Business Development Strategy Business Franchise in the field of fastfood (Case study of a fast food franchise business in the city of Bogor)

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BISNIS FRANCHISE

DALAM BIDANG FAST FOOD (STUDI KASUS SEBUAH

BISNIS FRANCHISE FAST FOOD DI KOTA BOGOR)

ALI ABU NEGARA

P054110115

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Usaha Bisnis Franchise Dalam Bidang Fast Food (Studi Kasus Sebuah Bisnis

Franchise Fast Food di Kota Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Ali Abu Negara NIM P054110115


(3)

ABSTRACT

Ali Abu Negara. P054110115. Business Development Strategy Business Franchise in the field of fastfood (Case study of a fast food franchise business in the city of Bogor) Supervised by Nurmala Pandjaitan as chairman and Wini Trilaksani as member.

Business franchising is a business activity in the retail sale of goods with various types, which is very popular and growing rapidly. The system of this kind of business have been designed and easy to be duplicated. However, in practice is not that easy as expected. The objectives of this research are describe consumer perception, describe the development efforts and arrange a bisnis strategic for RFC restaurant. Analysis for consumers perception conducted by important Performance Analysis (IPA), resulting the average value of interest rate 2.39 and the average value of the performance level 2.60. To determine the strengths, weaknesses, opportunities and threats using Internal Factor Evaluation (IFE) method and External Factor Evaluation (EFE) method. The result of internal factors analysis obtained by weighting score was 2,445 meanwhile the score of external factors analysis was 2.506. Internal External (IE) RFC restaurant occupies a position in the cell V, which means that the company is in a position hold and maintain. For overall strategic analysis was operating by matrix SWOT and the findings then was used in designing strategies and programs of works. QSPM was used to determine the best strategic for company development, which recomends to increase promotional activities through social media, distributing flyers and increase sponsorship.


(4)

RINGKASAN

Ali Abu Negara. P054110115. Strategi Pengembangan Usaha Bisnis Franchise

dalam bidang fastfood (Studi kasus sebuah bisnis franchise fastfood di Kota Bogor). Dibawah Bimbingan Nurmala Pandjaitan sebagai ketua dan Wini Trilaksani sebagai anggota.

Bisnis waralaba merupakan kegiatan usaha penjualan barang secara retail kepada masyarakat luas, begitu populernya kegiatan usaha ini, sehingga cepat sekali berkembang dan meliputi berbagai macam bidang usaha. Perkembangan bisnis franchise sangat pesat di Indonesia, ditunjang oleh kecenderungan masyarakat yang suka mengamati, meniru dan memodifikasi, sehingga jika ada sesuatu yang sedang berkembang dalam waktu singkat banyak yang mengikuti. Bisnis franchise merupakan bisnis yang sistemnya sudah dirancang agar pembelinya meraih keuntungan lebih mudah dengan hanya menduplikasi sistem. Namun, pada praktik nyatanya tidak semua berjalan semudah itu. Kadang sistem manajemen yang diberikan penjual franchise tidak berjalan di lingkungan tertentu. Dalam konteks demikian, pihak pembeli franchise harus berani berkreasi dan memiliki strategi sendiri agar usahanya terus berkembang.

Pola konsumsi masyarakat yang berubah, serta prospek industri restoran

fast food yang bagus, membuat banyak sekali perusahan-perusahaan yang muncul dalam industri fast food. Salah satu industri yang bergerak di bidang pengelola restoran siap saji adalah PT. Bandung Era Sentra Talenta (BEST) dengan merek dagang Rocket Fried Chicken (RFC) yang belum banyak dipelajari manajemen usahanya.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mendeskripsikan persepsi konsumen terhadap perusahaan dan produk makanan siap saji yang dihasilkan restoran RFC Cimanggu, (2) Mendeskripsikan upaya-upaya pengembangan unit usaha yang telah dilakukan RFC, dan (3) Menyusun strategi bisnis yang dapat digunakan perusahaan untuk mengembangkan usaha bisnis franchise.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks Importance Performance Analysis (IPA) untuk mengetahui tentang aspek-aspek apa saja yang sebaiknya dipertahankan, diperbaiki, dikurangi dan dikeluarkan dari produk RFC. Metode ini akan menghasilkan suatu peringkat pada masing-masing indikator, dengan mengidentifikasikan menurut prioritas dalam memberikan tindakan yang diperlukan. Matriks IFE tujuannya adalah untuk melihat kekuatan dan kelemahan kondisi internal suatu perusahaan. Sedangkan Matriks EFE adalah alat yang baik untuk memvisualisasikan dan memprioritaskan peluang dan ancaman yang dihadapi bisnis. Tujuannya adalah untuk penilaian kondisi bisnis saat ini. Internal External (IE) memposisikan perusahaan dalam tampilan Sembilan sel dan


(5)

Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) untuk merancang strategi dan program kerjaserta Matriks Quantitative Strategic Planning (QSPM) untuk memutuskan prioritas strategi terbaik.

Metode pengambilan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu memilih responden yang paling tepat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui pengumpulan data primer yang dilakukan melalui survey lapangan, wawancara dengan pengelola restoran, karyawan dan konsumen.

Hasil penilaian matriks IPA, nilai rata-rata tingkat kepentingan adalah 2,39 dan nilai rata-rata tingkat kinerja adalah 2,60. Kedua nilai ini akan menjadi garis tengah pada diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA), sehingga diagram Kartesius akan terbagi menjadi empat kuadran. Pemetaan pada diagram matriks IPA yang berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja memungkinkan perusahaan mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga dapat melakukan perbaikan-perbaikan pada atribut yang dianggap penting bagi konsumen.

Berdasarkan hasil analisis matriks IFE menunjukkan bahwa faktor yang menjadi kekuatan utama usaha franchise RFC adalah fasilitas wifi/hotspot dengan nilai skor sebesar 0,480. Kelemahan utama adalah pegawai yang terlatih dan berpengalaman dengan nilai tertimbang terkecil sebesar 0,354. Analisis matriks EFE usaha bisnis franchise fastfood RFC menunjukkan bahwa faktor yang menjadi peluang utama adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sebesar 0,498. Sedangkan ancaman terbesar usaha franchise fastfood

adalah kenaikan harga bahan baku dan biaya produksi dengan skor 0,252.

Berdasarkan hasil analisis faktor internal dengan menggunakan matriks IFE, diperoleh bobot 2,445 dan hasil analisis faktor eksternal menggunakan matriks EFE diperoleh bobot skor 2,506. Berdasarkan hasil tersebut restoran RFC menempati posisi pada sel V, yang artinya perusahaan berada pada posisi hold and maintain (pertahankan dan pelihara).

Tahap terakhir untuk menentukan prioritas strategi terbaik yang akan dijalankan perusahaan dari alternatif strategi, digunakan alat analisis QSPM. Pada penelitian ini, strategi-strategi hasil analisis matriks SWOT dimasukkan ke dalam matriks QSPM yang diestimasi dengan bobot dan Attractive Score (AS). Berdasarkan peringkat, hasil analisis QSPM dengan perhitungan total skor 5,548 yang harus dilakukan adalah meningkatkan kegiatan promosi melalui media sosial, penyebaran flyer dan meningkatkan sponsorship.

Kata kunci : Analisis Matriks, Franchise, Purposive Sampling, Strategi Pengembangan


(6)

©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang - undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BISNIS FRANCHISE

DALAM BIDANG FAST FOOD (STUDI KASUS SEBUAH

BISNIS FRANCHISE FAST FOOD DI KOTA BOGOR)

ALI ABU NEGARA

P054110115

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional

Pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubies, MS, Dipl.Ing, DEA


(9)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Usaha Bisnis Franchise dalam bidangfast food (Studi kasus sebuah bisnis franchise fast food di Kota Bogor)

Nama Mahasiswa : Ali Abu Negara

NomorPokok : P05411Dl15

Program Studi : Industri Keeil Menengah

Menyetujui, September 2013 Komisi Pembimbing

(\tI

セL@

.

n

I (;J-.

..

GセセNNMQャ@ セ@

"-Dr. Nurmala Pandiaitan, MS, DEA Dr.Ir. Willi Trilaksani M.Se

Ketua Anggota

Mengetahui, Ketua Program Studi

Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.R. Musa Rubies, MS, Dipl.Ing, DEA

Tanggal Ujian: 19 Juli 2013


(10)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Usaha Bisnis Franchise dalam bidang fast food (Studi kasus sebuah bisnis franchise fast food di Kota Bogor)

Nama Mahasiswa : Ali Abu Negara Nomor Pokok : P054110115

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Menyetujui, September 2013

Komisi Pembimbing

Dr. Nurmala Pandjaitan, MS, DEA Dr.Ir. Wini Trilaksani M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubies, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(11)

PRAKATA

Bismillahhirohmannirrohim

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan inspirasi, kekuatan dan kesabaran, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini sampai dengan selesai. Sesungguhnya kekuatan terbesar adalah Milik-Nya dan atas kuasa dan kehendak-Nya pula Allah SWT memberikan pertolongan bagi para hamba-Nya.

Secara khusus karya ini dipersembahkan sebagai bakti kepada ibunda yang melalui rahimnya kami terlahir dan tak putus-putusnya mendoakan kami.Disadari bahwa tanpa bantuan dan ulur tangan serta bimbingan yang tidak ternilai harganya dari semua pihak, tugas ini tidak mungkin dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini pula disampaikan penghargaan dan terima kasih pada berbagai pihak, diantaranya kepada :

1. Dr. Nurmala Pandjaitan, MS, DEA selaku ketua pembimbing yang secara maksimal telah memberikan bimbingan dan arahan mulai dari penyusunan proposal penelitian hingga penyelesaian tugas akhir ini.

2. Dr.Ir. Wini Trilaksani M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.

3. Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubies, MS, Dipl.Ing, DEA selaku Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah dan penguji luar.

4. Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah membantu dan membuka cakrawala serta wawasan untuk menggali informasi lebih mendalam.

5. Ibunda Sri Farihat Lisnaeni yang terkasih, yang atas kekuatan doa dan ikhtiarnya selama ini segala kesulitan menjadi mudah dan segala kelemahan menjadi kuat. Semoga Allah Ridho-kan surga pada Ibu.

6. Keluarga Tercinta Bapak Rusmin Nuryadin, Saudara-saudaraku Jifi Abu Ammar, Humaira, Fatih Abu Negara, Thia Carolinda dan Alby Abu Muzzaki


(12)

atas bantuan moril dan materiel selama penulis studi di Institut Pertanian Bogor hingga selesai.

7. Teman-teman Indobarca Chapter Bogor, terima kasih atas segala dukungan, semangat, pengorbanan dan pengertiannya selama ini. Tanpa kalian saya tidak akan berhasil.

8. Teman-teman angkatan 15 Program Studi MPI dan teman-teman lainnya yang sudah mendukung terselesaikannya studi ini.

9. Teman-teman korwil, supervisor, surveyor tim pendataan Kartu Pegawai Elektronik (KPE) tahun 2012 dan 2013 yang telah berbagi pengalaman dan pelajaran berharga selama menjalani project pendataan ini.

10.Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala dukungan moril dan materil selama ini.

Tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun akan diterima bagi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.

Bogor, September 2013


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 29 Juni 1985, dari Bapak Sang Dewi Rusmin Nuryadin dan Ibu Sri Farihat Lisnaeni. Penulis adalah putra kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 1997 di SD Bina Insani Bogor, pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada tahun 2000 di SMP Negeri 5 Bogor, pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan pada tahun 2003 di SMA Negeri 6 Bogor dan pendidikan Sarjana ditempuh di Universitas Islam Bandung Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 2009 penulis pernah bekerja di Bank HSBC Jakarta sampai dengan tahun 2010, kemudian bekerja membantu perusahaan milik keluarga yang bergerak di bidang furniture, yaitu CV Duta Furniture di Kota Bogor. Pada Tahun 2012 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf tenaga ahli Fraksi Amanat Reformasi di DPRD Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. x

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR LAMPIRAN………. xii

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Perumusan Masalah ……….. 6

C. Tujuan Penelitian ……….. 6

BAB. II. LANDASAN TEORI…..………... 7

A. Franchise……….. 7

B. Kriteria Bisnis Franchise….…..………... 9

C. Jenis Franchise……… 10

D. Sistem Franchise..……….. 11

E. Usaha Mikro Kecil Menengah ……… 14

F. Manajemen Strategik ……….. 17

G. Persepsi Konsumen ………. 20

BAB III. METODE PENELITIAN …...………... 22

A. Kerangka Pemikiran Penelitian ………... 22

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….………. 23

C. Pengumpulan Data ……….………. 23

D. Pengolahan dan Analisis Data ……… 24

1. IPA ………..……….. 24

2. Matriks IFE dan EFE ……… 25

3. Matriks IE ……….……… 27

4. Analisis SWOT ………. 27

5. QSPM ……….……….. 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..………... 32

A. Gambaran umum perusahaan ……….. 32

1. Struktur Organisasi ……….. 33

2. Visi dan Misi perusahaan ……….. 34


(15)

C. Persepsi Konsumen Terhadap Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat

Kinerja ………. 39

D. Upaya-upaya Pengelola Mengatasi Masalah ……….. 49

1. Permodalan ……...……… 49

2. Sumber daya manusia ……….. 51

3. Promosi ………. 52

4. Bahan Baku ……….. 53

5. Persaingan bisnis ……….. 54

E. Identifikasi faktor strategik Internal dan Eksternal Perusahaan ……… 55

F. Perumusan Strategik pengembangan usaha ……….. 59

1. Hasil Analisis Matriks IFE ……….... 59

2. Hasil Analisis Matriks EFE ……….. 60

3. Hasil Analisis Matriks IE ……….. 61

4. Hasil Analisis Matriks SWOT ………... 63

5. Hasil Analisis Matriks QSPM ……… 64

A. KESIMPULAN ……….……….. 67

B. SARAN ……… 68

DAFTAR PUSTAKA ….……… 69


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

No 1. Daftar perusahaan Franchisefastfood di Indonesia ….……… 4

No 2. Matriks SWOT ………. 29

No 3. Karakteristik Umum Responden Rocket Fried Chicken ………. 36 No 4. Penilaian konsumen terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut

Restoran Rocket Fried Chicken Cabang Bogor ….………... 46 No 5. Hasil analisis matriks IFE Restoran Rocket Fried Chicken ……… 60 No 6. Hasil analisis matriks EFE Restoran Rocket Fried Chicken ………... 61


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

No 1. Skema Proses Manajemen Strategik ……… 19

No 2. Kerangka Pemikiran ……… 22

No 3. Struktur Organisasi Restoran Rocket Fried Chicken ………... 34

No 4. Diagram Matriks IPA RFC ……….. 48

No 5. Matriks IE Restoran Rocket Fried Chicken ………. 62


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

No 1. Kuesioner Penelitian Internal ……...………... 72

No 2. Kuesioner Kepuasan Konsumen ……...………... 77

No 3. Daftar Menu ……...……….. 81

No 4. Pemberian peringkat/rating terhadap faktor internal perusahaan ……..……….. 82

No 5. Penilaian pembobotan faktor strategik internal dan eksternal ……..……….. 84

No 6. Rataan bobot dan peringkat ……...……….. 89


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bisnis waralaba merupakan kegiatan usaha penjualan barang secara retail kepada masyarakat luas, begitu populernya kegiatan usaha ini, sehingga cepat sekali berkembang dan meliputi berbagai jenis bidang usaha. Perkembangan bisnis franchise sangat pesat di Indonesia, ditunjang oleh kecenderungan masyarakat yang suka mengamati, meniru dan memodifikasi. Sehingga jika ada sesuatu yang sedang berkembang, dalam waktu singkat banyak orang mengikutinya.

Sistem bisnis penjualan secara waralaba sangat diminati oleh pebisnis waralaba asing dimana mereka memberikan izin kepada pengusaha lokal untuk mengelola waralaba asing tersebut dan tentunya akan berakibat menimbulkan saingan yang berat bagi pengusaha kecil lokal yang bergerak di bidang usaha sejenis. Sampai tahun 1990 di Indonesia hanya ada franchise

luar negeri seperti KFC dan Mc Donald’s. Restoran KFC pertama di Indonesia dibuka pada bulan Oktober tahun 1979 di Jalan Melawai Jakarta, kemudian tahun 1990 Mc Donald’s mulai masuk di Indonesia. Setelah itu barulah muncul beberapa franchise lokal diantaranya Kebab Turki Baba Rafi, Es Teler 77, Pecel Lele Lela, Tela-tela, Edam Burger, Coffee Toffee, Ayam Bakar Mas Mono, Klenger Burger, MartaBucks dan lain-lain diikuti dengan gerai retail supermarket Alfamart dan Indomaret.

Begitu menarik dan menguntungkan bisnis waralaba ini, maka pemerintah berkepentingan pula mengembangkan bisnis di Indonesia guna terciptanya iklim kemitraan usaha melalui pemanfaatan lisensi sistem bisnis waralaba. Dengan bantuan International Labour Organization (ILO) dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, kemudian didirikan Asosiasi

Franchise Indonesia pada tahun 1991. Pada tahun 1995 berdiri pula Asosiasi Restoran Waralaba Indonesia (ARWI) yang mengkhususkan diri di bidang usaha restoran. Asosiasi ini bertujuan untuk mengembangkan informasi dan


(20)

inovasi teknologi di bidang usaha restoran terutama mengenai teknologi makanan, peralatan masak, kemasan, kesehatan dan gizi, pengawetan dan manajemen pelayanan.

Pada tahun 2013 ini, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mendorong para usaha waralaba untuk terus berkembang di Indonesia. Salah satunya menyediakan fasilitator guna melayani perkembangan para pengusaha waralaba di Indonesia. Menjamurnya franchise lokal di Indonesia merupakan fenomena yang bagus, artinya, masyarakat Indonesia yang sebelumnya mayoritas bermental karyawan, mulai memahami pentingnya mencari penghasilan lewat bisnis ini dan berani mengambil risiko sedikit demi sedikit. Fenomena demikian diharapkan akan mengangkat derajat perekonomian di Indonesia. Namun, fenomena menjamurnya franchise bukan berarti tidak ada dampak sampingnya. Kebanyakan pebisnis Indonesia menjadi ikut-ikutan dalam mengemas paket bisnisnya sebagai franchise. Padahal, seharusnya bisnis franchise ini merupakan bisnis khusus, jenis bisnis yang spesial dan terbukti sukses, sehingga layak diwaralabakan karena bisnis franchise bukan hanya sekedar bisnis seumur jagung yang belum jelas tingkat return dan operasionalnya.

Pelaku bisnis franchise atau UKM (Usaha Kecil Menengah) yang sebetulnya masih BO (Business Opportunity) juga banyak yang mencoba untuk meniru bisnis usaha baru. Saat bisnis jagung rebus (sweet corn) sedang berkembang, bermunculan banyak bisnis franchise atau Business Opportunity

jagung dengan berbagai merek dan bentuk yang ditawarkan. Begitu pula yang terjadi pada musim pisang goreng Pontianak. Namun, seiring berjalannya waktu, hanya sedikit yang mampu bertahan.

Bisnis franchise merupakan bisnis yang sistemnya sudah dirancang agar pembelinya bisa meraih keuntungan lebih mudah hanya dengan menduplikasi sistem. Namun, pada praktik nyatanya semua tidak berjalan semudah itu. Kadang sistem manajemen yang diberikan penjual franchise


(21)

franchise harus berani berkreasi dan memiliki strategi sendiri agar usahanya tidak gulung tikar.

Franchise merupakan sebuah tawaran bisnis. Apabila suatu pihak membeli satu paket bisnis seharga X, sebagai gantinya pihak penjual paket bisnis akan memberikan lisensi untuk menggunakan mereknya, lisensi untuk menggunakan resep rahasia atau lisensi untuk menggunakan sistem manajemen, peralatan, serta bahan baku untuk usaha awal. Pendek kata,

franchise adalah membeli paket bisnis orang lain, di mana kita akan mendapat

outlet untuk berjualan peralatan usaha lengkap, bahan baku bulan pertama, tata cara manajemen dalam buku panduan, hak berkonsultasi kepada pihak penjual franchise, serta lisensi penggunaan merek dagang bisnis tersebut. (Pranoto, 2010)

Pola konsumsi masyarakat yang berubah serta prospek industri restoran fast food yang bagus membuat banyak sekali perusahaan-perusahaan yang muncul dalam industri fast food. Daftar-daftar perusahaan fast food yang sudah di franchisekan yang ada di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Salah satu franchise yang sedang berkembang di Indonesia saat ini adalah Rocket Fried Chicken (RFC). Makanan yang popular sejak disajikan beberapa restoran cepat saji ini kian merakyat di Indonesia. Mulai dari anak kecil hingga dewasa pasti menyukai menu tersebut. Fried Chicken atau yang lebih dikenal sebagai ayam goreng sudah menjadi menu primadona masyarakat Indonesia, khususnya di Kota Bogor. Penggemarnya dari golongan ekonomi menengah bawah sampai menengah atas. Tak heran, gerai-gerai ayam goreng cepat saji, baik yang mengusung merek internasional maupun global, tumbuh subur di Indonesia.

Kehadiran restoran yang berasal dari Kota Bandung ini kian didambakan mitranya bukan hanya di tanah air, tetapi juga hingga mancanegara, diantaranya Brunei Darusalam dan Malaysia. Bahkan, di dalam negeri saja sudah memiliki 75 gerai di beberapa propinsi diantaranya di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Batam dan Kalimantan.


(22)

Tabel 1. Daftar perusahaan FranchiseFastfood di Indonesia

No Nama Restoran Nama Perusahaan

1 California Fried Chicken PT Pioneerindo Gounment Sejati

2 A & W PT Biru Fastfood Nusantara

3 Papa Rons Pizza PT Setia Mandiri Miratama

4 Hanamasa PT Adiboga Cipta

5 Dunkin Donuts PT Dunkindo Lestari

6 Kentucky Fried Chicken PT Fast Food Indonesia

7 Mc Donald’s PT Ramaka Gerbang Mas

8 Pizza Hut PT Sari Melati Kencana

9 Texas Chicken PT Cipta Selera Murni

10 Rocket Fried Chicken PT Bandung Era Sentra Talenta

Beberapa restoran sejenis (lokal) yang muncul dan memungkinkan dapat menjadi pesaing RFC di wilayah Bogor khususnya di daerah Cimanggu sangat banyak, diantaranya adalah Ayam Lepas dan Ayam Seuhah. Selain itu juga terdapat produk sejenis yaitu pedagang kaki lima yang hanya menjual produk fried chicken yang harganya jauh lebih murah, sehingga menjadikannya sebagai kompetitor utama dan ancaman bagi RFC.

Perubahan gaya hidup telah membawa pergeseran dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Semakin banyaknya aktifitas yang dilakukan manusia di luar rumah, menyebabkan kesempatan masyarakat untuk melakukan konsumsi makanan pada umumnya bersifat cepat, praktis dan nyaman. Hal ini menyebabkan perubahan dalam pola konsumsi masyarakat yang menimbulkan kebiasaan baru yaitu makan diluar rumah karena dianggap lebih praktis. Gaya hidup pula yang telah membawa masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang ditawarkan di tempat dan suasana berbeda, yang jarang ditemukan bila makanan ini dinikmati di rumah.

Wisata kuliner di Kota Bogor sendiri telah menjadi salah satu daya tarik, karena dinilai mampu memberikan keunggulan bagi pariwisata Kota Bogor. Hal inilah yang menjadikan kehadiran RFC di Kota Bogor kian banyak digemari. RFC menyediakan makanan cepat saji (fast food), seperti ayam goreng serta olahannya, mulai dari fried chicken (crispyand hot), burger dan hotdog yang disajikan dengan pendamping nasi atau kentang.


(23)

Keunggulan konsep yang unik, baik dari aspek produk, merek dan dukungan manajemen merupakan kelebihan dari pembelian franchise RFC. Apabila ingin membeli franchise RFC, ada beberapa syarat yang harus dimiliki, diantaranya adalah pembeli tentu saja harus menyukai bisnis makanan, memiliki performa financial dan modal yang baik atau cukup, lalu memiliki jiwa wirausaha, tekun, mau belajar serta memahami sistem bisnis dengan detail, kemudian memiliki jiwa kepemimpinan yang baik dan berkomitmen tinggi untuk mengembangkan bisnis RFC serta yang paling penting adalah memahami manajemen profit dan resiko bergabung dengan bisnis RFC.

RFC merupakan salah satu bisnis fast food kalangan menengah atas yang memposisikan diri sebagai tempat untuk memenuhi gaya hidup (life style) dengan penyediaan tempat sebagai function (meeting point), nuansa

relax, wifi/hotspot, TV cable dan layanan untuk gathering, birthday dan

meeting disediakan bagi kebutuhan pengunjung.Investasi brand atau tampilan

restoran yang unik dan berbeda, memiliki ciri khas dengan tampilan dinding dan interior ruangan perpaduan antara warna merah dan kuning dengan bentuk garis lurus dan bulat melingkar pada seluruh ruangan RFC membuat cepat melekat di masyarakat.

Dalam upaya meningkatkan volume penjualan produk yang dihasilkan oleh RFC dapat ditemukan beberapa faktor yang dapat membantu meningkatkan volume penjualan, yaitu aspek produk (produk yang berkualitas) dan dukungan manajemen. Dari segi produk yang dihasilkan RFC berbeda dengan franchise luar negeri, seperti contohnya KFC yang membagi satu ekor ayam menjadi delapan bagian, sedangkan RFC membagi potongan ayam menjadi sembilan bagian yang membuat bentuk dan ukuran ayam menjadi lebih kecil. Strategi dan pengembangan yang tepat sudah seharusnya dimiliki RFC dalam menghadapi persaingan usaha. Dalam pemasaran dikenal banyak strategi yang dapat digunakan untuk memasarkan produk yang dihasilkan sebuah perusahaan. Perhatian pengelola franchise dalam


(24)

menggunakan strategi yang tepat akan membawa pengaruh terhadap volume penjualan yang dimiliki oleh RFC.

Pemasaran yang telah tersebar di beberapa wilayah Indonesia, sistem manajemen keuangan dengan teknologi online dan transparan, manajemen handal dan profesional, pengelolaan evaluasi secara berkala, kontrol akan kualitas pelayanan yang baik, sistem yang mudah diaplikasikan dan pangsa pasar yang terus berkembang, serta supply bahan baku yang murah merupakan suatu keuntungan bagi pembeli franchise RFC. Pengelola franchise dapat lebih memfokuskan apa strategi terbaik yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya untuk bisa bersaing dengan produk usaha sejenis dalam bidang fast food di Kota Bogor

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di latar belakang tersebut, maka perumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimana persepsi konsumen terhadap restoran RFC Cimanggu (produk, fasilitas dan pelayanan) dan makanan siap saji yang dihasilkan ?

2. Upaya-upaya apa yang telah dilakukan unit usaha RFC Cimanggu dalam mengembangkan usahanya ?

3. Bagaimana strategi yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan usaha bisnisnya ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan persepsi konsumen terhadap perusahaan dan produk makanan siap saji yang dihasilkan restoran RFC Cimanggu.

2. Mendeskripsikan upaya-upaya pengembangan unit usaha yang telah dilakukan RFC Cimanggu.

3. Menyusun strategi bisnis yang dapat digunakan perusahaan untuk mengembangkan usaha bisnis franchise.


(25)

II. LANDASAN TEORI

A. Franchise

Pengertian franchise (waralaba) lebih menekankan semangat kebebasan dan kemandirian, “free from servitude” atau “bebas dari ikatan”.

Berbeda dari masyarakat yang mengartikan franchise sebagai waralaba, yaitu “wara” yang berarti lebih, sedangkan “laba” yang berarti untung. Jadi, waralaba berarti “lebih menguntungkan”. Semangat yang dikedepankan adalah semangat untung, profit oriented. Sedangkan bagi orang luar, yang penting bisa mandiri dulu dan keuntungan menyusul kemudian.

Franchise adalah membeli paket bisnis orang lain, di mana kita akan mendapat outlet untuk berjualan, paket peralatan usaha lengkap, bahan baku bulan pertama, tata cara manajemen dalam buku panduan, hak berkonsultasi kepada pihak penjual franchise, serta lisensi penggunaan merek dagang bisnis tersebut.

Menurut Suryana (2001), franchise adalah suatu persetujuan lisensi menurut hukum antara suatu perusahaan penyelenggara dengan penyalur atau perusahaan lain untuk melaksanakan usaha. Sedangkan franchising sendiri adalah kerjasama manajemen untuk menjalankan perusahaan cabang atau penyalur. Inti dari franchising adalah memberi hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha dari perusahaan induk. Perusahaan pemberi lisensi disebut franchisor dan yang diberi lisensi disebut franchisee.

Franchising adalah suatu sistem pemasaran berkisar tentang perjanjian dua belah pihak, dimana terwaralaba menjalankan bisnis sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh pewaralaba. Franchising dapat pula berarti sistem pemasaran yang melibatkan dua belah pihak yang terikat perjanjian, sehingga usaha waralaba harus dijadikan sesuai dengan aturan-aturan dari pewaralaba.

Dalam mempelajari franchise, ada baiknya dimulai dengan mempelajari seluk beluknya terlebih dahulu. Ada beberapa kosakata atau istilah yang berkaitan dengan usaha waralaba (Rasyarahmi, 2012), yaitu :


(26)

1. Franchise Contract adalah perjanjian hukum antara pewaralaba dengan terwaralaba.

2. Franchise adalah hak-hak istimewa yang diatur dalam perjanjian waralaba.

3. Franchisee (terwaralaba) adalah pihak yang mendapatkan hak untuk menjalankan usaha waralaba yang kekuasaannya dibatasi berdasarkan perjanjian dengan pewaralaba.

4. Franchisor (pewaralaba) adalah pihak yang memiliki bisnis dan penjual hak waralaba kepada terwaralaba. Pewaralaba adalah pihak didalam kontrak waralaba yang menentukan sistem untuk diikuti dan syarat-syarat yang disepakati oleh pihak lain yang terlibat.

Dalam mengelola bisnis franchise, langkah yang mudah yaitu melakukan perbandingan dengan pesaing. Apabila ingin membuat standar kualitas produk yang baik, mengubah standar pelayanan dan menaikkan harga, harus dipastikan melakukan survey terlebih dahulu atas pesaing, karena mengelola bisnis tanpa melakukan perbandingan terhadap pesaing ibarat sayur tanpa garam, kemudian dipastikan standar franchise selalu di atas rata-rata.

Menurut Pranoto (2010), dalam pengelolaan bisnis franchise ada dua bagian penting yaitu :

1. Pengelolaan usaha : Meliputi tata cara mengelola usaha sehari-hari. Inventaris yang dibawa, bahan baku, jenis produk, operasional produksi. Semua ini disebut rutinitas usaha.

2. Pengembangan usaha : Meliputi tata cara mengoptimalkan usaha. Produk yang harus ditambah, cara menangani feedback pelanggan, cara menangani kritik, evaluasi produk, evaluasi pelayanan, cara menekan beban biaya, cara meningkatkan margin, cara memperluas pasar, cara meningkatkan omset dan sebagainya. Semua itu disebut pengembangan (memperbesar) usaha.

Perlu berpikir sebagai franchisee bagi yang menginginkan usaha berjalan sukses. Sebagian akan mencari jalan, cara dan metode yang dijalankan dapat membuat usaha bisnis ini menjadi sukses secepat mungkin.


(27)

Franchisee harus mengetahui seluk beluk usaha yang dijalankan. Hal ini yang menyebabkan franchisee perlu untuk terus berinovasi memikirkan cara mengembangkan usahanya di masa mendatang.

B. Kriteria Bisnis Franchise

Fast Food semakin popular dan diminati oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Besarnya pangsa pasar fast food memberikan kesempatan untuk berbagai merek fast food dari luar untuk membuka restoran fast food di Indonesia dengan sistem franchise. Sistem franchise dipilih karena sistem ini merupakan output yang seragam dan konsisten bagi konsumen dimana pun produk dibeli.

Sebuah restoran dapat digolongkan sebagai restoran fast food dan dapat dijalankan dengan sistem franchise jika memenuhi kriteria sebagai berikut (Karamoy, 2011) :

1. Makanan yang ditawarkan unik dan relatif sulit ditiru, produk yang tidak unik harus memiliki nama yang telah terkenal

2. Relatif menguntungkan dan telah sukses minimal selama dua tahun 3. Memiliki pasar potensial yang besar

4. Memiliki sistem operasional yang telah dibakukan.

Sebagian besar restoran fast food yang ada di Indonesia merupakan restoran franchise (waralaba) yang berasal dari luar negeri seperti Kentucky Fried Chicken (pelopor fast food dan franchise), Mc Donald’s, A&W Restorant, Texas Fried Chicken, California Fried Chicken, Popeye’s Chicken

dan lain-lain. Sedangkan sebagian kecil franchise lokal di dalam negeri seperti es teller 77, rumah makan padang sederhana, RFC, JFC dan lain-lain.

Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi

franchisor maupun franchisee. Karenanya, dapat dilihat bahwa di Negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba lebih berkembang pesat, misalnya di Amerika Serikat dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No.16 Tahun 1997 tentang


(28)

waralaba. PP No.16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP No.42 tahun 2007.

Tidak semua bisnis layak disebut bisnis franchise. Mengacu berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No.42 tahun 2007 pasal 3, bisnis yang layak disebut franchise haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut, yaitu :

1. Memiliki ciri khas usaha

2. Terbukti sudah memberikan keuntungan

3. Memiliki standar atas pelayanan barang dan jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis

4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan

5. Adanya dukungan yang berkesinambungan 6. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

Apabila telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka suatu bisnis layak disebut franchise. Jika tidak, maka bisnis tersebut hanya akan disebut sebagai bussiness opportunity. Apabila suatu perusahaan tetap menyebut diri sebagai franchise, maka sebenarnya perusahaan tersebut sudah tergolong “franchise siluman” atau “franchise jadi-jadian”, yakni suatu business opportunity yang tidak jelas kualitasnya, tetapi disamarkan dengan label nama

franchise.

C. Jenis Franchise

Pada dasarnya franchise terbentuk ketika franchisor menjalin hubungan hukum untuk melakukan kontak kerjasama secara terpadu terhadap merek, desain tata letak dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kekayaan intelektual serta metode bisnis secara berkelanjutan dalam suatu periode tertentu dengan franchisee. Menurut Santoso (2009) ada 4 jenis franchise, diantaranya yaitu :

1. Master franchise. Dalam kontak ini, franchisee juga berhak menjual hak

franchise yang dimilikinya pada peminat lain yang berada dalam wilayah tertentu.


(29)

2. Area development Program. Di sini franchisee memiliki hak mengembangkan bisnis franchise yang bersangkutan dalam suatu wilayah tertentu, tanpa memiliki hak menjual ulang hak yang dimilikinya. Jadi bedanya dengan master franchise hanya ada tidaknya hak untuk menjual ulang franchise yang dibelinya.

3. Joint Venture Franchise Program. Kontrak ini terjadi jika franchisor ikut menginvestasikan dana selain memberikan dukungan manajemen dan teknis. Franchisee tetap bertugas mengembangkan dan mengoperasikan tempat usaha yang bersangkutan. Biaya-biaya yang timbul dan keuntungan yang diperoleh akan dibagi oleh franchisor dan franchisee

sesuai dengan perjanjian.

4. Mixed Franchise. Tipe ini terjadi jika franchisor menawarkan paket

franchise yang memungkinkan franchisee yang modalnya terbatas untuk mengelola sebagian fungsi usaha saja. Misalnya produksi dilakukan

franchisor dan franchisee hanya mengelola proses penjualannya saja. Selain paket seperti itu, franchisor tersebut biasanya juga menawarkan paket utuh kepada franchisee yang memiliki modal cukup.

Bagi pemilik usaha, pengembangan melalui franchise mempunyai tujuan utama untuk memperoleh laba dalam waktu yang lebih singkat dan ekspansi lebih cepat dengan resiko modal yang kecil. Waralaba atau franchise

sebagai salah satu alternatif dalam pengembangan usaha, tentu saja mempunyai keuntungan dan kerugian (Mendelsohn, 1997)

D. Sistem Franchise

Kotler (1997), membedakan waralaba (franchise) berdasarkan tiga karakteristik :

1. Pemberi waralaba memiliki merek dagang atau merek jasa dalam melisensikannya kepada pewaralaba (franchisee) dan imbalannya adalah pemberi royalti.

2. Pewaralaba diharuskan untuk membayar hak-hak untuk menjadi bagian dari sistem tersebut. Akan tetapi iuran awal (initial fee) ini hanyalah


(30)

bagian kecil dari jumlah total yang pewaralaba investasikan ketika ia menandatangani suatu kontrak waralaba.

3. Pemberi waralaba menyediakan suatu sistem pemasaran dan operasi untuk menjalankan bisnisnya.

Dalam format bisnis seperti ini, perusahaan yang diberi hak monopoli menyelenggarakan perusahaan seolah-olah merupakan bagian dari perusahaan pemberi lisensi yang dilengkapi dengan nama produk, merek produk (logo), dan prosedur penyelenggara secara standar. Pada umumnya dukungan yang diberikan meliputi dukungan awal seperti pemilihan lokasi, rencana bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, periklanan, grafik dan bantuan pada acara opening. Dukungan lain yang berlanjut seperti pencatatan dan akuntansi, konsultasi, pemeriksaan, standar promosi, pengendalian kualitas, nasihat hukum, riset dan material lainnya (Suryana, 2001).

Tambunan (2008) menjelaskan berbagai macam keunggulan dan kelemahan dari sistem franchise, yaitu :

Keunggulan bagi franchisor :

a. Perluasan pasar : Franchise adalah suatu metode yang ampuh untuk melakukan perluasan pasar (market expansion) dan penetrasi pasar secara efektif dan cepat.

b. Modal rendah : Dalam membiayai perluasan pasar seperti dimaksud di atas, pewaralaba menggunakan modal dari pihak lain (franchisee), bukan dari modalnya sendiri. Oleh sebab itu, ada ungkapan yang menyatakan bahwa franchiseadalah “metode perluasan pasar dengan modal rendah”.

c. Bermitra dengan wirausaha : Dalam melakukan pemasaran dan penjualan produk, franchisor memanfaatkan wirausaha bukan pegawai, dalam mengoperasikan bisnis sehari-hari. Wirausaha di sini adalah franchisor

yang ikut melakukan investasi (menanamkan modal). Jika franchisor tidak berupaya keras memasarkan produknya (dalam rangka memperoleh


(31)

Peningkatan penjualan terwaralaba, berarti peningkatan pendapatan pewaralaba dari royalti.

d. Masukan dari franchisee : Franchisee memiliki potensi besar untuk memberikan masukan yang berharga bagi perbaikan sistem usaha (termasuk sistem pelayanan dan pemasaran). Sebagai pelaksana sistem usaha dan ujung tombak yang berhadapan langsung dengan konsumen,

franchisee biasanya mengetahui kekurangan atau kelemahan sistem yang dibuat franchisee. Franchisor dapat memanfaatkan masukan franchisee

untuk memperbaiki sistem bisnisnya.

e. Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi, pembelian, dan pemasaran (Rachmadi, 2007)

Kelemahan bagi Franchisor :

a. Relatif tidak bebas : Franchisor tidak bebas untuk melakukan perubahan atas sistem bisnisnya karena setiap perubahan akan mengimplikasi pada sistem bisnis yang tengah dipraktikan franchisee, apalagi jika jumlah

franchisor cukup banyak. Perubahan akan membuat franchisee harus mengeluarkan biaya, sehingga biasanya akan ditentang.

b. Franchisor yang rugi : Walaupun secara empiris tingkat keberhasilan

franchise cukup tinggi, namun franchisor yang merugi biasanya akan membuat franchisee repot. Franchisor cenderung mencari-cari alasan dan

menganggap penyebab kerugiannya itu adalah “kesalahan” franchisee.

“Ulah” satu franchisor yang rugi itu akan menyibukan dan menyita waktu

franchisee untuk melayani keluhan dan kritik.

c. Masalah hukum : Potensi terjadinya persengketaan (dispute) hukum dengan franchisor selalu terbuka. Potensi ini lebih besar dalam bisnis

franchise daripada dalam bisnis independen. Betapapun baiknya perjanjian

franchise dibuat, betapapun posisi franchisee “lebih kuat” secara hukum,

persengketaan hukum pasti akan menyita waktu dan pikiran serta menggangu konsentrasi bekerja.


(32)

d. Masih adanya ketidaknyamanan dalam suatu franchise, karena franchisor

dapat memutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian. (Rachmadi, 2007)

Perusahaan tidak sedang membuang uang percuma, melainkan dibelikan buku panduan yang berisi SOP (standar operating Procedure), yaitu pengalaman dan pengetahuan bisnis. Kemudian, uang jutaan tersebut digunakan pula untuk membeli hak berkonsultasi dengan pihak

franchisee serta biaya evaluasi secara berkala oleh pihak franchisor.

E. Usaha Mikro Kecil Menengah

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pengertian usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Kriteria Usaha Kecil menurut Undang-Undang Republik Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum adalah : 1. Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang

tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola dalam UKM.

2. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal.


(33)

3. Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan.

4. Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana yang kecil.

Menurut Taufiq (2010), Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil Menengah memiliki ciri-ciri skala usaha kecil, padat karya, berbasis sumberdaya lokal dan sumberdaya alam, pelaku banyak, dan menyebar, sehingga dari ciri-ciri tersebut dapat diuraikan beberapa kekuatan dan kelemahan UKM sebagai berikut :

1. Skala Usaha kecil

Salah satu karakter penting dari UKM adalah skala usahanya yang relatif kecil. Meskipun batas atas kategori usaha kecil adalah dengan omset maksimal 1 miliar, namun dalam kenyataannya sebagian besar usaha kecil justru memiliki omset dibawah 500 juta. Mengacu pada argumentasi bahwa salah satu sumber keunggulan adalah melalui

economies of scale, maka akan sulit bagi usaha berskala kecil secara individual untuk bersaing dengan usaha berskala besar dalam suatu aktivitas bisnis yang sama.

2. Padat karya

Produk usaha berskala kecil pada umumnya sangat padat karya. Kegiatan produksi yang melibatkan banyak tenaga kerja sebagai konsekuensi dari aktivitas yang menghasilkan produk yang berciri hand made. Produk UKM yang bersandar pada keahlian dan keterampilan tangan ini membawa konsekuensi pada kurangnya aspek presisi dan kesulitan untuk distandarisasi. Disamping memiliki kelemahan, aktivitas bisnis yang mengandalkan keterampilan individu tentu juga memiliki keunikan, sehingga mendapat pasar yang tersendiri. Keunikan produk UKM dapat dikembangkan sebagai sumber keunggulan menghadapi produk-produk yang berbasis pabrikasi (produk cetak).


(34)

3. Berbasis sumberdaya lokal dan sumberdaya alam.

Salah satu ciri dari orientasi berusaha di kalangan UKM pada umumnya adalah lebih kepada upaya melakukan aktivitas apa yang bisa dilakukan dengan sumberdaya yang ada, ketimbang memproduksi sesuatu yang diminta oleh pasar. Dengan kata lain aktivitas usaha UKM lebih kepada production oriented, memproduksi sebaik mungkin apa yang bisa dilakukan dengan bertumpu pada ketersediaan sumberdaya yang ada. Karakter aktivitas bisnis UKM seperti ini menghasilkan produk-produk unggulan yang komparatif pada masing-masing wilayah. Kebersinambungan usaha yang berbasis sumberdaya alam tentu sangat rentan, manakala UKM terlibat dalam aktivitas produksi yang mengeksploitasi sumberdaya alam yang tidak terbaharui.

4. Pelaku banyak

Karena hampir tidak ada barrier to entry pada aktivitas bisnis UKM, baik dari aspek teknologi, investasi, manajemen, perlindungan hak intelektual, maka sangat mudah bagi masyarakat untuk masuk ke dalam industri yang digeluti oleh UKM. Sebagai konsekuensinya relatif sangat banyak pelaku bisnis UKM dalam sektor dan kegiatan bisnis tertentu. Di satu sisi struktur usaha seperti ini sangat baik untuk mendorong kompetisi, tetapi di lain pihak UKM sering dihadapkan pada kondisi dimana banyak UKM sebagai produsen menghadapi kekuatan monopsonis.

5. Menyebar

Aktivitas bisnis UKM dapat dijumpai hampir diseluruh pelosok tanah air serta diberbagai sektor. Dengan demikian, bila UKM dapat mengembangkan jaringan yang efektif, maka konsep global production

dapat dipenuhi, karena UKM mampu menghasilkan produk di mana saja dan memasarkannya ke mana saja serta kapan saja. Dengan kata lain produk UKM yang sejenis sangat mudah diperoleh masyarakat dimana saja dan kapan saja.


(35)

F. ManajemenStrategik

Beberapa pakar dalam ilmu manajemen mendefinisikan manajemen strategis dengan cara yang berbeda-beda. Ketchen (2009) mendefinisikan manajemen strategis sebagai analisis, keputusan dan aksi yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Definisi ini menggambarkan dua elemen utama manajemen strategis.

Pertama, manajemen strategis dalam sebuah perusahaan berkaitan dengan proses yang berjalan (ongoing processes) yaitu analisis, keputusan dan tindakan. Kedua, manajemen strategis adalah studi tentang mengapa sebuah perusahaan mampu mengalahkan perusahaan lainnya. Manajer perlu menentukan bagaimana perusahaan bisa menciptakan keunggulan kompetitif yang tidak hanya unik dan berharga, tetapi juga sulit ditiru atau dicari substitusinya sehingga mampu bertahan lama.

Tugas pertama dalam manajemen strategis pada umumnya adalah kompilasi dan penyebarluasan pernyataan misi. Aktifitas ini mendokumentasi kan kerangka dasar organisasi dan mendefinisikan lingkup aktifitas yang hendak dijalankan oleh organisasi.

Pada tiga tingkatan strategi dibuat dalam organisasi yang lebih besar, yakni meliputi strategi perusahaan, bisnis, dan fungsional (atau operasional). Sementara strategi perusahaan akan menentukan bisnis apakah yang perusahaan akan benar-benar beroperasi disana, strategi bisnis akan menentukan bagaimana perusahaan akan bersaing di masing-masing bisnis yang telah dipilih.

Sehubungan dengan itu Wheelen dan Hunger (1995) mengartikan manajemen strategis (strategic management) “is the set of managerial

decisions and actions that determines the long-run performance of a

corporation”, artinya bahwa manajemen strategis merupakan suatu himpunan keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja jangka panjang suatu perusahaan. Untuk memahami konsep ini, berikut diuraikan komponen utama dan tahap manajemen strategis, yaitu :


(36)

1. Analisis lingkungan (environmental scanning) bisnis untuk mendeteksi peluang (opportunities) dan ancaman (threats) serta analisis profil perusahaan yang mengidentifikasikan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).

2. Perumusan strategi (strategic formulation) termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasikan peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. Pada tahap ini penekanan lebih diberikan kepada aktivitas-aktivitas utama antara lain menyiapkan strategi alternatif, pemilihan strategi dan menetapkan strategi yang digunakan.

3. Implementasi strategi (strategic implementation) mensyaratkan perusahaan untuk menentukan tujuan tahunan, menetapkan kebijakan, memotivasi karyawan, mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah di formulasikan dapat dijalankan, mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi, dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi.

4. Evaluasi dan pengawasan (evaluation and control) kinerja nyata suatu perusahaan. Evaluasi strategi adalah tahap final dalam manajemen strategis. Ada tiga aktivitas dasar evaluasi strategi yaitu meninjau ulang faktor internal dan eksternal saat ini, mengukur kinerja dan mengambil tindakan korektif.

Lebih jelasnya mengenai ke empat komponen dan tahap strategis yang dimaksud dapat dilihat dalam desain gambar sebagai berikut :


(37)

Gambar 1. Skema proses manajemen strategik (Hubeis dan Najib, 2008)

Berdasarkan Gambar 1 dan dikaitkan dengan fungsi manajemen, maka komponen manajemen strategik di atas sebenarnya ditujukan untuk memastikan apakah tindakan-tindakan strategik yang dilakukan perusahaan sudah sesuai dengan perumusan strategi yang sudah dibuat atau ditetapkan. Dalam proses ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan, yaitu: a. Meninjau kembali permasalahan eksternal dan internal yang terjadi saat

ini, apakah terjadi perubahan-perubahan pada saat strategi dirumuskan b. Adanya pengukuran kemampuan atau kinerja perusahaan dengan

memastikan kembali, apakah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan c. Melakukan perbaikan-perbaikan untuk perkembangan perusahaan dan d. Membantu untuk mengembangkan model di masa mendatang.

Hubeis dan Najib (2008) menjelaskan bahwa pada tahap perumusan strategi, perusahaan dapat menggunakan manajemen strategik yang terdiri atas enam langkah, yaitu :

a. Melakukan analisis lingkungan internal b. Melakukan analisis lingkungan eksternal c. Mengembangkan visi dan misi yang jelas d. Menyusun sasaran dan tujuan perusahaan

e. Merumuskan pilihan-pilihan strategik dan memilih strategi yang tepat

Fase 1 Analisis Lingkungan

Fase II Perumusan

Strategi

Fase III Implementasi

Strategi Fase IV

Evaluasi dan kontrol


(38)

f. Menentukan pengendalian.

Tahapan penting setelah perumusan strategi selesai adalah implementasi strategi. Implementasi adalah proses ketika rencana direalisasikan. Dalam implementasi strategi, ada beberapa hal penting yang harus dilakukan perusahaan, yaitu :

a. Penetapan tujuan tahunan b. Perumusan kebijakan c. Memotivasi pekerja d. Alokasi sumber daya.

G. Persepsi Konsumen

Persepsi konsumen adalah proses dimana seseorang dan mengartikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk memberi arti dalam lingkungan mereka (Robbins, 1998). Persepsi konsumen ini sangat penting dipelajari karena perilaku konsumen didasarkan oleh persepsi mereka tentang apa itu kenyataan dan bukan kenyataan itu sendiri. Menurut Shiffman dan Kanuk (1997) persepsi akan sesuatu berasal dari interaksi antara dua jenis faktor :

1. Faktor stimulus, yaitu karakteristik secara fisik seperti ukuran, berat, warna atau bentuk. Tampilan suatu produk baik kemasan maupun karakteristik akan mampu menciptakan suatu rangsangan pada indera manusia, sehingga mampu menciptakan suatu persepsi mengenai produk yang dilihatnya.

2. Faktor individu, yang termasuk proses didalamnya bukan hanya pada panca indera akan tetapi juga pada proses pengalaman yang serupa dan dorongan utama serta harapan dari individu itu sendiri.

Proses keputusan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi produk atau jasa akan dipengaruhi oleh kegiatan oleh pemasar dan lembaga lainnya serta penilaian dan persepsi konsumen itu sendiri. Proses keputusan pembelian akan terdiri dari pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, kepuasan konsumen. Pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen akan memberikan pengetahuan kepada pemasar bagaimana menyusun strategi dan komunikasi pemasaran yang lebih baik. Persepsi konsumen akan mempunyai keputusan pembelian dikarenakan


(39)

orang mempunyai kesukaan dan kebiasaan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi konsumen terutama didukung oleh kemampuan seseorang untuk memdapatkan suatu barang atau jasa. Menurut Kotler (2007) “keputusan pembelian seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis utama, antara lain persepsi serta keyakinan dan pendirian”. Berdasarkan uraian tersebut maka proses keputusan pembelian konsumen sangat ditentukan oleh faktor psikologis mereka sendiri antara lain persepsi serta keyakinan dan pendirian mereka, kemudian mengidentifikasikan masukan-masukan informasi yang mereka peroleh mengenai barang atau produk kemudian mengevaluasi untuk kemudian melakukan keputusan pembelian.


(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan data-data yang tersedia mengenai visi dan misi perusahaan, serta kondisi perusahaan saat ini dilihat dari aspek produk, fasilitas, pelayanan, permodalan, promosi, bahan baku, saingan bisnis dan sumber daya manusia. Data mengenai persepsi pelanggan diukur dengan menggunakan analisis IPA untuk mendasari identifikasi kekuatan, kelemahan serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan. Data tersebut dinilai kemudian dipadukan dengan faktor internal dan eksternal perusahaan yang di analisis menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Eksternal Factor Evaluation). Hasil dari matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan analisis matriks IE (Internal Eksternal) sehingga diperoleh data secara menyeluruh oleh matriks SWOT dan kemudian ditetapkan beberapa strategi pengembangan dari matriks QSPM. Bagan kerangka pemikiran dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Persepsi Konsumen

- Bahan Baku - Permodalan

- Promosi - SDM

- Persaingan Bisnis

- Pelayanan

- Produk

- Fasilitas

Upaya Pengelola Mengatasi Masalah

IPA IFE EFE

IE

Analisis SWOT

QSPM

Prioritas Strategi Terbaik

INPUT

PROCESS


(41)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di unit usaha franchise produk makanan cepat saji di Rocket Fried Chicken yang beralamat di Jl. Tentara Pelajar Ruko No.5 sebelah SPBU Cimanggu Balitro, Kota Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan, yaitu dari bulan Oktober 2012 hingga April 2013. Penyebaran kuesioner dilakukan di restoran RFC kepada para konsumen yang datang ke lokasi.

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer didapatkan dari hasil kuesioner, wawancara dan observasi (pengamatan). Kuesioner dalam penelitian ini dibedakan menjadi (2) jenis. Kuesioner pertama merupakan kuesioner internal yang diberikan kepada pihak Rocket Fried Chicken (pemilik restoran dan karyawan restoran), sedangkan kuesioner kedua merupakan kuesioner eksternal yang diberikan kepada konsumen Rocket Fried Chicken.

C. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan adalah melalui pengumpulan data primer yang dilakukan melalui survei lapangan, wawancara dengan pengelola restoran, karyawan dan konsumen. Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Waktu penyebaran kuesioner dilakukan setiap hari, baik pada hari kerja ataupun hari libur. Metode pengambilan data responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu memilih responden yang paling tepat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan (Lampiran 1).

Kuesioner diberikan kepada 50 responden, kriteria konsumen yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah melakukan kunjungan pada restoran Rocket Fried Chicken lebih dari satu kali, sehingga dapat dipastikan bahwa konsumen tersebut telah mengenal dan pernah mengkonsumsi makanan di Rocket Fried Chicken, sehingga konsumen mempunyai pertimbangan untuk evaluasi dan saran untuk kemajuan restoran


(42)

D. Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Importance Performance Analysis (IPA), Matriks External Factor Evaluation

(EFE), Internal Factor Evaluation (IFE), Internal and External (IE),

Strengths, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT) dan matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).

1. Importance Performance Analysis (IPA)

Pada metode ini dilakukan penilaian secara menyeluruh oleh konsumen terhadap kualitas produk. Selain itu juga dapat diketahui tentang aspek-aspek apa saja yang dianggap baik oleh konsumen serta bagaimana kinerja produk dalam aspek-aspek yang dianggap baik tersebut, dan selanjutnya dapat diketahui aspek apakah yang sebaiknya dipertahankan, diperbaiki, dikurangi dan dikeluarkan dari produk RFC saat ini. Metode ini akan menghasilkan suatu peringkat pada masing-masing indikator, dengan mengidentifikasikan menurut prioritas dalam memberikan tindakan yang diperlukan.

Dalam analisa matriks IPA, setiap faktor atau kategori yang ditanyakan pada responden dapat dipetakan berdasarkan aspek-aspek yang menjadi harapan pembeli franchise.

Matriks IPA terdiri dari empat kuadran pertama yang terletak di gambar sebelah kiri atas, kuadran II yang terletak di sebelah kanan atas, kuadran III terletak di kiri bawah, dan kuadran IV yang terletak di kanan bawah.

1. Kuadran I (Prioritas utama)

Kuadran I memuat atribut yang dinilai penting oleh konsumen namun pelaksanaan atau kinerja atribut masih rendah. Pada kuadran ini tingkat kepuasan konsumen masih rendah, sehingga perusahaan perlu meningkatkan kinerja dari atribut produk.

2. Kuadran II (Pertahankan Prestasi)

Kuadran II memuat atribut yang dinilai penting dan kinerja atribut sesuai dengan yang dirasakan oleh konsumen. Pada kuadran ini tingkat


(43)

kepuasan konsumen dinilai relatif tinggi, sehingga perusahaan perlu mempertahankan kinerja atribut yang ada pada kuadran II.

3. Kuadran III (Prioritas Rendah)

Kuadran III memuat atribut yang kurang penting pengaruhnya bagi konsumen, dengan pelaksanaan yang tidak terlalu baik. Pada kuadran ini, peningkatan variabel perlu diperhatikan kembali karena pengaruhnya yang kecil terhadap kepuasan konsumen.

4. Kuadran IV (Berlebihan)

Kuadran IV memuat atribut yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan kinerjanya dinilai berlebihan. Perusahaan dapat mengurangi atribut yang terdapat pada kuadran IV ini untuk menghemat biaya.

2. Matriks IFE dan EFE

Matriks IFE adalah alat manajemen strategis untuk audit dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha. Tujuannya adalah untuk melihat kekuatan atau kelemahan kondisi internal suatu perusahaan. Sedangkan Matriks EFE adalah alat yang baik untuk memvisualisasikan dan memprioritaskan peluang dan ancaman yang dihadapi bisnis. Tujuannya adalah untuk penilaian kondisi bisnis saat ini.

Perbedaan utama antara matriks IFE dan matriks EFE adalah jenis faktor-faktor yang termasuk dalam model matriksnya. Matriks IFE berkaitan dengan faktor internal untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama yang dihadapi perusahaan, sedangkan faktor EFE yang bersangkutan dengan faktor eksternal. Misalnya membantu mengambil keputusan untuk meringkas dan mengevaluasi informasi eksternal, seperti kompetitor atau pesaing usaha, ekonomi, teknologi dan sebagainya.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun matriks IFE maupun EFE adalah sebagai berikut (David, 2004) :


(44)

1. Membuat daftar faktor-faktor internal dan eksternal, termasuk kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya. Daftar tersebut disusun seteliti dan sespesifik mungkin. Dalam penelitian ini, faktor-faktor internal dan eksternal strategik didapatkan melalui wawancara dengan pemilik dan karyawan perusahaan, baik secara langsung maupun kuesioner.

2. Memberi bobot tiap faktor strategik dengan kisaran 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot menunjukan kepentingan relatif dari faktor tersebut, penentuan bobot dilakukan dengan menggunakan metode paired comparison atau perbandingan berpasangan pada setiap faktor strategik internal dan eksternal. Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu dengan membandingkan setiap peubah pada baris dengan peubah pada kolom. Untuk menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2 dan 3 yang memiliki arti nilai berikut :

Nilai 1 : jika indikator horizontal baik daripada indikator vertikal. Nilai 2 : jika indikator horizontal cukup daripada indikator vertikal. Nilai 3 : jika indikator horizontal kurang daripada indikator vertikal. Bobot setiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai setiap faktor terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor. Faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh terbesar pada perusahaan diberi bobot tertinggi. 3. Menentukan peringkat (rating) dari setiap faktor untuk menunjukkan

keefektifan strategi perusahaan dalam merespon faktor tersebut. Rating

tersebut memiliki nilai 1 (lemah), 2 (rata-rata), 3 (diatas rata-rata) dan 4 (superior). Pada matriks IFE nilai 1 menunjukan kekuatan utama, nilai 2 menunjukan kekuatan kecil, nilai 3 menunjukan kelemahan kecil dan nilai 4 menunjukan kelemahan utama.

4. Mengalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel.

5. Menjumlahkan rata-rata tertimbang untuk setiap variabel untuk menentukan rata-rata tertimbang untuk organisasi. Total skor berkisar


(45)

1,0 sampai 4,0 dengan rataan 2,5. Jumlah nilai yang dibobot sama dengan 4,0 menunjukan bahwa suatu organisasi memberi respon yang sangat bagus terhadap peluang dan ancaman. Sedangkan nilai 1,0 menunjukan bahwa perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang yang ada atau menghindari ancaman eksternal.

3. Matriks Internal-Eksternal (IE)

Menurut David (2011), matriks Internal Eksternal memposisikan perusahaan dalam tampilan (9) sel. Matriks IE didasarkan pada total IFE pada sumbu X dan total EFE pada sumbu Y. Total IFE pada sumbu X dan total EFE pada sumbu Y memiliki nilai 1,00 - 1,99 yang dianggap rendah, nilai 2,00 - 2,99 dianggap menengah dan nilai 3,00 - 4,00 yang dianggap tinggi.

Matriks IE dibagi menjadi tiga daerah utama yang mempunyai implikasi strategi berbeda. (3) daerah utama tersebut adalah:

1. Strategi tumbuh dan bina (growth and build) yang berada pada sel I, II, dan IV. Strategi yang tepat untuk diterapkan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk), atau strategi integratif (integrasi ke depan, ke belakang dan horizontal).

2. Strategi mempertahankan dan memelihara (hold and maintain) yang berada pada sel III, V, VII. Strategi yang umum digunakan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk.

3. Strategi panen atau divestasi (harvest or divest), yang berada pada sel VI, VII dan IX. Strategi yang umum digunakan adalah strategi divestasi dan likuidasi.

4. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu organisasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis internal meliputi penilaian terhadap faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness).


(46)

Sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (opportunity) dan ancaman (threats).

Menurut David (2010), menyatakan bahwa matriks ini merupakan sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu para manajer dalam mengembangkan (4) jenis strategi. (4) strategi yang dimaksud, antara lain: 1. Strategi SO (Kekuatan-Peluang)

Strategi ini memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal.

2. Strategi WO (Kelemahan-Peluang)

Strategi yang digunakan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal.

3. Strategi ST (Kekuatan-Ancaman)

Strategi yang digunakan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal.

4. Strategi WT (Kelemahan-Ancaman)

Strategi ini merupakan teknik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal. Berikut ini adalah tahapan-tahapan penentuan strategi menggunakan matriks SWOT yang dikemukakan oleh David (2010) :

1. Buat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan. 2. Buat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan. 3. Buat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan. 4. Buat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan.

5. Cocokkan kekuatan internal dan peluang eksternal dan catat hasilnya dalam sel strategi SO.

6. Cocokkan kelemahan internal dan peluang eksternal dan catat hasilnya dalam sel strategi WO.

7. Cocokkan kekuatan internal dan ancaman eksternal dan catat hasilnya dalam sel strategi ST.

8. Cocokkan kelemahan internal dan ancaman eksternal dan catat hasilnya dalam sel strategi WT.


(47)

Tabel 2. Matriks SWOT

Internal

Eksternal

Strengths - S

Faktor-faktor kekuatan

Weakness - W

Faktor-faktor kelemahan

Opportunities - O

Faktor-faktor peluang

SO Strategies

Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang WO Strategies Mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang Threats - T

Faktor-faktor ancaman

ST Strategies

Gunakan kekuatan untuk meminimalisasi efek ancaman WT Strategies Mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman

Sumber : David (2010)

5. Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM)

Matriks QSPM merupakan alat analisis yang digunakan dalam tahap keputusan. QSPM menggunakan masukan dari matriks IFE dan EFE pada tahap input, serta matriks IE dan SWOT pada tahap pencocokan untuk memutuskan strategi mana yang terbaik. Strategi yang dihasilkan diharapkan menjadi pertimbangan bagi pihak manajemen perusahaan dalam penetapan kebijakan strategi untuk mengembangkan usaha.

Setelah berhasil mengembangkan sejumlah strategi alternatif perusahaan harus mampu mengevaluasi dan kemudian memilih strategi terbaik yang paling cocok dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan dengan menggunakan QSPM. Menurut David (2011) dijelaskan mengenai langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembangkan QSPM, yaitu:

1. Membuat daftar berbagai peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/ kelemahan internal utama di kolom kiri QSPM. Informasi ini harus diambil langsung dari Matriks EFE dan Matriks IFE. Maksimal (8) faktor keberhasilan utama internal dan (8) faktor keberhasilan utama eksternal yang dimasukkan dalam QSPM.


(48)

2. Memberi bobot pada bobot setiap faktor internal dan eksternal utama tersebut. Bobot ini sama dengan bobot yang ada dalam Matriks EFE dan Matriks IFE. Bobot ditampilkan dalam kolom kecil tepat di kanan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal.

3. Mencermati matriks-matriks tahap 2 (pencocokkan) dan mengidentifikasi berbagai strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan oleh organisasi. Mencatat strategi-strategi ini di baris teratas QSPM. Kelompokkan berbagai strategi-strategi tersebut dalam satu rangkaian eksklusif sebisa mungkin.

4. Menentukan Skor Daya Tarik (AS) didefinisikan sebagai nilai numerik yang mengindifikasikan daya tarik relatif dari setiap strategi di rangkaian alternatif tertentu. Skor daya tarik (Attractiveness Score-AS) ditentukan dengan cara mengamati faktor internal atau eksternal utama, pada waktu tertentu, dengan mengajukan pertanyaan “apakah faktor ini memengaruhi strategi yang dibuat?” Jika jawaban atas penyataan ini adalah ya, strategi kemudian perlu dibandingkan relatif terhadap faktor utama tersebut.

Secara khusus, skor daya tarik harus diberikan pada setiap strategi yang menunjukkan daya tarik relatif satu strategi atas strategi yang lain dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Kisaran skor daya tarik adalah 1=tidak menarik, 2=agak menarik, 3=menarik dan 4=sangat menarik. Kerjakanlah baris demi baris mengembangkan QSPM. Jika jawaban atas penyataan di atas adalah tidak yang mengindikasikan bahwa faktor utama yang bersangkutan tidak memiliki pengaruh terhadap pilihan spesifik yang dibuat, jangan memberikan skor daya tarik pada strategi dalam rangkaian tersebut.

Menggunakan tanda hubung untuk menunjukkan bahwa suatu faktor utama tidak memengaruhi faktor yang dibuat. Apabila anda memberikan AS pada satu strategi, berikanlah pada AS pada strategi yang lain. Dengan kata lain, jika anda memberi tanda hubung pada


(49)

suatu strategi, maka semua strategi yang lain harus memperoleh tanda yang sama di baris tertentu.

5. Menghitung Skor Daya Tarik Lokal (TAS). Skor daya tarik total (Total Attractiveness Score-TAS) didefinisikan sebagai hasil kali antara bobot (langkah 2) dengan skor daya tarik (langkah 4) di setiap baris. TAS mengindikasikan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif, dengan hanya mempertimbangkan dampak faktor keberhasilan faktor internal atau eksternal yang berdekatan. Semakin tinggi skor daya tarik total, semakin menarik pula strategi tersebut (hanya dengan mempertimbangkan faktor keberhasilan penting berdekatan).

6. Menghitung jumlah keseluruhan Daya Tarik Total (STAS). Jumlahkan TAS di setiap kolom strategi dari QSPM, jumlah keseluruhan daya tarik total (Sum Total Attractiveness Score-STAS) menunjukkan strategi yang paling menarik di setiap rangkaian alternatif. Skor yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik, mengingat semua faktor internal dan eksternal relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis. Besarnya selisih antara jumlah keseluruhan daya tarik total di rangkaian alternatif strategi tertentu menunjukkan ketertarikan relatif satu strategi terhadap strategi yang lain.


(1)

Responden 3. Bagian Keuangan (Kasir)

Responden 3. Bagian Keuangan (Kasir)

Faktor Eksternal K L M N Q R S T Total Bobot Peluang

I Variasi produk/menu yang beragam 3 1 2 3 3 3 2 17 0,132 J Kesadaran konsumen terhadap

kualitas produk

2 3 2 1 2 3 3 16 0,125 K Perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi

3 2 3 3 3 2 3 19 0,103 L Pemanfaatan lantai dua untuk fasilitas

lain

2 2 3 2 2 3 3 17 0,132 Ancaman

M Adanya produk sejenis/kompetitor 2 2 2 2 3 2 2 17 0,132 N Proyeksi BEP yang tidak sesuai

perhitungan

2 1 1 1 2 1 2 10 0,078 O Tingginya tingkat persaingan bisnis

kuliner di Kota Bogor

2 2 1 3 2 2 2 14 0,109 P Kenaikan harga bahan baku dan biaya

produksi

3 2 2 3 3 2 3 18 0,140

TOTAL 128 1,000

Faktor Internal A B C D F G H I Total Bobot Kekuatan

A Fasilitas Wifi/Hotspot 2 2 3 2 3 2 2 15 0,132 B Modal Pribadi 3 1 3 3 3 2 2 16 0,141 C Pegawai yang terlatih dan

berpengalaman

2 1 2 2 3 3 1 14 0,123 D Pelayanan yang baik terhadap

pelanggan

2 2 2 2 2 1 2 13 0,115 Kelemahan

E Kurangnya fasilitas ulang tahun dan anak-anak

3 2 1 1 2 1 2 12 0,106 F Tidak memiliki areal parkir yang lebih

luas

3 2 2 2 2 1 2 14 0,123 G Kurangnya fasilitas layanan pesan

antar

2 2 1 2 2 2 1 12 0,106 H Belum memiliki pelanggan

tetap/member

2 3 3 2 2 3 2 17 0,150


(2)

Responden 4. Pelayan (Crew)

Responden 4. Pelayan (Crew)

Faktor Eksternal K L M N Q R S T Total Bobot Peluang

I Variasi produk/menu yang beragam 3 3 3 3 3 2 2 19 0,158 J Kesadaran konsumen terhadap

kualitas produk

2 3 2 2 2 3 1 15 0,125 K Perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi

3 2 2 3 2 2 3 17 0,141 L Pemanfaatan lantai dua untuk fasilitas

lain

1 2 3 3 2 1 1 13 0,108 Ancaman

M Adanya produk sejenis/kompetitor 1 2 3 2 1 2 3 14 0,116 N Proyeksi BEP yang tidak sesuai

perhitungan

1 1 2 2 2 2 2 12 0,100 O Tingginya tingkat persaingan bisnis

kuliner di Kota Bogor

1 2 2 3 2 1 2 13 0,108 P Kenaikan harga bahan baku dan biaya

produksi

3 2 2 3 3 3 1 17 0,141

TOTAL 120 1,000

Faktor Internal A B C D F G H I Total Bobot Kekuatan

A Fasilitas Wifi/Hotspot 1 2 1 1 2 2 1 10 0,090 B Modal Pribadi 2 3 1 2 1 2 3 14 0,127 C Pegawai yang terlatih dan

berpengalaman

2 2 2 1 2 1 2 12 0,109 D Pelayanan yang baik terhadap

pelanggan

3 2 2 2 1 2 2 14 0,127 Kelemahan

E Kurangnya fasilitas ulang tahun dan anak-anak

2 3 2 1 1 2 2 13 0,118 F Tidak memiliki areal parkir yang lebih

luas

2 2 3 2 2 2 2 15 0,136 G Kurangnya fasilitas layanan pesan

antar

2 2 3 2 2 2 2 15 0,136 H Belum memiliki pelanggan

tetap/member

2 3 3 2 3 2 2 17 0,154


(3)

Responden 5. Pembersih Ayam

Responden 5. Pembersih Ayam

Faktor Eksternal K L M N Q R S T Total Bobot Peluang

I Variasi produk/menu yang beragam 3 1 1 2 2 3 2 14 0,126 J Kesadaran konsumen terhadap

kualitas produk

1 2 2 3 2 2 2 14 0,126 K Perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi

2 3 3 2 2 3 2 17 0,153 L Pemanfaatan lantai dua untuk fasilitas

lain

3 2 3 2 1 1 2 14 0,126 Ancaman

M Adanya produk sejenis/kompetitor 2 1 1 2 1 1 1 9 0,081 N Proyeksi BEP yang tidak sesuai

perhitungan

2 1 1 2 2 2 1 11 0,099 O Tingginya tingkat persaingan bisnis

kuliner di Kota Bogor

2 2 2 1 2 2 2 13 0,117 P Kenaikan harga bahan baku dan biaya

produksi

3 3 3 3 2 2 3 19 0,171

TOTAL 111 1,000

Faktor Internal A B C D F G H I Total Bobot Kekuatan

A Fasilitas Wifi/Hotspot 2 2 2 3 2 2 2 15 0,126 B Modal Pribadi 3 3 3 3 3 3 3 21 0,176 C Pegawai yang terlatih dan

berpengalaman

2 1 2 3 2 1 2 13 0,109 D Pelayanan yang baik terhadap

pelanggan

2 2 1 2 1 2 1 11 0,092 Kelemahan

E Kurangnya fasilitas ulang tahun dan anak-anak

2 2 1 2 2 2 2 13 0,109 F Tidak memiliki areal parkir yang lebih

luas

2 2 3 2 2 1 3 15 0,126 G Kurangnya fasilitas layanan pesan

antar

3 2 1 2 2 2 1 13 0,109 H Belum memiliki pelanggan

tetap/member

3 2 3 3 2 2 3 18 0,151


(4)

   

Lampiran 6. Rataan Bobot dan Peringkat

Faktor Internal

R1 (Pengelola) R2 (Pengawas Dapur) R3 (Bag Keuangan) R4 (Pelayan) R5 (Pembersih)

Rataan Bobot Rataan Rating Rataan Nilai Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) KEKUATAN

A 0,131 4 0,524 0,121 4 0,484 0,132 4 0,528 0,090 4 0,360 0,126 4 0,504 0,120 4 0,480 B 0,116 4 0,464 0,139 4 0,556 0,141 3 0,423 0,127 3 0,381 0,176 3 0,528 0,139 3,4 0,470 C 0,096 4 0,384 0,121 3 0,363 0,123 3 0,369 0,109 3 0,327 0,109 3 0,327 0,111 3,2 0,354 D 0,105 4 0,420 0,113 3 0,339 0,115 4 0,460 0,127 3 0,381 0,092 3 0,276 0,110 3,4 0,375

0,480 1,679

KELEMAHAN

E 0,114 1 0,114 0,113 1 0,113 0,106 1 0,106 0,118 1 0,118 0,109 1 0,109 0,112 1 0,112 F 0,114 2 0,228 0,139 2 0,278 0,123 2 0,246 0,136 2 0,272 0,126 2 0,252 0,127 2 0,255 G 0,114 2 0,228 0,113 2 0,226 0,106 1 0,106 0,136 2 0,272 0,109 1 0,109 0,115 1,6 0,188 H 0,157 2 0,314 0,139 1 0,139 0,150 1 0,150 0,154 1 0,154 0,151 2 0,302 0,150 1,4 0,211

TOTAL 1,000 2,676 1,000 2,498 1,000 2,388 1,000 2,265 1,000 2,407 0,504 0,736

Faktor Eksternal

R1 (Pengelola) R2 (Pengawas Dapur) R3 (Bag Keuangan) R4 (Pelayan) R5 (Pembersih)

Rataan Bobot Rataan Rating Rataan Nilai Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) Bobot (a) Rating (b) Nilai (axb) PELUANG

I 0,151 4 0,604 0,140 3 0,420 0,132 3 0,396 0,158 3 0,474 0,126 4 0,504 0,141 3,4 0,479 J 0,107 3 0,321 0,122 4 0,488 0,125 4 0,500 0,125 4 0,500 0,126 4 0,504 0,121 3,8 0,462 K 0,151 4 0,604 0,140 4 0,560 0,148 3 0,444 0,141 3 0,423 0,153 3 0,459 0,146 3,4 0,498 L 0,116 3 0,348 0,114 3 0,342 0,132 3 0,396 0,108 3 0,324 0,126 3 0,378 0,119 3 0,357

0,527 1,796

ANCAMAN

M 0,116 2 0,232 0,105 1 0,105 0,132 1 0,132 0,116 1 0,116 0,081 1 0,081 0,110 1,2 0,133 N 0,098 1 0,098 0,105 2 0,210 0,078 1 0,078 0,100 2 0,200 0,099 2 0,198 0,096 1,6 0,156 O 0,142 2 0,284 0,122 1 0,122 0,109 2 0,218 0,108 1 0,108 0,117 1 0,117 0,119 1,4 0,169 P 0,116 2 0,232 0,149 2 0,298 0,140 2 0,280 0,141 2 0,282 0,171 1 0,171 0,143 1,8 0,252


(5)

   

Lampiran 7. Hasil Analisis QSPM Faktor

Sukses Kritis

Bobot

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 Strategi 7 Strategi 8 AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS A 0,120 4 0,480 3 0,360 3 0,360 4 0,480 2 0,240 3 0,360 3 0,360 2 0,240 B 0,139 4 0,556 3 0,417 3 0,417 4 0,556 3 0,417 4 0,556 3 0,417 3 0,417 C 0,111 4 0,444 3 0,333 2 0,222 4 0,444 3 0,333 4 0,444 2 0,222 1 0,111 D 0,110 2 0,220 3 0,330 3 0,330 2 0,220 1 0,110 2 0,220 2 0,220 1 0,110 E 0,112 3 0,336 2 0,224 2 0,224 2 0,224 2 0,224 2 0,224 2 0,224 1 0,112 F 0,127 2 0,254 3 0,381 3 0,381 2 0,254 3 0,381 1 0,127 2 0,254 1 0,127 G 0,115 2 0,230 3 0,345 2 0,230 3 0,345 2 0,230 3 0,345 2 0,230 2 0,230 H 0,150 2 0,300 2 0,300 2 0,300 2 0,300 2 0,300 2 0,300 2 0,300 2 0,300 I 0,141 2 0,282 2 0,282 4 0,564 2 0,282 2 0,282 2 0,288 2 0,288 3 0,423 J 0,121 2 0,242 3 0,363 2 0,242 3 0,363 2 0,242 3 0,363 2 0,242 3 0,363 K 0,146 3 0,438 3 0,438 3 0,438 3 0,438 3 0,438 3 0,438 3 0,438 3 0,438 L 0,119 3 0,357 4 0,476 2 0,238 3 0,357 3 0,357 2 0,238 3 0,357 3 0,357 M 0,110 3 0,330 2 0,220 3 0,330 3 0,330 3 0,330 2 0,220 2 0,220 2 0,220 N 0,096 3 0,288 3 0,288 3 0,288 3 0,288 3 0,288 2 0,192 2 0,192 3 0,288 O 0,119 3 0,357 3 0,357 3 0,357 2 0,238 3 0,357 3 0,357 2 0,238 2 0,238 P 0,143 3 0,429 2 0,286 3 0,429 3 0,429 2 0,286 3 0,429 2 0,286 2 0,286 TOTAL 5,543 5,400 4,350 5,548 4,815 5,101 4,488 4,260

Keterangan :

Strategi 1 : Penambahan fasilitas untuk area bermain anak dengan memberikan kenyamanan dan pelayanan yang terbaik. Strategi 2 : Mengadakan acara/event yang dapat mendatangkan pelanggan.

Strategi 3 :Menambah variasi produk/menu dengan melakukan inovasi produk.

Strategi 4 :Meningkatkan kegiatan promosi melalui media sosial, penyebaran flyer dan meningkatkan sponsorship. Strategi 5 :Mencari supplier bahan baku yang lebih murah untuk kebutuhan produksi.


(6)

   

Strategi 6 :Melakukan kemitraan dengan supplier/pemasok. Strategi 7 :Memperketat proses quality control produk.