PENGARUH EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PERIKANAN TANGKAP SEKITAR PANTAI DAN

71 Pengumpulan Data dan Penetapan Responden Metode pengumpulan data dan responden terkait dengan perikanan tangkap dilakukan seperti halnya tujuan 1, sedangkan metode pengumpulan data dan responden terkait dengan tambak dilakukan sebagai berikut : - Pengumpulan data sekunder dilakukan di Instansi Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Perhutani. - Pengumpulan data primer diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam terhadap staf instansi terkait dan wawancara terstruktur dengan petambak. Observasi lapangan dilakukan dengan cara melihat, mencatat dan memotret obyek dengan bantuan digital camera foto dokumentasi meliputi kondisi mangrove, kondisi tambak berbagai pola usaha silvofishery, tradisional, semiintensif, monokultur, polikultur. Wawancara mendalam dengan pemilihan responden secara purposive dan snowballing sampling. Responden yang dipilih secara puposive adalah staf instansi terkait 1 orang staf Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, 4 orang staf Perhutani KPH Kabupaten Indramayu, 4 orang Staf Dinas Perikanan dan Kelautan, 1 orang Staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan 2 orang pengurus LMDH. Wawancara terstruktur dilakukan terahadap 34 petambak yang dipilih secara stratified berdasarkan petambak silvofishery dan non silvofishery menurut blok tambak, yaitu Blok Cantigi, Blok Purwa dan Blok Tegur Analisis Data Analisis pengaruh mangrove terhadap perikanan tangkap Untuk melihat pengaruh eksosistem mangrove apakah sebagai habitat esensial ataupun habitat fakultatif dengan mengikuti model bioekonomi interaksi habitat-perikanan yang dikembangkan Barbier dan Strand Barbier 2000, Foley et al 2009 dan Mykoniatis and Ready 2013. Pengaruh mangrove dapat dilihat secara biologi dari efeknya terhadap pertumbuhan intrinsik dan daya dukung lingkungan dalam fungsi pertumbuhan dan secara ekonomi terhadap penerimaan dan keuntungan Foley et al 2012; Mykoniatis and Ready 2013. 1 Model habitat Fakultatif Model habitat fakultatif mengasumsikan bahwa tidak ada informasi awal yang cukup tentang adanya interaksi mangrove dengan ikan-ikan sekitar perairan pantai. Mengikuti model tersebut hubungan mangrove dengan ikan sekitar pantai yang berasosiasi dengan mangrove dimulai dengan persamaan dinamika stok ikan dengan X t , M t dan E t masing-masing sebagai stok ikan, mangrove dan upaya penangkapan sebagai berikut : Ẋ = FX t ,M t – h X t ,E t 4.1 Persamaan tersebut menyatakan bahwa ekspansi bersih terhadap stok yang terjadi pada saat laju pertumbuhan pada suatu periode tertentu lebih kecil dari laju pemanfaatan. Persamaan tersebut mengasumsikan ∂F∂ X t dan ∂F∂M t ≥0. Dalam fungsi logistik pertumbuhan diasumsikan bahwa mangrove mempengaruhi kedua parameter biofisik pertumbuhan intrinsik r dan daya 72 dukung lingkungan K 13 , sehingga persamaan 2.8 disusun kembali dalam bentuk persamaan sebagai berikut : 4.2 Dengan memasukkan KM t =K+μM t ke dalam persamaan 4.1 dengan µ adalah koefisien efek perubahan mangrove terhadap r dan K diperoleh persamaan 4.3 Fungsi produksi penangkapan persamaan 2.9 disusun kembali dalam bentuk persamaan : h X t ,E t = q E t X t 4.4 selanjutnya, dengan memasukkan persamaan 4.3 dan persamaan 4.4 ke dalam persamaan 4.1 diperoleh persamaan : Ẋ = [ r K + µ M t - X t – qE t ] X t 4.5 14 Dengan menganggap perubahan stok dalam jangka panjang adalah konstan Ẋ=0, maka dari persamaan 4.5 diperoleh upaya penangkapan, E dan stok, X menjadi : 4.6 4.7 Dengan mensubstitusikan persamaan 4.7 ke dalam persamaan 4.4 diperoleh persamaan hasil tangkapan : 4.8 Dengan menyusun kembali persamaan 4.8 untuk f 1 =qK, f 2 =qµ dan f 3 = q 2 r diperoleh persamaan habitat fakultatif, yaitu : h FH = f 1 E + f 2 EM - f 3 E 2 4.9 Untuk f 1 =0, f 2 0 , maka qK=0 dan karena q 0 maka berimplikasi pada K=0. Dengan menganalisis data yang tersedia akan diperoleh nilai f 1 yang akan diuji secara statistik berbeda dari nol f 1 ≠0 atau tidak akan menunjukkan apakah mangrove sebagai habitat esensial atau habitat fakultatif. Jika hasil uji statistik menunjukkan bahwa f 1 ≠0, maka mangrove merupakan habitat fakultatif. Uji alternatif terhadap f 2 f 2 ≠0 dapat juga menunjukkan apakah mangrove sebagai habitat esensial atau habitat fakultatif, karena f 2 =q µ dan q 0, maka f 2 =0 yang berimplikasi µ=0. Persamaan 4.9 dilakukan teknik OLS untuk mendapat koefisien-koefisien yang selanjutnya akan dibuat grafik dan kemudian dilakukan analisis perbandingan antara hasil analisis bioekonomi standar dan hasil analisis bioekonomi interaksi pada berbagai performa perikanan pada kondisi keseimbangan OA, MSY dan MEY. Dengan menganggap bahwa industri perikanan menghadapi situasi open access dan nelayan adalah price-takers dengan harga ikan p, serta c adalah unit biaya penangkapan, maka keuntungan jangka panjang adalah nol, sehingga dari 13 Foley et al 2009 dan Mykoniatis and Ready 2013 menganggap bahwa habitat dapat mempengaruhi laju pertumbuhan intrinsik dalam bentuk rKM t yang muncul dalam fungsi pertumbuhan logistik. 14 Model persamaan habitat esensial menurut Barbier 2000 adalah X t+1 - X t = [ r K M t – X t – qE t ] X t 73 persamaan keuntungan persamaan 3.25 : π =TR-TC=ph – cE menjadi persamaan: pqEX – cE 4.10 pqEX = cE 4.11 Dengan menganggap bahwa dalam jangka panjang semua stok menjadi X, effort menjadi E, maka persamaan 4.11 dinyatakan sebagai : X = 4.12 dengan asumsi cpq KM. Perhitungan efek mangrove terhadap ikan asosiasi mangrove dengan mengasumsikan kondisi keseimbangan open access seperti diperlihatkan pada persamaan 4.6 dan 4.12 adalah stabil dan upaya penangkapan akan menyesuaikan dengan seketika untuk mencapai kondisi keseimbangan yang baru. Persamaan 4.6 pada kondisi steady state keseimbangan open access menjadi : 4.13 Dari persamaan 4.13 efek statik komparatif dari perubahan mangrove terhadap keseimbangan upaya penangkapan dapat dihitung melalui persamaan : 4.14 Dengan menggunakan persamaan 4.12 dan 4.14 efek terhadap level produksi kondisi keseimbangan diperoleh : d h=qXdE = r µ XdM = dM 4.15 perubahan penerimaan perikanan diperoleh : pdh = dM 4.16 Efek perubahan mangrove terhadap upaya penangkapan, hasil tangkapan dan penerimaan tergantung dari parameter bioekonomi r, µ, c, q dan p. Untuk mengetahui efek mangrove tidak perlu mengetahui kelima parameter tersebut dan dengan menggunakan d 2 =qµ dan d 3 = - q 2 r dari persamaan 4.9 15 dapat dihitung efek perubahan hasil tangkapan dan penerimaan sebagai berikut : 4.17 15 Persamaan 4.8 tidak bisa diperoleh 4 parameter bioekonomi r, µ, q dan K dari 3 koefisien statistik f1, f2, dan f3. c pq r µ c pq r µ c p 74 4.18 Perhitungan efek mangrove terhadap ikan asosiasi mangrove dengan menggunakan persamaan 4.17 dan 4.18 mensyaratkan adanya nilai p dan c. Nilai p diperoleh dari data time series, sedangkan nilai c dapat diperoleh dari persamaan keuntungan pada kondisi open access : ph=cE diperoleh : c = Eph 4.19 Untuk mendapatkan nilai c dari persamaan 4.19 perlu diperoleh data time series upaya penangkapan dan hasil tangkapan. 2 Model habitat penting Model habitat penting mengasumsikan adanya informasi awal tentang keberadaan jenis-jenis ikan tertentu yang mempunyai keterkaitan dengan mangrove. Informasi awal tersebut dilakukan dengan cara mengidentifikasikan jenis-jenis ikan yang berasosiasi dengan mangrove. Analisis model habitat penting untuk mempertegas kembali apabila setelah melalui penyelesaian model fakultatif dinyatakan bahwa mangrove merupakan habitat penting atau tidak bagi suatu jeniskelompok ikan. Mangrove merupakan habitat penting akan dilakukan penyelesaian persamaan habitat penting menurut model Barbier dengan memasukan nilai K=αM ke dalam persamaan 2.8 dan selanjutnya persamaan 2.8 disusun kembali dalam bentuk persamaan sebagai berikut : M X 1 rX M ; X F    4.20 Dengan memasukan persamaan 4.20 dan persamaan 2.9 ke dalam persamaan 4.1 diperoleh persamaan sebagai berikut : qEX M X 1 rX t ., X       4.21 Dengan menganggap perubahan stok dalam jangka panjang adalah konstan δẊδt=0, maka dari persamaan 4.21 diperoleh upaya penangkapan, E, X dan hasil tangkapan menjadi : 4.22 4.23 Dengan mensubstitusikan persamaan 4.23 ke dalam persamaan 4.4 diperoleh persamaan hasil tangkapan : 2 E r 2 q EM q 2 E r 2 q E M qK IH h      4.24 Dalam bentuk persamaan sederhana menjadi : 2 E 2 a EM 1 a IH h   4.25 Dari series data produksi, luasan mangrove dan upaya penangkapan selanjutnya persamaan 4.25 dengan teknik Ordinary Least Square OLS dapat diketahui koefisien a 1 dan a 2 , namun demikian seperti halnya persamaan 3.15 pendugaan nilai parameter biofisik μ, r, q dan K persamaan 4.24 dari persamaan 4.25 tidak dapat dilakukan, karena masalah curse of dimensionality. 75 Keseimbangan MSY dicapai pada saat dhdE=0, sehingga dari persamaan 4.25 diperoleh nilai MSY dan nilai h MSY masing-masing adalah M 1 a msy FH E 2 a 2  4.26 4.27 Analisis pengaruh mangrove terhadap produksi budidaya tambak tradisional- silvofishery Dalam analisis ini diasumsikan i luas lahan pesisir Lp layak digunakan untuk budidaya tambak dan menanam mangrove ii adanya trade off penggunaan lahan antara mangrove dan budidaya tambak ii mangrove mempunyai jasa lingkungan bagi budidaya tambak tradisional-silvofishery dengan menyediakan pupuk alami dari proses dekomposisi serasah daun dan ranting mangrove serta menyediakan hasil sampingan tambak yang ditangkap dengan alat impes. Untuk melihat melihat peranan mangrove terhadap produksi tambak dapat dianalisis dengan 2 dua model, yaitu : i Model fungsi produksi Cobb-Douglas Menurut tinjauan teori ekonomi produksi dalam kaitannya dengan budidaya tambak tradisional silvofishery dinyatakan bahwa variabel produksi- hasil utama tambak Q US secara umum dipengaruhi oleh berbagai variabel input produksi sepeti lahan, bibit nener, pakan, dan pupuk. Keberadaan mangrove yang mempunyai pengaruh terhadap produksi tambak tradisional-silvofishery menganggap bahwa mangrove merupakan input produksi tambak. Model produksi budidaya tambak silvofishery monokultur bandeng dengan kehadiran mangrove dihipotesakan menurut fungsi produksi Cobb-Douglas yang dapat ditulis dalam bentuk log linear : Ln Q PU = β 1 Ln Bibit + β 2 Ln Pakan + β 3 Ln Mangrove 4.28 ii Model regresi linear sederhana Dalam analisis ini akan dilihat hubungan antara mangrove dengan produksi tambak 16 , baik hasil utama maupun hasil sampingan yang dinyatakan dalam bentuk persamaan : Q A = θ 1 + θ 2 M 4.29 dimana Q A = produksi tambak hasil utama dan hasil sampingan; M = luas mangrove ha, θ 1 =kostanta, θ 1 =intercept. Analisis pengaruh mangrove terhadap perikanan tangkap dan perikanan budidaya tambak tradisional- silvofishery Pada analisis ini dilakukan dengan menampilkan dan membahas hasil analisis pengaruh mangrove 17 pada persamaan 4.9 ataupun persamaan 4.25 setelah melihat pengujian statitistik dan goofness of fit dengan persamaan 4.29. 16 Mengikuti pemikiran Nur 2002, Rangkuti 2013, Haris et al 2013 bahwa terdapat korelasi antara produksi tambak dengan mangrove. 17 Mengikuti pemikiran Martosubroto dan Naamin 1977; Mykoniatis and Ready 2013 bahwa terdapat hubungan antara produksi perikanan tangkap dengan mangrove. 76 Dari persamaan-persamaan tersebut selanjutnya dapat dilihat performa perikanan tangkap dan budidaya tambak menurut luasan mangrove. Hasil dan Pembahasan Pengaruh Mangrove Terhadap Perikanan Tangkap Sekitar Pantai Untuk melihat keterkaitan antara habitat mangrove dengan perikanan tangkap dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu i metode langsung dengan cara pengambilan sampel berbagai biota dengan alat tangkap tertentu yang kemudian dilakukan berbagai analisis secara biofisik, misalnya jenis-jenis ikan, kepadatan ikan menurut lokasi, pasang surut atau pun waktu siang dan malam 18 , ii metode tidak langsung, yaitu dengan berbasis pada ketersediaan data sekunder terkait dengan data produksi hasil tangkapan menurut jenis ikan dan alat tangkap yang digunakan 19 . Pada penelitian ini akan dilakukan identifikasi dan analisis dengan berbasis pada data sekunder dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan 2014. Berdasarkan data series selama 15 tahun, selanjutnya akan dibahas keterkaitan mangrove dengan perikanan dengan kondisi institusi pengelolaan mangrove berada dalam pengusahaan Perhutani state property right dan kepemilikan masyarakat private property right di salah satu sisi, sedangkan di sisi lain perikanan tangkap dalam kondisi institusi pengelolaan yang open access. Pengaruh mangrove terhadap perikanan sekitar pantai dianalisis dengan model bioekonomi interaksi habitat fakultatif dan habitat penting dalam kondisi perikanan akses terbuka open access fishery. Gambaran ikan asosiasi mangrove Aspek teknis penangkapan dan areal penangkapan terkait dengan analisis ikan-ikan yang berasosiasi dengan mangrove sama seperti halnya pada analisis dan pembahasan Bab 3. Hasil identifikasi terhadap jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap jaring pantai, jaring klitik dan sero yang beroperasi di sekitar perairan pantai Kabupaten Indramayu sekitar 70,53 merupakan jenis-jenis yang berasosiasi dengan mangrove 20 , yaitu dari famili Mugilidae antara lain belanak, Latidae antara lain kakap putih, Leiognathidae antara lain peperek, Sciaenidae antara lain tigawaja, gulamah, Synodontidae antara lain beloso, Bothidae antara lain sebelah, Arridae antara lain manyung,keting, lundu, Plotosidae antara lain sembilang, Nemipteridae antara lain kurisi, Clupeidae antara lain tembang, Polynemoidei antara lain kurau, dan Sphyraenoidei antara lain alu-alu, Atherinidae antara lain gerong-gerong, udang, kepiting dan kerang Lampiran 5. Dengan jumlah sekitar 70,53 , maka ikan-ikan yang berasosiasi dengan mangrove dianggap diasumsikan sebagai 18 Antara lain : Asikin et al 1993; Kawaroe et al 2001 ; Wahyu dewantoro 2009 ; Harahab 2009 19 Antara lain : Barbier and Strand I 1997 ; Barbier 2000 ; Mykoniatis and Ready 2013 20 Berdasarkan referensi Martosubrtoto dan Naamin 1977 ; Lai PN 1984 ; Maurice at al 1993 ; Barbier 2000 ; Asikin et al 1993; Kawaroe et al 2001 ; LE VAY 2001 ; Wahyudewantoro 2009 ; Hossain 2004 ; Harahab 2009 ; Ram li et al 2011. Pengidentifikasian famili dan jenis-jenis ikan yang mempunyai keterkaitan dengan mangrove tidak dijabarkan menurut siklus hidupnya, yakni seluruh, sebagian besar, sebagian kecil hidupnya bergantung pada habitat mangrove. 77 ‗satu kelompok ikan‘, sehingga model bioekonomi dapat diaplikasikan. Selanjutnya, untuk menguji apakah mangrove sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan tersebut dan berpengaruh terhadap perikanan tangkap komersial sekitar pantai, maka dilakukan analisis bioekonomi interaksi mangrove dan perikanan. Hubungan antara hasil tangkapan dengan mangrove dan upaya penangkapan Sebagai informasi awal diperoleh adanya hubungan negatif antara mangrove dengan hasil tangkapan tangkapan nelayan Gambar 17-A dan juga ada hubungan yang negatif antara mangrove dengan CPUE Gambar 17-B. Pada kajian bioekonomi konvensional Bab 3 analisis dilakukan hanya melihat hubungan antara variabel hasil tangkapan h dengan upaya tangkapan E, sedangkan pada kajian interaksi mangrove dengan perikanan selanjutnya dinamakan model interaksi FM akan melihat hubungan antara hasil tangkapan h dengan upaya tangkapan E dan mangrove M yang diproksi dalam bentuk luas tutupan mangrove. Dengan demikian untuk analisis model interaksi FM diperlukan data jumlah tangkapan ton tahun -1 , jumlah alat tangkapan unit tahun -1 dan luasan mangrove ha. Pada penelitian ini, analisis model interaksi FM akan dilakukan 2 dua pendekatan, yaitu i pendekatan Habitat Fakultatif FH 21 dan ii Pendekatan Habitat Penting IH 22 . Pendekatan FH dilakukan bila tidak adanya informasi awal yang cukup tentang jenis-jenis biota yang berinteraksi dengan habitat, sedangkan pendekatan IH dilakukan analisis bila sudah ada informasi awal yang cukup tentang adanya biota yang berkaitan dengan habitat Foley et al. 2012, yaitu hasil identifikasi menyebutkan bahwa sekitar 70,53 ikan-ikan yang ditangkap dengan pukat pantai, jaring klitik dan sero dengan fishing ground di sekitar pantai seluas 804 km 2 merupakan jenis-jenis ikan yang berasosiasi dengan mangrove. Baik pendekatan FH maupun IH tersebut berbasis pada pendekatan fungsi pertumbuhan logistik ikan dan fungsi produksi Schaefer. Gambar 17 Hubungan antara mangrove dengan produksi perikanan tangkap dan CPUE i Model Habitat Fakultatif FH Habitat bersifat fakultatif bagi suatu biota perairan bila tanpa kehadiran suatu habitat maka biota tersebut masih tetap tumbuh dan berkembang biak. 21 Foley et al. 2009; Foley et al. 2012; Mykoniatis and Ready 2013. 22 Barbier and Strand 1997; Barbier 2000. 10 20 30 40 50 60 500 1000 1500 2000 2500 2 2 1 2 2 2 3 200 4 200 5 200 6 200 7 200 8 2 9 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 3 2 1 4 C P U E t o n u n it M a n g r o ve h e k ta r Tahun Mangrove CPUE 5 10 15 20 25 30 35 40 500 1000 1500 2000 2500 200 200 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 200 8 200 9 201 2 1 1 2 1 2 2 1 3 2 1 4 P r o d u k s i t o n u n it M a n g r o ve h e k ta r Tahun Mangrove Produksi A B 78 Penyelesaian model habitat fakultatif dugaan berdasarkan persamaan 4.9 dapat dilihat pada Lampiran 6C dan hasilnya dapat ditulis dalam notasi : h FH = 1994 + 6,030851751E + 0,011961878 EM - 0,006721581 E 2 Persamaan 4.30 t hitung = 0,60 0,4588 1,8659 4,0201 n=15; R 2 =76,96; F hitung =12,25 d DW =1,69 t_test : signifikan at α=0,01; t_test : signifikan at α=0,05 F_test : signifikan at α=0,05 Pada persamaan 4.30 d ilihat dari nilai R 2 dan F yang secara statistik signifikan dan nilai d DW yang menunjukkan tidak terjadi autokorelasi, maka dapat dikatakan bahwa model habitat fakultatif cukup baik untuk menjelaskan hubungan antara produksi dengan jumlah upaya penangkapan dan luasan mangrove. Dilihat dari uji-t terhadap koefisien regresi untuk f 1 =6,030851751 yang secara statistik tidak nyata dan koefisien regresi untuk f 2 = 0,011961878 yang secara statistik nyata, maka dapat dikatakan bahwa terdapat interaksi yang positif antara mangrove dengan effort dan mangrove merupakan habitat penting bagi sekitar 70,53 jenis-jenis ikan yang ditangkap dengan alat tangkap jaring pantai, jaring klitik dan sero. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mangrove berpengaruh terhadap aktivitas perikanan pantai yang diusahakan oleh nelayan dengan menggunakan ketiga alat tangkap tersebut. ii Model Habitat Penting IH Habitat bersifat penting bagi suatu biota perairan bila tanpa kehadiran suatu habitat maka biota tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang biak. Penyelesaian model habitat penting dugaan berdasarkan persamaan 4.25 dapat dilihat pada Lampiran 6D dan hasilnya dapat ditulis dalam notasi : h IH = 2490 + 0,014670335 EM - 0,00619175 E 2 Persamaan 4.31 t hitung = 0,81 6 ,0711 5,2979 n=15; R 2 =76,52; F hitung = 19,55; d DW =1,62 t_test : signifikan at α=0,01; F_test : signifikan at α=0,05 MAF BW CA 40 Pada persamaan 4.31, d ilihat dari nilai R 2 dan F yang secara statistik signifikan dan nilai d DW yang menunjukkan tidak terjadi autokorelasi, maka dapat dikatakan bahwa model habitat penting cukup baik untuk menjelaskan hubungan antara hasil penangkapan dengan jumlah upaya penangkapan dan luasan mangrove. Dilihat dari uji-t terhadap koefisien regresi untuk a 2 = 0,014670335 yang secara statistik nyata, maka dapat dikatakan adanya interaksi yang positif antara mangrove dengan ikan-ikan sekitar pantai. Hal ini berarti bahwa mangrove merupakan habitat penting bagi sekitar 70,53 jenis-jenis ikan yang ditangkap dengan alat tangkap jaring pantai, jaring klitik dan sero, sehingga dapat dikatakan bahwa mangrove berpengaruh dan berperanan penting dalam mendukung aktivitas perikanan pantai yang diusahakan oleh nelayan dengan menggunakan ketiga alat tangkap tersebut. Komparatif statik pengaruh mangrove terhadap aktivitas perikanan tangkap Pengaruh mangrove terhadap aspek bioekonomi perikanan dilakukan terhadap parameter upaya penangkapan E, produksi h dan rente ekonomi π dapat dilihat dengan 2 cara, yaitu : 79 1 Komparatif statik antara model Gordon-Schaefer_STD, Model Habitat Penting dan Model Habitat Fakultatif Model interaksi habitat mangrove dengan perikanan baik pada model habitat penting maupun model fakultatif pada dasarnya dengan cara menambahkan variabel mangrove pada model bioekonomi Gordon-Schaefer Standar GS_STD. Penambahan variabel M diharapkan mampu meningkatkan nilai R 2 yang berarti model semakin baik dan mampu menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Perbandingan aspek bioekonomi dilakukan dengan cara membandingkan ketiga model, yaitu model IH persamaan 4.30, model FH persamaan 4.31 dan model GS_STD persamaan 4.32, dan terhadap ketiga model tersebut dilakukan analisis optimasi keseimbangan OA, MSY dan MEY. Penyelesaian model GS_STD dugaan berdasarkan persamaan 3.15 dapat dilihat pada Lampiran 6B dan hasilnya dapat ditulis dalam notasi : h GS_STD = 2118 + 28,61533 E - 0,007870019 E 2 Persamaan 4.32 t hitung = 0,58 5,081 4,6083 n=14; R 2 =69,7; F hitung =13.78; d DW =1.62 t_test : signifikan at α=0,01; F_test : signifikan at α=0,05 SCH_LIN EAR_FFM 43 Dilihat dari nilai R 2 dan F yang secara statistik signifikan dan nilai d DW yang menunjukkan tidak terjadi autokorelasi, maka dapat dikatakan bahwa model GS_STD cukup baik untuk menjelaskan hubungan antara produksi dengan jumlah upaya penangkapan persamaan 4.32. Demikian juga untuk model FH persamaan 4.30 dan model IH persamaan 4.31, dilihat dari nilai R 2 dan F yang secara statistik signifikan dan nilai d DW yang menunjukkan tidak terjadi autokorelasi, maka dapat dikatakan bahwa model interaksi habitat-ikan cukup baik untuk menjelaskan hubungan antara produksi dengan jumlah upaya penangkapan dan luasan mangrove. Adanya penambahan variabel mangrove terhadap model standar bioekonomi ternyata mampu meningkatkan nilai R 2 yang berarti model semakin baik serta variabel effort dan mangrove mampu menjelaskan variabel hasil tangkapan. Dengan menggunakan ketiga model tersebut yang secara statistik signifikan, maka dapat dihitung dan diperbandingkan performa perikanan pada keseimbangan OA, keseimbangan MSY dan keseimbangan MEY antara model GS_STD, model IH dan model FH yang dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 18, sedangkan analisis optimasi ketiga model tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 6 Perbandingan performa perikanan tangkap pada keseimbangan OA, MSY dan MEY untuk model GS_STD dan model interaksi mangrove-perikanan Performa Model GS-STD HUB_U DA D B 20 0 Model Habitat Penting IH Hu b-U DA200 Model Habitat Fakultatif FH Aktual MEY OA MSY MEY OA MSY MEY OA MSY Produksi h ton tahun -1 25.591 11.539 26.011 26.480 13.052 27.013 26.867 12.702 27.358 20.098 Effort E unit tahun -1 1.587 3.174 1.818 1.795 3.590 2.089 1.747 3.494 2.017 1.441 TR juta Rp tahun -1 172.822 77.922 175.657 178.821 88.141 182.425 181.435 85.779 184.754 135.724 TC juta Rp tahun -1 38.961 77.922 44.631 44.070 88.141 51.277 42.889 85.779 49.528 35.366 π juta Rp tahun -1 133.861 131.026 134.751 0 131.148 138.545 135.226 100.358 Keterangan : i harga komoditas p= Rp 6,75 juta ton -1 tahun -1 dan biaya operasional penangkapan ikan c=Rp 24,55 juta unit -1 tahun -1 diasumsikan sama antara model GS-STD, model IH dan model FH; ii luas mangrove 1763 ha 80 Tabel 6 menjelaskan bahwa mangrove pada model IH dan FH berpengaruh terhadap performa perikanan h, E dan π pada berbagai kondisi keseimbangan dibandingkan dengan perikanan tanpa mangrove model GS_STD. Dalam pengelolaan perikanan berdasarkan konsep MSY menurut model GS_STD, jumlah effort yang dapat dioperasikan untuk menangkap ikan agar stok tetap lestari adalah sebanyak 1.818 unit tahun -1 dengan hasil tangkapan lestari yang diperoleh sebesar 26.011 ton tahun -1 dan rente ekonomi sebesar Rp 131.026 juta tahun -1 , sedangkan jumlah effort menurut model IH adalah 2.089 unit yang akan memberikan hasil tangkapan lestari sebesar 27.013 ton tahun -1 dan rente ekonomi sebesar Rp 131.148 juta tahun -1 . Dengan mengikuti pendekatan DKP Indramayu 2014 bahwa hasil tangkapan ikan lestari hmsy adalah 25 dari standing stock ikan Xmsy 23 , maka di perairan sekitar pantai seluas 804 km 2 dalam model GS_STD memiliki standing stok ikan X GS sebesar 104.044,00 ton tahun -1 dan daya dukung lingkungan K GS 24 sebesar 208.088,00 ton tahun -1 , sedangkan menurut model FH di perairan sekitar pantai memiliki standing stock ikan X FH sebesar 109.432 ton tahun -1 dan daya dukung lingkungan K FH sebesar 218.864 ton ha -1 . Dengan demikian keberadaan mangrove seluas 1.763 ha mampu meningkatkan daya dukung lingkungan pada perairan pantai sebesar 10.776 ton tahun -1 atau μ=6,11 ton ha -1 tahun -1 25 . Gambar 18-A menampilkan kurva hasil tangkapan dan upaya penangkapan baik untuk model GS_STD, model IH dan FH. Dengan adanya mangrove model IP dan IF, hasil tangkapan nelayan dan effort pada kondisi keseimbangan OA, MSY dan MEY lebih besar bila dibandingkan dengan hasil tangkapan dan effort pada kondisi perikanan tanpa mangrove model GS_STD. Perbedaan hasil tangkapan antara model IH dengan model GS_STD untuk keseimbangan MEY, OA dan MSY masing-masing adalah 3,47, 13,11 dan 3,85, sedangkan perbedaan effort antara kedua model tersebut masing-masing adalah 13.11 , 13,11 dan 3.85. Perbedaan hasil tangkapan antara model FH dan model GS_STD untuk keseimbangan MEY, OA dan MSY masing-masing adalah 4,75, 9,16 dan 4,92, sedangkan perbedaan effort antara kedua model tersebut masing-masing adalah 9,16 , 9,16 dan 9,89. Gambar 18B dan dan Gambar 18D menampilkan perbandingan model bioekonomi pada kondisi keseimbangan statis antara ketiga model untuk penerimaan total dan rente ekonomi. Dengan adanya mangrove model IH dan FH, penerimaan total dan rente ekonomi pada kondisi keseimbangan MEY, OA dan MSY lebih besar bila dibandingkan dengan penerimaan total dan rente ekonomi pada kondisi perikanan tanpa mangrove model GS_STD. Perbedaan penerimaan total antara model IH dan model GS_STD untuk keseimbangan MEY, OA dan MSY masing-masing adalah 3,47, 13,11 dan 3,85, sedangkan perbedaan rente ekonomi antara kedua model tersebut masing-masing adalah 0,66, 05 dan 0,09. Perbedaan penerimaan total antara model FH dan model GS_STD untuk keseimbangan MEY, OA dan MSY masing-masing adalah 4,75, 9,16 dan 4,93, sedangkan perbedaan rente ekonomi antara kedua model tersebut masing-masing adalah 3,38, 0 dan 3.11. 23 atau Xmsy = hmsy0.25 24 K=2Xmsy 25 Diperoleh dari persamaan : K FH = K GS-STD + μM t 81 Gambar 18 Perbandingan kondisi keseimbangan statis antara model bioekonomi Gordon-Schaefer GS_STD, Habitat Fakultatif, FH dan Habitat Penting IH Hub-U-D350 TC OA 40000 80000 120000 160000 200000 600 1200 1800 2400 3000 3600 4200 Pe ne rim aa n B ia ya jut a rupi ah Effort unit FH IH GS_STD Poly. FH Poly. IH Poly. GS_STD MSY MEY TR TC OA 50 100 150 200 250 600 1200 1800 2400 3000 3600 4200 j ut a rupi ah Effort unit Linear FH_MR Linear IH_AR Linear GS_MR MR c=MC AR 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 600 1200 1800 2400 3000 3600 4200 R ent e jut a rupi ah Effort unit FH IH GS_STD Poly. FH Poly. IH Poly. GS_STD E OA π MSY π MEY π OA 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 600 1200 1800 2400 3000 3600 4200 H a si l ta n gk ap an to n Effort unit FH IH GS_STD Poly. FH Poly. IH Poly. GS_STD MSY MEY h E MSY A B C D E MEY OA 82 Berdasarkan keseimbangan statik OA, MSY dan MEY Tabel 6 dan Gambar 18 dapat dikemukakan bahwa dengan adanya penambahan variabel mangrove pada model bioekonomi standar model Gordon Schaefer dalam bentuk model habitat fakultatif FH maupun model habitat penting IH menunjukkan performa yang lebih baik dan menunjukkan adanya peranan mangrove terhadap perikanan tangkap. Pada ketiga model bioekonomi, kondisi keseimbangan MEY menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan kondisi keseimbangan OA dan MSY. Bila dibandingkan dengan kondisi aktual, maka performa perikanan tangkap dari ketiga model bioekonomi pada ketiga kondisi keseimbangan MEY, OA dan MSY menunjukan performa yang lebih baik namun dengan perbedaan yang relatif kecil. Besarnya pengaruh mangrove dan effort terhadap hasil tangkapan dapat dilihat dari nilai produktivitas. Produktivitas total sebesar 68,06 tontahun yang dihasilkan dari kontribusi nilai produktivitas mangrove NPM sebesar 25 dan nilai produktivitas effort NPE sebesar 75 Lampiran 8. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh effort lebih besar dibandingkan dengan pengaruh keberadaan mangrove terhadap hasil tangkapan. Sebagai bahan perbandingan Babier and Strand 1998 dalam perikanan udang di Campache, Mexico dengan luas mangrove 850 km 2 memiliki NPM sebesar 96 dan NPE 4 , Marlianingrum 2007 perikanan udang memiliki NPM 99 dan NPE 1 dan Efrizal 2005 menyatakan bahwa ekosistem mangrove memberikan kontribusi sebesar 44,18 terhadap produksi sumber daya ikan demersal di Kabupaten Bengkalis. Relatif kecilnya pengaruh mangrove di Kabupaten Indramayu terhadap perikanan tangkap diduga kualitas mangrove yang ‗kurang baik‘ kepadatan sekitar 1000 pohonha untuk zona inti mangrove. RTRW Kabupaten Indramayu 2011-2031 menyebutkan bahwa kondisi hutan mangrove di pesisir Kabupaten Indramayu sangat memprihatinkan yang ditunjukkan oleh persen tutupan kurang dari 50 dan kerapatan kurang dari 1.000 pohon per Ha 26 dan lebih lanjut Gumilar 2010 menyatakan bahwa kepadatan mangrove termasuk kategori status rusak 80 . 2 Efek perubahan mangrove terhadap perubahan hasil tangkapan dan penerimaan usaha pada perikanan tangkap Seperti telah dijelaskan melalui persamaan 4.30 dan persamaan 4.31 bahwa mangrove mempunyai peranan penting terhadap aktivitas perikanan sekitar pantai yang berada dalam kondisi akses terbuka open access fishery. Pada tahun 2000 luasan mangrove 2.257 ha dan pada tahun 2014 seluas 1.567 ha dan selang pada periode waktu tersebut 15 tahun luasan mangrove mengalami penurunan sekitar 689 ha 31 atau 45,93 ha per tahun. Dengan memperhatikan adanya keterkaitan antara mangrove dengan perikanan, maka dapat dihipotesakan bahwa adanya penurunan luasan mangrove akan berdampak pada aktivitas perikanan yang direpresentasikan dengan adanya penurunan produksi dan penurunan nilai produksi. Analisis efek perubahan mangrove terhadap produksi dan nilai produksi dilakukan berdasarkan model habitat fakultatif karena model tersebut 26 Kepadatan mangrove tergolong sangat padat bila lebih besar daripada 1.500 pohon per ha apabila merujuk pada Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004. 83 menunjukkan the best of fit. Selanjutnya, analisis komparatif statik efek perubahan mangrove terhadap perikanan hasil tangkapanproduksi dan penerimaan hasil tangkapannilai produksi berdasarkan model habitat fakultatif dapat dilihat pada Lampiran 8. Terjadinya penurunan mangrove dalam kurun waktu 15 tahun antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2014 seluas 689 ha sekitar 31 berimplikasi terhadap penurunan produksi perikanan pada kondisi open acces sebesar 4.458,27 ton dan nilai produksi Rp 30.107,18 juta lihat Lampiran 8. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penurunan luasan mangrove akan berefek negatif terhadap penurunan produksi dan nilai produksi perikanan sekitar pantai. Kondisi perikanan yang akses terbuka open access fishery dan status lahan ‗mangrove‘ yang dimiliki oleh Perhutani dan masyarakat state and private land property right menunjukkan bahwa perubahan mangrove seluas 1 ha akan berefek terhadap perubahan hasil tangkapan nelayan sebanyak 0,43 ton ha -1 tahun -1 dan terhadap perubahan nilai produksi sebanyak Rp 2,91 juta ha -1 tahun -1 Lampiran 8. Nilai tersebut merupakan nilai ekonomi mangrove yang hilang terhadap perikanan economic loss. Tabel 7 Prosentase perubahan performa perikanan akibat penurunan luasan mangrove 31 dalam kurun waktu 15 tahun Performa Perikanan Model Pengelolaan Sole Owner MEY Open Access OAY MSY Produksi h ton 44,23 28,05 43,69 Effort E unit 28,05 28,05 24,96 π juta Rp 48,23 - 48,98 Keterangan : Hasil pengolahan Lampiran 8 Dari Tabel 7 dan Gambar 19 terlihat bahwa dalam kurun waktu 15 tahun pada kondisi perikanan yang open access penurunan mangrove sekitar 31 atau 2,07 tahun -1 akan menurunkan jumlah effort dan hasil tangkapan sebesar 28 atau 1,87 tahun -1 . Dari grafik tersebut dapat membuktikan bahwa perubahan penurunanpengurangan luasan mangrove akan berdampak pada perubahan penurunanpengurangan effort, hasil tangkapan dan rente ekonomi pada berbagai keseimbangan. Implikasinya adalah kebijakan yang mengarah pada peningkatan luasan mangrove akan berdampak positif terhadap hasil tangkapan nelayan dengan kasus pada jenis-jenis biota perairan yang mempunyai keterkaitan dengan mangrove untuk famili seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya antara lain Mugilidae, Leiognathidae, Sciaenidae dan lain-lain. 84 Gambar 19 Efek penurunan mangrove terhadap kondisi keseimbangan statis pada model Habitat Fakultatif FH Hub-U CO 50 0 TC OA 40000 80000 120000 160000 200000 240000 280000 320000 800 1600 2400 3200 4000 4800 5600 Pe ne rim aa n B ia ya jut a rup ia h Effort unit TR TC 50 100 150 200 250 800 1600 2400 3200 4000 4800 5600 j ut a rupi ah Effort unit c=MC 50000 100000 150000 200000 250000 800 1600 2400 3200 4000 4800 5600 R ent e ek onom i jut a rupi ah Effort unit π OA1 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 800 1600 2400 3200 4000 4800 5600 Ha sil t ang ka pa n t on Effort unit E MEY A B C D OA 1 MSY1 MEY1 h M1 OA 1 OA 2 MSY2 MEY2 MSY1 MEY1 h M2 OA 2 MSY2 MEY2 AR 1 MR 1 AR 2 MR 2 π MSY 1 π MEY 1 π MSY 2 π MEY 2 π OA2 85 Merujuk pada kajian kepustakaan Gumilar 2010; Hamdan 2010; RTRW Kabupaten Indramayu 2011-2031, pendapat pakar hasil wawancara serta analisis citra satelit menunjukkan bahwa degradasi mangrove sudah menjadi masalah kebijakan di Kabupaten Indramayu yang menuntut adanya solusi kebijakan. Dalam analisis bioekonomi model CYP model bioekonomi tanpa memasukan variabel mangrove menunjukan bahwa sumberdaya ikan sekitar pantai sudah menunjukan overfishing, namun pada model habitat penting dan model fakultatif model bioekonomi dengan memasukan variabel mangrove tidak menunjukkan gejala overfishing. Hasil analisis bioekonomi interaksi tersebut model habitat penting dan model fakultatif menunjukan bahwa mangrove di Kabupaten Indramayu berpengaruh terhadap perikanan tangkap sekitar pantai, khususnya perikanan pukat pantai, jaring klitik dan sero. Oleh karenanya, solusi kebijakan pengelolaan mangrove menjadi penting untuk mendukung aktivitas perikanan tangkap sekitar pantai Pengaruh Mangrove dalam Mendukung Aktivitas Budidaya Tambak Aspek teknis budidaya tambak Budidaya ikan dan udang di tambak membutuhkan lahan dan dengan adanya lahan tersebut petambak dapat mengalokasikan penggunaan input produksi tambak. Secara umum kelas tambak pada dasarnya dibagi 3 tiga, yaitu i Kelas 1; tambak yang dicirikan dapat terisi air laut ketika air laut pasang dan air dapat mudah dikeluarkan ketika air laut surut, sehingga memudahkan ketika panen. Mesin pompa kadang-kadang dibutuhkan untuk mengisi air tambak dan mengeringkan tambak. Tipe tambak ini letaknya antara tambak laut dan darat. Nilai tambak kelas ini relatif lebih mahal. ii Kelas 2; tambak yang dicirikan dapat terisi air laut hanya ―sedikit‖ ketika air laut pasang dan dapat mudah air tambak dikeluarkan ketika air laut surut, sehingga memudahkan ketika panen. Dibutuhkan mesin pompa untuk mengisi air ke tambak. Tipe tambak ini letaknya jauh dari laut dan merupakan tambak ‗darat‘. iii Kelas 3, tambak yang dicirikan dapat terisi air laut ketika air laut pasang, namun air tambak sulit dikeringkan ketika air laut surut, sehingga tambak selalu tergenang air dan dibutuhkan pompa ketika mengeringkan tambak. Tipe tambak ini letaknya di dekat laut dan rawan terhadap pasang tinggi rob yang dapat merusak pematang tambak. Selanjutnya, tipikal kelas tambak dapat dilihat pada Gambar 20. Investasi petambak yang lainnya berupa rumah jaga, kendaraan motor, pompa air dan impes Lampiran 9. Pemasangan impes dilakukan pada sore hari dan kemudian diambildiangkat pada keesokan harinya. Pemasangan impes antara 15-20 hari per bulan sampai dilakukan panen dengan lama budidaya 4 bulan. Pada musim hujan musim tanam 1; bulan Desember - April hasil impes lebih banyak dibandingkan pada saat musim kemarau musim tanam ke-2, Mei-September, mengingat pada musim kemarau salinitas lebih tinggi dan suhu air tambak lebih panas. Kadang- kadang petambak tidak memasang impes karena biaya transportasi tidak sebanding dengan perolehan hasil impes. Padat penebaran musim penghujan 86 umumnya lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau. Proporsi antara udang alami dan ikan alami dari hasil impes 80 : 20, karena petambak tidak menghendaki ikan liar mengingat ikan tersebut akan menjadi pemangsa udang dan sedapat mungkin ikan diberantas dengan saponin. Saponin tidak mematikan udang, namun mematikan ikan-ikan yang ada di tambak. Selain itu, mangrove merupakan tempat bersembunyi ikan-ikan liar yang pemangsa seperti kakap putih oleh karenanya dimatikan dengan saponin dan akibatnya hasil sampingan berupa ikan-ikan liar relatif sedikit dibandingkan dengan udang. Hasil regresi linear hubungan antara mangrove dengan hasil sampingan ikan-ikan liar menunjukkan hubungan positif. Ikan-ikan liar yang diperoleh dari impes harian lebih sedikit dibandingkan hasil perolehan udang. Namun pada saat tambak dilakukan panen secara total atau tambak dikeringkan dan dib eri ‗obat‘ pestisida, maka hasil ikan liar lebih banyak. Kelas 1 Kelas 2 tambak darat Kelas 3 tambak laut Gambar 20 Tipe kelas tambak Hasil sampingan dirasakan oleh petambak mengalami penurunan yang diduga i semakin banyaknya pemakaian obat-obatan untuk memberatas hama tambak 2 adanya penangkapan ikan dengan ‗arus listrik‘ yang dapat mematikan bibit ikanudang alam 3 sering terjadi kemarau panjang 4 pencemaran perairan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa tambak tanpa mangrove di pelataran memiliki produksi 30 lebih tinggi dibandingkan tambak tanpa mangrove di pelataran tambak, baik produksi hasil utama bandeng atau pun udang maupun hasil sampingan udang dan ikan, sehingga ada kecenderungan petambak mengarah kepada budidaya semi intensif yang sebagian besar mengandalkan pakan tambahan. Secara umum, pada 87 polikultur hasil bandeng untuk 10.000 ekor ha -1 tahun -1 nener akan menghasilkan panen sekitar 1000 kg, sedangkan benur sebanyak 10.000 ekor ha -1 tahun -1 akan menghasilkan panen udang sekitar 100 kg. Pakan tambahan yang dibutuhkan untuk mendapatkan 1 ton bandeng membutuhkan pakan sekitar 1.500 kg. Selanjutnya, karakteristik dan performa tambak dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 21 Alat impes dan hasil impes udang dan ikan liar Aspek ekonomi budidaya tambak Hubungan output produksi dengan faktor-faktor produksi tambak Seperti telah diuraikan di atas bahwa aktivitas perikanan sekitar pantai yang beroperasi dalam kondisi akses terbuka open access fishery tergantung dari keberadaan mangrove fishery dependent mangrove, namun di sisi lain mangrove tergantung dari status kepemilikan lahan yang akan menentukan penggunaan lahan. Faktanya bahwa lahan pesisir yang layak ditanami mangrove berada dalam kondisi trade off antara penggunaan untuk mangrove dan tambak. Perhutani berupaya mengatasi kondisi trade off tersebut dilakukan dengan cara solusi kelembagaan kontrak silvofishery, meskipun demikian masih terdapat kecenderungan penurunan luasan mangrove. Dalam kajian kepustakaan Nur 2004; Primavera 2005; Suhaeri 2005; Haris et al 2013 dinyatakan bahwa mangrove mempunyai peranan dalam mendukung aktivitas budidaya tambak sistem teknologi sederhana, tradisional ataupun silvofishery, sehingga budidaya tambak tersebut sangat membutuhkan keberadaan mangrove dalam satu areal budidaya tambak. Dalam subbab ini akan dianalisis keterkaitan mangrove dengan budidaya tambak dengan asumsi sebagai berikut : 88 i Tambak terdiri dari tambak silvofishery Perhutani dan tambak teknologi tradisional yang masih terdapat vegetasi mangrove serta menghasilkan hasil utama dan hasil sampingan ii Institusi pemanfaatan lahan Perhutani diprioritaskan pada fungsi lindung dengan tetap mempertahankan keberadaan mangrove. Meski pada faktanya pemanfaatan lahan oleh petambak kontrak tidak menunjukkan proporsi mangrove dan tambak 80 : 20, namun berdasarkan kontrak, petambak diwajibkan memepertahankan mangrove, sehingga pola silvofishery tetap dipertahankan. Perhutani tetap melakukan rehabilitasi lahan dengan cara menanam 300 - 200 bibit mangrove di petak-petak tambak. iii Mangrove berfungsi sebagai pemasok bibit alam udang dan ikan liar yang masuk ke dalam tambak. Bibit alam tersebut diasumsikan menyebar merata ke seluruh perairan pesisir tambak, saluran tambak, sungai, muara dan perairan tersebut tidak kering akibat pasang surut. iv Mangrove yang berada di luar tambak di saluran tambak, muara sungai dan di dalam tambak tipe komplangan, empang parit diasumsikan memiliki fungsi yang sama sebagai nursery ground, spawning ground dan feeding ground . v Dalam budidaya tambak silvofishery diasumsikan mangrove tidak mempengaruhi proporsi antara hasil utama tambak Q US dan hasil sampingan tambak Q SS . Proporsi hasil utama dan hasil sampingan sistem monokultur bandeng adalah 84 : 16 berdasarkan analisis data dari Nur 2014 dan sistem polikultur adalah 88 : 12 berdasarkan analisis data dari Haris et al. 2013. Budidaya tambak baik silvofishery-Perhutani maupun tambak sederhana menghasilkan hasil utama produksi Q PU berupa ikan bandeng dan udang windu serta hasil produksi sampingan Q PS dari famili Mugilidae antara lain belanak, famili Latidae kakap putih, famili Arridae antara lain manyung, keting, lundu, ikan mujair Oreochomis mossambicus, udang api-api Metapenaeus spp, udang putih Penaeus spp dan jenis-jenis ikan dan udang lainnya. Berdasarkan tinjauan referensi 27 , ikan dan udang tersebut berasosiasi dengan mangrove. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk beberapa jenis ikan antara lain belanak, kakap putih, beloso dan udang antara udang putih, udang windu adalah juga merupakan jenis ikan dan udang yang ditangkap oleh jaring pantai, jaring klitik dan sero. Selanjutnya, untuk menguji apakah mangrove berperan penting dalam budidaya tambak monokultur bandeng, maka dilakukan analisis regresi terhadap persamaan 4.28 yang tampilan lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Persamaan produksi model Cobb-Douglass tanpa mangrove dan dengan mangrove masing-masing ditulis dalam notasi: Q PU = = - 0,979 + 0,633 Nener + 0,293 Pakan Persamaan 4.33 t hitung = 1,39 7,25 5,44 n=34; R 2 =84,9; F hitung =87,46 d W =1,74 t_test : signifikan pada α=0,01, F_test : signifikan pada α=0,05 27 Berdasarkan referensi Martosubrtoto dan Naamin 1977 ; Lai PN 1984 ; Maurice at al 1993 ; Barbier 2000 ; Asikin et al 1993; Kawaroe et al 2001 ; LE VAY 2001 ; Wahyudewantoro 2009 ; Hossain 2004 ; Harahab 2009 ; Ram li et al 2011. 89 Q PU = - 0,642 + 0,569 Nener + 0,299 Pakan - 0,0875 Mangrove Persamaan 4.34 t hitung = 0,91 6,224 5,747 1,786 n=34; R 2 =86,42; F hitung =63,63 d W =1,91 t_test : signifikan pada α=0,01, signifikan pada α=0,1 F_test : signifikan pada α=0,05 Dari persamaan 4.33 dan 4.34 dapat dijelaskan bahwa dilihat dari nilai R 2 dan F yang secara statistik signifikan dan nilai d W yang menunjukkan tidak terjadi autokorelasi, maka dapat dikatakan bahwa model produksi tambak model Cobb- Douglass baik model tanpa mangrove maupun dengan mangrove cukup baik untuk menjelaskan hubungan antara produksi utama dengan variabel input : bibit, pakan dan mangrove. Variabel nener dan variabel pakan mempunyai hubungan positif terhadap peningkatan produksi tambak, sedangkan variabel mangrove mempunyai hubungan negatif terhadap produksi utama tambak. Dari persamaan 4.33 dan 4.34 tersebut dapat dilihat nilai skala ekonomi ∑βi masing-masing adalah 0,93 dan 0,78 yang kedua model menunjukkan kondisi decreasing return to scale drs; skala ekonomi berkurang atau pengaruh skala yang menurun yang berarti tidak memungkinkan untuk penambahan input produksi, karena melipatduakan input akan mengakibatkan hasil produksi yang kurang dari dua kali lipat. Kondisi drs ini disebabkan karena i ketidakmampuan petambak untuk memprediksi ketidakpastian cuaca musim hujan dan musim kemarau, ii ketidakmampuan petambak memprediksi pasang air laut atau ‗rob‘ yang banyak merusak tambak yang berlokasi di pinggir pantai ‗tambak laut‘, sehingga ikan dan udang di tambak banyak yang hanyut ketika terjadinya rob tersebut. Dari persamaan 4.33 dan 4.34 tersebut dapat dijelaskan juga bahwa koefisien regresi, yang juga menunjukkan elastisitas bernilai lebih kecil dari satu atau inelastis dan hal ini menunjukan bahwa prosentase perubahan ouput lebih kecil dari prosentase perubahan input produksi. Kondisi inelastis tersebut diduga disebabkan : i produksi tambak memiliki cara dan kombinasi komoditas yang ditebar cukup banyak, misalnya monokultur udang windu, monokultur udang vaname, monokultur bandeng, polikultur bandeng dan udang windu, serta polikutur udang vaname dan bandeng; ii bandeng merupakan komoditas yang biasa dibudidayakan petambak dan diproduksi yang terbanyak antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2014, produksi bandeng sekitar 50,34 dari produksi tambak di Kabupaten Indramayu, iii harga ikan bandeng relatif lebih murah dibandingkan dengan harga udang windu dan vaname rasio harga = 0,26 iv usaha tambak merupakan usaha yang mempunyai risiko produksi tinggi yang dilihat dari besarnya nilai koefisien variasi CV=43,27 , v masih adanya persepsi yang beragam tentang mangrove antara yang berpersepsi bahwa mangrove dapat mendukung aktivitas tambak dan juga yang berpersepsi bahwa mangrove mengganggu aktivitas tambak. Dengan membandingkan kedua model persamaan 4.33 dan persamaan 4.34 dapat dijelaskan bahwa mangrove memberikan kontribusi bagi peningkatan R 2 , sehingga fungsi produksi tambak monokultur bandeng persamaan 4.34 dengan nilai R 2 =84,9 dengan adanya tambahan variabel mangrove persamaan 5.5 dapat menunjukkan model yang semakin baik R 2 =86,42. 90 Hubungan antara luasan mangrove dengan produksi pada tambak Pada bagian ini akan membahas hubungan antara produksi tambak dengan mangrove sebagai input produksi ceteris paribus. Pada tambak baik pada sistem monokultur bandeng, monokultur udang udang windu maupun vaname maupun polikultur bandeng dan udang menghasilkan hasil utama, Q PU bandeng ataupun udang serta hasil sampingan berupa udang dan ikan liar alam, Q PS . Terdapat hubungan negatif antara keberadaan mangrove dengan perolehan hasil utama tambak Nur 2002; Haris 2013; Rangkuti 2013, sedangkan hubungan antara keberadaan mangrove dengan perolehan hasil sampingan udang liar dan ikan liar nampaknya masih bertentangan. Terdapat hubungan positif antara hasil sampingan dengan keberadaan mangrove Haris 2013, Rangkuti 2013, sedangkan di sisi lain Nur 2002 menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara hasil sampingan dengan keberadaan mangrove. Untuk melihat hubungan antara mangrove dengan hasil tambak Q PU dan Q PS akan dilakukan analisis terhadap 2 dua sumber data, yaitu data sekunder dan data primer yang tampilan hasil analisis regresi dapat dilihat pada Lampiran 12. Analisis regresi terhadap 2 dua sumber data dapat diuraikan sebagai berikut : i data sekunder; berdasarkan penelitian : a Nur 2004 dengan rancangan percobaan pada berbagai luas tutupan mangrove di tambak silvofishery monokultur bandeng dengan pada penebaran 1 ekor per m 2 dan hasil analisis pengaruh mangrove terhadap hasil utama Q PU b Haris 2014 pada tambak polikultur bandeng dan udang serta hasil sampingan udang alam Q PSU dan ikan alam Q PSI pada tambak silvofishery. Berdasarkan data sekunder tersebut diperoleh pada persamaan sebagai berikut : - Persamaan hubungan antara hasil utama tambak monokultur bandeng Q PUMB dengan luas tutupan mangrove M : Q PUMB_ = 1698 - 1475 M Persamaan 4.35 t hitung = 21,31 10,14 n=4; R 2 =98,1; t_test signifikan pada α=0,01 - Persamaan hubungan antara hasil utama bandeng Q PBUS pada tambak polikultur udang dan bandeng dengan luas tutupan mangrove M : Q PUPB_ = 605 - 600 M Persamaan 4.36 t hitung = 52,28 18,33 n=4; R 2 =99,4; t_test signifikan pada α=0,01 - Persamaan hubungan antara hasil utama udang Q PUPU pada tambak polikultur udang dan bandeng dengan luas tutupan mangrove M : Q PUUS_ = 224 - 239 M Persamaan 4.37 t hitung = 620,67 234,09 n=4; R 2 =99,9; t_test signifikan pada α=0,01 - Persamaan hubungan antara hasil sampingan tambak ‗udang alam‘ q PSUL dengan luas tutupan mangrove M : 91 q PSUL_ = 10,7 + 89,3 M Persamaan 4.38 t hitung = 5,37 15,81 n=4; R 2 =99,2; t_test signifikan pada α=0,01 - Persamaan hubungan antara hasil sampingan tambak ‗ikan alam‘ q PSIL dengan luas tutupan mangrove M : q PSIL_ = 17 + 89,3 M Persamaan 4.39 t hitung = 15,51 28,87 n=4; R 2 =99,8; t_test signifikan pada α=0,01 Dilihat dari nilai t hitung dan nilai R 2 pada persamaan-persamaan tersebut di atas 4.35 sampai dengan 4.39 dapat dikatakan bahwa hubungan antara keberadaan mangrove dengan hasil utama tambak monokultur bandeng dan polikultur udang dan bandeng dan hasil sampingan pada tambak silvofishery mempunyai hubungan yang sangat kuat. Terdapat hubungan negatif antara keberadaan mangrove dengan perolehan hasil utama, sedangkan terdapat hubungan positif antara keberadaan mangrove dengan perolehan hasil sampingan. ii data primer; dilakukan dengan cara wawancara terhadap 34 responden baik petambak Perhutani silvofishery maupun Petambak lahan masyarakat sederhana dan hasil analisis pengaruh mangrove terhadap hasil utama Q PU_std dan hasil sampingan udang alam q ULIR dan ikan alam Q ILIR pada tambak monokultur bandeng dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut : - Persamaan hubungan antara hasil utama tambak Q PU dengan luas tutupan mangrove M : Q PU = 1636 - 3.520 M Persamaan 4.40 t hitung = 8,35 1.81 n=34; R 2 =9,3; t_test signifikan pada α=0,01 ; - Persamaan hubungan antara hasil sampingan tambak ‗udang alam‘ q ULIR dengan luas tutupan mangrove M : Q ULIR_std = 60,42 + 646,28 M Persamaan 4.41 t hitung = 2,43 2,62 n=34; R 2 =17,7 t_t est signifikan pada α=0,1 - Persamaan hubungan antara hasil sampingan tambak ‗ikan alam‘ q ILIR dengan luas tutupan mangrove M : Q ILIR_std = 7,31 + 394,52 M Persamaan 4.42 t hitung = 0,98 5,34 n=34; R 2 =47,24; t_test signifikan pada α=0,01 Dilihat dari t-hitung dan R 2 pada persamaan-persamaan 4.40 sampai dengan 4.42 dapat dikatakan bahwa hubungan antara keberadaan mangrove dengan hasil utama tambak maupun hasil sampingan pada usaha tambak 92 mempunyai hubungan yang tidak cukup kuat. Apabila dilihat hubungan antara produksi utama tambak dengan keberadaan mangrove ceteris paribus, maka tidak menunjukkan model yang baik R = 9,3 , akan tetapi apabila mangrove digabungkan dengan faktor produksi benur dan pakan Persamaan 4.34, maka mangrove menunjukkan signifikansi terhadap produksi utama uji-t signifikan. Mangrove memberikan kontribusi bagi peningkatan R 2 , sehingga fungsi produksi tambak monokultur bandeng persamaan 4.34 dengan adanya tambahan variabel mangrove menunjukkan model yang semakin baik R 2 =86,42. Selain itu, dalam sampel tidak ada tambak yang mempunyai prosentase penutupan mangrove di atas 20 , sehingga persamaan regresi tidak mampu memprediksi hubungan produksi dengan mangrove dengan tutupan di atas 50 . Oleh karenanya dalam model ini, apabila hanya menyertakan variabel mangrove saja, maka model tidak bisa menggambarkan hubungan antara produksi tambak dengan mangrove secara tunggal, tetapi perlu dikombinasikan dengan faktor produksi lainnya. Dari kedua analisis tersebut terlihat bahwa persamaan 4.35 sampai dengan persamaan 4.39 memiliki goodness of fit R 2 yang lebih baik dibandingkan dengan data survai persamaan 4.40 sampai dengan 4.42, sehingga persamaan 4.35 sampai dengan persamaan 4.39 dapat digunakan untuk melakukan prediksi pada analisis keterkaitan antara mangrove, budidaya tambak dan perikanan tangkap secara bersamaan yang akan diuraikan pada subbab di bawah ini. Pengaruh mangrove terhadap perikanan tangkap dan budidaya tambak tradisional- silvofishery Dalam subbab ini akan dilakukan analisis secara simultan pengaruh mangrove terhadap perikanan tangkap sekitar pantai dan budidaya tambak tradisional-silvofishery baik tambak monokultur maupun polikultur dengan cara membandingkan persamaan habitat fakultatif persamaan 4.30 dan persamaan produksi tambak persamaan 4.35 sampai dengan 4.39 yang hasil analisisnya ditampilkan pada Tabel 8, Tabel 9, Gambar 22 dan Gambar 23 untuk monokultur bandeng serta Tabel 10, Tabel 11, Gambar 24. Gambar 25 untuk polikultur udang-bandeng. Tabel 8 Tutupan mangrove, produksi pada perikanan tangkap dan produksi perikanan budidaya tradisional-monokultur bandeng H ub-U GH 555 Tutupan Mangrove Produksi perikanan kg ha -1 tahun -1 a Produksi Tambak Silvofishery b kg ha -1 tahun -1 Hasil utama bandeng b Hasil sampingan Jumlah Produksi Tambak Udang alam c Ikan alam d Jumlah 0,01 1.697,95 10,70 17,00 27,71 1.725,66 5 21,73 1.623,70 15,20 21,50 36,70 1.660,40 10 43,13 1.550,50 19,63 25,93 45,56 1.596,06 20 86,26 1.403,00 28,56 34,86 63,42 1.466,42 30 129,39 1.255,50 37,49 43,79 81,28 1.336,78 40 172,52 1.108,00 46,42 52,72 99,14 1.207,14 50 214,58 964,16 55,13 61,43 116,56 1.080,72 60 258,78 813,00 64,28 70,58 134,86 947,86 70 301,91 665,50 73,21 79,51 152,72 818,22 80 345,04 518,00 82,14 88,44 170,58 688,58 90 388,17 370,50 91,07 97,37 188,44 558,94 100 431,29 223,0 100 106,30 206,30 423,30 a untuk nilai mangrove 0,43 tonha; b berdasarkan persamaan 4.35; c berdasarkan persamaan 4.38; d berdasarkan persamaan 4.39 93 Tabel 9 Tutupan mangrove, penerimaan pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya tradisional -monokultur bandeng Hub -U G Q55 5 Tutupan Mangrove Penerimaan Perikanan juta ha -1 tahun -1 Penerimaan tambak tradisional-silvofishery juta ha -1 tahun -1 Penerimaan Total tangkaptambak juta ha -1 tahun -1 Hasil utama bandeng b Hasil sampingan Jumlah Penerimaan Tambak Udang alam Ikan alam Jumlah 0,00 27,17 0,32 0,12 0,44 27,61 27,61 5 0,15 25,98 0,46 0,15 0,61 26,59 26,73 10 0,29 24,81 0,47 0,15 0,63 25,44 25,73 20 0,58 22,45 0,52 0,16 0,68 23,13 23,71 30 0,87 20,09 0,59 0,18 0,77 20,86 21,73 40 1,17 17,73 0,86 0,24 1,10 18,83 19,99 50 1,45 15,43 0,96 0,27 1,23 16,66 18,11 60 1,75 13,01 1,01 0,28 1,29 14,30 16,05 70 2,04 10,65 1,12 0,31 1,43 12,08 14,12 80 2,33 8,29 1,39 0,37 1,76 10,05 12,38 90 2,62 5,93 1,65 0,42 2,08 8,01 10,63 100 2,91 3,57 1,66 0,43 2,09 5,66 8,57 a hasil tangkapan x harga ikan Rp 6.753 kg; b produksi x harga bandeng Rp 16.000kg; b produksi x harga udang alam Rp 30.000kg; b produksi x harga ikan alam Rp 7.000kg Pada tambak monokultur udang Tabel 8, Tabel 9, Gambar 22 dan Gambar 23 dan polikultur udang dan bandeng Tabel 10, Tabel 12, Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya prosentase tutupan mangrove terjadi peningkatan produksi dan penerimaan nilai produksi perikanan tangkap yang menggunakan alat tangkap pukat pantai, jaring klitik dan sero yang beroperasi di sekitar pantai. Hasil utama alat tangkap tersebut adalah jenis-jenis ikan yang berasosiasi dengan mangrove. Di sisi lain, produksi tambak silvofishery monokultur dan polikutur baik hasil utama dan hasil sampingan terjadi penurunan seiring dengan meningkatnya prosentase tutupan mangrove. Gambar 22 Grafik hubungan tutupan mangrove dengan produksi perikanan tangkap dan produksi perikanan budidaya tambak tradisional- monokultur bandeng HUB U GK 580 y = 40,783x - 65,688 R² = 0,9949 y = -139,47x + 1922,6 R² = 0,9949 y = -122,59x + 1923,1 R² = 0,9949 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 ,0 5 ,1 ,2 ,3 ,4 ,5 ,6 ,7 ,8 ,9 1 ,0 P ro d u k si t a m b a k k g h a ta h u n ha si l ta ng k a pa n k g ta hu n Tutupan mangrove per ha Linear hOA Linear Qbandeng Linear qudangliar Linear qikan liar Linear Q MONO 94 Aktivitas tambak membutuhkan ruang perairan untuk penempatan benih yang berasal dari hatchery, sehingga dengan adanya mangrove di tambak akan mengurangi ruang untuk budidaya. Semakin tinggi luas tutupan mangrove akan mengurangi ruang untuk budidaya sehingga akan menurunkan produksi hasil utama maupun hasil sampingan. Hasil utama tambak menurun dengan meningkatnya mangrove. Hal ini beralasan karena lahan merupakan faktor produksi utama pada budidaya tambak : semakin luas lahan yang diusahakan semakin tinggi produksi yang dihasilkan, sehingga ada tambahan input produksi lainnya, seperti bibit dan pakan. Namun demikian faktor produksi lainnya tersebut mengikuti hukum kenaikan produksi yang berkurang low diminishing of return seiring dengan tambahan input yang digunakan. Tambak tradisional-silvofishery merupakan sistem terbuka karena pada saat pengisian air ke tambak dilakukan pada saat pasang air laut, sehingga benih-benih ikan dan udang yang berasal dari alam akan masuk ke tambak. Benih alam tersebut tumbuh dan besar di tambak dan pada akhirnya ditangkap dengan alat impes sebagai hasil sampingan petambak. Tumbuh dan membesarnya biota tersebut membutuhkan ruang dan tentu saja akan berkompetisi dengan nener atau pun bandeng yang sengaja ditebar ke tambak dalam perebutan ruang, makanan dan oksigen. Selain itu, ikan dari alam juga akan menjadi pemangsa, sehingga tidak jarang petambak akan mematikan ikan-ikan liar tersebut dengan pestisida. Pengambilan udang dan ikan dengan alat impes selain untuk tujuan memperoleh pendapatan juga dapat mengurangi kepadatan biomas di tambak. Oleh karenanya, agar petambak dapat tetap memperoleh hasil sampingan perlu adanya mangrove di luar tambak misalnya di sepadan pantai, sungai, saluran dan mangrove di dalam tambak yang luasnya tidak menutupi seluruh luasan tambak. Hal ini berarti bahwa meskipun luasan tambak seluruhnya tidak bermangrove, tetapi asalkan terdapat mangrove di luar tambak misalkan di sempadan pantai, sempadan sungai dan saluran tambak, maka petambak tetap memperoleh benih input alam yang akan besar di tambak dan sebagai hasil sampingan. Gambar 23 Grafik hubungan tutupan mangrove dengan penerimaan perikanan tangkap dan penerimaan perikanan budidaya tradisional-monokultur bandeng Hub U GS 580 y = 0,2754x - 0,4436 R² = 0,9949 y = -2,0747x + 30,919 R² = 0,9954 5 10 15 20 25 30 35 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0,00 0,05 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 B u d id ay a ikan ju ta ru p iah Pen an gkap an ikan ju ta ru p iah Tutupan mangrove per ha Linear TR Tangkap_OA Linear TR Bandeng Linear TR Sampingan Linear TR Budidaya_total Linear TR udang liar Linear TR ikan liar 95 Dari Tabel 9 dan Gambar 23 dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: 1 pada kondisi saat kini statusqo penutupan mangrove faktual pada budidaya monokultur bandeng sekitar 10 dengan penerimaan total sebesar Rp 25,98 juta ha -1 tahun -1 dengan share perikanan tangkap sebesar 1,13 dan share budidaya 98,87 . Penguasaan dan kepemilikan lahan dipegang oleh Perhutani dan Masyarakat, sehingga pengendalian mangrove tergantung dari pemilik lahan tersebut artinya pemilik lahan memiliki kewenangan dalam menanam atau pun tidak menanam mangrove di lahannya atau keputusan dengan tidak ada vegetasi mangrove tutupan 5 di lahannya, sehingga pemilik tambak dapat memaksimumkan penerimaan usahanya. 2 penerimaan total perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang terbesar terjadi pada saat prosentase penutupan mangrove 0 tambak terbuka. Pada kondisi ini perikanan budidaya memperoleh manfaat terbesar, sedangkan pada perikanan tangkap memperoleh manfaat terkecil. Secara teoritik, mekanisme transfer payment kompensasi dari perikanan tangkap yang memperoleh pendapatan maksimal sebesar Rp 2,91 juta ha -1 tahun -1 pada saat tutupan mangrove 100 kepada petambak perlu dilakukan agar petambak tetap dapat memperoleh pendapatan bila tambak ditanami mangrove 5 , yakni sebesar Rp 26,86 juta ha -1 tahun -1 tutupan mangrove 5 atau tambak terbuka. Namun demikian, kecilnya perolehan pendapatan dari perikanan tangkap maka sulit dilakukan adanya mekanisme transfer. 3 dengan mengikuti pendapat Nur 2004 bahwa silvofishery yang mampu menjamin keberlanjutan usaha tambak secara ekonomi dan lingkungan adalah luas penutupan mangrove 50 , maka benefit total perikanan perikanan tangkap dan perikanan budidaya adalah Rp 19,99 juta ha -1 tahun -1 dengan share perikanan tangkap sebesar 14,03 dan share budidaya 85,96 . Hal ini berarti bahwa penerimaan budidaya akan turun sebesar Rp 8,78 ha -1 tahun -1 Rp 25,44 ha -1 tahun -1 dikurangi Rp 16,66 ha -1 tahun -1 , sedangkan penerimaan perikanan tangkap meningkat sebesar Rp 1,16 ha -1 tahun -1 Rp 1,45 ha -1 tahun -1 dikurangi Rp 0,29 ha -1 tahun -1 . Tabel 10 Tutupan mangrove, produksi pada perikanan tangkap dan produksi budidaya tradisional-polikutur bandeng dan udang Hub-U HQ570 Tutupan Mangrove Produksi perikanan kg ha -1 tahun -1 Produksi tambak silvofishery b kg ha -1 tahun -1 Hasil utama Hasil sampingan Jumlah produksi tambak Bandeng Udang Jumlah Udang alam Ikan alam Jumlah 0,01 604,98 223,99 828,97 10,70 17,00 27,71 856,68 5 21,73 574,78 211,96 786,74 15,20 21,50 36,70 823,44 10 43,13 545,00 200,10 745,10 19,63 25,93 45,56 790,66 20 86,26 485,00 176,20 661,20 28,56 34,86 63,42 724,62 30 129,39 425,00 152,30 577,30 37,49 43,79 81,28 658,58 40 172,52 365,00 128,40 493,40 46,42 52,72 99,14 592,54 50 214,58 306,49 105,09 411,58 55,13 61,43 116,56 528,14 60 258,78 245,00 80,60 325,60 64,28 70,58 134,86 460,46 70 301,91 185,00 56,70 241,70 73,21 79,51 152,72 394,42 80 345,04 125,00 32,80 157,80 82,14 88,44 170,58 328,38 90 388,17 65,00 8,90 73,90 91,07 97,37 188,44 262,34 100 431,29 5,00 15 10 100 106,30 206,30 196,30 a berdasarkan persamaan habitat fakultatif b berdasarkan persamaan 4.7; 4.8;4.9 dan 4.10 dengan data berasal Nur 20004 dan Haris 2014 96 Gambar 24 Grafik hubungan tutupan mangrove dengan produksi perikanan tangkap dan produksi perikanan budidaya tradisional-polikultur bandeng dan udang H ub-U H Q570 Tabel 11 Tutupan mangrove, penerimaan pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya tradisional-polikutur bandeng dan udang Hub-U H Q570 Tutupan Mangrove Penerimaan Perikanan juta ha -1 tahun -1 Penerimaan tambak silvofishery juta ha -1 tahun -1 Penerimaan Total tangkap tambak Hasil utama Hasil sampingan Jumlah Bandeng Udang Jumlah Udang alam Ikan alam Jumlah 0,00 9,68 12,32 22,00 0,32 0,12 0,44 22,44 22,44 5 0,15 9,20 11,66 20,85 0,46 0,15 0,61 21,46 21,61 10 0,29 8,72 11,01 19,73 0,47 0,15 0,63 20,35 20,64 20 0,58 7,76 9,69 17,45 0,52 0,16 0,68 18,13 18,71 30 0,87 6,80 8,38 15,18 0,59 0,18 0,77 15,95 16,82 40 1,17 5,84 7,06 12,90 0,86 0,24 1,10 14,00 15,17 50 1,45 4,90 5,78 10,68 0,96 0,27 1,23 11,92 13,36 60 1,75 3,92 4,43 8,35 1,01 0,28 1,29 9,64 11,39 70 2,04 2,96 3,12 6,08 1,12 0,31 1,43 7,51 9,55 80 2,33 2,00 1,80 3,80 1,39 0,37 1,76 5,57 7,90 90 2,62 1,04 0,49 1,53 1,65 0,43 2,08 3,61 6,23 100 2,91 0,08 0,83 0,75 1,66 0,43 2,09 1,35 4,26 y = 40,783x - 65,688 R² = 0,9949 y = -62,447x + 957,28 R² = 0,9949 -200 200 400 600 800 1.000 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 ,05 0, 10 ,20 ,30 ,40 ,50 ,60 ,70 0, 80 ,90 1 ,00 Pr o d u ksi tam b ak k g h a tah u n h asi l tan g kap an kgt ah u n Tutupan mangrove per ha Linear hOA Linear Qbandeng Linear qudangliar Linear qikan liar Linear Q POLI 97 Gambar 25 Grafik hubungan tutupan mangrove dengan penerimaan perikanan tangkap dan penerimaan perikanan budidaya tradisional -polikultur bandeng dan udang H ub-U H Q570 Dari Tabel 11 dan Gambar 25 dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: 1 pada kondisi saat kini statusqo penutupan mangrove faktual pada budidaya tambak tradisional polikultur udang dan bandeng sekitar 10 dengan penerimaan total sebesar Rp 21,61 juta ha -1 tahun -1 dengan share perikanan tangkap sebesar 5,83 dan share budidaya 94,17 . Penguasaan dan kepemilikan lahan dipegang oleh Perhutani dan Masyarakat, sehingga pengendalian mangrove tergantung dari pemilik lahan tersebut artinya pemilik lahan memiliki kewenangan dalam menanam atau pun tidak menanam mangrove di lahannya atau keputusan dengan tidak ada vegetasi mangrove tutupan nol di lahannya, sehingga pemilik tambak dapat memaksimumkan penerimaan usahanya. 2 penerimaan total perikanan tangkap dan budidaya yang terbesar terjadi pada saat prosentase penutupan mangrove 5 . Pada kondisi ini budidaya tambak memperoleh manfaat terbesar, sedangkan pada perikanan tangkap memperoleh manfaat terkecil. Secara teoritik, mekanisme transfer payment kompensasi dari perikanan tangkap yang memperoleh pendapatan maksimal sebesar Rp 5,47 juta ha -1 tahun -1 pada saat tutupan mangrove 100 kepada petambak perlu dilakukan agar petambak tetap dapat memperoleh pendapatan bila tambak ditanami mangrove 5, yakni sebesar Rp 21,46 juta ha -1 tahun -1 tutupan mangrove 5 atau tambak terbuka. Nilai penerimaan perikanan tangkap yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai tambak, maka tidak memungkinkan adanya transfer dari aktivitas perikanan tangkap terhadap tambak. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai ekonomi tambak polikultur udang dan bandeng lebih besar bila dibandingkan dengan perikanan tangkap skala kecil yang beroperasi di sekitar pantai dengan karakteristik sumberdaya ikan yang bergantung pada keberadaan mangrove. y = 0,2754x - 0,4436 R² = 0,9949 y = -1,9939x + 25,621 R² = 0,9954 -5 5 10 15 20 25 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0,00 0,05 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 B u d id ay a i kan ju ta ru p iah Pen an g kap an ikan ju ta ru p iah Tutupan mangrove per ha TR_P_udang TR_P_ utama Linear TR Tangkap_OA Linear TR_P_ sampingan Linear TR_AP_ total Linear TR_P_ bandeng Linear TR_P_ikan liar 98 3 dengan mengikuti pendapat Nur 2004 bahwa silvofishery yang mampu menjamin keberlanjutan usaha tambak secara ekonomi dan lingkungan adalah luas penutupan mangrove 50 , maka benefit total perikanan perikanan tangkap dan perikanan budidaya adalah Rp 15,17 juta ha - 1 tahun -1 dengan share perikanan tangkap sebesar 21,42 dan share budidaya 78,58 . Hal ini berarti bahwa penerimaan budidaya akan turun sebesar Rp 8,43 ha -1 tahun -1 Rp 20,35 ha -1 tahun -1 dikurangi Rp 11,92 ha - 1 tahun -1 , sedangkan penerimaan perikanan tangkap meningkat sebesar Rp 1,16 ha -1 tahun -1 Rp 1,45 ha -1 tahun -1 dikurangi Rp 0,29 ha -1 tahun -1 . Oleh karena itu diperlukan kebijakan pengelolaan mangrove yang dapat menjamin keberlanjutan aktivitas budidaya tambak dan perikanan tangkap. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lahan untuk tambak baik untuk monokultur bandeng maupun polikultur udang-bandeng lebih menguntungkan dibandingkan untuk menanam mangrove. Bila berdasarkan pada solusi ekonomi maka lahan lebih baik dibuka untuk tambak dibandingkan untuk mangrove termasuk untuk kepentingan perikanan tangkap sekitar pantai. Kondisi ini didukung masih fakta adanya persepsi masyarakat bahwa mangrove tidak mempunyai manfaat bagi budidaya tambak dengan alasan teknik dan ekonomis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gumilar 2010 bahwa mangrove tidak mempunyai manfaat penting bagi tambak. Dengan demikian solusi ekonomi dengan cara mekanisme transfer pendapatan kompensasi dari nelayan terhadap petambak agar mangrove tetap eksis adalah tidak mungkin dilakukan. Kondisi tersebut didukung dengan status tambak yang sebagian besar adalah milik masyarakat yang mempunyai ‗kekuatan‘ untuk melakukan mekanisme transaksi ‗kompensasi‘ willingness to accept‘ sementara di sisi lain kecilnya pendapatan nelayan yang sulit untuk memberikan kompensasi willingness to pay. Untuk itu diperlukan solusi kelembagaan yang mampu menjamin keberlanjutan mangrove, budidaya tambak dan perikanan tangkap, khususnya penataan kelembagaan lahan Perhutani yang mempunyai tujuan ‗konservasi mangrove‘ dan tujuan ekonomi. Simpulan 1. Ekosistem mangrove berpengaruh terhadap perikanan tangkap. Keberadaan mangrove dapat memberikan provisioning services bagi peningkatan hasil tangkapan, upaya penangkapan dan rente ekonomi dalam pengelolaan perikanan pada kondisi keseimbangan statik open access OA, maximum sustainable yield MSY dan maximum economic yield MEY. 2. Dilihat dari fungsi produksi tambak, variabel mangrove secara parsial maupun secara bersama-sama dengan variabel bibit dan pakan berpengaruh terhadap produksi tambak tradisional. 3. Meningkatnya luasan mangrove akan menurunkan hasil produksi dan penerimaan utama tambak dan meningkatkan hasil sampingan tambak dan penerimaan pada tambak monokultur dan polikultur. Di sisi lain meningkatnya luasan mangrove dapat meningkatkan hasil tangkapan dan penerimaan perikanan tangkap. 99

4. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN MANGROVE DAN

PERIKANAN TANGKAP DALAM PERSPEKTIF EKONOMI KELEMBAGAAN Pendahuluan Pendekatan kelembagaan memperhitungkan bekerjanya mekanisme organisasi dan aturan main yang mempengaruhi prilaku manusia untuk bertindak. Bekerjanya institusi akan menentukan performa yang dihasilkan, karenanya kelembagaan merupakan salah satu komponen penting dalam rangka pengelolaan ekosistem mangrove dan perikanan secara berkelanjutan. Dalam setiap kajian terkait dengan pertanyaan seputar masalah ekonomi, sulit untuk mengabaikan kepentingan dan pengaruh dari institusi Chavance 2009, yang merupakan organisasi dan aturan main Pakpahan 1989; North DC, 1990 dan mencakup aturan formal dan atural informal North 1990; Chavance 2009. Mangrove merupakan bagian dari ekosistem yang kaya dengan menyediakan berbagai barang-barang dan jasa lingkungan Alison and Ron 1998. Sebagian besar jasa adalah public goods non-rival and non-excludable atau common pool resources rival but non-excludable, yang dalam hal ini privatisasi dan pasar tidak bekerja dengan baik Costanza 2014. Oleh karenanya, Adger and Cecilia 2000 menyatakan bahwa lahan basah dapat dikelola sebagai common pool resources , sehingga pemberian status kepemilikan oleh pemerintah dan pengenaan status private property rights terhadap sumberdaya tersebut dapat berkontribusi terhadap pemanfaatan yang tidak lestari serta mendorong pemanfaatan mangrove kepada penggunaan lain. Sebagai penerima efek dari jasa- jasa ekosistem mangrove, aktivitas perikanan juga tidak terlepas dari peranan institusi. Menurut Cinner et al. 2013 menyatakan bahwa dalam konteks pengelolaan perikanan skala kecil diperlukan pendekatan institusi untuk mengatasi problem klasik perikanan seperti kegagalan dalam tata kelola, stock ikan yang collaps dan mengurangi kemiskinan. Mangrove di Kabupaten Indramayu tumbuh di lahan Perhutani atau lahan kawasan dan di lahan masyarakat. Pembahasan mengenai institusi pengelolaan mangrove termasuk status property right atas lahan mangrove penting dilakukan mengingat jasa-jasa yang ditimbulkan ekosistem mangrove seperti mendukung produksi perikanan sekitar pantai akan terkait dengan status lahan mangrove. Dengan demikian produksi perikanan sekitar pantai tergantung dari kondisi mangrove luas tutupan mangrove dan kondisi mangrove tersebut tergantung dari institusi kepemilikan dan penguasaan lahan. Tujuan penelitaian ini adalah mendeskripsikan kelembagaan pengelolaan mangrove dan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap dalam perspektif ekonomi kelembagaan. Metode Kerangka pendekatan Pendekatan kelembagaan institusi menghipotesiskan bahwa performa disebabkan oleh bekerjanya institusi yang mempengaruhi prilaku manusia. Jika faktor-faktor lain, seperti sumberdaya alam mangrove, ikan, sumberdaya 100 manusia, dan teknologi budidaya dan penangkapan ikan dianggap tetap, maka perubahan institusi misalnya kontrak silvofishery, sistem bagi hasil, kebijakan keharusan menanam mangrove di tambak akan mengubah para aktor yang terlibat dan pada akhirnya akan menentukan performa 28 . Pemahaman institusi menjadi penting untuk menjelaskan fakta degradasi mangrove yang akan berefek pada aktivitas perikanan tangkap dan budidaya tambak sistem silvofishery. Dengan perkataan lain pembahasan akan diarahkan dengan menjelaskan variabel institusi ke dalam pengelolaan jasa lingkungan ekosistem mangrove. Analisis yang digunakan adalah analisis SSP Situasi, Struktur dan Performa yakni menganalisis dampak kelembagaan pengelolaan mangrove guna menghasilkan performa yang diharapkan. Untuk situasi tertentu, perubahan struktur kelembagaan akan mengubah prilaku manusia yang selanjutnya prilaku tersebut dapat menentukan performa. Dengan demikian produksi perikanan sekitar pantai h F dan produksi tambak tradisional- silvofishery Q A tergantung dari kondisi mangrove luas tutupan mangrove dan kondisi mangrove M tersebut tergantung dari ketersediaan lahan L, sedangkan lahan tergantung dari institusi kepemilikan lahan I m termasuk status property right yang dapat mempengaruhi prilaku petambak dalam mengelola mangrove. Keberadaan mangrove sebagai suatu performa pengelolaan mangrove selanjutnya akan menentukan aktivitas usaha perikanan tangkap sekitar pantai. Di sisi lain, kinerja pengelolaan perikanan tangkap dipengaruhi oleh kelembagaan pengelolaan yang ada. Untuk situasi tertentu, struktur kelembagaan perikanan tangkap akan mempengaruhi prilaku nelayan dan dari prilaku nelayan tersebut akan mempengaruhi performa perikanan tangkap. Dengan demikian, untuk performa produksi perikanan tangkap h F selain ditentukan oleh institusi pengelolaan mangrove I M juga ditentukan oleh institusi pengelolaan perikanan tangkap I F yang mempengaruhi nelayan dalam menggunakan upaya penangkapan E F . performa produksi budidaya silvofishery-tambak sederhana Q A dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi Bibit, B A dan Pakan, P A serta mangrove. Secara sederhana kerangka hubungan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut : Perikanan tangkap : h F = fM, E; M=fL; L=fI M dan E=fI F Perikanan budidaya : Q A =fB A , P A , M; M=fI M Apa dan bagaimana bekerjanya institusi mangrove dan institusi perikanan yang mempengaruhi prilaku petambak dan nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya sehingga mempengaruhi performa mangrove dan performa budidaya serta performa perikanan tangkap merupakan fokus utama penelitian pendekatan kelembagaan. Jenis dan sumber data Data yang diperlukan meliputi 2 dua aspek, yaitu: a. Data yang terkait dengan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap. 28 Johnson 1985 dalam Pakapahan 1989 mengemukakan bahwa sumberdaya alam, semuberdaya manusia, teknologi dan kelembagaan merupakan empat faktor penggerak four prime mover dalam pembangunan pertanian. Keempat faktor tersebut merupakan syarat kecukupan sufficient condition untuk mencapai performa pembangunan yang dikehendaki.