Nelayan 11. Perusahaan Desain Kebijakan Pengelolaan Terpadu Mangrove Dan Perikanan (Studi Kasus Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)

153 Gambar 42 Model kebijakan pengelolaan mangrove untuk mendukung perikanan Target Kebijakan Kebijakan mangrove ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antara kondisi aktual luasan mangrove yang terdegradasi dengan kondisi luasan mangrove yang diharapkan. Luasan yang diharapkan direpresentasikan dalam target prosentase luasan mangrove di wilayah pesisir dengan asumsi bahwa lahan tersebut layak untuk mangrove dan tambak. Target tutupan yang diharapkan terdiri atas : a. Target minimal luasan mangrove untuk sempadan pantai 7 dari luasan lahan b. Target luasan mangrove sesuai dengan RUTR Kabupaten Indramayu 14 dari luasan lahan c. Target luasan mangrove untuk pengelolaan silvofishery berkelanjutan 50 dari luasan lahanNur 2002. d. Target luasan mangrove pengelolaan silvofishery ketentuan Perhutani 80 dari luasan lahan. Untuk menghilangkan kesenjangan dan sekaligus meningkatkan atau mempertahankan target luas tutupan diperlukan tindakan kebijakan berupa tindakan koreksi terhadap kesenjangan antara fakta dan harapan tujuan mencapai target yang dilakukan oleh pelaku kebijakan. Tindakan koreksi perbaikan dalam upaya peningkatan target luasan mangrove memerlukan upayaperhatian sungguh- sungguh, waktu dan keuangan, sehingga pada tahun tertentu sasaran-target akan tercapai. Dalam sistem dinamik, model untuk mengatasi kesenjangan dikenal sebagai ‗model sasaran yang berubah‘ yakni suatu keadaan di mana terdapat perbedaan antara unjuk kerja yang ditargetkan dengan yang dicapai yang selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan koreksi untuk meningkatkan menurunkan sasaran Muhammadi 2001. Dalam kasus penelitian ini, tindakan perbaikankoreksi berdasarkan tindakan kebijakan dari analisis ISM yang meliputi p engelolaan mangrove berbasis masyarakat, koordinasi terpadu antar Instansi dan Tujuan 1. Kelestarian mangrove 2. Mencegah abrasi dan intrusi air laut 4. Meningkatkan pendapatan petambak Masalah Kebijakan 6. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum

9. Pengalihan hak pengusahaan lahan tambak

10. Kurangnya koordinasi antar Instansi terkait

Kebijakan Pengelolaan Mangrove Lingkungan Kebijakan 1. Abrasi pantai 2. Pencemaran perairan Tindakan kebijakan 1. Pengelolaan mangrove berbasis masyarakat 4. Koordinasi yang terpadu antar Instansi Pelaku kebijakan 2.Dinas Perikanan dan Kelautan 3.Dinas Kehutanan dan Perkebunan 4.Badan Lingkungan Hidup 5.Perhutani 9.Petambak 154 penataan kontrak, serta pembangunan fasilitas penahan abrasi. Upaya perbaikankoreksi untuk mencapai target luasan mangrove yang diinginkan dihipotetiskan dalam bentuk grafik seperti terlihat pada Gambar 43 yang selanjutnya akan digunakan dalam analisis sistem dinamis. Gambar 43 Model sasaran yang berubah Simpulan Dari hasil penelitian diperoleh elemen-elemen penyusun sistem kebijakan pengelolaan mangrove untuk mendukung perikanan yang terdiri atas i elemen masalah kebijakan dengan sub-sub elemen kunci adalah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, pengalihan hak pengusahaan lahan tambak dan kurangnya koordinasi antar instansi terkait, ii elemen tujuan kebijakan dengan sub-sub elemen kunci adalah k elestarian mangrove, mencegah abrasi dan intrusi air laut, meningkatkan pendapatan petambak, iii elemen lingkungan kebijakan dengan sub-sub elemen kunci adalah abrasi pantai dan pencemaran perairan, iv elemen tindakan kebijakan dengan sub-sub elemen kunci adalah pengelolaan mangrove berbasis masyarakat serta koordinasi yang terpadu antar Instansi, v elemen pelaku kebijakan dengan sub-sub elemen kunci adalah Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Badan Lingkungan Hidup, Perhutani dan Petambak. Performa Tahun Target Aktual Kebijakan sebagai upaya mengatasi gap 155

7. MODEL DINAMIK DAN SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN TERPADU PENGELOLAAN

MANGROVE DAN PERIKANAN Pendahuluan Degradasi mangrove dan degradasi sumberdaya ikan tidak dapat dilihat dari hubungan sebab dan akibat dalam kondisi yang tertutup. Pemahaman interaksi dan saling ketergantungan antara subsub sistem dalam lingkungan pesisir menjadi penting. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan mengandung dimensi ruang dan waktu, multi aktor dengan berbagai kepentingannya, kompleksitas permasalahan dan performa yang beragam. Brown et al 2001 menyatakan bahwa pengelolaan kawasan pesisir adalah isu yang kompleks. Melalui analisis sistem akan berupaya melihat pengaruh dari masing-masing komponen-komponen, sehingga akan terlihat kinerja sistem menurut periode waktu. Sistem dinamik merupakan metoda yang dapat menggambarkan proses, prilaku dan kompleksitas dalam sistem. Model yang berbasis sistem dinamik dapat menunjang untuk pengambilan keputusan dan kebijakan Hartrisari 2007. Sistem dinamik merupakan pemodelan dan simulasi komputer untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik, seperti sistem lingkungan, sistem sosial, ekonomi, dan lain sebagainya. Sistem merupakan kumpulan elemen atau sub sistem yang saling berinteraksi, berfungsi bersama untuk mencapai suatu tujuan tertentu Eriyatno 2012. Perubahan luasan mangrove akan berpengaruh terhadap aktivitas perikanan tangkap dan aktivitas budidaya tambak tradisional-silvofishery. Kabupaten Indramayu memiliki potensi hutan mangrove dan terdapat aktivitas perikanan tangkap skala kecil serta dan budidaya tambak tradisional-silvofishery. Dengan memahami komponen-komponen subsistem mangrove, subsistem perikanan dan subsistem tambak serta interaksi-interakasi yang terjadi, maka dapat diketahui performa akan datang melalui simulasi skenario kebijakan. Penelitian ini bertujuan mendesain dan melakukan skenario alternatif kebijakan terpadu dengan model dinamik keterkaitan mangrove dengan perikanan sekitar pantai dan budidaya tambak tradisional-silvofishery Metode Tahapan awal dari pendekatan sistem adalah menentukan tujuan dan ruang lingkup model, selanjutnya dilakukan melalui tahapan sebagai berikut Hartisari, Eriyatno 2012 : i Melakukan analisis kebutuhan. Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem yang diperoleh dari observasi lapangan, hasil kajian, diskusi mendalam, brainstorming, dan diskusi pakar. Setiap pelaku sistem mempunyai kebutuhan yang berbeda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem; ii Memformulasi permasalahan; Berdasarkan analisis kebutuhan akan terlihat kebutuhan-kebutuhan yang sinergis dan kontradiktif. Kebutuhan yang sinergis tidak akan menimbulkan permasalahan bagi pencapaian tujuan sistem, sedangkan kebutuhan yang kontradiktif menjadikan tujuan sistem tidak akan tercapai. Adanya perbedaan kebutuhan antara para 156 stakeholder merupakan masalah yang membutuhkan solusi agar sistem dapat bekerja secara konstruktif dalam rangka mencapai tujuan. iii Melakukan identifikasi sistem; yang merupakan tahapan untuk mencoba memahami yang terjadi dalam sistem. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali hubungan antara pernyataan kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus diselesaikan dalam rangkap memenuhi kebutuhan tersebut. Langkah yang digunakan adalah menyusun diagram lingkar sebab-akibat causal loop diagram dan membuat diagram input-output; iv Melakukan pemodelan dengan membuat membangun struktur model stock flowdiagram dan melakukan validasi terhadap model; Validasi perilaku model dilakukan dengan membandingkan antara besar dan sifat kesalahan Muhammadi et al. 2001 dengan metode Absolute Mean Error AME yaitu penyimpangan selisih antara nilai rata-rata mean hasil simulasi terhadap nilai aktual dengan formula : AME = [Si – AiAi] ............................................................................... 7.1 Si = Si N, dimana S = nilai simulasi Ai = Ai N, dimana A = nilai aktual N = interval waktu pengamatan v Melakukan simulasi dari hasil pemodelan sistem dinamik digunakan untuk melihat pola kecenderungan perilaku model. Simulasi dilakukan dengan memasukan input model. Hasil simulasi model dianalisis dan ditelusuri faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya pola kecenderungan tersebut, serta dijelaskan bagaimana mekanisme terjadinya berdasarkan analisis struktur model vi Melakukan analisis kebijakan dengan simulasi model. Hasil dan Pembahasan Tujuan dan ruang lingkup model i Kondisi Aktual Seperti diuraikan pada bab 3 tentang gambaran mangrove bahwa dalam kurun waktu 15 tahun kondisi mangrove di lahan milik Perhutani dan di lahan milik masyarakat dalam kondisi terdegradasi sekitar 6,68 tahun -1 untuk perluasan tambak. Mangrove mempunyai peranan penting bagi tambak tradisional-silvofishery dan aktivitas perikanan tangkap sekitar pantai dengan karakteristik sumberdaya ikan yang bergantung pada mangrove. Sebagai initial, pada tahun 2000 mangrove di lahan Perhutani seluas 2006 ha dari luas lahan yang dimiliki Perhutani seluas 8071 ha, sedangkan luas mangrove di lahan masyarakat seluas 251 ha dari luas lahan masyarakat seluas 5.878 ha. ii Tujuan Model ditujukan untuk mendapatkan performa perikanan tangkap dan budidaya tambak yang lebih baik dengan melakukan serangkaian skenario simulasi yang diinginkan dalam pengelolaan mangrove mempertahankan kelestarian mangrove dan pengelolaan sumberdaya ikan. Performa yang diharapkan adalah produksi dan penerimaan usaha tambak dan usaha perikanan tangkap berkesinambungan dengan tetap mempertahankan luasan mangrove.