tercapainya target produksi garam PUGAR di Desa Losarang sebanyak 15.300 ton yang berasal dari 170 ha lahan PUGAR, dan (4) Tercapainya peningkatan kesejahteraan petambak 15% sesuai target PUGAR, dengan nilai efektivitas program 97,725.

Usaha garam memiliki nilai Internal Factor Evaluation (IFE) 2,608, dengan urutan kekuatan : (1) Belum ada substitusi produk garam (0,551); (2) Pekerja yang berpengalaman (0,452); (3) Bahan Baku produki melimpah (0,2992); (4) Kesesuaian potensi lahan (0,2988) dan (5) Peralatan produksi sederhana (0,2816). Urutan faktor kelemahan usaha garam rakyat, yaitu (1) Kurangnya sarana dan prasarana usaha garam (0,111); (2) Posisi tawar petambak garam yang lemah (0,123); (3) Kelemahan modal (0,143); (4) Luas lahan sempit kurang menguntungkan untuk intensifikasi usaha (0,152) dan (5) Usaha garam hanya 4 (empat) bulan setahun (0,196).

Diperoleh hasil External Factor Evaluation (EFE) usaha garam 2,673 dengan urutan faktor peluang, yaitu (1) Dukungan kebijakan pemerintah (0,661); (2) Potensi lahan garam yang besar (0,468); (3) Bantuan langsung masyarakat (0,400); (4) Tenaga pendamping teknis dan kelembagaan (0,292) dan (5) Penggunaan teknologi maduresee dan ramsol (0,205). Urutan faktor ancaman


(5)

iv

usaha garam rakyat, yaitu (1) Harga tidak stabil (0,095); (2) Alih Tenaga Kerja (0,115); (3) Cuaca (0,130); (4) Tengkulak (0,150) dan (5) Impor garam (0,157).

Berdasarkan nilai IFE dan EFE dirumuskan alternatif kebijakan untuk mendorong pertumbuhan usaha garam rakyat, yaitu (1) meningkatkan produktivitas, (2) memperluas jaringan pemasaran, (3) menetapkan pola usaha garam, (4) meningkatkan mutu garam rakyat, (5) penguatan anggota petambak dengan kelompok, (6) menetapkan kawasan khusus usaha garam, (7) memanfaatkan jasa perbankan untuk pengembangan usaha, (8) meningkatkan pengetahuan manajemen usaha, (9) memasyarakatkan usaha garam backyard dan (10) meningkatkan teknologi produksi dan penyimpanan produk.

Usaha garam anggota KUGAR peserta program PUGAR di Desa Losarang layak untuk dilaksanakan dengan nilai Benefit/Cost (B/C) ratio > 1. Break Event Point (BEP) Produksi usaha garam terendah 34.479 kg garam dan tertinggi 76.526 Kg garam. BEP harga terendah Rp. 182,06 dan tertinggi Rp. 369,85. Rataan pendapatan yang diperoleh petambak dari usaha garam Rp. 17.979.221,-/Ha


(6)

v

©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

vi

KAJIAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PROGRAM

PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DESA

LOSARANG, KECAMATAN LOSARANG, KABUPATEN

INDRAMAYU

SANTOSO BUDI WIDIARTO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

vii Nama Mahasiswa : Santoso Budi Widiarto Nomor Pokok : P054100085

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,DEA Prof. Dr. Ir. H. Komar Sumantadinata, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(9)

viii


(10)

ix

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga laporan akhir yang berjudul KAJIAN

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN

USAHA GARAM RAKYAT DESA LOSARANG KECAMATAN

LOSARANG KABUPATEN INDRAMAYU berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,DEA, selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan laporan akhir ini.

2. Prof. Dr. Ir. H. Komar Sumantadinata, M.Sc, selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan laporan akhir ini.

3. Dr. Ir. Pudji Mulyono, MS, selaku penguji luar komisi pembimbing, atas kritik dan masukan yang memperkaya penulisan laporan akhir ini.

4. Menteri Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan ijin belajar dan bantuan beasiswa, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Institut Pertanian Bogor. 5. R. Drajat Subagio, S.Pi, M.Si dan teman-teman Sekretariat Nasional PUGAR

yang memberikan dukungan data teknis dan informasi kebijakan swasembada garam nasional.

6. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, Tenaga Pendamping Teknis dan Kelembagaan Pugar yang banyak memberikan informasi implementasi PUGAR di Kabupaten Indramayu

7. Rekan-rekan Magister Profesional Industri Kecil Menengah Angkatan 14, dimana penulis banyak mengadakan diskusi dan menerima masukan.


(11)

x

Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan Rahmat dan Karunia atas segala kebaikan yang telah diberikan.

Semoga kajian ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia industri kecil pada umumnya dan kegiatan pengembangan usaha garam rakyat pada khususnya. Saran dan kritik atas kajian ini diharapkan, agar kajian ini menjadi lebih sempurna dan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2012


(12)

xi

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Oktober 1974 di Pati, salah satu daerah pesisir penghasil garam, sebagai putra ketujuh, dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Kardi Wiryohartono dan Ibu Sutarsih. Menikah dengan Leni Prisnarita dan memiliki dua orang anak Fabian Adhidama Sailendra dan Khairafa Ganendra Wirasana.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 1987 di SDN Pati Kidul 02 Pati, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada tahun 1989 di SMPN 2 Pati, serta Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 1992 di SMAN 1 Pati. Tahun 1992 Penulis diterima pada program studi Administrasi Negara di Universitas Sebelas Maret dan dinyatakan lulus tanggal 5 Oktober 1997.

Memiliki riwayat pekerjaan sebagai Tenaga Pendamping Lapangan pada Program Swasembada Pangan kerjasama IPB dan Departemen Pertanian pada tahun 1998-2000, administrasi produksi pada perusahaan susu, PT Dharma Persada Kusuma pada tahun 2001-2003, desain grafis pada perusahaan penerbitan, CV Citra Pustaka pada tahun 2003-2006 dan terakhir di Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai analis kepegawaian dari awal bulan April 2006 sampai dengan sekarang.


(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... ix

RIWAYAT HIDUP... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Program ... 7

B. Usaha Garam Rakyat ... ... 9

C. Swasembada Garam Nasional... 15

D. Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat... ... 16

III. METODE KAJIAN A. Kerangka Pemikiran... 25

B. Lokasi dan Waktu Kajian... ... 27

C. Metode Kerja ... ... 28

1. Pengumpulan Data... 28

2. Pengolahan dan Analisis Data... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum... 40

B. Analisis Kajian... 51

1. Karakteristik Responden... 51

2. Analisis Data Kualitatif... 54

3. Analisis Data Kuantitatif ... . 57

4. Analisis SWOT... 65

5. Analisis Tingkat Kesejahteraan Petambak ... 78


(14)

xiii

B. Saran... ... 85 DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN... ... 88


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1.1 Kebutuhan dan impor garam nasional... .. 2

1.2 Estimasi kebutuhan, target produksi dan impor garam... 5

3.1 Matriks SWOT... 36

3.2 Bobot indikator penilaian keberhasilan implementasi PUGAR .... 39

4.1 Data Klimatologi Desa Losarang... . 41

4.2 Rataan usia petambak garam di Desa Losarang... 51

4.3 Tingkat pendidikan petambak garam di Desa Losarang ... 52

4.4 Jumlah tanggungan keluarga petambak garam ... 52

4.5 Lama bekerja di bidang usaha garam... 53

4.6 Lama menjadi anggota kelompok usaha garam ... 54

4.7 Produktifitas lahan garam petambak di Desa Losarang ... 58

4.8 Pendapatan Usaha Garam di Desa Losarang ... 59

4.9 Nilai B/C ratio usaha garam di Desa Losarang ... 59

4.10 BEP produksi garam per hektar di Desa Losarang ... 60

4.11 BEP Harga produksi garam di Desa Losarang ... 60

4.12 Luasan Minimal Tambak Garam untuk memenuhi kebutuhan Petambak di Desa Losarang ... 61

4.13 Marjin keuntungan usaha garam di Desa Losarang ... 62

4.14 Efisiensi modal usaha garam di Desa Losarang... 65

4.15 Matriks IFE usaha garam rakyat di Desa Losarang... ... 73

4.16 Matriks EFE usaha garam rakyat di Desa Losarang ... 74

4.17 Matriks analisis SWOT usaha garam rakyat ... 78

4.18 Indikator penilaian kesejahteraan petambak garam di Desa Losarang pada tahun 2010 dibanding tahun 2011 ... 79

4.19 Indikator penilaian kesejahteraan petambak garam di Desa Losarang pada tahun 2009 dibanding tahun 2011 ... 81


(16)

xv

No Halaman

2.1 Proses produksi Garam Rakyat... 11

2.2 Proses produksi PT Garam... 12

2.3 PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan pada tahun 2011... .... 18

2.4 Kelembagaan PUGAR... 19

2.5 Kelompok usaha garam rakyat... 22

2.6 Alur PUGAR ……….. 23

3.1 Kerangka pemikiran kajian ... 26

3.2 Alur pertambahan nilai garam... 33

3.3 Matriks IE ... 35

3.4 Hirarki penentuan keberhasilan implementasi PUGAR dari peningkatan kesejahteraan petambak... .... 38

4.1 Proses perendaman lahan... .. 44

4.2 Proses pengerasan lahan... ... 44

4.3 Proses memasukkan air ke lahan dengan kincir ... 45

4.4 Proses kristalisasi garam ... 45

4.5 Pengaisan kristal garam ... 46

4.6 Pengumpulan kristal garam ... 46

4.7 Pencucian garam dengan air tua ... 47

4.8 Tempat pengumpulan garam hasil pengaisan ... 47

4.9 Pola lahan tambak garam rakyat ... 48

4.10 Garam mutu baik dicampur garam mutu rendah... 49

4.11 Garam pengepul siap dijual ... 49

4.12 Pengemasan dan pengangkutan garam ... 49

4.13 Gudang garam ... 49

4.14 Sosialisasi PUGAR ... 55

4.15 Identifikasi petambak dan pembentukan kelompok ... 55

4.16 BLM berupa mesin pompa ... 56


(17)

xvi

4.18 Pertemuan kelompok ... 57 4.19 Lahan garam percontohan ... 57 4.20 Alur pertambahan nilai garam dari petambak menjadi garam

beryodium ke konsumen yang diolah pabrik garam di Bandung... 63 4.21 Pengendapan Sedimen pada saluran sekunder di Desa Losarang .. 69 4.22 Matriks IE usaha garam rakyat di Desa Losarang ... 75


(18)

xvii

No Halaman

1 Pohon industri air laut ... 89

2 Kuesioner penelitian ... 90

3 Karakteristik responden ... 105

4 Matrik penyaluran bantuan langsung masyarakat ... 107

5 Implementasi PUGAR di Desa Losarang, Indramayu pada tahun 2011... 113

6 Produktivitas tambak garam di Desa Losarang pada tahun 2011.. 114

7 Pendapatan usaha garam rakyat di Desa Losarang pada tahun 2011... 116

8 Analisa kelayakan usaha garam rakyat di Desa Losarang ... 118

9 Efisiensi modal usaha garam rakyat di Desa Losarang pada tahun 2011... ... 121

10 Marjin keuntungan usaha garam rakyat di Desa Losarang pada tahun 2011 ... 123

11 Matriks IFE usaha garam rakyat di Desa Losarang ... 125

12 Matriks EFE usaha garam rakyat di Desa Losarang ... 126

13 Hasil penghitungan IFE dengan software expert choice... 127

14 Hasil penghitungan EFE dengan software expert choice ... 131


(19)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah laut 5,8 juta Km2. Luas wilayah laut ini lebih luas dari wilayah daratan yang hanya 1,9 Km2 (KKP, 2011a). Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia menurut Kusumastanto (2003) dapat dibagi menjadi 4 (empat) bidang, yaitu (1) Sumber daya yang dapat diperbaharui, seperti perikanan (tangkap, budidaya, dan pascapanen), hutan mangrove, terumbu karang, industri bioteknologi kelautan dan pulau-pulau kecil; (2) Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan gas, bahan tambang dan mineral lainnya, serta harta karun; (3) Energi kelautan, seperti pasang-surut, gelombang, angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) dan (4) Jasa-jasa lingkungan, seperti pariwisata, perhubungan dan kepelabuhanan serta penampung (penetralisir) limbah.

Garam merupakan komoditas strategik karena selain merupakan kebutuhan pokok yang dikonsumsi manusia lebih kurang 4 (empat) kg per tahun juga digunakan sebagai bahan baku industri (KKP, 2011a). Penggunaan garam secara garis besar terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu (1) Garam untuk konsumsi manusia, (2) Garam untuk pengasinan dan aneka pangan dan (3) Garam untuk industri. Di Indonesia, garam banyak diproduksi dengan cara menguapkan air laut pada sebidang tanah pantai dengan bantuan angin dan sinar matahari sebagai sumber energi penguapan. Produksi garam dapat dilaksanakan oleh masyarakat pesisir, tanpa diperlukan keahlian khusus. Selain garam (NaCl), air laut dapat diolah menjadi gypsum dan garam magnesium. Produk hasil olahan air laut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Potensi garam dari laut yang besar tidak memberikan kecukupan garam nasional. Pemenuhan kebutuhan garam nasional selama ini dilakukan sebagian melalui produksi sendiri dan sebagian melalui impor. Tahun 2010 pemerintah mengimpor garam 2,2 juta ton impor yang berasal dari Australia 80%, India 15%, China 3%, dan sisanya dari berbagai negara lain. Jumlah kebutuhan dan impor garam nasional pada tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.1.


(20)

Tabel 1.1 Kebutuhan dan impor garam nasional Garam

(Jumlah-Ton)

Tahun

2008 2009 2010

Kebutuhan 2.742.000 2.768.000 2.872.326

Produksi 1.199.000 1.371.000 30.600

Impor 1.630.793 1.736.452 2.187.631

Surplus/Defisit 87.793 339.452 -654.095 Sumber : Pusdatin KKP, 2011a

Kebutuhan garam dalam negeri pada tahun 2010 mencapai sekitar 2.872.326 ton, terdiri dari kebutuhan garam industri CAP (Chlor Alkali Plant) 1.492.326 ton, garam konsumsi 720.000 ton, industri aneka pangan 465.000 ton, pengeboran minyak 135.000 ton dan lainnya 60.000 ton. Angka ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan garam.

Kabupaten Indramayu merupakan daerah pemasok garam untuk Propinsi Jawa Barat bersama dengan Cirebon. Menurut BPS (2007) Lahan produksi garam 1.995,81 Ha (54% dari luas lahan garam potensial 3.664,3 Ha) di Indramayu dan 1.447 Ha (64% dari luas lahan garam potensial 2.251 Ha) di Cirebon belum bisa memenuhi kebutuhan garam di Jawa Barat. Dengan kebutuhan yang tinggi seharusnya petambak dapat memperoleh penghasilan yang layak dari usaha garam, akan tetapi ironisnya kehidupan petambak garam di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Indramayu dihadapkan pada situasi sulit dan terpuruk serta dalam kondisi marjinal. Banyak petambak garam tidak dapat bertahan dengan pilihan usahanya, bahkan ada yang meninggalkan usahanya dan berpindah menekuni mata pencaharian lain. Padahal bagi masyarakat pesisir, membuat garam termasuk salah salah sumber nafkah sangat penting yang diandalkan pada musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.

Di Kabupaten Indramayu, jumlah petambak garam pemilik lahan pada tahun 1990 sebanyak 984 orang, menurun menjadi 792 orang pada tahun 2000 dan pada tahun 2005 menjadi 718 orang. Peningkatan terjadi pada jumlah petambak


(21)

3

penggarap/buruh garap, pada tahun 2000 terdapat sebanyak 3.986 orang, pada tahun 2005 menjadi 4.793 orang dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 6.514 orang. Jumlah usaha garam di Kabupaten Indramayu juga menurun, pada tahun 1990 terdapat 29 perusahaan, pada tahun 2000 berkurang menjadi 22 perusahaan dan tahun 2005 berkurang lagi tinggal 13 perusahaan. Perusahaan garam besar seperti Sumatraco, Garindo, PT Budiono, PT Susanti Megah membangun gudang tempat penyimpanan garam di Indramayu. Tahun 2005 hanya 4 (empat) perusahaan yang masih aktif di Indramayu. Jumlah ini berkurang dari tahun 1995 yang terdapat 10 perusahaan (Darmawan, 2010).

Rataan Tingkat produktivitas lahan pergaraman di Indramayu pada tahun 2000-2010 menurut data KKP (2011b) 56 ton/Ha/tahun, cukup rendah bila dibandingkan dengan Australia atau India yang dapat mencapai produktivitas 200 ton/Ha/tahun. Meskipun mempunyai lahan potensial garam yang besar, namun usaha garam rakyat berlahan kecil dan tak berlahan menyebabkan produktivitas sangat terbatas. Lahan garam bersaing dengan lahan pertanian ataupun lahan untuk perikanan yang lain seperti tambak udang. Rataan luas unit tambak garam rakyat 0,53 Ha dengan produktivitas kurang dari 60 ton per Ha. Untuk memproduksi garam dalam skala besar dengan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI), diperlukan unit tambak seluas ratusan hektare dengan produktivitas ± 80 ton per Ha. Unit tambak yang terbatas berisiko menaikkan biaya produksi dan menyulitkan capaian keseragaman standar. Untuk industri garam secara mekanis dapat dipertimbangkan pengembangannya bila terdapat lahan datar seluas > 5.000 ha, sedangkan luas 2.000–5.000 Ha dilakukan pembuatan garam semi mekanis dan luas < 2.000 Ha merupakan plasma inti pergaraman rakyat.

Kualitas garam yang dihasilkan oleh petambak garam umumnya masih belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Mutu garam yang dihasilkan oleh petambak memiliki kadar NaCl di bawah 94%, sedangkan garam konsumsi memerlukan kadar NaCl > 94,7%, garam industri memerlukan kadar NaCl di atas 99% (dry basis).

Sejak jaman kolonialisasi Belanda, potensi pesisir Indonesia telah dimanfaatkan dengan melakukan kebijakan monopoli pembelian dan penjualan garam. Tahun 1921 pemerintah Belanda membuat garam sendiri di atas lahan


(22)

garamnya sendiri melalui Perusahaan Jawatan Regie Garam. Tahun 1937 rakyat tidak diperkenankan lagi membuat garam karena kesulitan kontrol atas mutu garam rakyat dan banyaknya penjualan garam secara langsung kepada konsumen. Semua lahan garam dibeli oleh Pemerintah Belanda. Saat itu Garam mempunyai harga sama dengan gula karena pemerintah Belanda menghendaki kesetaraan dari berbagai komoditas penting. Pemerintah Belanda merasakan manisnya sistem monopoli garam dengan mendapatkan 27.172.378 Gulden pada tahun 1931. Pada masa pendudukan Jepang, Undang-undang monopoli (Zout Monopoli Ordonantie) yang berlaku sejak 1921 dibekukan. Rakyat boleh membuat garam sendiri. Segala bentuk monopoli yang diwariskan Belanda tidak diadopsi oleh Jepang dengan alasan mengambil hati rakyat Indonesia (Rochwulaningsih, 2007).

Pada jaman kemerdekaan, Perusahaan Regie Garam dinasionalisasikan menjadi Djawatan Regie Tjandu dan Garam Republik Indonesia kemudian menjadi Perusahaan Garam dan Soda Negara pada tanggal 26 September 1952. Tahun 1961 dilakukan pemisahan menjadi Perusahan Negara (PN) Soda dan Perusahaan Negara (PN) Garam. PN Garam menjadi PT Garam pada 11 Februari 1991. Kondisi PN Garam memulai penurunan ketika tahun 1959 pemerintah mencabut monopoli garam dan melaksanakan perdagangan bebas. Tahun 1977-1993 PN Garam wajib membeli garam rakyat melalui Koperasi Unit Desa (KUD) setempat. Tahun 2004 pemerintah membuat kebijakan pelarangan impor ketika musim usaha garam dan penetapan harga dasar pembelian garam. Namun hal ini tidak berjalan efektif. PT Garam sebagai satu-satunya perusahaan negara yang memproduksi garam sendiri juga mengimpor garam 79.317 ton pada tahun 2010 lebih besar dari PT Cheetam Garam Indonesia yang hanya memasukkan garam ke Indonesia 78.331 ton, Cheetham Garam Indonesia adalah perwakilan Cheetham Salt, perusahaan garam terbesar dari Australia (Rachman dan Imran, 2011).

Selama ini distribusi dan pemasaran garam kurang efisien. Lahan garam berada di pinggir pantai yang lokasinya terpencil, dengan akses terbatas menjadi salah satu penyebab rendahnya harga yang diterima petambak garam, jauh lebih rendah dibandingkan harga di tingkat konsumen. Rendahnya harga di tingkat petambak produsen garam akan menurunkan daya tarik bagi produsen garam dalam memproduksi garam, sehingga ketergantungan Indonesia kepada garam


(23)

5

impor akan semakin tinggi. Ketergantungan pada garam impor, khususnya untuk keperluan garam konsumsi sangat tidak mendukung ketahanan nasional karena garam adalah komoditi strategik yang secara terus menerus dibutuhkan oleh seluruh masyarakat.

Tahun 2011 pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya meningkatkan produksi garam nasional dengan mendorong petambak untuk melaksanakan usaha garam melalui program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). KKP menetapkan 9 (sembilan) Kabupaten seluas 15.033 ha sebagai sentra PUGAR, yaitu Indramayu, Cirebon, Pati, Rembang, Sampang, Sumenep, Pamekasan, Tuban dan Nagekeo. PUGAR 2011 melibatkan 14.400 petambak garam yang berasal dari 2.057 kelompok usaha garam rakyat (KUGAR). Estimasi kebutuhan, target produksi dan impor garam yang menjadi target keberhasilan PUGAR dapat dilihat dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Estimasi kebutuhan, target produksi dan impor garam (jumlah ton)

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014

Kebutuhan 2.872.326 2.942.760 3.028.630 3.117.421 3.209.241 Target Produksi PUGAR 0 304.000 874.882 1.553.464 3.764.359 Target Produksi Nasional 1.265.600 1.569.600 2.444.482 3.997.946 7.762.305

Impor 1.513.829 1.373.160 584.148 -880.525 -4.553.064

Sumber : KKP, 2011b

Pemerintah berkewajiban memenuhi hak semua warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai amanat Pasal 27 ayat 2 Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Garam yang dihasilkan melalui pola tradisional dalam PUGAR akan dapat menyerap banyak tenaga kerja. Teknologi yang diterapkan dalam PUGAR diharapkan dapat meningkatkan produktifitas dan mutu garam sehingga dapat tercapai harga dasar garam yang ditetapkan pemerintah. Dengan begitu usaha garam dapat menjadi usaha yang layak dan dapat meningkatkan kesejahteraan petambak garam.


(24)

B. Perumusan Masalah

Salah satu sentra utama garam di Indonesia yang akan ditingkatkan produksinya adalah Indramayu. Indramayu dan Cirebon merupakan daerah pemasok garam untuk wilayah Jawa Barat yang merupakan titik potensial dalam pencapaian target swasembada garam nasional. Losarang merupakan salah satu Desa di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu yang menjadi lokasi PUGAR dengan jumlah kelompok terbanyak dibandingkan Desa lokasi PUGAR lain di Kabupaten Indramayu. PUGAR di Desa Losarang ditujukan kepada 170 petambak garam yang terhimpun dalam 17 Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR).

Dari uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka dirumuskan permasalahan berikut :

1. Bagaimana efektivitas implementasi program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat di Desa Losarang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu ? 2. Faktor-faktor internal dan eksternal apakah yang mempengaruhi

keberhasilan usaha garam rakyat di Desa Losarang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu ?

3. Bagaimana kelayakan usaha tambak garam anggota kelompok usaha garam rakyat peserta program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu ?

C. Tujuan

1. Mengkaji efektivitas implementasi program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat di Desa Losarang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi

keberhasilan usaha garam rakyat di Desa Losarang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu.

3. Mengevaluasi kelayakan usaha tambak garam anggota kelompok usaha garam rakyat peserta program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu.


(25)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi Program

Suatu kebijaksanaan baik berupa UU, PP, Keppres, Inpres maupun instruksi menteri, belum akan menimbulkan akibat tertentu dalam masyarakat sebelum keputusan itu dilaksanakan. Karena implementasi kebijakan bukanlah sekedar menyangkut mekanisme penjabaran keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran birokrasi, tetapi implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh manfaat dari kebijaksanaan itu, sehingga implementasi itu penting. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Udoji dalam Wahab (2004) bahwa :

The execution of policies is as important if not more important than policy-making. Policies will remain dreams on blueprint in file jackets unless they are implemented (Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan).

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa implementasi merupakan masalah dasar dalam pembangunan, baik itu dalam bentuk program maupun dalam bentuk proyek-proyek secara nyata. Menurut Wojowasito dalam kamus Inggris-Indonesia, Indonesia Inggris menyatakan bahwa implementasi berasal dari kata "implementation" yang berarti pelaksanaan perjanjian, hal menepati janji, dan hal melengkapi perkakas (Wojowasito, 2006). Sementara itu Van Meter merumuskan proses implementasi ini sebagai :

Those actions by public or private individuals (or Groups) that are directed at the achievement of objectives set forth inprior decisons (Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Van Meter dalam Wahab, 2004).

Dari pengertian di atas, pelaksanaan atau implementasi berarti melaksanakan apa yang telah ditetapkan, digariskan sebelumnya dalam suatu perencanaan. Dengan kata lain pelaksanaan berarti "action" atau tindakan nyata atas rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.


(26)

Westra (1982) mendefinisikan program sebagai, “Seperangkat aktivitas yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan atau sejumlah tujuan dan maksud dari suatu rencana pembangunan yang spesifik”. Sedangkan Djamaluddin (1977) memberikan pengertian program adalah :

Jenis rencana yang pada dasarnya sudah menggambarkan rencana yang konkrit. Konkritnya rencana itu disebabkan karena didalamnya telah tercantum bukan saja tujuannya, kebijaksanaan dan prosedur atau aturan-aturan akan tetapi disertai pula dengan budget atau anggaran. Dengan demikian program itu merupakan pula usaha untuk mengefektifkan rangkaian tindakan yang harus dilaksanakan menurut bidang tertentu. Dari beberapa pengertian diatas maka pada dasarnya program adalah suatu jenis rencana yang berisikan rangkaian aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu program akan mendukung implementasi apabila didukung oleh beberapa aspek. Suatu program yang baik menurut I. Nyoman Beratha dalam Westra (1982) harus memenuhi syarat-syarat tertentu, dimana setiap program tersebut harus memuat tentang :

1. Tujuan yang dirumuskan dengan jelas.

2. Penentuan dari peralatan terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Suatu kerangka kebijakan yang konsisten dan atau proyek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan seefektif mungkin.

4. Pengukuran dengan ongkos-ongkos yang diperkirakan dibandingkan dengan keuntungan.

Proyek merupakan operasional dari program, berisi kegiatan-kegiatan yang diusahakan melalui penyediaan sumber dana, manusia dan peralatan atau barang (Nyoman Beratha dalam Westra, 1982). Sedangkan implementasi program adalah suatu usaha untuk merealisir pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu rencana dan kebijaksanaan yang telah digariskan terlebih dahulu, yang meliputi penggunaan macam-macam sumber daya dalam suatu pola yang sudah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan itu implementasi ini harus berjalan secara efektif. Wojowasito dalam kamus Inggris-Indonesia, Indonesia Inggris menyatakan bahwa efektif berasal dari kata "effective". Batasan efektivitas yang terdapat dalam Ensiklopedi Administrasi, adalah " keadaan yang menunjukkan adanya derajat pencapaian tujuan yang telah ditentukan".

Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan


(27)

9

sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya (Siagian, 2001). Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Efektif tidaknya suatu program tidak hanya dipandang dari hasil akhirnya saja, tetapi juga seberapa jauh tujuan operasionalnya dapat dicapai. Dengan kata lain tujuan operasionalnya akan mempengaruhi tujuan akhir yang akan diwujudkan (Siagian, 2001), sehingga efektivitas implementasi program adalah keberhasilan proses pelaksanaan semua rencana program untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Menurut Syukur (1988), implementasi program akan berjalan efektif apabila didalam proses implementasi program tersebut terdapat 3 (tiga) unsur pendukung yang penting, yaitu (1) Adanya program (kebijaksanaan) yang akan dilaksanakan; (2) Target Group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran yang diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan; (3) Unsur Pelaksana (Implementator) baik organisasi, atau perorangan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan proses implementasi tersebut.

B. Usaha Garam Rakyat

Garam adalah suatu kumpulan senyawa kimia dengan bagian terbesar terdiri dari natrium klorida (NaCl) dengan pengotor terdiri dari kalsium sulfat (gips) – CaSO4, Magnesium sulfat (MgSO4), Magnesium klorida (MgCl2), dan lain-lain (Depperindag, 2006). Apabila air laut diuapkan maka akan dihasilkan kristal garam, yang biasa disebut garam krosok. Oleh karena itu garam dapur hasil penguapan air laut yang belum dimurnikan banyak mengandung zat-zat pengotor seperti Ca2+, Mg2+, Al3+, Fe3+, SO4-, I- dan Br- (Depperindag, 2006). Untuk meningkatkan mutu garam dapat dilakukan dengan cara kristalisasi bertingkat, rekristalisasi, dan pencucian garam. Cara lain untuk meningkatkan kualitas garam adalah pemurnian dengan penambahan bahan pengikat pengotor. Tanpa adanya proses pemurnian, maka garam dapur yang dihasilkan melalui penguapan air laut masih bercampur dengan senyawa lain yang terlarut, seperti MgCl2, MgSO4, CaSO4, CaCO3, KBr dan KCl dalam jumlah kecil (Burhanuddin, 2001).


(28)

Garam dihasilkan dengan cara menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai. Lahan pembuatan garam dibuat berpetak-petak secara bertingkat, sehingga dengan gaya gravitasi air dapat mengalir ke hilir kapan saja dikehendaki. Setiap liter air laut yang diuapkan sampai kering mengandung 7 mineral (CaSO4, KCl, MgSO4, MgCl2, NaBr, NaCl, dan air) dengan berat total 1.025,68 g. Setelah dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam dengan kepekatan 16,7528,50Be setara dengan 23,3576 g. Untuk menghasilkan garam dapur hanya akan diperoleh 40,97% dari jumlah bahan baku air laut semula (Burhanuddin, 2001).

Daerah potensial penghasil garam mempunyai persyaratan sebagai berikut : (1) memiliki ketersediaan bahan baku garam (air laut) yang sangat cukup, bersih dan tidak tercemar air tawar; (2) memiliki iklim kemarau yang cukup panjang (minimal 45 bulan), dengan curah hujan relatif kecil (1.0001.400 mm/tahun); (3) memiliki dataran rendah dengan tingkat kemiringan kecil dan permeabilitas (kebocoran) tanah yang rendah; mempunyai suhu udara tinggi dan penyinaran matahari yang cukup, tidak tertutup mendung/berkabut (Bakosurtanal, 2010).

Pembuatan garam di Indonesia 70% dilakukan oleh rakyat dilahan garam yang relatif sempit (0,53 Ha) dengan teknologi pengolahan dan peralatan sederhana. Proses Pembuatan garam rakyat dimulai dari proses penampungan air laut/bozeem yang berfungsi untuk tempat persediaan air laut dan mengendapkan kotoran fisik air laut, setelah itu dilakukan proses pemekatan (dengan menguapkan airnya) dan pemisahan garamnya (dengan kristalisasi). Bila seluruh zat yang terkandung diendapkan/dikristalkan akan terdiri dari campuran bermacam-macam zat yang terkandung, tidak hanya Natrium Klorida yang terbentuk tetapi juga beberapa zat yang tidak diinginkan ikut terbawa (impurities). Proses kristalisasi dengan cara menguapkan seluruh air garam yang dimasukkan meja kristal menjadi kering disebut kristalisasi total (Rachman dan Imran, 2011). Sistem pembentukan kristal garam rakyat secara tradisional dilakukan diatas tanah lahan, setelah 5-10 hari kristal garam diambil dari atas tanah. Sistem ini dikenal dengan sistem “madurese”, karena dilakukan oleh petambak garam rakyat di pulau Madura yang sejak jaman kolonial Belanda


(29)

11

ditetapkan sebagai daerah penghasil Garam. Proses produksi garam rakyat dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Garam produksi PT garam lebih bermutu dibanding garam rakyat karena PT Garam mempunyai luas areal produksi garam yang luas. Semakin jauh aliran air laut ke lahan pergaraman, maka tingkat konsentrasi menjadi tinggi. Proses aliran yang panjang juga dilakukan agar unsur-unsur yang tidak diinginkan dalam garam seperti oksidasi besi, magnesium sulfat, magnesium klorida dapat dikurangi, sehingga hanya tersisa unsur NaCl (Natrium Chlorida) yang dibutuhkan dalam garam. Sirkulasi air garam ini akan berujung pada tempat penampungan yang bernama air tua. Air tua ini mengandung konsentrat garam yang tinggi, yaitu 290Be. Apabila konsentrat melebihi dari standar yang ditetapkan, maka akan muncul Magnesium Sulfat, atau yang lebih populer disebut Garam Inggris. Air laut tua kemudian diuapkan, sehingga menjadi kristal-kristal garam. Metode untuk mendapatkan hasil garam Natrium Klorida dengan kemurnian tinggi yang dilaksanakan PT Garam disebut metode kristalisasi bertingkat. Kristalisasi komponen garam oleh PT Garam diatur pada tempat-tempat yang berlainan secara berturut-turut sehingga dapat membentuk komponen garam yang relatif lebih murni. Sistem pembentukan kristal garam yang dilakukan diatas lantai garam yang terbuat sebelumnya selama 30 hari berikut 10 hari waktu pemungutan kristal garam. Sistem ini dikenal dengan sistem portugese, yang digunakan portugis untuk membuat garam di pulau Madura (Rachman dan Imran, 2011). Proses produksi garam PT Garam dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Proses produksi Garam Rakyat (Deperindag, 2006)

3,50Be 5100Be

± 150Be

Air Laut Bak Penampungan

Air Laut

Areal Penguapan (Peminihan/Evaporasi) Pompa

Saluran Air

Areal Penampungan Air Tua Areal

Kristalisasi Penirisan

(Penjemuran) 19200


(30)

Gambar 2.2 Proses produksi Garam PT Garam (Deperindag, 2006)

Walaupun potensi lahan pergaraman di Indonesia sekitar 34 ribu Ha, namun Indonesia selalu mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, bahkan garam untuk konsumsi yang dapat dipenuhi produksi garam nasional, tidak lagi dapat dipenuhi sejak tahun 1998, karena adanya banyak persoalan yang dihadapi petambak garam rakyat, baik yang berhubungan dengan produksi dan pemasaran, kebijakan pemerintah maupun permasalahan yang dihadapinya dalam

Air Laut (dipompa)

Bak Penampungan Air Laut (Pengendapan Partikel/Lumpur)

Kolam Pengendapan Air Laut (Penambahan CO2)

Kolam Pengendapan Air Laut II (Penambahan Asam Oksalat)

Kolam Kristalisasi Garam I

Kolam Kristalisasi Garam II

Dibuang

Salinitas 35 0/00 atau 3–3,50Be

5–100Be

± 150Be

± 200Be

± 28 0Be

> 290Be Waduk/Bozem

(serapan)

Peminihan I

(Penguapan + Endapan S, O, Ca dan K)

Peminihan II (Penguapan + Endapan Mg)

NaCl 95%

NaCl 98%

Bittern (Senyawa Mg) Air garam > 290Be

Kolam Penampungan Air Tua ± 250Be Waduk/Bozem


(31)

13

kehidupan sehari-hari seperti :

1. Proses produksi garam rakyat kebanyakan hanya tergantung pada alam (air laut dan cuaca) dengan pengalaman bertambak garam dengan teknologi terbatas. 2. Kurangnya modal petambak garam, dimana pendapatan petambak garam

hanya diterima setiap musim panen garam, sedangkan kebutuhan hidup harus dipenuhi setiap hari. Proses berproduksi garam rakyat mulai dari persiapan lahan, mengalirkan air laut sampai menjadi garam memerlukan waktu 40 hari. Pengeluaran-pengeluaran besar yang tidak dapat ditunggu sampai panen tiba, misalnya kematian dan pesta perkawinan mengakibatkan petambak garam harus menjual produknya ketika masih dalam proses kristalisasi partikel-partikel garam, yang mengakibatkan harga jual garam yang diterima petambak menjadi rendah.

3. Ketergantungan impor garam karena mutu yang lebih baik dan harga yang lebih murah, menjadikan petambak garam enggan untuk melaksanakan produksi karena kalah bersaing. Pemerintah berupaya melindungi produsen skala kecil melalui Peraturan Menteri Perdagangan No.44/M-DAG/per/10/2007 yang mengatur tentang larangan impor selama musim panen garam di Indonesia yang pada tahun 2011 ditetapkan pada bulan Agustus-Nopember, dan kewajiban bagi industri untuk membeli minimal 50% kebutuhannya dari garam rakyat sebelum melakukan impor tidak berjalan efektif. Bulan Juli 2011 yang merupakan batas akhir impor garam di Indonesia masih dilanggar, banyak kapal pengangkut garam impor siap bongkar pelabuhan pada bulan Agustus 2011. Importir garam beralasan garam yang masuk merupakan garam impor yang diijinkan pada bulan Juli 2011 hanya belum masuk dan dipasarkan. Dengan membanjirnya garam impor dengan mutu lebih bagus dengan harga Rp. 450,-/kg menjadikan petambak garam tidak pernah menikmati harga dasar garam yang mengatur pembelian garam rakyat Rp. 750,- untuk garam mutu 1 (satu), Rp. 550,- untuk garam mutu 2 (dua) dan Rp. 350,- untuk garam mutu 3 (tiga).

4. Mutu garam rakyat yang tidak sesuai SNI dengan kandungan NaCL minimal 97%, sehingga pabrik garam tidak bersedia membeli garam rakyat dengan harga sesuai ketentuan pemerintah. Ketidakmampuan petambak, karena luas


(32)

lahan produksi yang kecil, menyebabkan petambak hanya dapat berproduksi secara sederhana (kristalisasi total). Rendahnya mutu garam rakyat juga dikarenakan minimnya infrastruktur yang menyebabkan salah satunya ketidaklancaran air laut ke tambak-tambak garam akibat pendangkalan di saluran utama. Teknologi usaha garam yang belum memadai, proses produksi sejak tahap pemasukan bahan baku air laut sehingga proses pengemasan belum mencapai kualitas yang diharapkan sehingga garam yang dihasilkan petambak garam masih berupa garam krosok atau garam kasar yang belum layak konsumsi.

Di Indonesia walaupun merupakan negara kepulauan, tetapi pusat pembuatan garam terkonsentrasi di Jawa dan Madura yaitu di Jawa seluas 10.231 Ha (Jawa Barat 1.159 Ha, Jawa Tengah 2.168 Ha, Jawa Timur 6.904 Ha) dan Madura 15.347 Ha (Sumenep 10.067 ha, Pemekasan 3.075 Ha, Sampang 2.205 Ha). Luas areal yang dikelola oleh PT Garam hanya 5.116 Ha yang seluruhnya berada di pulau Madura yaitu di Sumenep 3.163 Ha, Pemekasan 907 Ha dan di Sampang 1.046 Ha. Lokasi lainnya, yaitu di NTB 1.155 Ha, Sulawesi Selatan 2.040 Ha, Sumatera dan lain-lain 1.885 Ha, sehingga luas areal penggaraman seluruhnya sebesar 30.658 Ha dimana 25.542 Ha dikelola secara tradisional oleh rakyat. Areal garam yang dikelola oleh PT. Garam produksinya dapat mencapai 80 ton/Ha/tahun, sedangkan garam rakyat kurang 60 ton/Ha/tahun (Depperindag, 2006).

Garam proanalisis dan garam farmasi, mempunyai kandungan NaCl > 99%, garam konsumsi mempunyai kandungan NaCl > 94% dan garam untuk pengawetan memiliki kandungan NaCl > 90%. Semakin besar kandungan NaCl-nya, akan semakin kompleks dan rumit proses produksi dan pemurniannya. Garam rakyat yang diproduksi pada 25.542 ha atau sekitar 83,31% dari luas areal pergaraman nasional. Garam rakyat yang pada umumnya dibuat dengan metode total kristalisasi, harus diolah kembali untuk dijadikan garam konsumsi maupun untuk garam industri, karena berkadar NaCl kurang dari 90% dan banyak mengandung pengotor. Garam dapat dimurnikan dengan teknik pencucian dengan menggunakan brine untuk menghilangkan zat pengotor, hanya saja semakin sedikit kandungan NaCl-nya, akan semakin rumit dan mahal biaya pemurniannya.


(33)

15

C. Swasembada Garam Nasional

Untuk mencapai swasembada garam nasional telah dibentuk tim swasembada garam nasional dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian yang beranggotakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian selaku koordinator tim bertanggungjawab pada 2 (dua) hal, yaitu menentukan arah pengembangan garam nasional dan mensinergikan kebijakan dan program lintas sektorat dalam pengembangan garam nasional.

KKP bertanggungjawab pencapaian swasembada garam untuk keperluan konsumsi dengan melaksanakan intensifikasi dan revitalisasi lahan produktif, peningkatan produksi dan mutu garam rakyat, pemberdayaan petambak garam, inovasi teknologi produksi dan mutu garam. Kemenperin bertanggung jawab pencapaian swasembada garam untuk industri melalui kegiatan peningkatan mutu garam untuk industri, pemenuhan kebutuhan garam untuk industri CAP dan non CAP, dan pengembangan garam industri dengan inovasi teknologi industri. Kemendag bertanggungjawab pada 2 (dua) hal, yaitu (1) Kebijakan pentarifan dan harga garam melalui penetapan harga dasar garam, kebijakan ini dipandang perlu karena selama ini garam konsumsi dalam negeri, tidak dapat bersaing dengan garam konsumsi impor karena petambak garam di negara pengekspor diberi subsidi oleh pemerintahnya (India dan Cina); (2) Kebijakan penentuan impor garam terutama untuk kebutuhan industri dengan mempertimbangkan keberadaan garam produksi nasional dan menjamin kecukupan garam untuk kebutuhan nasional.

Selain Kementerian yang tergabung dalam tim swasembada garam nasional, Kementerian lain ikut mendukung upaya pencapaian swasembada garam nasional sesuai tugas pokok dan fungsinya. Kementerian Keuangan mempunyai 3 (tiga) tugas pokok berkaitan dengan pencapaian swasembada garam, yaitu (1) mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan swasembada garam; (2) memfasilitasi permodalan usaha; (3) Melaksanakan pengawasan tataniaga garam impor bersama-sama dengan Kementerian Perdagangan. Tugas Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terkait swasembada garam ada


(34)

2 (dua) hal, yaitu (1) Bersama dengan KKP melakukan pemberdayaan usaha garam rakyat melalui pendekatan keorganisasian, disini kerjasama kelompok diantara petambak garam diharapkan dapat membentuk skala ekonomi usaha lebih besar yang berpeluang untuk berkembang; (2) Menciptakan iklim usaha yang mampu memotivasi berkembangnya Koperasi petambak garam ataupun organisasi kelompok kerja baru yang lain.

Kemendagri dan Pemda mempunyai 4 (empat) tugas pokok berkaitan swasembada garam, yaitu : (1) Melalui Pemda melakukan fasilitasi kemungkinan pembukaan lahan garam baru di daerah tersebut (Rencana Tata Ruang Wilayah dan Perijinan); (2) Memberikan dukungan pengamanan terhadap usaha garam rakyat dari kemungkinan terjadinya pencemaran air laut sebagai sumber bahan baku; (3) Memberikan dukungan berupa peningkatan prasarana dan sarana dasar secara kuantitas dan mutu bagi kegiatan pegaraman rakyat; (4) Melakukan pembinaan administrasi dan statistik usaha garam rakyat oleh Kepala Desa dan Camat setempat. Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Perindustrian melakukan pengawasan garam konsumsi dipasar memenuhi mutu garam berdasarkan SNI 01-3556-2000 (minimal 30 mg/Kg).

D. Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat

Menurut Kusnadi (2009) pemberdayaan masyarakat nelayan diartikan sebagai usaha-usaha sadar yang bersifat terencana, sistematik dan berkesinambungan untuk membangun kemandirian sosial, ekonomi, dan politik masyarakat nelayan dengan mengelola potensi sumber daya yang dimiliki untuk mencapai kesejahteraan sosial yang bersifat berkelanjutan.

Diperlukan prasyarat/kondisi dan proses yang sistemik didalam pemberdayaan ekonomi rakyat terutama yang tergolong masyarakat miskin, seperti masyarakat pesisir. Prasyarat/kondisi yang dimaksudkan adalah (1) adanya kondisi pemberdayaan; (2) memberikan kesempatan agar masyarakat semakin berdaya; (3) perlindungan agar keberdayaan dapat berkembang; (4) meningkatkan kemampuan agar semakin berdaya, dan (5) fungsi pemerintah. Sedangkan proses pemberdayaan masyarakat miskin dapat dilakukan secara bertahap melalui 3 (tiga) fase, yaitu (1) fase inisial, dimana pemerintah yang paling dominan dan rakyat


(35)

17

bersifat pasif; (2) fase partisipatoris, dimana proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama masyarakat; dan (3) fase emansipatoris, masyarakat sudah dapat menemukan kekuatan dirinya sehingga dapat melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam mengaktualisasikan dirinya (Soetomo, 2011).

Pada tahun 2009 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengimplemetasikan program pemberdayaan yang merupakan integrasi pemberdayaan pada masing-masing unit eselon satu dalam wadah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri-KP). PNPM Mandiri-KP adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan pendapatan serta penumbuhan wirausaha kelautan dan perikanan.

PNPM Mandiri-KP tahun 2011 mempunyai 2 (dua) komponen program untuk mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan kemampuan dan pendapatan masyarakat serta penumbuhan wirausaha kelautan dan perikanan, yaitu Program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (PB) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (Ditjen PT) dan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP) dan Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ditjen KP3K). PUMP merupakan program pemberdayaan bagi peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja bagi masyarakat nelayan, pembudidaya serta pengolah dan pemasar ikan. Struktur pengorganisasian PNPM Mandiri-KP 2011 dapat dilihat pada Gambar 2.3.

PUGAR adalah kegiatan pemberdayaan yang difokuskan pada peningkatan kesempatan kerja dan kesejahteraan bagi petambak garam dalam rangka mencapai Swasembada Garam Nasional melalui prinsip bottom-up, artinya masyarakat sendiri yang merencanakan kegiatan, melaksanakan dan melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan mekanisme yang ditentukan. Melalui PUGAR, masyarakat didorong untuk melaksanakan usaha garam, sehingga target produksi untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi iuntuk nasional akan dapat dicapai.


(36)

Gambar 2.3 Organisasi PNPM Mandiri-KP 2011 (KKP, 2011b)

Dalam kegiatan pergaraman, terdapat 4 (empat) isu strategik yang menjadi dasar perhatian dalam pelaksanaan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat, yaitu : (1) isu kelembagaan yang mengakibatkan lemahnya posisi tawar para petambak garam rakyat; (2) isu permodalan yang menyebabkan para petambak garam rakyat masih belum optimal dalam mengakses sumber permodalan baik dari bank maupun non bank sehingga para petambak garam rakyat terjerat pada bakul, tengkulak dan juragan; (3) isu regulasi yang menyebabkan lemahnya keberpihakan dan proteksi pemerintah pada sektor garam rakyat, sehingga usaha garam rakyat menjadi tidak prospektif dan marketable; dan (4) isu tata niaga garam rakyat yang sangat liberalistik dengan tidak adanya penetapan standar kualitas dan harga dasar garam rakyat, sehingga terjadi penyimpangan harga yang sangat tinggi di tingkat produsen petambak garam dan pelaku pasar, serta terjadinya penguasaan kartel perdagangan garam di tingkat lokal.

Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi isu strategik tersebut dilakukan melalui 4 (empat) kegiatan PUGAR, yaitu (1) Pemetaan Wilayah Tambak; (2) Peningkatan Kapasitas Petambak Garam; (3) Fasilitasi Kemitraan dalam Usaha Garam Rakyat; (4) Penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat. Dalam implementasi program PUGAR tahun 2011 dikelola oleh organisasi yang

PNPM Mandiri-KP Tahun 2011

Pengembangan Usaha Mina Pedesaan

(PUMP)

Ditjen Perikanan Budidaya

Pembudidaya

Ditjen Perikanan Tangkap

Nelayan

Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan

Pengolah dan Pemasar Hasil

Perikanan

Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat

(PUGAR)

Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Petambak Garam Sasaran

Penanggung- jawab


(37)

19

melibatkan beberapa pemangku kepentingan dengan susunan, tugas dan fungsi seperti termuat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Kelembagaan PUGAR (KKP, 2011b)

Ket : TNP2K = Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan TKPK = Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

= Garis Komando = Garis Koordinasi

Pemerintah pusat adalah KKP yang bertindak sebagai penanggungjawab dan pembina program di tingkat nasional. Penanggung jawab kegiatan PUGAR adalah Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (Dirjen KP3K) dengan penanggung jawab teknis Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha. Untuk melaksanakan PUGAR maka dibentuk Tim Kelompok Kerja (POKJA) PUGAR yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen KP3K yang mempunyai 5 (lima) tugas, yaitu (1) Menyusun rencana kebijakan; (2) Menyusun Pedoman Teknis PUGAR; (3) Melakukan koordinasi perencanaan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DITJEN KP3K

(KOORDINATOR POKJA PUGAR)

DINAS PROPINSI

DINAS KABUPATEN/KOTA

TENAGA PENDAMPING

KELOMPOK USAHA GARAM RAKYAT (KUGAR)

TIM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KABUPATEN/K

TKPK PROPINSI

TKPK KABUPATEN/KOTA

TNP2K

KOPERASI

TIM PENGENDALI PUSAT (KOORDINATOR PNPM MANDIRI-KP)


(38)

dan pelaksanaan dengan Kementerian/ Lembaga terkait termasuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K); (4) Melakukan sosialisasi, pelatihan Tenaga Pendamping, lokakarya, supervisi, monitoring, evaluasi dan pengendalian kegiatan; dan (5) Melakukan verifikasi usulan Kabupaten/Kota calon lokasi dan penerima PUGAR tahun 2012.

Pemerintah Daerah adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dan Kabupaten Kota yang menangani Program PUGAR. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi sebagai representasi KKP di daerah bertugas (1) Melakukan koordinasi, pembinaan, pendampingan, sosialisasi, monitoring dan evaluasi PUGAR di wilayahnya; (2) Melakukan komunikasi dengan instansi terkait termasuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) tingkat provinsi; dan (3) Mengusulkan Kabupaten/Kota di wilayahnya sebagai calon penerima PUGAR tahun berikutnya berdasarkan hasil evaluasi dan ketentuan yang berlaku. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sebagai penanggungjawab operasional program mempunyai 4 (empat) tugas, yaitu (1) Menyeleksi dan menetapkan lokasi sasaran, kelompok masyarakat sasaran, Konsultan Pelaksana, Tim Pemberdayaan Masyarakat, dan Tenaga Pendamping; (2) Melakukan sosialisasi, publikasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan; (3) Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan TKPKD Kabupaten/Kota; dan (4) Mengajukan usulan proposal kegiatan PUGAR tahun berikutnya kepada Dirjen KP3K melalui Kepala Dinas Propinsi.

Tim Pemberdayaan Masyarakat dibentuk dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Tim ini terdiri dari 5 (lima) orang, dengan Ketua berasal dari unsur dinas kelautan dan perikanan Kabupaten/Kota dengan anggota terdiri dari unsur dinas perindustrian dan/atau perdagangan, dinas koperasi, Koperasi LEPP-M3/koperasi pesisir/koperasi perikanan dan tokoh masyarakat. Tim Pemberdayaan Masyarakat bertugas untuk (1) Melakukan identifikasi, seleksi dan verifikasi terhadap calon lokasi sasaran dan calon penerima BLM, calon lokasi, dan Rencana Usaha Bersama (RUB) KUGAR mengacu pada kriteria pedoman teknis PUGAR; dan (2) Mengusulkan calon lokasi sasaran (nama Kecamatan dan Desa) dan calon penerima BLM dan


(39)

21

besarnya nilai BLM kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota berdasarkan hasil verifikasi.

Koperasi berperan sebagai penyangga hasil produksi garam rakyat ditetapkan oleh dinas kelautan dan perikanan Kabupaten/Kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas yang membidangi urusan koperasi. Tugas koperasi dalam implementasi PUGAR adalah (1) Menyediakan sarana produksi dan permodalan bagi KUGAR; (2) Membeli garam hasil produksi KUGAR dengan harga yang sesuai; dan (3) Memfasilitasi kegiatan penanganan pasca panen, antara lain pengolahan garam, pengemasan dan pemasaran.

Tenaga Pendamping PUGAR di tingkat Kabupaten/Kota terdiri atas 2 (dua) orang, yaitu (1) Tenaga Pendamping Kelembagaan dan (2) Tenaga Pendamping Teknis Pergaraman. Tenaga Pendamping PUGAR tidak diperkenankan berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Penyuluh Perikanan/Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK)/terikat kontrak kerja dengan Institusi lain.

Sebelum melaksanakan tugasnya, Tenaga Pendamping Kabupaten/Kota diberikan pelatihan teknis dan kelembagaan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM-KP). Tugas Tenaga Pendamping meliputi (1) Membuat rencana pendampingan kegiatan PUGAR; (2) Mendampingi KUGAR menyusun RUB; (3) Mempersiapkan KUGAR dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok dan penguatan kapasitas SDM petambak garam; (4) Mendampingi KUGAR dan memberikan rekomendasi kepada Bank dalam proses pencairan dana BLM dan penyusunan laporan hasil pemanfaatan BLM; (5) Membantu tugas Tim Pemberdayaan Masyarakat; (6) Melakukan pendampingan teknis produksi garam hingga penjualan hasil kepada koperasi; dan (7) Menyusun laporan tertulis perkembangan pelaksanaan kegiatan pendampingan setiap bulan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada dinas kelautan dan perikanan provinsi dan Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K).

KUGAR adalah kelompok melaksanakan yang kegiatan PUGAR yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Pembentukan KUGAR adalah usaha menyatukan petambak garam dalam satu hamparan lokasi untuk bergabung dalam usaha produksi garam secara bersama, sehingga melalui


(40)

KUGAR, petambak akan mempunyai posisi tawar yang lebih baik, dan dapat memutuskan hubungan dengan tengkulak/pengepul. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 2.5

Gambar 2.5 Kelompok usaha Garam Rakyat (KKP, 2011b) Keterangan : P1, P2 dan P3 = Petambak Garam

Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) menurut pedoman pelaksanaan PUGAR (KKP, 2011b) adalah bantuan yang diberikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada kelompok guna melindungi dari kemungkinan atau dampak resiko sosial, berupa barang untuk peningkatan usaha petambak garam. BLM diwujudkan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :

1. Peningkatan prasarana usaha garam rakyat melalui pembuatan/perbaikan saluran tambak, pembuatan/perbaikan galengan/tanggul, pembuatan/ perbaikan gudang sementara, pemadatan tanah, dan pembuatan meja jemur. 2. Peningkatan sarana usaha garam rakyat dengan pemberian pompa, kincir

angin, gerobak sorong, timbangan, bahan additif (garam solusi) dan peralatan tambak garam lain yang diusulkan petambak melalui kelompok. Bahan additif dan teknik tambak garam maduresee dalam PUGAR digunakan untuk meningkatkan mutu garam rakyat dan produktifitas garam rakyat

P1 P2 P3

KUGAR Penggarap

Pengepul/ Tengkulak

Koperasi/ Pedagang Besar


(41)

23

menjadi 80 ton/Ha. Strategi pencapaian swasembada garam rakyat melalui PUGAR dapat dilihat dalam Gambar 2.6

Gambar 2.6 Alur PUGAR (KKP, 2011b)

Musyawarah Desa

Penentuan Petambak

Penetapan KUGAR

Penyusunan RUB

Verifikasi

 TPM

 PEMDA

 KP3K

Penyaluran BLM

Produksi Garam

Swasembada Garam

Pendamping Teknis Pendamping

Kelembagaan

KOPERASI


(42)

Program PUGAR Tahun 2011 mempunyai 4 (empat) tujuan, yaitu (1) Membentuk sentra-sentra usaha garam rakyat di lokasi sasaran; (2) Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan petambak garam rakyat dalam kelompok usaha garam rakyat; (3) Meningkatkan akses terhadap permodalan, pemasaran, informasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi bagi Petambak garam rakyat; dan (4) Tercapainya target produksi garam konsumsi sebanyak 304.000 ton untuk mendukung Swasembada Garam Nasional.

Tercapainya tujuan PUGAR tahun 2011 dengan melihat pada 3 (tiga) indikator output PUGAR, yaitu (1) Terbentuknya 750 KUGAR; (2) Tersalurkannya Bantuan Langsung Masyarakat Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat Rp. 76.000.000.000,- (tujuh puluh enam miliar rupiah) sesuai dengan Rencana Usaha Bersama (RUB); dan (3) Tercapainya target produksi garam konsumsi sebanyak 304.000 ton. Selain indikator output, PUGAR juga memiliki indikator outcome sebagai tujuan PUGAR 2011, yaitu (1) Meningkatnya pendapatan kelompok usaha garam rakyat sebesar 15%; (2) Terwujudnya kelompok usaha garam rakyat menjadi anggota koperasi yang berbadan hukum di 40 unit koperasi sebagai sentra usaha garam rakyat; (3) Meningkatnya kapasitas petambak garam rakyat melalui pelatihan dan pendampingan sejumlah 750 kelompok; dan (4) Meningkatnya produktifitas tambak garam rakyat dari 60 ton/Ha menjadi 80 ton/Ha.

Di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, PUGAR diimplementasikan dengan melibatkan 170 orang petambak yang tergabung dalam 17 KUGAR. BLM yang disalurkan Rp. 850.000.000,- untuk perbaikan sarana dan prasarana usaha garam milik petambak sesuai dengan Rencana Usaha Bersama (RUB) yang sudah dibuat oleh KUGAR.

Dalam penyaluran BLM, pemilik lahan diberikan kesempatan untuk mendapatkan BLM dengan syarat menggarap lahan dan maksimal memiliki lahan 5 Ha dan tidak diperkenankan dana BLM untuk sewa lahan karena kurang efektif dalam pencapaian tujuan dan hanya untuk penunjang produksi.170 orang petambak penerima BLM sudah diverifikasi dan ditetapkan melalui SK Dirjen KP3K dan dipublikasikan di media cetak dan elektronik.


(43)

III.

METODE KAJIAN

A. Kerangka Pemikiran

Program PUGAR merupakan salah satu strategi pencapaian swasembada garam nasional oleh pemerintah dengan visi pencapaian target produksi garam 304.000 ton dan misi meningkatkan kesejahteraan petambak garam 15%. Keberhasilan Implementasi PUGAR dapat dilihat dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Program (kebijaksanaan) itu sendiri; (2) Target Group, yaitu petambak garam yang menjadi sasaran yang diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan; (3) Unsur Pelaksana (Implementator) PUGAR, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ditjen KP3K) yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan proses implementasi tersebut. Indikator efektivitas implementasi PUGAR dilihat 2 (dua) aspek, yaitu (1) program, dengan melihat output PUGAR dan membandingkan dengan sasaran PUGAR dan (2) target grup, yaitu petambak garam, dengan melihat apakah PUGAR dapat meningkatkan kesejahteraan petambak garam.

Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities and Treats (SWOT) digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan usaha garam rakyat. Target Implementasi Pugar yang merupakan output PUGAR dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis Kualitatif digunakan untuk melihat 3 (tiga) hal, yaitu (1) Proses pembentukan kelompok dan peningkatan kapasitas kelompok; (2) Penyaluran bantuan langsung masyarakat dan (3) Proses pendampingan dan peningkatan teknologi usaha garam rakyat. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung 5 (lima) hal, yaitu (1) Produktivitas lahan garam; (2) pendapatan usaha; (3) marjin laba; (4) efisiensi modal; dan analisa kesenjangan (gap analysis), kelayakan usaha dan usaha garam yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup petambak. Analisis Modified

Analitycal Hierarchy Process (MAHP) digunakan untuk menghitung ada tidaknya

peningkatan kesejahteraan petambak garam, sebagai dampak yang diharapkan dari tercapainya swasembada garam nasional. Gambar 3.1 menunjukkan skema kerangka pemikiran kajian.


(44)

Gambar 3.1 Kerangka pemikiran kajian.

Kondisi Garam Nasional

 Produksi garam nasional tidak

mencukupi kebutuhan garam nasional

 Rendahnya produktifitas garam rakyat

 Rendahnya pendapatan petambak

garam

PUGAR (KKP)

 Target Produksi Garam 304.000 ton

 Peningkatan Produktifitas Tambak Garam

 Peningkatan Kesejahteraan Petambak 15%

BLM

USAHA GARAM RAKYAT

Efektivitas Implementasi PUGAR

PENDAMPINGAN TEKNOLOGI

KUGAR

Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan & Kelemahan)

Analisis MAHP

Analisis SWOT Kuantitatif Kualitatif

Po ten si G ar am Nasio n al

OUTPUT PUGAR

Swasembada Garam Nasional

OUTCOME PUGAR

Peningkatan Kesejahteraan Petambak Garam

Ma salah Gar am Nasio n al Um p an b alik Um p an b alik Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang & Hambatan) TIM SWASEMBADA GARAM

KKP, KEMENPERIN, KEMENDAG KEMENKEU KOPERASI KEMENKES KEMENDAGRI BKPM, BPPT PT. GARAM PERBANKAN KOPERASI INDUSTRI


(45)

27

B. Lokasi dan Waktu Kajian

Lokasi kajian untuk tugas akhir dilaksanakan di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Secara geografi Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107°52°108°36° Bujur Timur dan 6°15°6°40° Lintang Selatan dengan batas wilayah sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Subang: sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa: sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Cirebon; sebelah Timur berbatasan dengan laut Jawa dan Kabupaten Cirebon. Cakupan wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Indramayu terdiri dari 31 Kecamatan, 307 Desa dan 8 Kelurahan, dengan luas wilayah 204,011 ha atau 2.040.110 km dengan panjang pantai 114,1 km yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang.

Letak Kabupaten Indramayu yang membentang sepanjang posisi pantai utara pulau jawa membuat suhu udara di Kabupaten Indramayu cukup tinggi (23– 34 °C) dengan kelembaban udaraa 70%80%. Rataan Curah hujan tahunan 1.587 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 84 hari. Curah hujan tertinggi 2.008 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 91 hari sedangkan curah hujan terendah 1.063 mm dengan jumlah hari hujan 68 hari.

Pemilihan lokasi kajian dilakukan secara purposive yang didasarkan pada 5 (lima) pertimbangan, yaitu (1) Indramayu merupakan salah satu daerah sentra garam yang memasok garam untuk kebutuhan wilayah Jawa Barat yang berpotensi strategik dalam pencapaian swasembada garam nasional; (2) Lokasi kajian adalah daerah pesisir yang memiliki lahan produksi garam; (3) Salah satu lokasi diimplementasikannya program PUGAR; (4) Zat tambahan yang merupakan salah satu strategi pencapaian tujuan PUGAR ditemukan oleh Hasan Achmad Suyono seorang petambak garam di Desa Santing, Kecamatan Losarang dan diujicobakan di tambak garam percobaan di lokasi kajian dan (5) Lokasi kajian memiliki target PUGAR sebanyak 170 petambak garam yang tergabung dalam 17 KUGAR dan merupakan lokasi target PUGAR terbesar dibandingkan lokasi lain di Kabupaten Indramayu. Waktu kajian dilaksanakan pada bulan Oktober –Nopember 2011.


(46)

C. Metode Kerja

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer, adalah data pokok yang diperoleh langsung dari responden dan orang-orang yang berhubungan dengan obyek penelitian yang mencakup data usaha petambak garam, keadaan sebelum dan sesudah diimplementasikannya PUGAR. Proses untuk mendapatkan data primer ini menggunakan teknik pengumpulan data dalam bentuk kuesioner (Lampiran 2), wawancara dan observasi langsung Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, misalnya catatan atau dokumen, gambar dan grafik yang terkait dengan tujuan dan sasaran penelitian. Data sekunder didapatkan dari laporan dan penelitian terdahulu mengenai usaha garam rakyat, laporan dari KUGAR, dari sejumlah dinas dan instansi pemerintah seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Biro Pusat Statistik, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Kelautan dan Perikanan dan lain-lain.

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya dapat diduga. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, populasinya adalah seluruh petambak garam anggota Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) sasaran PUGAR di Desa Losarang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu yang berjumlah 170 orang yang terbagi dalam 17 KUGAR.

Pengambilan contoh dalam penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling dan snowball sampling. Jumlah contoh yang diambil

menggunakan rumus Slovin berikut : 券 = N

1 + (N結2) Keterangan :

N = jumlah populasi n = jumlah contoh e = derajat kesalahan


(1)

Cahyono

Ali M

Heri Wahyu

Kebijakan PePotensi LahaBantuan LanTenaga PendPenggunaanCuaca Harga tidak sImpor GaramTengkulak Buruh petam

Kebijakan Pemerintah 2,0 2,0 2,0 3,0 2,0 2,0 2,0 2,0 3,0

Potensi Lahan Garam yang 1,0 1,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 2,0

Bantuan Langsung Masyara 1,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 2,0

Tenaga Pendamping Teknis 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 2,0

Penggunaan Teknik Madure (2,0) (2,0) (2,0) (2,0) 1,0

Cuaca 1,0 1,0 1,0 2,0

Harga tidak stabil 1,0 1,0 2,0

Impor Garam 1,0 2,0

Tengkulak 2,0

Buruh petambak bekerja di Incon: 0,00

Compare the relative importance with respect to: Goal: Faktor Strategik Eksternal

Kebijakan PePotensi LahaBantuan LanTenaga PendPenggunaanCuaca Harga tidak sImpor GaramTengkulak Buruh petam

Kebijakan Pemerintah 2,0 2,0 2,0 3,0 2,0 2,0 2,0 2,0 3,0

Potensi Lahan Garam yang 1,0 1,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 2,0

Bantuan Langsung Masyara 1,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 2,0

Tenaga Pendamping Teknis 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 2,0

Penggunaan Teknik Madure (2,0) (2,0) (2,0) (2,0) 1,0

Cuaca 1,0 1,0 1,0 2,0

Harga tidak stabil 1,0 1,0 2,0

Impor Garam 1,0 2,0

Tengkulak 2,0

Buruh petambak bekerja di Incon: 0,00

Kebijakan PePotensi LahaBantuan LanTenaga PendPenggunaanCuaca Harga tidak sImpor GaramTengkulak Buruh petam Kebijakan Pemerintah (2,0) 2,0 2,0 2,0 (2,0) 2,0 1,0 2,0 2,0

Potensi Lahan Garam yang 3,0 3,0 3,0 1,0 3,0 2,0 3,0 3,0

Bantuan Langsung Masyara 1,0 1,0 (3,0) 1,0 (2,0) 1,0 1,0

Tenaga Pendamping Teknis 1,0 (3,0) 1,0 (2,0) 1,0 1,0

Penggunaan Teknik Madure (3,0) 1,0 (2,0) 1,0 1,0

Cuaca 3,0 2,0 3,0 3,0

Harga tidak stabil (2,0) 1,0 1,0

Impor Garam 2,0 1,0

Tengkulak 1,0


(2)

Lanjutan Lampiran 14

H. Ruyadi

H. Supriyatno

Gabungan

Kebijakan PePotensi LahaBantuan LangTenaga PendPenggunaan Cuaca Harga tidak sImpor GaramTengkulak Buruh petam Kebijakan Pemeri 1,51572 2,0 2,16894 2,55085 1,31951 2,16894 1,7411 2,16894 2,35216 Potensi Lahan Ga 1,43097 1,64375 2,16894 1,0 1,64375 1,31951 1,64375 1,88817 Bantuan Langsun 1,31951 1,7411 (1,24573) 1,31951 1,0 1,31951 1,51572 Tenaga Pendamp 1,51572 (1,35096) 1,1487 (1,1487) 1,1487 1,31951

Penggunaan Tekn (1,7826) (1,1487) (1,51572) (1,1487) 1,0

Cuaca 1,7826 1,51572 1,7826 2,16894

Harga tidak stabil (1,1487) 1,1487 1,31951

Impor Garam 1,51572 1,51572

Tengkulak 1,31951

Buruh petambak Incon: 0,00

Kebijakan PePotensi LahaBantuan LangTenaga PendPenggunaan Cuaca Harga tidak sImpor GaramTengkulak Buruh petam

Kebijakan Pemeri 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Potensi Lahan Ga 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Bantuan Langsun 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Tenaga Pendamp 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Penggunaan Tekn 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0

Cuaca 2,0 2,0 2,0 2,0

Harga tidak stabil 2,0 2,0 2,0

Impor Garam 2,0 2,0

Tengkulak 2,0

Buruh petambak Incon: 0,04

Kebijakan PePotensi LahaBantuan LanTenaga PendPenggunaanCuaca Harga tidak sImpor GaramTengkulak Buruh petam

Kebijakan Pemerintah 2,0 2,0 3,0 3,0 1,0 3,0 2,0 3,0 2,0

Potensi Lahan Garam yang 1,0 2,0 2,0 (2,0) 2,0 1,0 2,0 1,0

Bantuan Langsung Masyara 2,0 2,0 (2,0) 2,0 1,0 2,0 1,0

Tenaga Pendamping Teknis 1,0 (3,0) 1,0 (2,0) 1,0 (2,0)

Penggunaan Teknik Madure (3,0) 1,0 (2,0) 1,0 (2,0)

Cuaca 3,0 2,0 3,0 2,0

Harga tidak stabil (2,0) 1,0 (2,0)

Impor Garam 2,0 1,0

Tengkulak (2,0)


(3)

Heri Wahyu

Cahyono

Ali M

Kebijakan Pemerintah

,184

Potensi Lahan Garam yang Besar

,103

Bantuan Langsung Masyarakat

,103

Tenaga Pendamping Teknis dan Kelembagaan

,055

Penggunaan Teknik Maduresee dan Ramsol

,055

Cuaca

,184

Harga tidak stabil

,055

Impor Garam

,103

Tengkulak

,055

Buruh petambak bekerja di sawah

,103

Inconsistency = 0,00198

with 0 missing judgments.

Kebijakan Pemerintah ,191 Potensi Lahan Garam yang Besar ,101 Bantuan Langsung Masyarakat ,101 Tenaga Pendamping Teknis dan Kelembagaan ,101 Penggunaan Teknik Maduresee dan Ramsol ,052

Cuaca ,101

Harga tidak stabil ,101

Impor Garam ,101

Tengkulak ,101

Buruh petambak bekerja di sawah ,052 Inconsistency = 0,00087

with 0 missing judgments.

Kebijakan Pemerintah ,117 Potensi Lahan Garam yang Besar ,197 Bantuan Langsung Masyarakat ,062 Tenaga Pendamping Teknis dan Kelembagaan ,062 Penggunaan Teknik Maduresee dan Ramsol ,062

Cuaca ,197

Harga tidak stabil ,062

Impor Garam ,111

Tengkulak ,062

Buruh petambak bekerja di sawah ,067 Inconsistency = 0,00382


(4)

Lanjutan Lampiran 14

Gabungan

H. Supriyatno

H. Ruyadi

Kebijakan Pemerintah

,174

Potensi Lahan Garam yang Besar

,130

Bantuan Langsung Masyarakat

,100

Tenaga Pendamping Teknis dan Kelembagaan

,086

Penggunaan Teknik Maduresee dan Ramsol

,064

Cuaca

,130

Harga tidak stabil

,079

Impor Garam

,098

Tengkulak

,075

Buruh petambak bekerja di sawah

,064

Inconsistency = 0,002

Kebijakan Pemerintah ,173 Potensi Lahan Garam yang Besar ,150 Bantuan Langsung Masyarakat ,131 Tenaga Pendamping Teknis dan Kelembagaan ,114 Penggunaan Teknik Maduresee dan Ramsol ,099

Cuaca ,086

Harga tidak stabil ,075

Impor Garam ,065

Tengkulak ,057

Buruh petambak bekerja di sawah ,050 Inconsistency = 0,04

Kebijakan Pemerintah

,191

Potensi Lahan Garam yang Besar

,101

Bantuan Langsung Masyarakat

,101

Tenaga Pendamping Teknis dan Kelembagaan

,101

Penggunaan Teknik Maduresee dan Ramsol

,052

Cuaca

,101

Harga tidak stabil

,101

Impor Garam

,101

Tengkulak

,101

Buruh petambak bekerja di sawah

,052

Inconsistency = 0,00087


(5)

Software Expert Choice

11

Peningkatan Penyerapan Te

Perluasan Ke

Peningkatan Pendapatan

4,0

7,0

Penyerapan Tenaga Kerja

3,0

Perluasan Kesempatan Berusaha

Incon: 0,03

Peningkatan Penyerapan Te

Perluasan Ke

Peningkatan Pendapatan

3,0

5,0

Penyerapan Tenaga Kerja

2,0

Perluasan Kesempatan Berusaha

Incon: 0,00

Cahyono

Ali M

Peningkatan Penyerapan Te

Perluasan Ke

Peningkatan Pendapatan

(3,0)

2,0

Penyerapan Tenaga Kerja

5,0

Perluasan Kesempatan Berusaha

Incon: 0,00

Heri Wahyu

Peningkatan Penyerapan Te

Perluasan Ke

Peningkatan Pendapatan

3,0

5,0

Penyerapan Tenaga Kerja

3,0

Perluasan Kesempatan Berusaha

Incon: 0,04

H. Ruyadi

Peningkatan Penyerapan Te

Perluasan Ke

Peningkatan Pendapatan

3,0

4,0

Penyerapan Tenaga Kerja

2,0

Perluasan Kesempatan Berusaha

Incon: 0,02

H. Supriyatno

Peningkatan Penyerapan Te

Perluasan Ke

Peningkatan Pendapatan

1,64375

3,75848

Penyerapan Tenaga Kerja

2,60517

Perluasan Kesempatan Berusaha

Incon: 0,00


(6)

Lanjutan Lampiran 15

Peningkatan Pendapatan

,705

Penyerapan Tenaga Kerja

,211

Perluasan Kesempatan Berusaha

,084

Inconsistency = 0,03

Peningkatan Pendapatan

,648

Penyerapan Tenaga Kerja

,230

Perluasan Kesempatan Berusaha

,122

Inconsistency = 0,00352

Peningkatan Pendapatan

,230

Penyerapan Tenaga Kerja

,648

Perluasan Kesempatan Berusaha

,122

Inconsistency = 0,00352

Peningkatan Pendapatan

,637

Penyerapan Tenaga Kerja

,258

Perluasan Kesempatan Berusaha

,105

Inconsistency = 0,04

Peningkatan Pendapatan

,625

Penyerapan Tenaga Kerja

,238

Perluasan Kesempatan Berusaha

,136

Inconsistency = 0,02

Peningkatan Pendapatan

,529

Penyerapan Tenaga Kerja

,336

Perluasan Kesempatan Berusaha

,135

Inconsistency = 0,0018

with 0 missing judgments.

H. Supriyatna

H. Ruyadi

Heri Wahyu

Cahyono

Ali M