Makna dan Fungsi Simbolik Dalam Tradisi Mangure Lawik Pada Masyarakat Pesisir Sibolga: Kajian Semiotik

(1)

MAKNA DAN FUNGSI SIMBOLIS DALAM TRADISI MANGURE LAWIK PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA: KAJIAN SEMIOTIK

SKRIPSI SARJANA

DISUSUN OLEH

NAMA : MARINTAN KARTIKA SARI SITOMPUL NIM : 110702017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN


(2)

MAKNA DAN FUNGSI SIMBOLIS DALAM TRADISI MANGURE LAWIK PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA:KAJIAN SEMIOTIK

SKRIPSI SARJANA

NAMA : MARINTAN KARTIKA SARI SITOMPUL NIM : 110702017

LEMBAR PENGESAHAN Disetujui Oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Yos Rizal. MSP Drs. Ramlan Damanik,M.Hum

NIP : 196606171992031003 NIP : 196302021991031004

Diketahui oleh : Departemen sastra daerah

Ketua

Drs. Warisman Sinaga, M. Hum NIP : 196207161988031002


(3)

PENGESAHAN Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada : Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP: 195110131976031001

PANITIA UJIAN:

NO NAMA TANDA TANGAN

1. Drs. Warisman Sinaga, M.Hum 2. Dra. Herlina Ginting, M.Hum 3. Drs. Yos Rizal. MSP

4. Drs. Ramlan Damanik, M.Hum 5. Dra. Asriaty Purba, M.Hum


(4)

DISETUJUI OLEH:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

MEDAN, AGUSTUS 2015 KETUA

Departemen Sastra Daerah

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum NIP: 196207161988031002


(5)

KATA PENGANTAR

Penulis terlebih dahulu mengucapakan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, serta pertolongan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini yaitu “Makna dan Fungsi Simbolik Dalam Tradisi Mangure Lawik Pada Masyarakat Pesisir Sibolga: Kajian Semiotik”.

Penulis berharap skripsi ini menjadi bahan informasi yang berguna bagi pembaca. Untuk memudahkan pemahaman skripsi ini, penulis membaginya menjadi lima bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang mencangkup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian. Bab kedua merupakan tinjauan pustaka yang mencangkup kepustakaan yang relevan dan landasan teori. Bab ketiga merupakan metode analisis data. Bab keempat merupakan pembahasan tentang permasalahan yang ada pada rumusan masalah, serta bab kelima merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, karena itu penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. semoga apa yang diuraikan dalam skripsi ini berguna bagi kita semua.

Penulis

Marintan Kartika Sari Sitompul 110702017


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Makna Dan Fungsi Simbolis Dalam Tradisi Mangure Lawik Pada Masyarakat Pesisir Sibolga, Kajian Semiotik ”. Skripsi ini disusun Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, saran dan bimbingan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sehingga tulisan ini akan lebih sempurna seperti apa yang diharapkan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah member dorongan dan kemudahan baik moril maupun materil yang berarti, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik, khususnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Syahron Lubis M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga M.Hum selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu Universitas Sumatera Utara.


(7)

3. Bapak Drs. Yos Rizal. MSP selaku pembimbing I, tanpa bimbingan, waktu, tenaga dan cakrawala dari beliau maka penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan.

4. Bapak Drs. Ramlan Damanik, M.Hum selaku pembimbing II yang begitu banyak memberikan arahan bimbingan serta masukan yang begitu berarti bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

6. Ucapan terima kasih yang tiada tara untuk kedua orang tua penulis. Untuk Ayahnda U.Sitompul dan Ibunda Yuriah Panggabean yang telah menjadi orang tua terhebat sejagad raya, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doa yang tentu takkan bisa penulis balas.

7. Untuk kedua adik penulis Baginda Wahyu Saputro Sitompul yang selalu menanyakan penulis kapan wisudanya kak? Makasih karena menjadi pemicu semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih adek Shara Natalia Sitompul yang selalu setia berbagi cerita ketika penulis sedang penat. Terima kasih banyak kalian telah menjadi bagian dari motivator yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Radjoki yang telah memberikan sumbangan informasi dan arahan kepada penulis. Ibu Puspita terima kasih karna sudah memberikan sumabangan informasi dan


(8)

bimbingan singakat sewaktu penulis mengadakan penelitian di Sibolga (terima kasih bu, jadi terkenang masa SMA bersama ibu guru tersayang). 9. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Camat Sibolga

Selatan, yang menjadi narasumber penulis dan mengizinkan penulis mengadakan penelitian lokasi Aek Habil, dan yang telah memberikan informasi sehingga penelitian penulis dapat berjalan denga lancar.

10. Kepada bou terima kasih sudah memberi tumpangan tempat tinggal selama intan mengadakan penelitian di Sibolga. Buat eda Lisa dan bang Bonggas terima kasih karena sudah membantu intan memberikan informasi seputar penelitian dan mencarikan informan buat intan. Maaf yah intan sering meropatkan.

Terima kasih buat paribanku Parlin Pasaribu yang selalu memberi semangat dan selalu nanyak “sudah bagaimana skripsinya ban?” dan disitu terkadang saya merasa sedih.

11. Sobat dekatku, Gundul (makasih ndul udah nyemangatin gue trus dan kadang bikin gue pingin cepat-cepat pulang ke Bogor), Ramli bbong , Kak Heni rojer, Tikatikul, Ayu parbada, kak Fanny, makasih kalian semua telah mengajarkan penulis arti kekeluargaan, tanggung jawab, dan kepedulian. Terima kasih atas segala kebersamaan dan waktu yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini.

12. Kedanku, Kariting (makasih buat supportnya), adek Desy karumpet, Diana Gayus, Ike peng-peng, Meldunk, Sarima oy, Chincan, K’pera pesek, makasih


(9)

ya atas kegilaan kalian, strees saya sedikit berkurang. makasih juga kalian udah mau menampung aku kalau lagi galau.

13. Terima kasih buat abang-abang dan kakak-kakak stambuk 2008, 2009, 2010 yang selalu memberi bimbingan dan arahan-arahan yang bermanfaat.

14. Kepeda teman-teman seperjuangan stambuk 2011, Prayogo, Jesica, Rumondang, Hery, Imam, Hendra, Faiza, Rini, Lisna, Erma dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah melewati masa-masa kuliah bersama dalam perjuangan kita menggapai impian sebagai seorang Sastrawan. Semua menjadi kisah klasik untuk masa depan kawan. 15. Adik-adik junior stambuk 2012,2013,2014, yang tidak bisa disebutkan satu

persatu yang telah banyak memberikan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

16. Dan kepada pihak-pihak lain yang telah begitu banyak membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran akan peneliti dengan tangan terbuka, karena itu semua menjadi pemicu bagi diri peneliti untuk berusaha dan belajar mencapai hasil yang maksimal.

Medan, Agustus 2015


(10)

ABSTRAK

Marintan Kartika Sari Sitompul, 2015. Judul skripsi: Makna dan Fungsi Simbolis dalam Tradisi Mangure Lawik Pada Masyarakat Pesisir Sibolga: Kajian Semiotik. Terdiri dari 5 bab.

Dalam penelitian ini penulis membahas tentang MAKNA DAN FUNGSI SIMBOLIS DALAM TRADISI MANGURE LAWIK MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA: KAJIAN SEMIOTIK. Permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah tat cara pelaksanaan, peralatan-peralatan yang digunakan, makna dan fungsi lambang-lambang serta pantangan yang harus dihindari dalam tradisi Mangure Lawik pada masyarakat Pesisir Sibolga.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tata cara pelaksanaan, peralatan-peralatan yang digunakan, makna dan fungsi lambang-lambang serta pantangan yang harus dihindari dalam tradisi Mangure Lawik pada masyarakat Pesisir Sibolga. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan narasumber tokok-tokoh adat, pemuda, masyarakat, dan pemerintah Camat. Data dikumpulkan dengan teknik : observasi, wawancara dan studi dokumen.

Hasil penelitian menunjukan bahwa : Masyarakat nelayan Pesisir Sibolga masih mempercayai adanya pengaruh makhluk halus terhadap kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara mengatasi tantangan hidup yang berhubungan dengan sistem mata pencaharian mereka dengan mengadakan suatu bentuk upacara untuk menghindari mara bahaya dari mereka. Melalui upacara mangure lawik rasa solidaritas terwujud dan dengan adanya aktivitas masyarakat, maka upacara mangure lawik dapat diadakan. Adanya rasa solidaritas dan aktivitas ini dapat kembali menetralisir keadaan sebelumnya di mana di antara mereka satu dengan yang lainnya telah ada jarak demikian juga dengan penguasa laut.


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kepustakaan yang Relevan ... 8

2.2 Teori Yang Digunakan ... 9

2.2.1 Teori Semiotik ... 9

2.2.2 Teori Fungsi ... 10

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

3.1 Metode Dasar ... 11


(12)

3.3 Instrumen Penelitian ... 12

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 13

3.4.1 Observasi ... 13

3.4.2 Wawancara ... 13

3.4.3 Metode Kepustakaan ... 14

3.4.4 Dokumentasi ... 14

3.5 Metode Analisis Data ... 15

BAB IV PEMBAHASAN ... 16

4.1 Tata Cara Pelaksanaan Upacara Tradisi Mangure Lawik ... 16

4.1.1 Upacara Mangure Lawik ... 16

4.1.2 Pawang Mangure Lawik ... 17

4.1.3 Persiapan Sebelum Upacara Tradisi Mangure Lawik ... 19

4.1.4 Pelaksanaan Upacara Tradisi Mangure Lawik ... 20

4.1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tradisi Ritual Mangure Lawik ... 26

4.1.6 Masyarakat Tradisi Mangure Lawik ... 28

4.1.7 Perlengkapan Tradisi Mangure Lawik ... 29

4.1.8 Kegiatan-kegiatan dalam Tradisi Mangure Lawik ... 30

4.1.9 Waktu Upacara Tradisi Mangure Lawik ... 31

4.1.10 Syarat-syarat yang dilakukan Pawang ... 32


(13)

4.1.12 Kesenian Sikambang ... 36

4.1.13 Makan Bersama ... 38

4.2 Fungsi dan Makna Simbol dalam Tradisi Mangure Lawik ... 39

4.2.1 Makanan dan Jenis Tumbuhan ... 39

4.2.1.1 Setalam Kue ... 39

4.2.1.2 Beres Putih ... 40

4.2.1.3 Beras Kuning ... 40

4.2.1.4 Bertih ... 41

4.2.1.5 Sembilan Pohon Bakau ... 41

4.2.1.6 Limau Purut ... 42

4.2.1.7 Bungo Pagaran ... 42

4.2.1.8 Bungo Rampai ... 43

4.2.1.9 Sitawa, Sitawar, Sidingin ... 44

4.2.2 Jenis Hewan... 44

4.2.2.1 Kerbau Jantan ... 44

4.2.2.2 Ayam Putih... 44

4.2.3 Logam, Cawan, dan Pakaian ... 45

4.2.3.1 Cawan Putih ... 45

4.2.3.2 Pawang Berbaju Putih, Celana Putih, Ikat Kepala, Bersepatu ... 45


(14)

4.2.3.4 Air ... 46

4.2.4 Benda-benda Persembahan ... 46

4.2.4.1 Kemenyan ... 46

4.2.4.2 Tepung Tawar ... 47

4.2.4.3 Kain Lima Warna ... 51

4.2.5 Isyarat ... 52

4.2.5.1 Asal Mula Kegiatan dalam Persembahan ... 52

4.2.5.2 Pengibasan Kain Putih ... 52

4.2.5.3 Balai-balai ... 53

4.2.5.4 Pemuka Adat... 53

4.2.5.5 Penjaga Keamanan ... 53

4.2.5.6 Tempat Persembahan ... 53

4.2.6 Pelaksanaan Upacara Tradisi Mangure Lawik ... 54

4.2.5.1 Kegiatan Pawang ... 54

4.2.5.2 Tabu dalam Upacara ... 54

4.2.5.3 Memijak Haluan Kapal dan Membuang Kotoran ... 54

4.2.5.4 Menelusuri Muara... 55

4.2.5.5 Berkelahi ... 55

4.2.5.6 Larangan-larangan dan Menghempaskan ikan ... 55

4.2.5.7 Larangan Bagi Wanita ... 56

4.2.5.8 Membawa Makanan ... 56


(15)

4.2.5.10 Hukum Pantang Dilaut ... 57

BAB V KESIMPULAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 63

Daftar Pertanyaan ... 63


(16)

ABSTRAK

Marintan Kartika Sari Sitompul, 2015. Judul skripsi: Makna dan Fungsi Simbolis dalam Tradisi Mangure Lawik Pada Masyarakat Pesisir Sibolga: Kajian Semiotik. Terdiri dari 5 bab.

Dalam penelitian ini penulis membahas tentang MAKNA DAN FUNGSI SIMBOLIS DALAM TRADISI MANGURE LAWIK MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA: KAJIAN SEMIOTIK. Permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah tat cara pelaksanaan, peralatan-peralatan yang digunakan, makna dan fungsi lambang-lambang serta pantangan yang harus dihindari dalam tradisi Mangure Lawik pada masyarakat Pesisir Sibolga.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tata cara pelaksanaan, peralatan-peralatan yang digunakan, makna dan fungsi lambang-lambang serta pantangan yang harus dihindari dalam tradisi Mangure Lawik pada masyarakat Pesisir Sibolga. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan narasumber tokok-tokoh adat, pemuda, masyarakat, dan pemerintah Camat. Data dikumpulkan dengan teknik : observasi, wawancara dan studi dokumen.

Hasil penelitian menunjukan bahwa : Masyarakat nelayan Pesisir Sibolga masih mempercayai adanya pengaruh makhluk halus terhadap kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara mengatasi tantangan hidup yang berhubungan dengan sistem mata pencaharian mereka dengan mengadakan suatu bentuk upacara untuk menghindari mara bahaya dari mereka. Melalui upacara mangure lawik rasa solidaritas terwujud dan dengan adanya aktivitas masyarakat, maka upacara mangure lawik dapat diadakan. Adanya rasa solidaritas dan aktivitas ini dapat kembali menetralisir keadaan sebelumnya di mana di antara mereka satu dengan yang lainnya telah ada jarak demikian juga dengan penguasa laut.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah masyarakat yang berdiam mulai dari ujung Aceh, Meulaboh, Tapak Tuan, Singkil, Barus, Sorkam, Sibolga, Pandan, Jago-jago, Natal, Padang, Seterusnya Bengkulu dan Belitung. Masyarakat Melayu sebagai salah satu suku bangsa (ethnic group) yang ada di Sumatera Utara telah sejak dulu membentuk, mengembangkan adat, tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi kebutuhan dasarnya.

Salah satu kebutuhan dasar itu adalah bagaimana cara mempertahankan hidupnya seperti kehidupan sesama manusia maupun dengan alam yang menjadi sumber penghidupannya sehari-hari. Dengan berkembangnya kebudayaan Melayu seiring dengan dinamika zaman, maka tempat tinggal yang dahulu fungsinya hanya sebagai tempat berlindung dari bencana alam, sedikit demi sedikit mengalami pergeseran walaupun dipihak lain masih dapat ditemukan bentuk-bentuk aslinya.

Masyarakat Melayu yang menghuni daerah pantai tersebut memiliki pandangan khusus terhadap laut. Mereka menganggap laut sebagai sumber penghidupan utama. Oleh sebab itu, hubungan baik dengan penguasa laut mesti terbina secara harmonis, dengan demikian, tidak mengherankan apabila pada komunitas tersebut dikenal dengan


(18)

tradisi upacara menjamu laut. Walaupun demikian, tradisi yang dipercaya sejak dahulu itu, kini mengalami pergeseran yang disebabkan oleh perkembangan teknologi, tingginya tingkat pendidikan dan pengaruh kepercayaan samawi membawa peerubahan dalam cara-cara penyajian tradisi tersebut.

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan semakin tingginya tingkat pendidikan para generasi muda serta adanya jalinan dan kerjasama (kontak) dengan masyarakat luar maka norma-norma yang diyakini dan dipercaya sejak dahulu itu, kini mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan ini berkaitan dengan aktivitas masyarakat yang mana dengan semakin baiknya tingkat kualitas hidup maka ada semacam tendensi untuk meninggalkan hal-hal yang tabu. Dalam hal ini, keyakinan atau agama (religion) yang dipegangnya bisa jadi merupakan salah satu faktor perubahan yang signifikan.

Laut yang serba tidak pasti memaksa masyarakat nelayan mempersiapkan diri agar dapat mengandalikannya dalam upaya menyambung hidup. Menghadapi dunianya itu, mereka harus melakukan berbagai cara antara lain dengan kekuatan supranatural yang merupakan satu kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat nelayan yang kehidupannya sangat tergantung kepada kemurahan alam. Kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib dan kekuatan alam diyakini dapat membantu atau bahkan menghambat aktivitas dilaut harus diketahui. Oleh karenanya, masyarakat Melayu di pesisir Sibolga, mengenal salah satu ritual yakni kepercayaan tradisi mangure lawik dikatakan sebagai ritual karena dilakukan secara tetap pada waktu tertentu, tidak berubah waktunya dan


(19)

dilangsungkan secara turun-temurun. Tradisi Mangure Lawik adalah ritual sakral yang dipercaya memiliki kemampuan untuk membina hubungan baik dengan alam.

Kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat akan diwariskan ke generasi-kegenerasi yang lebih muda melalui serangkaian tindakan. Bentuk transmisi pewarisan budaya tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi yaitu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dilingkungannya, internalisasi (proses) maupun inkulturasi atau usaha suatu agama untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Proses pewarisan atau transmisi nilai-nilai kebudayaan yang berlangsung itu, biasanya dilakukan melalui pranata sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang juga selalu dimanfaatkan sebagai sarana pewarisan kebudayaan adalah tradisi yang bersarat tradisional seperti tradisi mangure lawik. Saat ini, utamanya di kota-kota besar, eksitensi tradisi mengalami persoalan dimana para masyarakat dari beragam suku yang ada di perkotaan tidak lagi mengenal apalagi mempraktekkan tradisi yang pernah hidup pada masyarakat itu. Kondisi demikian tentunya melahirkan sebuah kekhawatiran bahwa beberapa tahun kedepan akan semakin banyak bahagian-bahagian dari identitas atau ciri khas milik bangsa Indonesia yang hilang.

Mengingat fungsi dan makna tradisi yang penting dalam menumbuhkan nilai-nilai atau kesadaran kolektif tadi, maka perlu dilakukan sebuah upaya komprehensif (mempunyai dan memperlihatkan wawasan yang luas) untuk merekonstruksi (penyusunan kembali) dan merevitalisasi atau upaya menghidupkan kembali tradisi itu sendiri. Upaya seperti ini diperlukan guna menumbuhkan kembali identitas khas kolektif


(20)

yang dimiliki oleh masyarakat Melayu yang sudah mulai punah. Hal ini menjadi penting sebab dalam setiap tradisi masyarakat terkandung nilai-nilai luhur yang selama beberapa waktu dinilai efektif membantu proses pembentukan karakter jiwa, keharmonisan masyarakat antara sesama maupun dengan alam.

Tradisi mangure lawik atau menjamu laut dilakukan oleh masyarakat Sibolga yang mayoritas bertempat tinggal didaerah pesisir dimana sumber penghidupannya adalah menangkap ikan (nelayan). Mengingat pada masa awal bahwa masyarakat Melayu yang menganut paham animisme (kepercayaan kepada roh-roh) dan dinamisme (kepercayaan kepada benda-benda) diperkirakan mempunyai konsep tradisi yang mereka lakukan yakni sebagai jalan membina interaksi antara anggota masyarakat dengan penguasa alam. Bertambah besarnya tantangan yang dihadapi kelompok masyarakat serta semakin mempercepat meningkatnya keyakinan mereka terhadap roh-roh orang meninggal, pohon besar, penguasa laut dan bumi. Masuknya paham ajaran agama samawi seperti Hindu, Budha, Islam dan Kristen ikut pula membawa perubahan dalam cara-cara menyajikan tradisi tersebut.

Tradisi mangure lawik bagi masyarakat Sibolga merupakan bagian dari kebudayaan tradisional yang mengalami perjalanan yang cukup lama dan memiliki langgam dan jiwa tertentu, sehingga mempunyai fungsi dan manfaat untuk masyarakat yang mempercayainya. Pada dasarnya sejalan dengan perkembangan zaman yang dinamis, telah banyak mengalami perubahan dalam bentuk tata cara melakukan tradisi tersebut namun manfaat serta implikasinya terhadap lingkungan dan masyarakat yang tidak berubah.


(21)

Berbagai aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan laut seperti menangkap ikan kerap dibarengi dengan adanya pantangan-pantangan (taboo) untuk dilakukan. Pantangan itu antara lain yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari yang dilakukan di laut pada saat upacara mangure lawik dilakukan, yang memiliki waktu selama tiga hari. Nelayan di Sibolga mengenal pandangan ini secara cermat dan harus dihindari agar kelak aktifitas tradisi yang dilakukan mendapat berkat dari penguasa laut. Sebagai sumber penghidupan harus dapat dicermati secara seksama, dan kekuatan yang dilakukan didalamnya, apa yang diambil untuk penghidupan, bagaimana cara memperolehnya, dengan alat apa dan bagaimana cara membuat alat tersebut sebagai cara mempermudah menaklukkan laut. Dengan demikian pula terdapat bagaimana masyarakat memandang laut, bagaimana menjinakkannya dan bagaimana untuk melindungi laut tersebut sebagai cara untuk melestarikannya.

Dari fenomena diatas, sangat menarik perhatian penulis untuk menelitinya, karena ada beberapa faktor yang menyebabkan tradisi upacara Mangure Lawik (menjamu laut) masih tetap dilakukan oleh masyarakat Melayu pesisir Sibolga, yaitu sebagai wujud syukur seraya memanjatkan doa kepada Tuhan, menjalin ikatan tali persaudaraan yang erat antar sesama nelayan dan harapan menjaga kelestarian laut seperti terumbu karang, serta fungsi dan manfaatnya bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.


(22)

1.2 Rumusan Masalah

Dari berbagai asumsi serta uraian latar belakang diatas, sekaligus untuk menjamin tercapainya hasil penelitian yang diinginkan, maka berikut ini disusun rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimanakah tata cara pelaksanaan upacara tradisi Mangure Lawik pada masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah ?

2. Bagaimanakah fungsi dan makna simbolis dalam tradisi Mangure Lawik pada masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah :

1. mengetahui bagaimana tata cara pelaksanaan upacara tradisi Mangure Lawik pada masyarakat pesisit Sibolga Tapanuli Tengah.

2. mengetahui bagaimana makna serta fungsi dari simbol-simbol dalam upacara tradisi Mangure Lawik pada masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.


(23)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitiaan ini adalah sebagai berikut : 1. Memberi sumbangan secara teoritis tentang berbagai bentuk kepercayaan

tentang tradisi Mangure Lawik pada masyarakat pesisir Sibolga, Tapanuli Tengah.

2. Memperkuat identitas nelayan Melayu khususnya di Sibolga sebagai kelompok yang memiliki perhatian terhadap pelestarian lingkungan. 3. Inventarisasi dan dokumentasi khasanah budaya lokal yang hampir punah

akibat modernisasi.

4. Sebagai bahan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya dengan tema yang sejenis yang belum dikaji dalam penelitian ini.

5. Menambah wawasan dan menumbuhkan kebanggaan bagi masyarakat Sibolga Tapanuli Tengah atas warisan budaya dari tradisi Mangure Lawik tersebut.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Penelitian dan pembicaraan tentang Mangure Lawik atau yang dikenal dengan Jamu Laut atau Kenduri Laut, khususnya dalam khasanah/budaya Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara sudah ada dilakukan. Namun, secara khusus pembicaraan terhadap upacara tradisi Mangure Lawik pada masyarakat pesisir Sibolga di kawasan Sibustak-bustak Jalan Mojopahit Aek Habil Kota Sibolga Tapanuli Tengah belum pernah dilakukan. Adapun penelitian tentang Jamuan Laut yang pernah dilakukan adalah ;

Di antaranya penelitian Arman Sofiyan Harahap (2008), Peran Pawang dalam Upacara Ritual Masyarakat Melayu, kemudian penelitian Syaifuddin (2005), Kajian tentang Fungsi dan Nilai-nilai Budaya. Penelitian lainnya yang secara seintifik berkaitan dengan topik penelitian penulis adalah yang dilakukan oleh Nurhayati Lubis. bertajuk Analisis Semiotika dalam Upacara Ritual Jamuan Laut di Jaring Halus (2008).


(25)

2.2 Teori Yang Digunakan

Berdasarkan judul penelitian ini, maka secara umum teori yang digunakan untuk mendeskripsikan makna dan fungsi simbolis dalam tradisi Mangure Lawik pada masyarakat Melayu dikawasan Sibustak-bustak Jalan Mojopahit Aek Habil Kota Sibolga Tapanuli Tengah menggunakan dua teori yang penulis gunakan, yaitu teori semiotik dan teori fungsi. Berikut akan dijelaskan mengenai kedua teori tersebut.

2.2.1 Teori Semiotik

Semiotik atau (semiotika) adalah ilmu tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomenal sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti dalam lapangan kritik sastra (Preminger dalam Pradopo:1995)

Preminger 1974:980 (dalam Pradopo 1995) mengatakan, penelitian semiotik meliputi analisis serta sebagai sebuah bahasa yang tergantung pada (sifat-sifat) yang menyebabkan bermacam-macam cara (modus) wacana mempunyai makna.

Lengkapnya, Preminger 1974:980 menyatakan bahwa semiotik adalah teori tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena/sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Artinya, semiotik itu juga mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai makna. Dalam lapangan kritik sastra meliputi tanda sastra bergantung pada (sifat-sifat) yang menyebabkan bermacam-macam cara (modus) sehingga suatu wacana mempunyai


(26)

makna. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan, bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda, sistem-sistem, aturan-aturan dan konversi-konversi yang memungkinkan tanda-tanda mempunyai makna di dalam peristiwa sastra.

2.2.2 Teori Fungsi

Teori menurut Bascom (dalam Danandjaja, 1984:19) ada empat yaitu:

1. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif.

2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan. 3. Sebagai alat pendidikan anak.

4. Sebagai alat pemaksa dan pengawasan agar selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya

Fungsi adalah suatu kegunaan yang dapat diambil dalam melakukan sesuatu. Demikian juga dengan Tradisi Mangure Lawik, memiliki fungsi dalam masyarakat. Bagi masyarakat Sibolga fungsi Tradisi Mangure Lawik itu sebagai wadah pemeliharaan adat, pengajaran agama, pengajaran ilmu, pertahanan, hiburan, dan kepercayaan.

Simbol dalam tradisi mangure lawik masyarakat pesisir sibolga adalah fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Maka untuk memahami fungsi dan makna simbolis dalam masyarakat Melayu pesisir Sibolga digunakan teori yang telah dinyatakan.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sadar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan kebenaran.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Berdasarkan metode ini akan dianalisis data yang diperoleh, sehingga dapat memberikan hasil secara positif dan setepat mungkin. Sekaligus digunakan sebagai upaya eksplorasi terhadap gejala dan kenyataan yang diamati dan dipelajari.

Sebagaimana dijelaskan bahwa, fokus penelitian yang diarahakan pada pemaparan inti Tradisi Mangure Lawik (Jamu Laut) pada masyarakat nelayan Melayu dipesisir Barat pantai Sumatera Utara. oleh sebab itu, sesuai dengan objek yang dikaji itu, pilihan terhadap metode ini adalah opsi yang cukup beralasan mengingat sifatnya deskriptif.


(28)

3.2 Lokasi Dan Sumber Data

Di dalam melakukan penelitian, penulis terjun ke lapangan yang berada di kawasan Sibustak-bustak Jalan Mojopahit Aek Habil Kota Sibolga Tapanuli Tengah yang mayoritas masyarakatnya adalah bermata pencaharian sebagai nelayan. Sumber data penelitian ini terdiri dari masyarakat setempat yang bertempat tinggal di kawasan Sibustak-bustak Jalan Mojopahit Aek Habil Kota Sibolga Tapanuli Tengah, tokoh masyarakat, tokoh adat, kepala Kecamatan, dan lembaga-lembaga adat.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data penelitian. Pemilihan instrumen penelitian disesuaikan dengan karakteristik masalah yang hendak dicapai. Kedudukan penulis dalam penelitian ini ialah sebagai hasil penelitian. Dengan demikian, peran penulis dalam penelitian ini sangat penting karena keberadaannya tidak dapat diwakilkan oleh siapa pun.

Dalam suatu penelitian instrumen sangat memegang peranan yang penting. Berhasil atau tidak suatu penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan dalam penelitian. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah penulis menggunaan buku dan alat tulis lengkap, yaitu untuk mencatat informasi yang didapat dari lapangan, penulis juga menggunakan handphone dan kamera digital untuk perekaman audio dan perekaman video audio serta untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar.


(29)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Untuk menghimpun data-data, informasi dan masukan dalam penelitian ini dilakukan dengan sebagai berikut :

3.4.1 Observasi

yakni mengadakan pengamatan atau peninjauan langsung ke lokasi tempat penelitian yaitu di kawasan Sibustak-bustak Jalan Mojopahit Aek Habil Kota Sibolga. Dari observasi ini guna merancang desain pengumpulan data yang diperlukan.

3.4.2 Wawancara

Wawancara atau interview, yakni mengadakan wawancara terhadap informan, bertanya langsung tentang hal-hal yang berhubungan serta mencatat semua jawaban yang diberikan. Wawancara tidak langsung, yaitu sambil bercakap-cakap, lalu dicatat data yang diperlukan.

Maka peneliti menentukan informan penelitian yang diharapkan memiliki kemampuan untuk memberikan data informasi terhadap masalah yang sedang dikaji. Dalam penelitian ini, informan penelitian (responden) ditentukan secara bertujuan, yakni orang-orang yang dipilih dan ditentukan memiliki kemampuan untuk menjelaskan fenomena dan gejala yang diteliti. Informan-informan penelitian tersebut adalah seperti masyarakat setempat, tokoh masyarakat, tokoh adat, kepala camat, dan lembaga-lembaga adat.


(30)

3.4.3 Metode Kepustakaan

Merupakan salah satu landasan dalam melakukan sebuah penelitian, yakni dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan untuk mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber-sumber bacaan ini dapat berupa buku, ensiklopedi, jurnal, bulletin, artikel, laporan penelitian dan lain-lain. Dengan melakukan studi kepustakaan penulis akan mendapat cara yang efektif dalam melakukan penelitian lapangan dan penyusunan proposal skripsi ini. Studi kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh pengetahuan dasar tentang apa yang akan diteliti. Dalam hal ini penulis mempelajari skripsi-skripsi kajian tentang Jamuan Laut yang sudah pernah ditulis oleh para sarjana atau para peneliti lainnya.

3.4.4 Dokumentasi

Dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, agenda dan lain sebagainya (Arikunto,2006:236).

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi yang dilakukan penulis adalah dengan mengumpulkan data-data melalui pencatatan atau data-data tertulis, perekaman audio, video audio serta dokumentasi dalam bentuk gambar yang ada di kawasan Sibustak-bustak Jalan Mojopahit Aek Habil Kota Sibolga Tapanuli Tengah.


(31)

3.5 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan adalah metode analisis stuktur dan semiotik. Yang dimaksud dengan analisis struktur dalam penelitian ini bertujuan menguraikan bagian-bagian Upacara Tradisi Mangure Lawik dari awal persiapan hingga selesai. Metode ini merupakan analisis semiotik, dimaksudkan untuk mencari makna atau arti yang terkandung dari setiap unsur atau bagian yang menjadi tanda-tanda upacra tersebut, sehingga member hasil positif dan tepat.


(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Tata Cara Pelaksanaan Upacara Tradisi Mangure Lawik

Tahap pelaksanaan Tradisi Mangure Lawik di Sibolga merupakan tahapan-tahapan yang dilaksanakan pada upacara tradisi mangure lawik masyarakat Melayu pesisir Sibolga. Pelaksanan Mangure Lawik ini dilakukan oleh pawang dan dibantu oleh masyarakat yang terlibat pada lokasi pelaksanaan upacara tradisi Mangure Lawik.

4.1.1 Upacara Mangure Lawik

Pada umumnya upacara merupakan rangkaian perangkat lambang-lambang yang berupa benda atau materi, kegiatan fisik, hubungan tertentu, kejadian-kejadian, isyarat-isyarat, dan penggunaan secara simbolis/lambang ini dapat ditangkap maknanya melalui intrerpretasi orang-orang yang terlibat di dalamnya maupun para pengamat.

Pemberitahuan akan pentingnya tindakan yang diperagakan secara simbolis akan tetapi juga mengandung perintah kepada mereka yang bertindak sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu upacara sangat penting sebagai sumber informasi kebudayaan karena ia juga sangat etat kaitannya dengan kepercayaan adanya


(33)

kekuatan gaib yang dianut masyarakat penduduknya. Jadi upacara dapat dikatakan sebagai upaya menghindari dari adanyaa hukum atas kelalian manusia itu sendiri.

Kelalaian manusia itu dapat disebabkan ketidak selarasan di dalam hidup manusia baik keselarasan yang ada di dalam diri manusia dengan sesamanya maupun keselarasan antara manusia dengan alam. Hilang atau susutnya keselarasan akan dilihat sebagai tanda mulai terjadinya seatu malapetaka, untuk itu manusia berusaha untuk menyelarasakan keadaan tersebut. Sehingga upacara merupakan salah satu sarana untuk menjaga keseimbangan antara manusia dengan sesamanya, tanah, laut, hasil bumi dan kekuatan adi-kodrati.

4.1.2 Pawang Mangure Lawik

Pawang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang mempunyai keahlian istimewa yang berkaitan dengan: ilmu gaib, seperti: mualim perahu, pemburu buaya dan penjinak ular. Pawang bagi masyarakat Melayu pesisir Sibolga seorang yang mampu menggunakan kekuatan magis untuk memindahakan hujan, memindahkan makhluk halus atau jin kawasan hutan sewaktu penebasan hutan dan mampu mengusir jin jahat dari laut sebagai kawasan penangkapan ikan. Disamping itu, dalam masyarakat Melayu pesisir Sibolga, tukang cerita, orang pintar atau tuan guru mempunyai arti sama dengan dukun, di dalam Upacara Tradisi Mangure Lawik di Sibolga.


(34)

Kepercayaan para nelayan terhadap kekuatan magis dukun ternyata sama dengan kepercayaan mereka kepada pawang Upacara Tradisi Mangure Lawik, yaitu seorang yang mempunyai kekuatan magis, menguasai jin dan roh jahat yang tinggal di laut. Orang yang disebut pawang laut ini berperan penting dalam kehidupan para nelayan. Pawang laut menjadi tumpuan para nelayan bahwa laut adalah kawasan yang dihuni dan dikuasai makhluk halus tersebut akan marah dan mengganggu para nelayan jika dilanggar pantang dan larangan penguasa laut tersebut. Para nelayan dan masyarakat Melayu Pesisir Sibolga masih percaya bahwa gangguan makluk halus laut hanya dapat diatasi seorang pawang, beberapa masalah atau kejadian nyata yang dialami para nelayan masyarakat Melayu pesisir Sibolga dianggap gangguan atau kemarahan makhluk halus dilaut.

Seseorang menjadi pawang dalam istiadat atau Upacara Tradisi Mangure Lawik merupakan warisan dari keluarganya. Pada umumnya pawang adalah seorang yang berusia lanjut, mengetahui silsilah kampung dan tempat Upacara Tradisi Mangure Lawik dilaksanakan, kemudian mengetahui dengan jelas para Nabi dan Rasul Allah. Pawang juga dianggap masyarakat mendapat ridho Allah untuk melindungi para nelayan ketika mengangkap ikan di laut dan menjaga daerah dari serangan wabah penyakit serta secara moral bertanggung jawab terhadap kelangsungan adat istiadat masyarakatnya.


(35)

Dalam kehidupan sehari-hari kedudukannya sederajat dengan masyarakat awam, baik sebagai nelayan maupun pengawas. Kedudukan pawang tidak mendapatkan keistimewaan, sama dengan anggota masyarakat lain.

4.1.3 Persiapan Sebelum Upacara Tradisi Mangure Lawik

Dalam prosesi ritual ini masyarakat nelayan di kota Sibolga membentuk panitia khusus yang diketuai oleh tetua adat masyarakat kota Sibolga. Panitia tahunan tradisi mangure lawik ini diprakasai oleh KNTM (Kelompok Nelayan Tolong Menolong) Sibolga bekerja sama dengan Dinas Kelautan, dan Perikanan Sibolga. Kepanitiaan yang sudah dibentuk ini kemudian bertugas sesuai dengan bagiannya masing-masing. Prosesi ritual ini melibatkan seluruh masyarakat Sibolga. Tugas ketua panitia dan semua panitia mengadakan pengecekan terhadap semua perlengkapan yang akan digunakan dalam ritual, urutan prosesi, tatanan dan aturan yang harus dilaksanakan selama prosesi ritual berlangsung.

Tradisi ini dilakukan selama tiga hari. Sehari sebelum ritual berlangsung memasak sesaji sesuai dengan bagiannya masing-masing dan mengatur perlengkapan ritual. Panitia sudah mempersiapkan semua perlengkapan dan peralatan yang akan digunakan dalam ritual. Perlengkapan itu antara lain panji-panji, kerbau dan sesaji.


(36)

4.1.4 Pelaksanaan Upacara Tradisi Mangure Lawik

Upacara dilakukan selama tiga hari dengan berbagai rangkaian kegiatan. Peserta upacara adalah seluruh masyarakat Sibolga yang dipimpin oleh tetua. Seluruh peserta yang terdiri dari para sesepuh, tetua adat, tamu undangan, dan masyarakat Sibolga.

Hari pertama:

1. Pemasangan Panji-panji.

Panji-panji (bendera) yaitu kain putih berukuran panjang sekitar 2 m dan lebar yang bertulisan kalimat syahadat dengan huruf Arab. Sebatang bambu berukuran kira-kira 6 m, berfungsi untuk memancangjan panji-panji.

2. Penaburan Limau dan Bunga.

Penaburan limau dan bunga dilakukan oleh pawang mangure lawik. Dengan membacakan doa-doa, limau dan bunga di taburkan disekeliling muara atau laut.

Hari Kedua:

1. Penyembelihan Kerbau

Seekor kerbau jantan disembelih bagian kepala dan darahnya diambil sebagai Upacara Tradisi Mangure Lawik, sedangkan dagingnya untuk dimakan bersama sebagai hidangan.


(37)

2. Pembacaan Doa Tahliul

Tahlil

ﻞﻴﻠﻬﺗ

ُﺪَﻬْﺷَﺍَﻭ , ُ ﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍ َﻻ ْﻥَﺍ ُﺪَﻬْﺷَﺍ ْﻢﱠﻠَﺳَﻭ ِﻪِﺒْﺤَﺻَﻭ ِﻪِﻟﺍ ﻰﻠَﻋَﻭ ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَـــﻧِﺪﱢﻴَﺳ ﻰﻠَﻋ ﱢﻞَﺻ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ , ِﷲ ُﻝْﻮُﺳﱠﺭ ﺍًﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﱠﻥَﺍ

2 × ُﺪَﻬْﺷَﺍَﻭ , ُ ﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍ َﻻ ْﻥَﺍ ُﺪَﻬْﺷَﺍ ﱠﻥَﺍ

ْﻢﱢﻠَﺳَﻭ ِﻪِﺒْﺤَﺻَﻭ ِﻪِﻟﺍ ﻰﻠَﻋَﻭ ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَــﻧِﺪﱢﻴَﺳ ﻰﻠَﻋ ﱢﻞَﺻ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ , ِﷲ ُﻝْﻮُﺳﱠﺭ ﺍًﺪﱠﻤَﺤُﻣ

َ ﷲ ُﺮِﻔْﻐَﺘْﺳَﺍ ِﻢْﻴِﻈَﻌْﻟﺍ 3 × ْﻱِﺩﺎَﻫ ﺎَﻳ ُﻢْﻴِﻠَﻋ ﺎَﻳ ُﺮْﻴِﺒَﺧﺎَﻳ ُﻦْﻴِﺒُﻣﺎَﻳ ْﻲِﻟَﻭﺎَﻳ ُﺪْﻴِﻤَﺣﺎَﻳ ُﻢْﻳِﻮَﻗﺎَﻳ ُﻆْﻴِﻔَﺣﺎَﻳ 11 × ﻰَﻟِﺍ َﻢﱠﻠَﺳَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲ ِﻝْﻮُﺳَﺭ ﻰﻔَﻄْﺼُﻤْﻟﺍ ﱢﻲِﺒﱠﻨﻟﺍ ِﺓ َﺮْﻀَﺣ ﱢﺭُﺫَﻭ ﻩِﺩَﻻْﻭَﺍَﻭ ﻪِﺟﺍَﻭْﺯَﺍَﻭ ِﻪﺑﺎَﺤْﺻَﺍَﻭ ﻪِﻟﺍ ﻰﻠَﻋَﻭ ,

ِﺔَﺑﺎَﺤﱠﺼﻟﺍ ﻊْﻴِﻤَﺟَﻭ ﱟﻞُﻛ ِﻝﺍَﻭ َﻦْﻴِﻠَﺳْﺮُﻤْﻟﺍ َﻭ ِءﺎَﻴِﺒﻧَﻷْﺍ َﻦِﻣ ِﻪِﻧﺍَﻮْﺧِﺍَﻭ ِﻪِﺋﺎَﺑﺍ ﻊْﻴِﻤَﺟَﻭ ﻪِﺘــَﻳ َﻦْﻴِﻌﺑﺎﱠﺘﻟﺍ ﻊﺑﺎَﺗ َﻭ َﻦْﻴِﻌﺑﺎﱠﺘﻟﺍَﻭ ِﺔَﺑﺍَﺮَﻘْﻟﺍَﻭ

ٌﺊْﻴَﺷ ِﻦﻳﱢﺪﻟﺍ ِﻡْﻮَﻳ ﻰَﻟِﺍ ٍﻥﺎَﺴْﺣِﺈـﺑ ْﻢِﻬــِﻌﺑﺎَﺗ َﻭ ُﻪَﻟ ِ ّ ِﻟ

ﱠﻦُﻬَﻟ َﻭ ِﺔَﺤِﺗﺎَﻔْﻟﺍ ُﻢُﻬَﻟَﻭ

َﻙُﺪْﺒَﻋ ِﺡْﻭُﺭ ﻰَﻟِﺍ ﺎًﺻْﻮُﺼُﺧ ﱡﺺُﺨﻧ ﱠﻢﺛَﻭ ِﺖْﻨﺑ | ْﻦﺑ ... ﺮْﻴِﻘَﻔْﻟﺍ َﻚُﺘﱠﻣُﺃ |

. ِﺔَﺤِﺗﺎَﻔْﻟَﺍ ...

ِﺔَﻜْـﻴَـﺒﱡﺴﻟﺍَﻭ ﻰﻠْﻌَﻤْﻟﺍ ِﻞْﻫَﺍ ﺎَﻨِـﺗﺍَﺩﺎَﺳ ِﺡﺍَﻭْﺭَﺍ ﻰَﻟِﺍ ًﺔﱠﺻﺎَﺧ ﱡﺺُﺨَــﻧَﻭ َﻦِﻣ ِﺭْﻮُﺒُﻘْﻟﺍ ِﻞْﻫَﺍ ﻊْﻴِﻤَﺟَﻭ ﻊْﻴِﻘَﺒْﻟﺍَﻭ

َﻦْﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟﺍ

ُﺍَﻭ ﺎَﻨِـﺗﺎَﻬّﻣُﺍَﻭ ْﻢُﻜِﺋﺎَﺑﺍَﻭ ﺎَﻨـِﺋﺎَﺑﺍ ِﺡﺍَﻭْﺭَﺍ ﻰَﻟِﺍ ﺎًﺻْﻮُﺼُﺧَﻭ , ِﺕﺎَﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍَﻭ َﻦْﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍَﻭ ِﺕﺎَﻤِﻠْﺴُﻤْﻟﺍَﻭ ﺎَﻨِﺟﺍَﻭْﺯَﺍَﻭ ْﻢُﻜِﺗﺎَﻬـﱠـﻣ

ْﻢُﻛِﺩَﻻْﻭَﺍَﻭ ﺎﻧِﺩَﻻْﻭَﺍَﻭ ْﻢُﻜِﺟﺍَﻭْﺯَﺍَﻭ ﺎَﺸَﻣَﻭ ْﻢُﻛِﺩﺍَﺪْﺟَﺍَﻭ ﺎﻧِﺩﺍَﺪْﺟَﺍَﻭ

ﻰَﻟِﺍ ﺎًﺻْﻮُﺼُﺧ , ْﻢُﻜِﻤﱢﻠَﻌُﻣَﻭ ﺎَﻨِﻤﱢﻠَﻌُﻣَﻭ ْﻢُﻜِﺤﻳﺎَﺸَﻣَﻭ ﺎَﻨِﺤﻳ

ْﻠِﺳ ِﻞْﻫَﺍَﻭ ْﻢِﻬــِﺷﺍَﻮَﺣَﻭ ْﻢِﻬِﻋْﻭُﺮُﻓَﻭ ْﻢِﻬِﻟْﻮُﺻُﺍَﻭ ﻲْﺤَﻳ ْﻦِﺑ ْﻞﻴِﻋﺎَﻤْﺳِﺍ ْﻦِﺑ ﺮَﻤُﻋ ْﻪَﺑَﺍ ﺎَﻨﻟْﻮَﻣ ِﺡْﻭُﺭ ِﺓَﺮْﻀَﺣ ِﻦْـﻳﱢﺪﻟﺍ ﻲِﻓ ْﻢِﻬــِﺘـَﻠِﺴ

ِﺓَﺮِﺧَﻻْﺍَﻭ ﺎَﻴْـــﻧﱡﺪﻟﺍَﻭ . ِﺔَﺤِﺗﺎَﻔْﻟﺍ ُﻢُﻬَﻟَﻭ ﱠﻦُﻬَﻟَﻭ ُﻪَﻟ ِﻟ ٌﺊْﻴَﺷ

ﻪﱠﻧَﺍ ْﻢَﻠْﻋﺎَﻓ ِﺮْﻛﱢﺬﻟﺍ ُﻞَﻀْﻓَﺍ ٌﺩْﻮُﺟْﻮَﻣ ﱞﻲَﺣ , ُﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ ٌﻕﺎَﺑ ﱞﻲَﺣ , ُﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ ِﷲ ُﻝْﻮُﺳﱠﺭ ٌﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَــﻧُﺪﱢﻴَﺳ ,ٌﺩْﻮُﺼْﻘَﻣ ﱞﻲَﺣ , ُﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ ِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ ُﷲ ﱠﻻ 111 ×

ُﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ , ُﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ 2

×

. ِﷲ ُﻝْﻮُﺳﱠﺭ ٌﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَــﻧُﺪﱢﻴَﺳ , ُﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ ْﻢﱢﻠَﺳَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﱢﻞَﺻ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَــﻧِﺪﱢﻴَﺳ ﻰﻠَﻋ ﱢﻞَﺻ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ 2

×

ُﻣ ﺎَــﻧِﺪﱢﻴَﺳ ﻰﻠَﻋ ﱢﻞَﺻ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . ْﻢﱢﻠَﺳَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﱢﻞَﺻ ﱢﺏَﺭﺎَﻳ . ٍﺪﱠﻤَﺤ

ﻩِﺪْﻤَﺤﺑَﻭ ِﷲ َﻥﺎَﺤْﺒُﺳ , ﻩِﺪْﻤَﺤﺑَﻭ ِﷲ َﻥﺎَﺤْﺒُﺳ 18

×

ِ ﷲ َﻥﺎَﺤْﺒُﺳ , ﻩِﺪْﻤَﺤﺑَﻭ ِﷲ َﻥﺎَﺤْﺒُﺳ ُﷲ ُﺮِﻔْﻐَﺘْﺳَﺍ , ِﻢْﻴِﻈَﻌْﻟﺍ

3 ×

ﻪِﻟﺍﱠﻭ ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَــﻧِﺪﱢﻴَﺳ َﻚﺒْﻴِﺒَﺣ ﻰﻠَﻋ ﱢﻞَﺻ َ◌ ّ◌ّﻢُﻬّﻠﻟَﺍ ْﻢﱢﻠَﺳَﻭ ﻪِﺒْﺤَﺻَﻭ

2 ×

. ْﻢﱢﻠَﺳَﻭ ْﻙِﺭﺎَﺑ َﻭ ﻪِﺑﺎَﺤْﺻَﺍَﻭ ﻪِﻟﺍ ﻰﻠَﻋﱠﻭ ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَــﻧِﺪﱢﻴَﺳ َﻚﺒْﻴِﺒَﺣ ﻰﻠَﻋ ﱢﻞَﺻ َ◌ ّ◌ّﻢُﻬّﻠﻟَﺍ ِﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟﺍ ِﻦﻤْﺣﱠﺮﻟﺍ ِﷲ ِﻢْﺴِﺑ


(38)

ٌﺪَﺣَﺍ ُﷲ َﻮُﻫ ْﻞُﻗ )

1 ( ُﺪَﻤﱠﺼﻟﺍ ُ َﷲ )

2 ( ْﺪَﻟْﻮُﻳ ْﻢَﻟَﻭ ْﺪِـﻠَﻳ ْﻢَـﻟ )

3 ( َﻳ ْﻢَﻟَﻭ ٌﺪَﺣَﺍ ﺍًﻮُﻔُﻛ ﻪﱠﻟ ْﻦُﻜ ) 4 ( -3 ×

ِﺪْﻤَﺤْﻟﺍ ِﻟَﻭ ُﺮَﺒْﻛَﺍ ُﷲَﻭ ُﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ ِﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟﺍ ِﻦﻤْﺣﱠﺮﻟﺍ ِﷲ ِﻢْﺴِﺑ ِﻖَﻠَﻔْﻟﺍ ﱢﺏَﺮِﺑ ُﺫْﻮُﻋَﺍ ْﻞُﻗ )

1 ( َﻖَﻠَﺧ ﺎَﻣ ﱢﺮَﺷ ْﻦِﻣ )

2 ( َﺐَﻗَﻭ ﺍَﺫِﺇ ٍﻖِﺳﺎَﻏ ﱢﺮَﺷ ْﻦِﻣَﻭ )

3 ( ِﻲﻓ ِﺖﺜّﻔﱠﻨﻟﺍ ﱢﺮَﺷ ْﻦِﻣَﻭ ِﺪَﻘُﻌْﻟﺍ

) 4 ( ﱢﺮَﺷ ْﻦِﻣَﻭ

َﺪَﺴَﺣ ﺍَﺫِﺇ ٍﺪِﺳﺎَﺣ )

5 (

ِﺪْﻤَﺤْﻟﺍ ِﻟَﻭ ُﺮَﺒْﻛَﺍ ُﷲَﻭ ُﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ ِﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟﺍ ِﻦﻤْﺣﱠﺮﻟﺍ ِﷲ ِﻢْﺴِﺑ ِﺱﺎﱠﻨﻟﺍ ﱢﺏَﺮﺑ ُﺫْﻮُﻋَﺍ ْﻞُﻗ )

1 ( ِﺱﺎﱠﻨﻟﺍ ِﻚِﻠَﻣ )

2 ( ِﺱﺎﱠﻨﻟﺍ ِﻪﻟِﺍ )

3 ( ِﺱﺍَﻮْﺳَﻮْﻟﺍ ﱢﺮَﺷ ْﻦِﻣ 5 ﻻ ِﺱﺎﱠﻨَﺨْﻟﺍ ) 4 ( ْﻱِﺬﱠﻟﺍ ُ ﺱِﻮْﺳَﻮُﻳ ْﻲِﻓ ِﺭْﻭُﺪُﺻ ِﺱﺎﱠﻨﻟﺍ ) 5 ( ِﺱﺎﱠﻨﻟﺍ َﻭ ِﺔﱠﻨِﺠْﻟﺍ َﻦِﻣ )

6 (

ِﺪْﻤَﺤْﻟﺍ ِﻟَﻭ ُﺮَﺒْﻛَﺍ ُﷲَﻭ ُﷲ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻻ ِﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟﺍ ِﻦﻤْﺣﱠﺮﻟﺍ ِﷲ ِﻢْﺴﺑ ) 1 ( ُﺪْﻤَﺤْﻟَﺍ ِ ﻟ ﱢﺏَﺭ َﻦْﻴِﻤَﻟﺎَﻌْﻟﺍ ) 2 ( ْﺣﱠﺮﻟﺍ ِﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟﺍ ِﻦﻤ ) 3 ( ِﻦْـﻳ ﱢﺪﻟﺍ ِﻡْﻮَﻳ ِﻚِﻠﻣ ) 4 ( َﻙﺎﱠـﻳﺍ ُﻦْﻴِﻌَﺘْﺴَـﻧ َﻙﺎﱠـﻳﺍَﻭُﺪُﺒْﻌَـﻧ ) 5 ( َﻢْﻴِﻘَﺘْﺴُﻤْﻟﺍ َﻁﺍَﺮﱢﺼﻟﺍ ﺎَـﻧِﺪْﻫِﺍ )

6 ( ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َﺖْﻤَﻌْـــﻧَﺍ َﻦْـﻳﺬﱠﻟﺍ َﻁﺍَﺮِﺻ 5

ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ِﺏْﻮُﻀْﻐَﻤْﻟﺍ ِﺮْﻴَﻏ

َﻦْﻴـِــّﻟﺎﱠﻀﻟﺍ َﻻ َﻭ )

7 (

ِﺑ ِﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟﺍ ِﻦﻤْﺣﱠﺮﻟﺍ ِﷲ ِﻢْﺴ

ّﻢـﻟﺍ ) 1 ( َﺐْﻳ َﺭَﻻ ُﺐﺘِﻜْﻟﺍ َﻚِﻟﺫ ِﻪْﻴِﻓ

َﻦْﻴِﻘﱠﺘُﻤْﻠﱢﻟ ﻯًﺪُﻫ )

2 ( َﻥْﻮُﻤْﻴِﻘُﻳَﻭ ِﺐْﻴَﻐْﻟﺎﺑ َﻥْﻮُﻨِﻣْﺆُﻳ َﻦﻳﺬﱠﻟﺍ

َﺓﻮﻠﱠﺼﻟﺍ ﺎﱠﻤِﻣَﻭ ْﻢُﻬـﻨْﻗَﺯَﺭ َﻥْﻮُﻘِﻔْﻨُـﻳ ) 3 ( َﻝِﺰْـــﻧُﺍ ﺂَﻤﺑ َﻥْﻮُﻨِﻣْﺆُﻳ َﻦﻳﺬﱠﻟﺍَﻭ َﻚﻠْﺒـﻗ ْﻦِﻣ َﻝِﺰْـــﻧُﺍ ﺂَﻣَﻭ َﻚْﻴَﻟِﺇ

َﻥْﻮُﻨِﻗْﻮُﻳ ْﻢُﻫ ِﺓَﺮِﺧﻵْﺎﺑَﻭ )

4 ( ْﻢِﻬﱢـﺑ ﱠﺭ ْﻦِﻣ ﻯًﺪُﻫ ﻰﻠَﻋ َﻚِﺌﻟﻭُﺍ

َﻥْﻮُﺤِﻠْﻔُﻤْﻟﺍ ُﻢُﻫ َﻚِﺌﻟﻭُﺍَﻭ )

5 (

ٌﺪِﺣﺍﱠﻭ ٌﻪﻟِﺍ ْﻢُﻜُﻬﻟِﺍَﻭ ـﺟ

ﻤْﺣﱠﺮﻟﺍ َﻮُﻫ ﱠﻻِﺇ َﻪﻟِﺍ َﻵ ُﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟﺍ ُﻦ

` َﻮُﻫ ﱠﻻِﺇ َﻪﻟِﺍ َﻵ ُ َﷲ ـﺟ

ُﻡْﻮﱡﻴـﱠﻘْﻟﺍ ﱡﻲَﺤﻟَﺍ 5

ـﺟ

ٌﻡْﻮَــﻧ َﻻ َﻭ ٌﺔَﻨِﺳ ﻩُﺬُﺧْﺄَﺗ َﻻ ﻰﻠﻗ

ِﺽْﺭَﻷْﺍ ِﻲﻓ ﺎَﻣَﻭ ِﺕﻮﻤﱠﺴﻟﺍ ِﻲﻓ ﺎَﻣ ﻪَــﻟ ﻰﻠﻗ

ِﻪِﻧﺫِﺈـﺑ ﱠﻻِﺇ ﻩَﺪْﻨِﻋ ُﻊَﻔْﺸَﻳ ْﻱِﺬﱠﻟﺍ ﺍَﺫ ْﻦَﻣ ﻰﻠﻗ

ﻱِﺪﻳَﺍ َﻦْﻴَﺑ ﺎَﻣ ُﻢَﻠْﻌَﻳ ْـﻳ

ْﻢُﻬَﻔْﻠَﺧ ﺎَﻣَﻭ ْﻢِﻬ ـﺟ

َءﺂَﺷﺎَﻤِﺑ ﱠﻻِﺇ ﻪِﻤْﻠِﻋ ْﻦﱢﻣ ٍﺊْﻴَﺸﺑ َﻥْﻮُﻄْﻴِﺤُﻳَﻻَﻭ ـﺟ

َﺽْﺭَﻷْﺍَﻭ ِﺕﻮﻤﱠﺴﻟﺍ ُﻪﱡﻴِﺳْﺮُﻛ َﻊِﺳَﻭ ـﺟ

ﺎَﻤُﻬُﻈْﻔِﺣ ﻩُﺩْﻮﺌَﻳ َﻻَﻭ ـﺟ

ﱡﻲِﻠَﻌْﻟﺍ َﻮُﻫَﻭ

ُﻢْﻴِﻈَﻌْﻟﺍ ` َﻮُﻫ ﱠﻻِﺇ َﻪﻟِﺍ َﻵ ﻪﱠـﻧ َﺃ ُﷲ َﺪِﻬَﺷ ﻻ

ِﻂْﺴِﻘﻟﺎﺑ ﺎًﻤِﺋﺂَﻗ ِﻢْﻠِﻌْﻟﺍﺍﻮُﻟﻭُﺍَﻭ ُﺔَﻜِﺌﻠَﻤْﻟﺍَﻭ ﻰﻠﻗ

ُﻢْﻴِﻜَﺤْﻟﺍ ُﺰﻳِﺰَﻌْﻟﺍ َﻮُﻫ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍَﻵ `

َﻦْــﻳ ﱢﺪﻟﺍ ﱠﻥِﺇ

ُﻡَﻼْﺳِﻹْﺍ ِﷲ َﺪْﻨِﻋ ﻰﻠﻗ

`

ِﻚْﻠُﻤْﻟﺍ َﻚِﻠﻣ ﱠﻢُﻬّﻠﻟﺍ ِﻞُﻗ ُءﺂَﺸَﺗ ْﻦﱠﻤِﻣ َﻚْﻠُﻤْﻟﺍ ُﻉِﺰْﻨَــﺗ َﻭ ُءﺂَﺸَﺗ ْﻦَﻣ َﻚْﻠُﻤْﻟﺍ ﻰِﺗْﺆـُﺗ

ﻰﻠﺻ َﻙِﺪَﻴِـﺑ ُءﺂَﺸَﺗ ْﻦَﻣ ﱡﻝِﺬُﺗ َﻭ ُءﺂَﺸَﺗ ْﻦَﻣ ﱡﺰِﻌُﺗَﻭ

ُﺮْﻴَﺨْﻟﺍ ﻰﻠﻗ ٌﺮﻳﺪَﻗ ٍﺊْﻴَﺷ ﱢﻞُﻛ ﻰﻠَﻋ َﻚﱠﻧِﺇ `

ِﺭﺎَﻬـﱠﻨﻟﺍ ِﻲﻓ َﻞْﻴﱠﻠﻟﺍ ُﺞــــِــﻟْﻮُﺗ ِﻞْﻴﱠﻠﻟﺍ ِﻲﻓ َﺭﺎَﻬـﱠﻨﻟﺍ ُﺞـــِـﻟْﻮُﺗَﻭ

ِﺖﱢﻴَﻤْﻟﺍ َﻦِﻣ ﱠﻲَﺤْﻟﺍ ُﺝ ِﺮﺨُﺗ َﻭ

ﱢﻲَﺤْﻟﺍ َﻦِﻣ َﺖﱢﻴَﻤْﻟﺍ ُﺝ ِﺮﺨُﺗ َﻭ ُﻕُﺯْ ﺮَــﺗَﻭ

ٍﺏﺎَﺴِﺣ ِﺮْﻴَﻐﺑ ُءﺂَﺸَﺗ ْﻦَﻣ `

ِﺽْﺭَﻷْﺍ ِﻲﻓﺎَﻣَﻭ ِﺕﻮﻤﱠﺴﻟﺍ ِﻲﻓﺎَﻣ ِﻟ ﻰﻠﻗ

ﺍْﻭُﺪْﺒُﺗ ْﻥِﺍَﻭ

ْﻮُﻔﺨُﺗْﻭَﺍ ْﻢُﻜِﺴُﻔﻧَﺍ ْﻲِﻓﺎَﻣ ُﷲ ِﻪِﺑ ْﻢُﻜْﺒِﺳﺎَﺤُﻳ ُﻩ

ﻰﻠﻗ ُءﺂَﺸﱠﻳ ْﻦَﻣ ُﺏﱢﺬَﻌُﻳَﻭ ُءﺂَﺸﱠﻳ ْﻦَﻤِﻟ ُﺮِﻔْﻐَﻴَﻓ ﻰﻠﻗ

ٌﺮﻳﺪَﻗ ٍﺊْﻴَﺷ ﱢﻞُﻛ ﻰﻠَﻋ ُﷲَﻭ `

َﻦَﻣﺍ

َﻥْﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍَﻭ ﻪﱢﺑ ﱠﺭ ْﻦِﻣ ِﻪْﻴَﻟِﺇ َﻝِﺰْـــﻧُﺍ ﺂَﻤﺑ ُﻝْﻮُﺳﱠﺮﻟﺍ ﻰﻠﻗ

ﻪِﻠُﺳُﺭَﻭ ﻪِﺒُﺘُﻛَﻭ ﻪِﺘَﻜِﺌﻠَﻣَﻭ ِﻟﺎﺑ َﻦَﻣﺍ ﱞﻞُﻛ ﻰﻠﻗ

ُﻕﱢﺮَﻔُﻧ َﻻ ٍﺪَﺣَﺍ َﻦْﻴَﺑ

ْﻦﱢﻣ

ﻪِﻠُﺳﱡﺭ ﻰﻠﻗ ﺎَﻨْﻌَﻁَﺍَﻭ ﺎَﻨْﻌِﻤَﺳ ﺍْﻮُﻟﺎَﻗَﻭ ﻰﻠﻗ

ُﺮْﻴِﺼَﻤْﻟﺍ َﻚْﻴَﻟِﺇَﻭ ﺎَﻨـﱠــﺑَﺭ َﻚﻧﺍَﺮْﻔُﻏ `

ﺎَﻬَﻌْﺳُﻭ ﱠﻻِﺍ ﺎًﺴْﻔَﻧ ُﷲ ُﻒﱢﻠَﻜُﻳ َﻻ ﻰﻠﻗ


(39)

ْﺖَﺒَﺴَﺘْﻛﺍﺎَﻣ ﺎَﻬْﻴَﻠَﻋَﻭ ﻰﻠﻗ

ــُﺗ َﻻ ﺎَﻨﱠﺑَﺭ ﺎَــﻧْﺄَﻄْﺧَﺍْﻭَﺍ ﺂَﻨْﻴِﺴﱠــﻧ ْﻥِﺇ ﺂَــﻧ ْ ﺬِﺧﺍَﺆ

ـﺟ ِﺬﱠﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ ﻪَﺘْﻠَﻤَﺣ ﺎَﻤَﻛ ﺍًﺮْﺻِﺍ ﺂَﻨْﻴَﻠَﻋ ْﻞِﻤْﺤَﺗ َﻻ َﻭ ﺎَﻨﱠــﺑَﺭ

َﻦْــﻳ ﺎَﻨِـﻠْﺒـَﻗ ْﻦِﻣ ـﺟ

ِﻪِــﺑﺎَﻨَﻟ َﺔَﻗﺎَﻁ َﻻﺎَﻣ ﺎَﻨْﻠﱢﻤَﺤُﺗ َﻻ َﻭ ﺎَﻨﱠــﺑَﺭ ـﺟ

ﺎﱠﻨَﻋ ُﻒْﻋﺍَﻭ ﻰﻠﻗ ﺎَﻨَﻟْﺮِﻔْﻏﺍَﻭ ﻰﻠﻗ َﻭ ﺎَﻨْﻤَﺣْﺭﺍ ﻰﻠﻗ ﺎَﻨﻟْﻮَﻣ َﺖْﻧَﺍ

َﻦْــﻳ ِﺮِﻔﻜْﻟﺍ ِﻡْﻮَﻘْﻟﺍ َﻰﻠَﻋ ﺎَــﻧْﺮُﺼْـــﻧﺎَﻓ `

َﻦْــﻳ ِﺮِﻔﻜْﻟﺍ ِﻡْﻮَﻘْﻟﺍ ﻰﻠَﻋ ... ﺎﱠﻨَﻋ ُﻒْﻋﺍَﻭ ) : ﻥﺎﻋﺍﺮﺘﻛ 3

( ×

*** ﻞﻴﻠﻬﺗ ءﺎﻋﺩ ِﺮَﻛَﻭ ﺎَﻨِﻌْﻴِﻔَﺷَﻭ َﺎﻨِﺒـْﻴِﺒَﺣ ﻰَﻠَﻋ ﱢﻞَﺻ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ ِﺕﺍَﺩﺎَﺳ ْﻦَﻋ ﻰﻟﺎَﻌَﺗ َﻭ َﻙَﺭﺎَﺒَﺗ ُﷲ َﻲِﺿَﺭَﻭ ْﻢﱢﻠَﺳَﻭ ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨﻟْﻮَﻣَﻭ ﺎَــﻧِﺮْﺧُﺩَﻭ ﺎَﻨِﻤْﻳ

ْﻲِﻓﺍَﻮُﻳ ﺍًﺪْﻤَﺣ . َﻦْﻴِﻤَﻟﺎَﻌْﻟﺍ ﱢﺏَﺭ ِﻟ ُﺪْﻤَﺤْﻟَﺍ . َﻦْﻴِﻌَﻤْﺟَﺍ ِﷲ ِﻝْﻮُﺳَﺭ ِﺏﺎَﺤْﺻَﺍ ِﺰَﻣ ُﺊِﻓﺎَﻜُﻳَﻭ ُﻪَﻤَﻌِﻧ

ُﺪْﻤَﺤْﻟﺍ َﻚَـــﻟ ﺎَﻨﱠــﺑَﺭﺎَﻳ ُﻩَﺪْــﻳ

ْﻞﱠﺒَــﻘَـﺗ َﻭ ْﻞِﺳْﺭَﺍَﻭ ْﻞَﻌْﺟﺍ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . َﻚِﻧﺎَﻄْﻠُﺳ ِﻢْﻴِﻈَﻋَﻭ ِﻢْﻳ ِﺮَﻜْﻟﺍ َﻚِﻟَﻼَﺠِﻟ ْﻲِﻐَﺒْﻨَﻳ ﺎَﻤَﻛ ﱠﻻِﺍ َﻪﻟِﺍ َﻻ ِﻝْﻮَﻗ ْﻦِﻣ ﺎَﻨْﻠﱠﻠَﻫ ﺎَﻣ َﺏﺍَﻮَـــﺛ

ﱠﺒَﺳ ﺎَﻣَﻭ . ُﷲ ْﻟﺍ ﺍَﺬﻫ ْﻲِﻓ َﻢﱠﻠَﺳَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲ ﱠﻞَﺻ ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻧِﺪﱢﻴَﺳ ﻰَﻠَﻋ ُﻩﺎَﻨْﻴﱠﻠَﺻ ﺎَﻣَﻭ . ُﷲ َﻥﺎَﺤْﺒُﺳ ِﻝْﻮَﻗ ْﻦِﻣ ﺎَﻨْﺤ

ًﺔَﻳ ِﺪَﻫ ِﺲِﻠْﺠَﻤ

ِﻬِﻓﺎَﻋَﻭ ْﻢُﻬْﻤَﺣْﺭﺍَﻭ ْﻢُﻬَﻟْﺮِﻔْﻏﺍ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . ًﺔَﻟِﺯﺎَـﻧ ًﺔَﻤْﺣَﺭَﻭ ًﺔَﻠِﻣﺎَﺷ ًﺔَﻛَﺮَﺑَﻭ ًﺔَﻠِﺻﺍَﻭ ﺎﱠﻨِﻣ . ْﻢُﻫﺍَﻭْﺄَﻣ ِﺔﱠﻨَﺠْﻟﺍ ِﻞَﻌْﺟﺍَﻭ ْﻢُﻬْﻨَﻋ ُﻒْﻋﺍَﻭ ْﻢ

ِﻲﻓ ْﻝِﺰْﻧ َﺍ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ ْ

ِﻲﻓ ْﻞَﻌْﺟﺍَﻭ ِﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟﺍ ِﻡْﻮَﻳ ﻰَﻟِﺍ ًﺔَﻤِﺋﺍَﺩ ًﺓَﺮِﻔْﻐَﻣَﻭ ًﺔَﻤْﺣَﺭَﻭ ﺍًﺭْﻮُﻧ ْﻢِﻫِﺭْﻮُﺒُﻗ ِﺽﺎَﻳِﺭ ْﻦِﻣ ًﺔَﺿْﻭَﺭ ْﻢِﻫِﺭْﻮُﺒُﻗ

ُﺣ ْﻢُﻫَﺭْﻮُﺒُﻗ ْﻞَﻌْﺠَﺗ َﻻَﻭ ِﻥﺎَﻨِﺠْﻟﺍ َﺏﺍَﻮَـــﺛ ْﻞِﺻْﻭَﺍَﻭ ْﻞﱠﺒَﻘَﺗ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . ِﻥﺍَﺮْﻴﱢﻨﻟﺍ ِﺮْﻔُﺣ ْﻦِﻣ ًﺓَﺮْﻔ

. ِﻢْﻴِﻈَﻌْﻟﺍ ِﻥﺁْﺮُﻘْﻟﺍ َﻦِﻣ ُﻩﺎَــﻧْﺃَﺮَﻗ ﺎَﻣ

ُﻩﺎَــﻧْﺮِﻔْﻐَﺘْﺳﺍ ﺎَﻣَﻭ ُﻩﺎَﻨْﻴﱠﻠَﺻ ﺎَﻣَﻭ ِﻲﻓ ُﻩﺎَﻨْﺤﱠﺒَﺳ ﺎَﻣَﻭ

ْ ﺎَـﻧ ًﺔَﻤْﺣَﺭَﻭ ًﺔَﻠِﺻﺍَﻭ ﺎﱠﻨِﻣ ًﺔَﻳ ِﺪَﻫ ِﺲِﻠْﺠَﻤْﻟﺍ ﺍَﺬﻫ ًﺔَﻠِﻣﺎَﺷ ًﺔَﻛَﺮَﺑَﻭ ًﺔَﻟِﺯ

ﱢﻖَﺤِــﺑ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . ًﺔَﻠﱠﺒَﻘَﺘُﻣ ًﺔَﻗَﺪَﺻَﻭ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . ْﻞَﻌْﺟِﺇ ِﻢْــﻳ ِﺪَﻘْﻟﺍ َﻚِﻣَﻼَﻛ ِﻩﺎَﺠِــﺑَﻭ . ِﻢْﻴِﻈَﻌْﻟﺍ ِﻥﺁْﺮُﻘْﻟﺍ

َﺏﺍَﻮَـــﺛ ِﻝْﻮُﺒُﻘْﻟﺍ َﺪْﻌَﺑ َﻚِﻟﺫ

ﺎﱠﻨﻟﺍ َﻦِﻣ ْﻢُﻬَﻟ ﺍًﺮْﺘِﺳَﻭ ِﺭﺎﱠﻨﻟﺍ َﻦِﻣ ْﻢُﻬَﻟ ًءﺍَﺪِﻓ ِﺭ

ِﻲﻓ ُ َﷲ ﺎَﻳ َﻥﺁْﺮُﻘْﻟﺍ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . ْﻞَﻌْﺟِﺇ ْ

ْﻢُﻬَﻟ ﺎًﻌِﻓﺎَﺷ ِﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟﺍ ِﻲﻓَﻭ ْﻢُﻬَﻟ ﺎًﺴِﻧْﺆُﻣ ْﻢِﻫِﺭْﻮُﺒُﻗ

َﺍ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . ْﻢُﻫﺍَﻭْﺄَﻣ ِﺔﱠﻨَﺠْﻟﺍ ﱠﻢُﻬّﻠﻟَﺍ . ْﻞَﻌْﺟﺍَﻭ ﺎًﺑﺎَﺠِﺣَﻭ ﺍًﺮْــﺘِﺳ ِﺭﺎﱠﻨﻟﺍ ﻰَﻠَﻋَﻭ ﺎًﻌِﻓﺍَﺭ ِﺔﱠﻨَﺠْﻟﺍ ﻲِﻓَﻭ ﺍ ِﻝِﺰْـــﻧ

َﺔَﻋﺎَﻔﱠﺸﻟﺍَﻭ َﺔَﻤْﺣﱠﺮﻟ

ِﺍ ِﺕﺎَﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍَﻭ َﻦْﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍَﻭ ِﺕﺎَﻤِﻠْﺴُﻤْﻟﺍَﻭ َﻦْﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟﺍ َﻦِﻣ ِﺭْﻮُﺒُﻘْﻟﺍ ِﻞْﻫَﺍ ِﻊْﻴِﻤَﺟ ﻰَﻠَﻋ َﺓَﺮِﻔْﻐَﻤْﻟﺍَﻭ ْﻒِﻋﺎَﺿَﻭ ِﺕﺎَﺟَﺭﱠﺪﻟﺍ ُﻢُﻬَﻟ ْﻊَﻓْﺭ

ﱠﻳَﺍ ﺎَﻳ . ِﺕﺎَـــﺌﱢــﻴﱠﺸﻟﺍ ُﻢُﻬْﻨَﻋ ْﺮﱢﻔَﻛَﻭ ِﺕﺎَﻨَﺴَﺤْﻟﺍ ُﻢُﻬَﻟ ِﺔﱠﻨِـﺌَﻤْﻄُﻤْﻟﺍ ُﺲْﻔﱠﻨﻟﺍ ﺎَﻬُﺘ

ﻼﻗ ِﻚﱢــﺑَﺭ ﻰﻟِﺍ ْﻲِﻌِﺟْﺭِﺍ ًﺔَﻴِﺿْﺮَﻣ ًﺔَﻴِﺿﺍَﺭ

ـﺟ

ِﻲﻓ ْﻲِﻠُﺧْﺩﺎَﻓ ْ

ْﻲِﻠُﺧْﺩﺍَﻭ. ْﻱِﺩﺎَﺒِﻋ . َﻦْﻴِﻤَﻟﺎَﻌْﻟﺍ ﱢﺏَﺭ ِﻟ ُﺪْﻤَﺤْﻟﺍَﻭ . َﻦْﻴِﻠَﺳْﺮُﻤْﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ ٌﻡَﻼَﺳَﻭ . ْﻲِﺘﱠﻨَﺟ

ِﺔَﺤِﺗﺎَﻔْﻟﺎِــﺑ ُﻢِﺘْﺤَــﻧ َﻭ Doa Yasin.

ﱠﺮﻟﺍ ِﻪـﱠﻠﻟﺍ ِﻢْﺴِﺑ ﱠﺮﻟﺍ ِﻦٰـَﻤْﺣ

ِﻢﻴِﺣ

ْﺪَﻘَﻟ﴾٦﴿ َنﻮُﻠِﻓﺎَ� ْﻢُﻬَﻓ ْ ُﱒُؤ َ�ٓآ َرِﺬﻧ�آ ﺎ�ﻣ ﺎًﻣْﻮَﻗ َرِﺬﻨُﺘِﻟ﴾٥﴿ ِﲓِﺣ �ﺮﻟا ِﺰ�ِﺰَﻌْﻟا َﻞﻳِﲋَﺗ﴾٤﴿ ٍﲓِﻘَﺘ ْ�ﺴ�ﻣ ٍطا َ ِﴏ ٰ َﲆَ�﴾٣﴿ َﲔِﻠ َﺳ ْﺮُﻤْﻟا َﻦِﻤَﻟ َﻚ�ﻧ�ا﴾٢﴿ ِﲓِﻜَﺤْﻟا ِنٓآ ْﺮُﻘْﻟاَو﴾١﴿ ﺲ�

ْ ُﱒﺎَنْي َﺸْﻏ�أَﻓ ا�ﺪ َﺳ ْﻢِﻬِﻔْﻠَ� ْﻦِﻣَو ا�ﺪ َﺳ ْﻢِﳞِﺪْﻳ�آ ِ ْﲔَﺑ ﻦِﻣ ﺎَﻨْﻠَﻌَﺟَو﴾٨﴿ َنﻮُﺤَﻤْﻘ�ﻣ ﻢُﻬَﻓ ِنﺎَﻗْذ� ْ�ا َﱃ�ا َﻲيِﻬَﻓ ًﻻ َﻼْ��آ ْﻢِﻬِﻗﺎَﻨْﻋ�آ ِﰲ ﺎَﻨْﻠَﻌَﺟ ���ا﴾٧﴿ َنﻮُنِﻣْﺆُﻳ َﻻ ْﻢُﻬَﻓ ْ ِﱒ َِﱶْﻛ�آ ٰ َﲆَ� ُلْﻮَﻘْﻟا �ﻖَﺣ

﴾١١﴿ ٍﱘ ِﺮَﻛ ٍﺮْﺟ�آَو ٍة َﺮِﻔْﻐَﻤِﺑ ُه ْ ِّﴩَبَﻓ ۖ◌ ِﺐْﻴَﻐْﻟ ِ� َﻦٰـَ ْﲪ �ﺮﻟا َ ِﴚَﺧَو َﺮْﻛِّ�ا َﻊَﺒ�ﺗا ِﻦَﻣ ُرِﺬﻨُﺗ ﺎَﻤ�ﻧ�ا﴾١٠﴿ َنﻮُنِﻣْﺆُﻳ َﻻ ْ ُﱒ ْر ِﺬﻨُﺗ ْﻢَﻟ ْم�آ ْﻢُ َﲥ ْرَﺬﻧ�آ�آ ْﻢِ ْﳱَﻠَ� ٌءاَﻮ َﺳَو﴾٩﴿ َنو ُ ِﴫْﺒُﻳ َﻻ ْﻢُﻬَﻓ

ﺎَﻨْﻠ َﺳ ْر�آ ْذ�ا ﴾١٣﴿ َنﻮُﻠ َﺳ ْﺮُﻤْﻟا ﺎَﻫَءﺎَ� ْذ�ا ِﺔَﻳ ْﺮَﻘْﻟا َبﺎَ ْﲱ�آ ًﻼَث�ﻣ ﻢُﻬَﻟ ْب ِ ْﴐاَو﴾١٢﴿ ٍﲔِب�ﻣ ٍمﺎَﻣ�ا ِﰲ ُﻩﺎَﻨْﻴ َﺼْﺣ�آ ٍءْ َﳾ � ُﰻَو ۚ◌ ُْﱒ َر َ�ٓآَو اﻮُﻣ�ﺪَﻗ ﺎَﻣ ُﺐُتْﻜَنَو َٰﰏ ْﻮَﻤْﻟا ِﲖْ ُﳓ ُﻦْ َﳓ �� �ا ��

ا َُﲅْﻌَﻳ ﺎَﻨ�ﺑ َر اﻮُﻟﺎَﻗ ﴾١٥﴿ َنﻮُﺑِﺬْﻜَ� �ﻻ�ا ُْﱲﻧ�آ ْن�ا ٍءْ َﳾ ﻦِﻣ ُﻦٰـَ ْﲪ �ﺮﻟا َلَﺰن�آ ﺎَﻣَو ﺎَﻨُﻠْث ِّﻣ ٌ َﴩَ� �ﻻ

ا ْ ُﱲﻧ�آ ﺎَﻣ اﻮُﻟﺎَﻗ ﴾١٤﴿ َنﻮُﻠ َﺳ ْﺮ�ﻣ ُﲂْﻴَﻟ�ا ���ا اﻮُﻟﺎَﻘَﻓ ٍﺚِﻟﺎَﺜِﺑ َ�ْز�ﺰَﻌَﻓ ﺎَُﳘﻮُﺑ�ﺬَﻜَﻓ ِ ْﲔَﻨْﺛا ُﻢِْﳱَ��ا

ﻦِ��آ ۚ◌ ُْﲂَﻌ�ﻣ ُﰼ ُﺮِ�ﺎ َﻃ اﻮُﻟﺎ َﻗ ﴾١٨﴿ ٌﲓِﻟ�آ ٌباَﺬَ� ﺎ�نِّﻣ ُﲂ�ﻨ ��ﺴَﻤَﻴَﻟَو ْ ُﲂ�ﻨَ ُﲨ َْﲊَﻟ اﻮُ َﳤنَﺗ ْﻢ�ﻟ ِﱧَﻟ ۖ◌ ُْﲂِ� َ� ْ�ﲑ َﻄَﺗ ��ا اﻮُﻟﺎَﻗ ﴾ ١٧﴿ ُﲔِﺒُﻤْﻟا ُغ َﻼَﺒْﻟا �ﻻ�ا ﺎ َﻨْﻴَﻠَ� ﺎَﻣَو ﴾١٦﴿ َنﻮُﻠ َﺳ ْﺮُﻤَﻟ ْ ُﲂْﻴَﻟ�ا

ﺎَﻣَو ﴾٢١﴿ َنو ُﺪَﺘْﻬ�ﻣ ُﱒَو ا ًﺮْﺟ�آ ْ ُﲂُﻟ�أ ْﺴَ� �ﻻ ﻦَﻣ اﻮُﻌِﺒ�ﺗا ﴾٢٠﴿ َﲔِﻠ َﺳ ْﺮُﻤْﻟا اﻮُﻌِﺒ�ﺗا ِمْﻮَﻗ َ� َلﺎَﻗ ٰﻰَﻌ ْﺴَ� ٌﻞُ� َر ِﺔَﻨﻳِﺪَﻤْﻟا َﴡْﻗ�آ ْﻦِﻣ َءﺎَ�َو ﴾١٩﴿ َنﻮُﻓ ِ ْﴪ�ﻣ ٌمْﻮَﻗ ْ ُﱲﻧ�آ ْﻞَﺑ ۚ◌ ُﰎ ْﺮِّﻛُذ ٍﲔِب�ﻣ ٍل َﻼ َﺿ ﻲِﻔ�ﻟ اًذا ِّﱐ ا ﴾ ٢٣﴿ ِنو ُﺬِﻘﻨُﻳ َﻻَو ﺎًئْي َﺷ ْﻢُ ُﳤَﻋﺎَﻔ َﺷ ِّﲏَﻋ ِﻦْﻐُﺗ �ﻻ ٍّ ُﴬِﺑ ُﻦٰـَ ْﲪ �ﺮﻟا ِنْد ِﺮُ� ن�ا ًﺔَﻬِﻟٓآ ِﻪِﻧوُد ﻦِﻣ ُﺬِ�ﲣ�آ �آ ﴾٢٢﴿ َنﻮُﻌَﺟ ْﺮُ� ِﻪْﻴَﻟ

اَو ِﱐ َﺮ َﻄَﻓ يِ ��ا ُﺪُﺒْﻋ�آ َﻻ َ ِﱄ ٰ َﲆَ� ﺎَﻨْﻟَﺰن�آ ﺎَﻣَو ﴾٢٧﴿ َﲔِﻣ َﺮْﻜُﻤْﻟا َﻦِﻣ ِﲏَﻠَﻌَﺟَو ِّﰊ َر ِﱄ َﺮَﻔَﻏ ﺎَﻤِﺑ ﴾٢٦﴿ َنﻮُﻤَﻠْﻌَﻳ ﻲِﻣْﻮَﻗ َﺖْﻴَﻟ َ� َلﺎَﻗ ۖ◌ َﺔ�ﻨَﺠْﻟا ِﻞُ�ْدا َﻞيِﻗ ﴾٢٥﴿ ِنﻮُﻌَ ْﲰﺎَﻓ ْ ُﲂِّ� َﺮِ� ُﺖنَﻣٓآ ِّﱐ�ا ﴾٢٤﴿

اﻮُﻧ َﰷ �ﻻ

ا ٍلﻮ ُﺳ �ر ﻦِّﻣ ﻢِﳱِ��أَﻳ ﺎَﻣ ۚ◌ ِدﺎَﺒِﻌْﻟا َﲆَ� ًة َ ْﴪَﺣ َ� ﴾٢٩﴿ َنو ُﺪِﻣﺎَ� ْ ُﱒ اَذﺎَﻓ ًة َﺪِ�اَو ًﺔَ�ْﻴ َﺻ �ﻻ�ا ْﺖَﻧَﰷ ن�ا ﴾٢٨﴿ َﲔِﻟِﲋُﻣ ﺎ�ﻨُﻛ ﺎَﻣَو ِءﺎَﻤ �ﺴﻟا َﻦِّﻣ ٍﺪنُﺟ ﻦِﻣ ِﻩِﺪْﻌَﺑ ﻦِﻣ ِﻪِﻣْﻮَﻗ

ﺎَﻫﺎَﻨْﻴَيْﺣ�آ ُﺔَﺘْﻴ َﻤْﻟا ُض ْر� ْ�ا ُﻢُﻬ�ﻟ ٌﺔَﻳٓآَو ﴾٣٢﴿ َنو ُ َﴬْﺤُﻣ ﺎَﻨْﻳَ�� ٌﻊﻴِ َﲨ ﺎ�ﻤ�ﻟ � ُﰻ ن

اَو ﴾٣١﴿ َنﻮُﻌِﺟ ْﺮَ� َﻻ ْﻢِ ْﳱَ��ا ْﻢُ�ﳖ�آ ِنو ُﺮُﻘْﻟا َﻦِّﻣ ﻢُﻬَﻠْبَﻗ ﺎَن ْﻜَﻠْﻫ�آ ْ َﰼ اْو َﺮَ� ْﻢَﻟ�آ ﴾٣٠﴿ َنﻮُﺋِﺰْ َﳤ ْ�ﺴَ� ِﻪِﺑ


(40)

ُﺲْﻤ �ﺸﻟاَو ﴾٣٧﴿ َنﻮُﻤِﻠ ْﻈ�ﻣ ُﱒ اَذ

ﺎَﻓ َرﺎَ �ﳯ�ا ُﻪْنِﻣ ُﺦَﻠ ْﺴَ� ُﻞْﻴ�ﻠلا ُﻢُﻬ�ﻟ ٌﺔَﻳٓآَو ﴾٣٦﴿ َنﻮُﻤَﻠْﻌَﻳ َﻻ ﺎ�ﻤِﻣَو ْﻢِﻬ ِﺴُﻔﻧ�آ ْﻦِﻣَو ُض ْر� ْ�ا ُﺖِبﻨُﺗ ﺎ�ﻤِﻣ ﺎَﻬ� ُﳇ َجاَوْز� ْ�ا َﻖَﻠَ� يِ ��ا َنﺎَ�ْﺒ ُ�ﺳ ﴾٣٥﴿

ُﻖِﺑﺎ َﺳ ُﻞْﻴ �ﻠلا َﻻَو َﺮَﻤَﻘْﻟا َك ِر ْﺪُﺗ ن�آ ﺎَﻬَﻟ ﻲِﻐَبنَﻳ ُﺲْﻤ �ﺸﻟا َﻻ ﴾٣٩﴿ ِﱘِﺪَﻘْﻟا ِنﻮُﺟ ْﺮُﻌْﻟ َﰷ َدﺎَ� ٰ �ﱴَﺣ َلِزﺎَنَﻣ ُﻩ َ� ْر�ﺪَﻗ َﺮَﻤَﻘْﻟاَو ﴾٣٨﴿ ِﲓِﻠَﻌْﻟا ِﺰ�ِﺰَﻌْﻟا ُﺮ�ِﺪْﻘَﺗ َ ِ��َذ ۚ◌ﺎَﻬ�ﻟ ٍّﺮَﻘَﺘ ْ�ﺴُﻤِﻟ ي ِﺮْ َﲡ

ْﻢُﻬَﻟ َﱗ ِ َﴏ َﻼَﻓ ْﻢُﻬْﻗ ِﺮْﻐُﻧ �أ َﺸ�� ن

اَو ﴾٤٢﴿ َنﻮُﺒَﻛ ْﺮَ� ﺎَﻣ ِ ِ�ْثِّﻣ ﻦِّﻣ ﻢُﻬَﻟ ﺎَنْﻘَﻠَ�َو ﴾٤١﴿ ِنﻮُﺤ ْﺸَﻤْﻟا ِ ْ�ُﻔْﻟا ِﰲ ْﻢُ َﳤ�� ِّرُذ ﺎَﻨْﻠَ َﲪ ���آ ْﻢُﻬ�ﻟ ٌﺔَﻳٓآَو﴾٤٠﴿ َنﻮُﺤَﺒ ْ�ﺴَ� ٍ َ�َﻓ ِﰲ � ُﰻَو ۚ◌ ِرﺎَ �ﳯ�ا

�ﻻ

ا ْﻢِِّﲠ َر ِت َ�ٓآ ْﻦِّﻣ ٍﺔَﻳٓآ ْﻦِّﻣ ﻢِﳱِ��أَﺗ ﺎَﻣَو ﴾٤٥﴿ َنﻮُ َﲪ ْﺮُ� ْ ُﲂ�ﻠَﻌَﻟ ْ ُﲂَﻔْﻠَ� ﺎَﻣَو ْ ُﲂ�ِﺪْﻳ�آ َ ْﲔَﺑ ﺎَﻣ اﻮُﻘ�ﺗا ُﻢُﻬَﻟ َﻞيِﻗ اَذ

اَو ﴾٤٤﴿ ٍﲔِ� َٰﱃ�ا ﺎً�ﺎَتَﻣَو ﺎ�نِّﻣ ًﺔَ ْﲪ َر �ﻻ�ا ﴾٤٣﴿ َنوُﺬَﻘﻨُﻳ ْ ُﱒ َﻻَو

﴾٤٧﴿ ٍﲔِب�ﻣ ٍل َﻼ َﺿ ِﰲ �ﻻ�ا ْ ُﱲﻧ�آ ْن�ا ُﻪَﻤَﻌْﻃ�آ ُﻪ��ﻠلا ُءﺎَﺸَ� ْﻮ�ﻟ ﻦَﻣ ُﻢِﻌْﻄُﻧ�آ اﻮُنَﻣٓآ َﻦ�ِ��ِل او ُﺮَﻔَﻛ َﻦ�ِ ��ا َلﺎَﻗ ُﻪ��ﻠلا ُ ُﲂَﻗَز َر ﺎ�ﻤِﻣ اﻮُﻘِﻔﻧ�آ ْﻢُﻬَﻟ َﻞيِﻗ اَذ

اَو ﴾٤٦﴿ َﲔ ِﺿ ِﺮْﻌُﻣ ﺎَ ْﳯَﻋ اﻮُﻧ َﰷ َنﻮُﻌِﺟ ْﺮَ� ْﻢِﻬِﻠْﻫ�آ َٰﱃ�ا َﻻَو ًﺔَﻴ ِﺻْﻮَﺗ َنﻮُﻌﻴِﻄَﺘ ْ�ﺴَ� َﻼَﻓ ﴾٤٩﴿ َنﻮُﻤ ِّﺼَِﳜ ْ ُﱒَو ْ ُﱒُﺬُ��أَﺗ ًةَﺪِ�اَو ًﺔَ�ْﻴ َﺻ �ﻻ�ا َنو ُﺮ ُﻈﻨَﻳ ﺎَﻣ ﴾٤٨﴿ َﲔِﻗِدﺎ َﺻ ْ ُﱲﻨُﻛ ن�ا ُﺪْ�َﻮْﻟا اَﺬٰ�َﻫ َٰﱴَﻣ َنﻮُﻟﻮُﻘَﻳَو

ن

ا ﴾٥٢﴿ َنﻮُﻠ َﺳ ْﺮُﻤْﻟا َقَﺪ َﺻَو ُﻦٰـَ ْﲪ �ﺮﻟا َﺪَ�َو ﺎَﻣ اَﺬٰ�َﻫ ۗ◌ ۜ◌ َ�ِﺪَﻗ ْﺮ�ﻣ ﻦِﻣ ﺎَﻨَﺜَﻌَﺑ ﻦَﻣ ﺎَﻨَﻠْﻳَو َ� اﻮُﻟﺎَﻗ ﴾٥١﴿ َنﻮُﻠ ِﺴنَﻳ ْﻢِِّﲠ َر َٰﱃ�ا ِثاَﺪْ�� ْ�ا َﻦِّﻣ ُﱒ اَذ�ﺎَﻓ ِرﻮ �ﺼﻟا ِﰲ َﺦِﻔُﻧَو ﴾٥٠﴿

َنﻮُﻬِﻛﺎَﻓ ٍﻞُﻐ ُﺷ ِﰲ َمْﻮَﻴْﻟا ِﺔ �ﻨَﺠْﻟا َبﺎَ ْﲱ�آ �ن�ا﴾٥٤﴿ َنﻮُﻠَﻤْﻌَﺗ ْ ُﱲﻨُﻛ ﺎَﻣ �ﻻ�ا َنْوَﺰُْﲡ َﻻَو ﺎًئْيَﺷ ٌﺲْﻔَﻧ َُﲅْﻈُﺗ َﻻ َمْﻮَﻴْﻟﺎَﻓ ﴾٥٣﴿ َنو ُ َﴬْﺤُﻣ ﺎَﻨْﻳَ�� ٌﻊﻴِ َﲨ ْ ُﱒ اَذ�ﺎ َﻓ ًة َﺪِ�اَو ًﺔَ�ْﻴ َﺻ �ﻻ�ا ْﺖَﻧَﰷ َنﻮُﻣ ِﺮْﺠُﻤْﻟا ﺎَ �ﳞ�آ َمْﻮَﻴْﻟا اوُزﺎَتْﻣاَو ﴾٥٨﴿ ٍﲓِﺣ �ر ٍّب �ر ﻦِّﻣ ًﻻْﻮَﻗ ٌم َﻼ َﺳ ﴾٥٧﴿ َنﻮُﻋ�ﺪَﻳ ﺎ�ﻣ ﻢُﻬَﻟَو ٌﺔَﻬِﻛﺎَﻓ ﺎَﳱِﻓ ْﻢُﻬَﻟ ﴾٥٦﴿ َنﻮُئِﻜ�تُﻣ ِﻚِﺋا َر� ْ�ا َﲆَ� ٍل َﻼِﻇ ِﰲ ْﻢُ ُ�اَوْز�آَو ْ ُﱒ ﴾٥٥﴿ ۖ◌ا ًﲑِﺜَﻛ �ﻼِب ِﺟ ْ ُﲂنِﻣ �ﻞ َﺿ�آ ْﺪَﻘَﻟَو ﴾٦١﴿ ٌﲓِﻘَﺘ ْ�ﺴ�ﻣ ٌطا َ ِﴏ اَﺬٰ�َﻫ ۚ◌ ِﱐو ُﺪُﺒْﻋا ِن�آَو ﴾٦٠﴿ ٌﲔِب�ﻣ �و ُﺪَ� ْ ُﲂَﻟ ُﻪ�ﻧ�ا ۖ◌ َنﺎ َﻄْﻴ ��ﺸﻟا او ُﺪُﺒْﻌَﺗ �ﻻ ن�آ َمَدٓآ ِﲏَﺑ َ� ْ ُﲂْﻴ َﻟ�ا ْﺪَﻬْﻋ�آ ْﻢَﻟ�آ ﴾٥٩﴿ ﺎَﻤِﺑ ﻢُﻬُﻠُ� ْر�آ ُﺪَﻬ ْﺸَ�َو ْﻢِﳞِﺪْﻳ�آ ﺎَﻨُﻤِّ َﳫُ�َو ْﻢِﻬِﻫاَﻮْﻓ�آ ٰ َﲆَ� ُ ِﱲْ َﳔ َمْﻮَﻴْﻟا ﴾٦٤﴿ َنو ُﺮُﻔْﻜَ� ْ ُﱲﻨُﻛ ﺎَﻤِﺑ َمْﻮَﻴْﻟا ﺎَﻫْﻮَﻠ ْﺻا ﴾٦٣﴿ َنو ُﺪَ�ﻮُﺗ ْ ُﱲﻨُﻛ ِﱵ�ﻟا ُ �ﲌَ َ� ِﻩِﺬٰ�َﻫ ﴾٦٢﴿ َنﻮُﻠِﻘْﻌَﺗ اﻮُﻧﻮُﻜَ� َْﲅَﻓ�آ َنﻮُﻌِﺟ ْﺮَ� َﻻَو ﺎ�ﻴ ِﻀُﻣ اﻮُﻋﺎ َﻄَﺘ ْ�ﺳا ﺎَﻤَﻓ ْﻢِ ِﳤَن َﲀَﻣ ٰ َﲆَ� ْ ُﱒﺎَﻨْﺨ َﺴَﻤَﻟ ُءﺎ َﺸَ� ْﻮَﻟَو ﴾٦٦﴿ َنو ُ ِﴫْﺒُﻳ ٰ�ﱏ�أَﻓ َطا َ ِّﴫﻟا اﻮُﻘَبَت ْﺳﺎَﻓ ْﻢِ ِﳯُﻴْﻋ�آ َٰﲆَ� ﺎَﻨ ْ�ﺴَﻤَﻄَﻟ ُءﺎ َﺸَ� ْﻮَﻟَو ﴾٦٥﴿ َنﻮُﺒ ِ�ﺴْﻜَ� اﻮُﻧ َﰷ

ُلْﻮَﻘْﻟا �ﻖَِﳛَو ﺎ�يَﺣ َن َﰷ ﻦَﻣ َرِﺬﻨُﻴِّﻟ ﴾٦٩﴿ ٌﲔِب�ﻣ ٌنٓآ ْﺮُﻗَو ٌﺮْﻛِذ �ﻻ�ا َﻮُﻫ ْن�ا ۚ◌ َُ� ﻲِﻐَبنَﻳ ﺎَﻣَو َﺮْﻌ ِّﺸﻟا ُﻩﺎَﻨْﻤ�ﻠَ� ﺎَﻣَو ﴾٦٨﴿ َنﻮُﻠِﻘْﻌَﻳ َﻼَﻓ�آ ۖ◌ ِﻖْﻠَ�ْﻟا ِﰲ ُﻪ ْﺴِّﻜَﻨُﻧ ُه ْﺮِّﻤَﻌ�ﻧ ﻦَﻣَو ﴾٦٧﴿

ُﻊِﻓﺎَنَﻣ ﺎَﳱِﻓ ْﻢُﻬَﻟَو ﴾٧٢﴿ َنﻮُ ُﳇ�أَﻳ ﺎَ ْﳯِﻣَو ْﻢُ ُﲠﻮُﻛ َر ﺎَ ْﳯِﻤَﻓ ْﻢُﻬَﻟ ﺎَﻫﺎَﻨْﻠ�لَذَو ﴾٧١﴿ َنﻮُﻜِﻟﺎَﻣ ﺎَﻬَﻟ ْﻢُﻬَﻓ ﺎًﻣﺎَﻌْﻧ�آ ﺎَﻨﻳِﺪْﻳ�آ ْﺖَﻠِ َﲻ ﺎ�ﻤِّﻣ ﻢُﻬَﻟ ﺎَنْﻘَﻠَ� ���آ اْو َﺮَ� ْﻢَﻟَو�آ ﴾٧٠﴿ َﻦ� ِﺮِﻓ َﲀْﻟا َﲆَ� ۘ◌ ْﻢُﻬُﻟْﻮَﻗ َﻚﻧُﺰْ َﳛ َﻼَﻓ ﴾٧٥﴿ َنو ُ َﴬْﺤ�ﻣ ٌﺪنُﺟ ْﻢُﻬَﻟ ْ ُﱒَو ْ ُﱒ َ ْﴫَﻧ َنﻮُﻌﻴ ِﻄَﺘ ْ�ﺴَ� َﻻ ﴾٧٤﴿ َنو ُ َﴫﻨُﻳ ْﻢُﻬ�ﻠَﻌ�ﻟ ًﺔَﻬِﻟٓآ ِﻪ��ﻠلا ِنوُد ﻦِﻣ اوُﺬَ �ﲣاَو ﴾٧٣﴿ َنو ُﺮُﻜ ْﺸَ� َﻼَﻓ�آ ۖ◌ ُب ِرﺎ َﺸَﻣَو َ ِﱔَو َمﺎ َﻈِﻌْﻟا ِﲖْ ُﳛ ﻦَﻣ َلﺎَﻗ ۖ◌ ُﻪَﻘْﻠَ� َ ِﴘَ�َو ًﻼَثَﻣ ﺎَﻨَﻟ َب َ َﴐَو ﴾٧٧﴿ ٌﲔِب�ﻣ ٌﲓ ِﺼَﺧ َﻮُﻫ اَذ�ﺎَﻓ ٍﺔَﻔْﻄ�ﻧ ﻦِﻣ ُﻩﺎَنْﻘَﻠَ� ���آ ُنﺎ َﺴ�� ْﻻا َﺮَ� ْﻢَﻟَو�آ ﴾٧٦﴿ َنﻮُﻨِﻠْﻌُﻳ ﺎَﻣَو َنو � ِﴪُ� ﺎَﻣ َُﲅْﻌَﻧ ���ا

يِ ��ا َﺲْيَﻟَو�آ ﴾٨٠﴿ َنوُﺪِﻗﻮُﺗ ُﻪْنِّﻣ ُﱲﻧ�آ اَذﺎَﻓ ا ًر َ� ِ َﴬْﺧ� ْ�ا ِﺮَﺠ �ﺸﻟا َﻦِّﻣ ُﲂَﻟ َﻞَﻌَﺟ يِ ��ا ﴾٧٩﴿ ٌﲓِﻠ َ� ٍﻖْﻠَ� ِّ ُﲁِ� َﻮُﻫَو ۖ◌ ٍة �ﺮَﻣ َل�و�آ ﺎَﻫ�أ َﺸ��آ يِ ��ا ﺎَﳱِﻴْ ُﳛ ْﻞُﻗ ﴾٧٨﴿ ٌﲓِﻣ َر

ِﻩِﺪَﻴِﺑ يِ ��ا َنﺎَ�ْﺒ ُ�ﺴ َﻓ ﴾٨٢﴿ ُنﻮُﻜَيَﻓ ﻦُﻛ َُ� َلﻮُﻘَﻳ ن�آ ﺎًئْي َﺷ َدا َر�آ اَذ�ا ُه ُﺮْﻣ�آ ﺎَﻤ�ﻧ�ا ﴾٨١﴿ ُﲓِﻠَﻌْﻟا ُق �ﻼَ�ْﻟا َﻮُﻫَو ٰ َﲆَﺑ ۚ◌ﻢُﻬَﻠْثِﻣ َﻖُﻠْ َﳜ ن�آ ٰ َﲆَ� ٍرِدﺎَﻘ ِﺑ َض ْر� ْ�اَو ِتاَوﺎَﻤ �ﺴﻟا َﻖَﻠَ�

﴾٨٣﴿ َنﻮُﻌَﺟ ْﺮُ� ِﻪْﻴَﻟ

اَو ٍء ْ َﳾ ِّ ُﰻ ُتﻮُﻜَﻠَﻣ

3. Penyantunan Anak Yatim.

Penyantunan anak yatim yang diberikan pemerintah sebagai ucapan syukur telah dilaksanakan Upacara Mangure Lawik .

4. Pergelaran Seni Budaya Pesisir.

Ragam penampilan kreatif budaya dari beragam etnis yang ada di Sibolga, ada kesenian Sikambang dari etnis Pesisir yang unik, kemudian lagu-lagu dan tarian Minang yang gembira, tarian serta lagu Simalungun dan Mandailing yang khas, lagu


(41)

dan tarian India yang energik, ketangkasan gerakan barongsai dari etnis Tionghoa, tor-tor dan lagu Batak Toba, juga ada tari kolaborasi multi etnis dan lawakan kocak oleh Dewan Kesenian Sibolga.

Pameran dan pagelaran seni budaya merupakan ajaran untuk memperkenalkan serta evaluasi program dan mempromosikan produk-produk unggulan Sibolga, menimba ilmu pengetahuan, serta sarana silaturahmi, hiburan dan rekreasi bagi masyarakat. Selain ajang hiburan juga sebagai upaya memperkenalakan karakteristik masyarakat Sibolga dan upaya pelestarian seni budaya daerah. Terlebih kepada generasi muda. Sebagian pelaku pegelaran seni dan budaya ini kalangan anak-anak, pelajar dan remaja yang berbakat.

Hari Ketiga: 1. Kata sambutan.

Penyampaian nasehat yang bersifat pengarahan dan bimbingan dari Wakil Pemerintah Daerah. Didalam kata-kata nasehat atau sambutan itu dinyatakan bahwa pihak pemerintah mendukung dan mengukuhkan upacara mangure lawik sebagai aktifitas masyarakat.

2. Pertunjukan Sikambang.

Sikambang merupakan kesenian masyarakat etnis pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Kesenian sikambang ini, merupakan kesenian yang memadukan musik, tarian,


(42)

senandung, pantun yang paling populer di kota sibolga. Kesenian ini sering dipertunjukkan pada upacara pernikahan, upacara adat dan hari-hari besar.

3. Makan Bersama.

Upacara Tradisi Mangure Lawik dengan penyampaian kata-kata nasehat yang bersifat pengarahan dan bimbingan dari Camat Sibolga Selatan. Kata-kata nasehat tersebut dinyatakan bahwa pemerintahan mendukung dan mengukuhkan Tradisi Mangure Lawik sebagai kegiatan masyarakat. Setelah kata-kata nasehat para panitia mempersilahkan seluruh peserta makan bersama yang telah disediakan, karena masyarakat mempercayai bahwa penyelenggaraan Tradisi Mangure Lawik tidak sempurna jika sampai tujuan apabila ada salah satu seorang peserta yang belum makan. Sesudah makan bersama, pembacaan doa dipimpin ustadz, kemudian seluruh peserta upacara bubar kembali ke rumah masing-masing.

4.1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tradisi Ritual Mangure Lawik

Adat istiadat ritual disebut sebagai upacara tradisi karena diselenggarakan secara turun temurun dari masa ke masa dan relatif tetap baik tempat maupun waktunya dan pelaksanaannya terjadwal dalam aktifitas masyatakat. Upacara Tradisi Mangure Lawik itu merupakan kegiatan sosial budaya, maka melibatakan anggota masyarakat karena tujuannya untuk keselamatan bersama. Tempat Upacara Tradisi Mangure Lawik khusus dan dianggap tempat keramat, seperti suatu kawasan ditengah


(43)

kampung. Saat Upacara Tradisi Mangure Lawik dilaksanakan, keadaan dirasakan seram dan banyak bahaya yang mencekam.

Pelaksanaan Upacara Tradisi Jamuan Laut masyatakat Melayu Pesisir Sibolga dapat dibagi beberapa tahap, pertama, tempat untuk persiapan penyelenggaraan dan musyawarah yaitu balai desa, kedua, tempat untuk keseluruhan peserta upacara, di pinggir laut atau pantai, sedangkan bagian ketiga, tempat para pawang untuk keperluan penyampaian persembahan, di pantai laut Sibolga.

Pantai laut Sibolga dipercayai masyarakat tempat mula-mula nelayan nenurunkan jala penangkap ikan, maka tempat tersebut dibangun balai upacara. Tempat pawang mengibarkan bendera dipercayai dapat memanggil makluk halus penunggu laut dan daerah ini ditabur bunga-bunga oleh pawang. Dan tempat upacara di hamparan laut, kawasan tersebut digunakan oleh para pawang untuk meletakan perlengkapan persembahan kepada makhuk halus dan penguasa laut.

Tempat Upacara Tradisi Mangure Lawik telah ditentukan dalam musyawarah ketua adat, pemuda masyarakat, pihak pegawai pemerintah daerah dan pawang. Adapun fungsi pawang di sini sebagai penunjuk. Kemudian, tempat Upacara Tradisi Mangure Lawik tersebut muat bagi orang banyak, lapangan luas dan diketahui bersih dari kemaksiatan, dipastikan terhindar atau tidak memotong pohon-pohon yang batangnya akan dipergunakan sebagai balai untuk upacara, misalnya batang pohon bakau.


(44)

Tradisi Mangure Lawik dalam masyarakat pesisir Sibolga dilakukan setiap tahun pada tanggal 2 april bertepatan dengan hari jadi kota Sibolga, kecuali isyarat ada mimpi pawang, fenomena alam misalnya ikan mulai berkurang. Pelaksanaan tradisi tersebut dilaksanakan di kawasan Sibustak-bustak Jalan Mojopahit Aek Habil Kota Sibolga. waktu yang diperlukan dalam tradisi tersebut sebaiknya tiga hari, tujuh hari dan Sembilan hari sesuai kesepakatan pawang, pegawai pemerintah setempat, tokoh masyarakat dan para ustadz serta anggota masyarakat.

4.1.6 Masyarakat Tradisi Mangure Lawik

Kebudayaan secara universal meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral dan kebiasaan yang dibutuhkan manusia sebagai kegiatan adat masyarakat Melayu Pesisir Sibolga.

Pada umumnya semua masyarakat yang tinggal di pesisir Sibolga setiap Tradisi Mangure Lawik dilaksanakan harus hadir, baik tokoh masyarakat, juragan, maupun tamu yang sedang berada di daerah tersebut. Oleh karena itu, para pawang, kelompok nelayan dan seluruh masyarakat di daerah mengumumkan setiap penyelenggaraan Tradisi Mangure Lawik agar masyarakat datang.


(45)

Secara rinci peranan masing-masing masyarakat dalam Tradisi Mangure Lawik tersebut seperti pemuda masyarakat baik ketua adat maupun ketua-ketua organisasi pemuda dan para kelompok nelayan serta pegawai pemerintah daerah sebagai sekretaris yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Tradisi Mangure

Lawik , para pawang penyelenggara melepaskan perengkapan persembahan,

sedangkan para ustadz bertanggung jawab atas kelangsungannya. Pedagang ikan maupun nelayan mengusahakan perlengkapan yang di dalam ritual. Keseluruhan peserta patuh mengenai larangan yang telah ditetapkan

4.1.7 Perlengkapan Tradisi Mangure Lawik

Perlengkapan Tradisi Mangure Lawik telah diketahui dan dipahami seluruh warga masyarakat, karena sangat berkaitan dengan lingkungan masyarakat Melayu Pesisir Sibolga. Keseluruhan benda yang akan dipersembahkan pada Tradisi tersebut mempunyai kekuatan. Dan tujuan masing-masing upacara sebagai benda keramat, tetapi mempunyai makna khusus.

Perlengkapan yang dipersembahkan dalam Tradisi Mangure Lawik kebanyakan masyarakat menyebutnya sesajen atau ramuan Mangure Lawik. Benda-benda yang dipersembahkan mengandung makna tertentu dan sesuai dengan keadaan masyarakat daerah. Baik adat istiadat maupun kepentingan bidang sosial budaya.


(46)

Adapun benda tersebut, yaitu:

1. Setalam kue, 2. Beras putih, 3. Beras kuning, 4. Bartih,

5. Pohon bakau,

6. Limau purut, pagaran, 7. Bunga rampai,

8. Kemenyan,

9. Sitawa, sitawar, sidingin,

10.Kain lima warna untuk bendera,yaitu warna kuning, putih, hitam, biru dan hijau, 11.Seekor kerbau jantan dan ayam putuh.

4.1.8 Kegiatan-kegiatan dalam Tradisi Mangure Lawik

Masyarakat pesisir Sibolga, terutama para nelayan mempercayai seluruh lautan dikuasai makhluk halus, yaitu jin dan roh jahat. Roh di laut disebut Mambang Laut. Masyarakat pada umumnya sebagai nelayan maka mengharapkan mendapat ikan yang banyak.

Jadi, Tradisi Mangure Lawik perlu diadakan. Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam Tradisi Mangure Lawik antara lain persiapan membersihkan lingkungan pemancangan panji, pembuatan balai, penyembelihan hewan, dan


(47)

mengantar ramuan atau sesajen laut. Di samping itu diumumkan hal-hal yang dilarang, penyampai kata sambutan dan kepada lingkungan, pengetua adat. Akhirnya membaca doa dan ikrar janji dan makan bersama.

4.1.9 Waktu Upacara Tradisi Mangure Lawik

Anggota masyarakat membentuk balai, yaitu sebuah bangunan sederhana uyang didirikan pada tempat upacara. Balai-balai tersebut terbuat dari batang pohon, tidak berdindin, beratap anyaman daun kelapa. Letaknya memanjang dan sejajar dengn sisi pantai. Balai-balai ini digunakan untuk meletakkan perlengkapan yang dipersembahkan dan dipercayai masyarakat agar proses upacara diterima makhlik halus. Selanjutnya disediakan seekor kerbau dan ayam untuk disembelih sebagai kurban. Dahulu, kepala kerbau dan ayam tersebut dipersembahkan kepada penguasa laut, sekarang kepala kerbau dan ayam tidak lagi dibuat persembahan tetapi dipotong dan dibagikan kepada tetua-tetua, tokoh adat sesuai dengan bagiannya masing-masing(seperti pembagian jambar). Sedangkan dagingnya dimasak untuk dimakan bersama-sama. Kerbau dan ayam sebelum dipotong dimandikan dengan air bunga oleh pawang.

Kemudian, seluruh anggota masyarakat menyediakan beras seadanya untuk makan bersama dan sebagian untuk upacara. Di samping itu disediakan sebatang bambu enam meter untuk memancang panji-panji yang dilengkapi dengan kain berwarna putih dua meter. Pakaian para pawang berwarna putih, celana hitam dan


(48)

tutup kepala berwarna putih. Sedangkan kaum lelaki mendirikan balai-balai dan kaum wanita memasak untuk dimakan bersama. Selanjutnya anggota panitia upacara menyediakan perlengkapan yang lain.

4.1.10 Syarat-syarat yang dilakukan Pawang

Pertama, pemancangan panji-panji, yaitu tujuh hari sebelum pelaksanaan upacara. Pemancangan panji-panji dilakukan para pawang saat matahari mulai terbit, ini tandanya dimulai Upacara Tradisi Mangure Lawik.

Lokasi penyelenggaraan upacra tersebut selalu di tepi pantai atau laut. Bendera yang diikat pada potongan batang bambu dipecakkan di dua tempat penyelenggaraan upacara dan satu lagi dipecakkan seratus meter dari tempat upacara tersebut dekat muara. Sewaktu para pawang memancangkan bendera tersebut membaca mantra dan memercikkan air ramuan ke atas kain bendera dan tanah di tempat dipancangkan,

Masyarakat mempercayai bahwa pemancangan tersebut merupakan tanda-tanda pemberitahuan kepada makhluk-makhluk halus penguasa laut berkenaan akan diselenggarakan Upacara Tradisi Mangure Lawik. Pancang-pancang tersebut peringatan bagi anggota masyarakat agar memelihara kebersihan tempat upacara tersebut.


(49)

Kedua, sesudah pemancangan panji-panji, seekor kerbau dan ayam jantan yang akan disembelih ditambat serta ayam jantan yang akan disembelih ditambat serta ayam dikurung di padang temapat upacara. Pagi hari setelah shalat subuh, salah seorang nazir yang didampingi pawang menyembelih kerbau dan ayam jantan. Tempat penyembelihan di atas sebuah lubang kecil yang digali tanah untuk menampung darahnya. Masyarakat menganggap kesepaduan darah dengan tanah berarti simbolik dari keeratan hubungan makhluk hidup terutama hubungan manusia dengan lingkungannya.

Kemudian kerbau dan ayam yang disembelih dipotong-potong dan dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dikemas untuk dipersembahkan pada siang hari kepada penguasa laut, tapi sekarang tidak lagi melainkan kepala kerbau tersebut dibagikan kepada tetua dan tokoh adat setempat. Selanjutnya bagian dagingnya dicincang halus, dimasak untuk hidangan dalam jamuan makan bersama. Hal ini dilakukan kaum lelaki, sedangan rempah-rempah masakan disediakan ibu-ibu. Penembelihan selesai bersamaan saat matahari terbit dan anggota masyarakat pun datang ke tempat upacara untuk membantu pelaksanaan upacara tersebut.

Ketiga, saat mengantar jamuan atau sesajen tersebut ketika matahari sudah terbit, yaitu pukul 09.00 WIB. Waktu upacara, pawang dan para ustadz serta pemuda masyarakat memimpin pelepasan persembahan di tengah laut disertai beberapa


(50)

anggota masyarakat. Diawali pawang dengan mengelilingi balai kemudian menabur bunga-bunga, dan berdiri sejenak menghadap kiblat sambil membaca mantera.

Kemudian pawang melanjutkan menaburkan jamuan atau sesajen keaarah delapan penjuru angin diiringi melepaskan tutup kepala, berupa sehelai kain putih dan melambai-lambaikan kea rah tengah laut diiringi dengan membaca mantera.

Upacara Tradisi Mangure Lawik dilakukan pada jarak sekitar satu mil dari pantai, yaitu disuatu tempat yang dipercayai masyarakat sebagai tempat pangkalan pusaran angin. Ketika upacara perahu berhenti dan semua peserta upacra berdiri menghadap kiblat. Bilal atau ustadz membaca shalawat diiringi suara azan dalam situasi hening. setelah membaca shalawat kemudian ustadz atau bilal membaca doa disertai seluruh peserta upacara meninggalkan tempat upacara dengan pantangan tidak boleh melihat ke belakang, tempat Upacara Tradisi Mangure Lawik.

4.1.11 Selesai Upacara Tradisi Mangure Lawik

Ketika rombongan pengantar tradisi ritual mangure lawik menuju ke tengah laut di balai-balai berlangsung acara penyambutan masyarakat dari luar daerah dengan berbagai atraksi, seperti silat, tarian, pertunjukan sikambang dan nyanyian. Kemudian dilanjutkan dengan membaca syair berzanzi diakhiri dengan doa. Kemudian panitia yang bertugas menghidangkan makanan untuk bersama.


(1)

LAMPIRAN

Lampiran I

Daftar Pertanyaan

1. Pokok- pokok ritual Mangure Lawik : • Nama rirual ?

• Tempat ritual ? • Waktu ritual ? • Peserta ritual ? • Tujuan ritual ?

2. Apakah tradisi ini masih atau rutin dilaksanakan ?

• Jika rutin, setiap tanggal berapa? Atau waktu kapan ? • Jika tidak, mengapa ? apa faktor penyebabnya ? 3. Sejarah tradisi Mangure Lawik ?

4. Tokoh yang terlibat dalam tradisi Mangure Lawik ?

5. Peralatan yang digunakan dalam tradisi Mangure Lawik ? serta makna dalam simbol.

6. Harapan dalam pelaksanaan tradisi Mangure Lawik ? 7. Tata cara upacara Mangure Lawik ?

• Persiapan sebelum upacara ?

• Pelaksanaan upacara Mangure Lawik ? hari pertama – hari ke tiga. 8. Fungsi tradisi mangure lawik ?

9. Pantangan / larangan sebelum atau sesudah upacara dilaksanakan ? 10. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi mangure lawik?


(2)

Lampiran II

Foto-Foto Penelitian


(3)

Data penduduk Kecamatan Sibolga Selatan.


(4)

(5)

(6)