158
Pendugaan L yang dinyatakan di atas ditentukan tergantung pada
ψˆ
yang ditentukan atau pada komunalitas
2
ˆ
i
h
. Artinya pada saat menggunakan metode ini, kita harus menentukan matriks
ψˆ
atau menentukan komunalitasnya. Ada banyak cara menentukan hal ini,
dan kita akan bahas beberapa di antaranya.
8.3.2.1. Pendugaan menggunakan Squared Multiple
Correlation SMC
Misalkan R
-
1
= r
ij
adalah matriks kebalikan dari matriks korelasi R.
Pendekatan yang dapat digunakan untuk menduga
i
adalah
i
ˆ
=1r
ii
, i
= 1, …, p. Hal ini setara dengan melakukan pendugaan terhadap komunalitas h
2 i
dengan
2
ˆ
i
h
= 1 -
i
ˆ
= 1 - 1r
ii
= SMC
i
, yaitu sebesar kuadrat dari koefisien korelasi ganda antara x
i
, komponen ke-i pda
vektor peubah x, dengan p – 1 komponen x lainnya. Matriks korelasi
semu R
a
pada persamaan 12, dengan mengganti h
2 i
dengan
2
ˆ
i
h
sekarang digunakan untuk melakukan analisis faktor. Total komunalitas tidak lain diduga menggunakan
p i
i
SMC
1
.
8.3.2.2. Pendugaan menggunakan nilai mutlak korelasi
yang terbesar
Metode intuitif lain yang dapat digunakan untuk menduga komunalitas h
2 i
adalah menggunakan
i max
r
=
| |
max
ij j
i
r
yaitu nilai terbesar dari nilai mutlak koefisien korelasi pada unsur non-
diagonal baris ke-i dari matriks R. Sehingga
2
ˆ
i
h
=
i max
r
, i = 1, …, p
159
8.3.2.3. Pendugaan menggunakan Adjusted Squared
Multiple Correlation ASMC.
Cureton dan D‟Agostino 1983 menunjukkan bahwa
p i
i max
r
1
adalah penduga total komunalitas
p i
i
h
1 2
yang lebih baik daripada
p i
i
SMC
1
. Sehingga mereka menyarankan dilakukan penyesuaian pengkoreksian terhadap kuadrat dari korelasi ganda untuk menduga
h
2 i
sehingga
p i
i
h
1 2
masih didugan menggunakan
p i
i max
r
1
. Yang mereka usulkan adalah sebagai berikut
2
ˆ
i
h
= ASMC
i
=
i p
j j
p j
j max
r SMC
SMC
1 1
, i = 1, …, p
Dari persamaan di atas, kondisi bahwa
p i
i
h
1 2
diduga dengan
p i
i max
r
1
tetap terpenuhi.
8.3.3.
Analisis Citra Image Analysis
Meskipun pada analisis faktor secara jelas sisebutkan di dalam modelnya bagaimana faktor bersama dan faktor khusus berhubungan,
identifikasi terhadap
bagian-bagian ini
seringkali dilakukan
menggunakan trial and error. Untuk mengatasi ketidakmampuan dari analisis faktor menyatakan secara eksplisit faktor bersama dan faktor
khusus pada sebuah peubah, Guttman 1953 memperkenalkan sebuah metode yang sekarang populer dengan nama analisis citra.
160
Hal utama yang mencolok pada metode ini adalah kemampuan secara eksplisit mendefinikan bagian faktor bersama pada peubah.
Guttman mengatakan „bagian faktor bersama pada sebuah peubah adalah bagian yang dapat diprediksi menggunakan korelasi linear
ganda dari semua peubah lain pada gugus peubah tersebut.‟ Bagian bersama dari peubah ini disebut sebagai image dari peubah tersebut
berdasarkan peubah lain. Bagian khusus dari peubah tersebut adalah sisaan yang tidak dapar diprediksi. Bagian khusus ini disebut sebagai
anti-image dari peubah. Dengan menggunakan terminologi analisis
regresi, image dan anti-image dapat dijelaskan sebagai berikut.
Misalkan x adalah vektor acak berukuran p x 1 yang telah dibakukan
sehingga matriks ragam-peragamnya tidak lain adalah matriks korelasi
R
, dan diasumsikan non-singular. Jika model regresi x
i
=
1
x
1
+ … +
i-1
x
i-1
+
i
x
i+1
+ … +
p-1
x
p
+
i
digunakan untuk meprediksi x
i
, maka penduga kuadrat terkecil bagi x
i
adalah
i
x ˆ
yaitu
i
x ˆ
=
2 1
22 12
i i
i
x R
R
dimana x = x
i
, x
‟
2i
, x
2i
adalah vektor yang memuat seluruh peubah kecuali x
i
, serta matriks R dipartisi menjadi R
=
22 21
12
1
i i
i
R R
R
.
Misalkan sisaan
i
ˆ
diperoleh dari
i
ˆ
= x
i
-
i
x ˆ
. Maka x
i
dapat dituliskan dalam bentuk bagian bersama dan bagian khusus, atau image dan
anti-image menjadi
x
i
=
i
x ˆ
+
i
ˆ
, i = 1, …, p
161
Dalam bentuk vektor, p buah persamaan di atas dituliskan sebagai
x =
x
ˆ
+
εˆ
13
dimana x = x
1
, …, x
p
‟,
x
ˆ
=
1
ˆx
, …,
p
x ˆ
‟ dan
εˆ
=
1
ˆ
, …,
p
ˆ
‟. Selanjutnya telah dibuktikan bahwa
x
ˆ
= I – MR
-1
x dengan M adalah matriks diagonal yang unsur diagonalnya diambil
dari unsur diagonal matriks R
-1
. Melalui pendefinisian W = I – MR
-1
, kita dapat menuliskan ulang persamaan 13 menjadi
x = Wx + I
– Wx
= image + anti-image Perhatikan bahwa matriks ragam peragam dari image adalah
var Wx
= WRW’
14
= I – MR
-1
R I – MR
-1
‟ = R + MR
-1
M – 2M
Perlu menjadi catatan bahwa unsur diagonal utama pada matriks ragam peragam adalah kuadrat dari koefisien korelasi berganda dari
sebuah peubah dengan peubah-peubah lainnya. Pada analisis faktor
metode image dan menggunakan matriks korelasi R, matriks ragam-
peragam dari image pada persamaan 14 dihitung terlebih dahulu. Kemudian berikutnya matriks inilah yang dijadikan bahan ekstraksi
menggunakan metode komponen utama untuk menghasilkan faktor bersama. Faktor-faktor yang berpadanan dengan akar ciri dari
WRW’
yang lebih dari atau sama dengan satu umumnya yang digunakan.
162
Ilustrasi .
Jika digunakan data Spearman seperti pada ilustrasi sebelumnya, kita
akan dapatkan matriks W dan WRW’ sebagai berikut
W =
0000 .
0456 .
0832 .
0109 .
0635 .
1460 .
0512 .
0000 .
0803 .
0484 .
1864 .
1432 .
1071 .
0922 .
0000 .
1835 .
1700 .
1179 .
0172 .
0681 .
2249 .
0000 .
0019 .
3043 .
1363 .
3568 .
2835 .
0026 .
0000 .
3708 .
4622 .
4040 .
2898 .
6106 .
5465 .
0000 .
dan
WRW’ =
4118 .
4268 .
4611 .
5036 .
5327 .
5441 .
4268 .
4756 .
4921 .
5146 .
5523 .
5841 .
4611 .
4921 .
5431 .
5561 .
5923 .
6461 .
5036 .
5146 .
5561 .
6271 .
6693 .
6665 .
5327 .
5523 .
5923 .
6693 .
7261 .
7284 .
5441 .
5841 .
6461 .
6665 .
7284 .
8142 .
Akar ciri dari matriks
WRW’ ini adalah 3.4698, 0.0698, 0.0399, 0.0166,
0.0025, dan 0.0002. Jika faktor yang digunakan hanya yang berpadanan dengan akar ciri yang lebih dari 1 maka hanya satu faktor
bersama yang terpilih. Matriks tapi berupa vektor, karena hanya satu faktor loading faktor yang merupakan vektor ciri yang berpadanan
dengan akar ciri pertama adalah 0.9724, 0.9073, 0.8329, 0.7778, 0.7057, 0.6720‟
163
Nilai RMS_overall-nya adalah 0.0507, dan komunalitas dari setiap peubah berturut-turut adalah 0.9456, 0.8233, 0.6937, 0.6050, 0.4980, dan
0.4516.
8.3.4.
Analisis Faktor Kanonik Non-Iteratif Harris
Rao 1955 memperkenalkan analisis faktor kanonik untuk menjawab pertanyaan „peubah faktor mana yang berhubungan paling erat
dengan peubah teramati?‟ Solusi untuk permasalahan ini ada kaitannya dengan analisis korelasi kanonik terhadap peubah faktor
hipotetik dengan peubah teramati. Mengacu kepada model yang diberikan pada persamaan 2, matriks
peragam antara x dan f adalah matriks berukuran p+k x p+k, yaitu
var
f x
=
I L
L Σ
Dengan mengasumsikan bahwa peubah-peubah telah dibakukan
maka bentuk dari adakan menjadi matriks korelasi . Sehingga notasi
akan digunakan untuk menggantikan . Tujuannya adalah menduga
L dan , dimana
= LL’ + . Kuadrat dari koefisien korelasi kanonik antara x dan f diperoleh dari akar persamaan berikut
|LL
‟ - v | = 0
Misalkan matriks diduga menggunakan matriks korelasi contoh R dan
misalkan juga bahwa dugaan awal bagi ,
ψˆ
telah tersedia. Maka kita menginginkan
LL’ R -
ψˆ
164
Dengan mengguanakan
Lˆ
sebagai penduga L, dan
Lˆ Lˆ
‟ = R -
ψˆ
, maka persamaan seberlumnya dapat ditulis ulang menjadi
| R -
ψˆ
-vR| = 0
atau |
ψˆ
-12
R
ψˆ
-12
- I| = 0
dengan = 11-v
Dalam penerapannya bukan R yang digunakan tetapi matriks korelasi semu R
a
, yaitu dengan mengganti unsur diagonal R dengan
2
ˆ
i
h
. Sehingga persamaan yang berlaku sekarang adalah
|
ψˆ
-12
R
a
ψˆ
-12
- I| = 0 Karena R
a
tidak selalu berupa matriks definit positif, maka dengan penggantian ini akar ciri
ψˆ
-12
R
a
ψˆ
-12
, yaitu dapat bernilai negatif. Misalkan saja
1
ˆ
…
k
ˆ
0 adalah akar ciri
ψˆ
-12
R
a
ψˆ
-12
yang bernilai positif dan
1
adalah matriks berukuran p x k yang merupakan matriks vektor ciri padanannya. Kemudian disusun matriks
2 1
1
ˆΛ
sebagai
165
2 1
1
ˆΛ
=
k
ˆ ˆ
ˆ
2 1
serta mendefinisikan
Lˆ
=
ψˆ
-12
1
2 1
1
ˆΛ
sebagai penduga bagi L. Jika
mau, kita dapat memeperoleh penduga yang baru bagi sebagai
ψˆ
= R -
Lˆ Lˆ
‟ dan melajutkan secara iteratif prosedur ini hingga tercapai kestabilan penduga komunalitas. Proses ekstraksi faktor ini besifat
scale-invariant. Lebih jelasnya misalkan dilakukan transformasi
penskalaan y = Dx, dimana D adalah matriks diagonal yang semua tandanya sama. Solusi bagi L tidak berubah meskipun data x diganti
dengan data baru y. Hal ini karena solusi yang dihasilkan dari ekstraksi matriks
D
ψˆ
D’
-12
DR
a
D ‟D
ψˆ
D’
-12
yang berpadanan dengan y sama dengan yang diperoleh
menggunakan
ψˆ
-12
R
a
ψˆ
-12
pada x. Konsekuensinya penggunaan
Σˆ
maupun R menghasilkan solusi yang identik.
Harris 1962 telah menunjukkan hubungan yang sangat penting antara analisis faktor kanonik yang dikembangkan Rao dengan analisis image
yang dikembangkan Guttman. Menggunakan hasil dari Guttman
bahwa jika k cukup kecil dibandingkan p maka [diagR
-1
]
-1
jika p , dia mengusulkan suatu algoritma non-iteratif bagi analisis faktor
kanonik dari Rao dengan cara mengekstraksi akar ciri dan vektor ciri dari matriks
166
[diagR
-1
]
12
R
a
[diagR
-1
]
12
8.4.
Metode Pendugaan Iteratif
Banyak metode ekstraksi iteratif yang termotivasi oleh penggunaan metode kemungkinan maksimum. Sebagai alternatifnya, ada juga
prosedur yang telah disusun tanpa mengasumsikan sebaran tertentu. Pada bagian ini kita akan membahas emapt metode iteratif yaitu:
metode kemungkinan maksimum maximum likelihood method, metode kuadrat terkecil tak-terboboti unweighted least squares, ULS,
metode komponen utama iteratif iterative principal component method
, dan analisis faktor alpha alpha factor analysis.
8.4.1.
Metode Kemungkinan Maksimum
Metode kemungkinan maksimum MKM pada analisis faktor dilakukan awalnya
dengan mengasumsikan
sebaran normal
ganda diperkenalkan oleh Lawley 1940 dan algoritmanya kemudian
dikembangkan oleh Joreskog 1967, 1977. MKM mengasumsikan bahwa matriks ragam peragam atau matriks korelasi semua peubah
bersifat non-singular. Karena metode ini scale-invariant maka kita dapat memperoleh solusi menggunakan salah satu matriks tersebut.
Misalkan x
1
, …, x
n
adalah contoh acak dari populasi yang menyebar normal ganda-p dengan vektor rataan dan matriks ragam-peragam
, yang diasumsikan memiliki struktur peragam =
LL’ + .
Permasalahan analisis faktor dapat dipandang sebagai pencarian
penduga kemungkinan maksimum bagi L dan .
Sudah diketahui bahwa rataan vektor contoh
x
merupakan penduga kemungkinan maksimum bagi
. Untuk mendapatkan penduga
kemungkinan maksimum bagi L dan , kita gunakan matriks ragam- peragam contoh S sebagai penduga awal bagi . Karena contoh
diasumsikan bersal dari populasi yang menyebar normal ganda, maka
167
n-1S memiliki sebaran Wishart dengan derajat bebas n-1 dan nilai harapan S adalah . Fungsi kepekatan peluang bagi S adalah LS
diberikan oleh
2 1
2 1
2 1
2 1
| |
| |
.
S Σ
1
S Σ
tr n
p n
n
e c
S L
dengan c adalah konstanta. Sehingga log-likelihood dari L dan , jika
=
LL’ + adalah
ln c -
| |
] [
2 1
1 1
S ψ
LL S
ψ LL
ln tr
n
16
Penduga kemungkinan maksimum bagi L dan diperoleh dengan
memaksimumkan fungsi 16 dengan kendala kk-12 persyaratan kenunikan Johnson Wichern, 1998.
8.4.1.1. Penentuan banyaknya faktor bersama