Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

3 dalam al- Qur’an, hadits Rasulullah saw., dan sumber-sumber primer warisan budaya Islam melegitimasi keutamaan orientasi tersebut. Dari segi ini sudah jelas bahwa ilmu akhlak itu sangat penting karena dapat menuntun para anak didik untuk menemukan dunianya dalam menyalurkan bakatnya kepada tindakan sublimatif dan konstruktif. Hal ini perlu dilakukan sejak dini karena seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak faktor yang menyebabkan perilaku menyimpang dari kalangan remaja. Seperti krisis moraldekadensi moral, tawuran antar siswa serta semakin banyaknya pemakaian narkoba. Karena Akhlaqul karimah ini merupakan sesuatu yang sangat penting maka harus ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat, agar menjadi manusia yang berjiwa suci dan memiliki budi pekerti yang baik. Sekolah merupakan salah satu tempat membina, mempersiapkan anak didik dan tempat anak bergaul dengan teman sebaya serta tempat berkumpul para guru. Oleh karena itu, sangat perlu sekali jika pembinaan akhlak tersebut dilakukan melalui pembelajaran aqidah akhlak di Madrasah, di samping dalam kehidupan keluarga, karena dalam pembelajaran aqidah akhlak banyak memuat materi-materi yang mengarahkan siswa untuk selalu bersikap terpuji serta menjauhi perbuatan yang tercela. Dalam melaksanakan pembelajaran Aqidah Akhlak hendaknya bertujuan membentuk kepribadian yang baik dan yang paling penting adalah usaha mencari ridla Allah SWT, jauh dari pekerjaan tercela, mencuri, berbohong, jarang sholat, sehingga dalam pembelajaran Aqidah Ahklaq siswa mampu menangkap pesan- pesan yang dapat membawa dirinya pada kemuliaan tinggi yang sesuai dengan ajaran sy ari’at Islam serta dapat menjadi panutan bagi masyarakatnya kelak ketika sudah dewasa nanti. Pendidikan di sekolah yang hanya mementingkan aspek kognitif saja membuat situasi dan lingkungan mulai mengalami pergeseran, siswa dianggap gagal dalam pendidikan jika ia tidak dapat mendapatkan nilai standar yang menjadi acuan. Siswa dipacu untuk meningkatkan nilai prestasinya setinggi mungkin, tanpa memperhatikan kesanggupan mental siswa itu sendiri. Aspek 4 afektif dan aspek pskimotorik di sekolah-sekolah kurang mendapat perhatian serius, karena dianggap sebagai pelengkap saja. Akhirnya, banyak siswa yang sudah terbiasa dalam komunitas yang kurang baik. Berbuat curang dan menyontek saat ulangan seakan-akan sudah menjadi budaya. Maka tak jarang kita temui di masyarakat, banyak siswa yang nilainya bagus tetapi kepribadiannya jelek. Fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003, serta berdasarkan visi dan misi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Adapun tujuan pendidikan nasional adalah untuk “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab ”. 4 Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik tetapi sederhana. Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar, yakni siswa, dan yang mengajar yakni guru dan berkaitan erta dengan manusia didalam masyarakat yang semuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja. 5 Ketika guru menjadi pembelajar, siswa pun akan relatif mudah di dorong menjadi pembelajar. Asumsinya, upaya guru mengubah perilaku siswa akan jauh lebih mudah dengan memberi contoh ketimbang menyuruh. Siswa akan jauh lebih mudah diajak oleh orang dewasa ketimbang diperintah. Kontinuitas perilaku siswa sebagai guru pembelajar akan lebih dapat dipertanggungjawabkan, jika 4 Tatang Syarifudin, Landasan Pendidikan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009, Cet. 1, h. 208. 5 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaj Rosdakarya, 2009, Cet. 23, h. 6 5 pembentukannya dilakukan melalui penyadaran, bukan melalui pengkondisian, apalagi pemaksaan. 6 Ketika guru menginginkan murid-muridnya rajin belajar, hobi membaca, maka sang guru tidak boleh juga mengabaikan hal-hal tersebut. Sebagai guru mestinya lebih rajin belajar, juga lebih rajin membaca. Ia akan menjadi orang pertama yang melaksanakan apa yang ia ajarkan. Guru merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran, berhasil tidaknya suatu pendidikan bisa dilihat dari kualitas sang pendidik. Pendidik menjadi panutan dan teladan bagi siswanya, guru dapat menjadi idola bagi murid jika sang guru dapat memenuhi apa yang diinginkan oleh murid- muridnya, jika sang guru tak dapat memenuhi apa yang diinginkan oleh murid maka guru itu kurang menjadi perhatian mereka. Dalam pribahasa dikatakan “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”, pribahasa ini mempunyai arti yang sangat dalam, orang yang sangat berpengaruh dalam kepribadiannya adalah sang guru. Guru menjadi sumber keteladanan bagi sang murid. Seperti yang disebutkan di atas bahwa guru merupakan alat pendidikan agar tercapainya keberhasilan pendidikan, karena seorang guru merupakan sosok yang setiap hari berinteraksi dengan murid. Tugas dan peran seorang guru bukanlah hanya sebagai pentransfer ilmu pengetahuan saja, akan tetapi ia juga sebagai sosok tauladan, pengelola kelas, mediator dan fasilitator serta evaluator. Mengingat kualitas personal guru sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan siswa, maka peneliti akan meneliti lebih lanjut lagi dalam skripsi berjudul “UPAYA GURU AKIDAH AKHLAK DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI MTS MA’ARIF SABIILUL HUDAA BOGOR”. 6 Sudaran Danim, Pengembangan Profesi Guru: Dari Pra-jabatan, Induksi, ke Profesional Madani, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, Cet. 1, h. 205. 6

B. Identifikasi Masalah

Masalah yang dapat di identifikasi peneliti adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan yang dikembangkan sekolah masih kurang memperhatikan aspek pembinaan akhlak siswa. 2. Kurangnya upaya guru akidah akhlak di dalam membina akhlak siswa 3. Pengaruh signifikan yang mengindikasikan adanya perbaikan akhlak siswa sebagai hasil upaya guru akidah akhlak. 4. Cara guru dalam membina akhlak siswanya.

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Dari sejumlah masalah yang diidentifikasi, peneliti membatasi pada “Apakah pembelajar an Akidah Akhlak Di MTS Ma’arif Sabiilul Hudaa Bogor Efektif Dalam Membina Akhlak Siswa? ”. Berdasarkan masalah yang telah dibatasi peneliti, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1. Upaya apakah yang di tempuh guru akidah akhlak dalam membina akhlak siswa di MTS Ma’arif Sabiilul Hudaa Bogor? 2. Bagaimana akhlak siswa MTS Ma’arif Sabiilul Hudaa Bogor? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi akhlak siswa MTS Ma’arif Sabiilul Hudaa Bogor?

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin diperoleh oleh peneliti dari penyusunan skripsi ini adalah:  “Untuk mengetahui upaya guru akidah akhlak dalam membina akhlak siswa”. Dari penelitian ini, ada beberapa manfaat yang peneliti inginkan dari penyusunan skripsi ini, yaitu: 1. Diharapkan dapat meningkatkan perhatian para guru dan khususnya guru akidah akhlak terhadap pembelajaran akidah akhlak. 7 2. Dapat memberikan informasi terhadap para siswa bahwa keberhasilan pendidikan itu tidak hanya dilihat nilai raportnya saja tetapi akhlak yang baik juga harus diperhatikan. 8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Pembelajaran

Pembelajaran yang diidentikan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui diturut. Kata tersebut ditambah dengan awa lan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan cara, perbuatan menjadikan orang atau mahuk hidup belajar. 1 Adapun beberapa pengertian pembelajaran menurut istilah adalah sebagai berikut: Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan 1 Tim Redaksi Kamus Besar Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, Cet. 4, h.23