156
stakeholder merupakan masalah yang membutuhkan solusi agar sistem dapat
bekerja secara konstruktif dalam rangka mencapai tujuan. iii Melakukan identifikasi sistem; yang merupakan tahapan untuk mencoba memahami yang
terjadi dalam sistem. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali hubungan antara pernyataan kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus diselesaikan dalam
rangkap memenuhi kebutuhan tersebut. Langkah yang digunakan adalah menyusun diagram lingkar sebab-akibat causal loop diagram dan membuat
diagram input-output; iv Melakukan pemodelan dengan membuat membangun struktur model stock flowdiagram dan melakukan validasi terhadap model;
Validasi perilaku model dilakukan dengan membandingkan antara besar dan sifat kesalahan Muhammadi et al. 2001 dengan metode Absolute Mean Error AME
yaitu penyimpangan selisih antara nilai rata-rata mean hasil simulasi terhadap nilai aktual dengan formula :
AME = [Si – AiAi]
............................................................................... 7.1
Si = Si N, dimana S = nilai simulasi Ai = Ai N, dimana A = nilai aktual
N = interval waktu pengamatan
v Melakukan simulasi dari hasil pemodelan sistem dinamik digunakan untuk melihat pola kecenderungan perilaku model. Simulasi dilakukan dengan
memasukan input model. Hasil simulasi model dianalisis dan ditelusuri faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya pola kecenderungan tersebut, serta dijelaskan
bagaimana mekanisme terjadinya berdasarkan analisis struktur model vi Melakukan analisis kebijakan dengan simulasi model.
Hasil dan Pembahasan Tujuan dan ruang lingkup model
i Kondisi Aktual
Seperti diuraikan pada bab 3 tentang gambaran mangrove bahwa dalam kurun waktu 15 tahun kondisi mangrove di lahan milik Perhutani dan di lahan
milik masyarakat dalam kondisi terdegradasi sekitar 6,68 tahun
-1
untuk perluasan tambak. Mangrove mempunyai peranan penting bagi tambak
tradisional-silvofishery dan aktivitas perikanan tangkap sekitar pantai dengan karakteristik sumberdaya ikan yang bergantung pada mangrove. Sebagai initial,
pada tahun 2000 mangrove di lahan Perhutani seluas 2006 ha dari luas lahan yang dimiliki Perhutani seluas 8071 ha, sedangkan luas mangrove di lahan masyarakat
seluas 251 ha dari luas lahan masyarakat seluas 5.878 ha.
ii Tujuan
Model ditujukan untuk mendapatkan performa perikanan tangkap dan budidaya tambak yang lebih baik dengan melakukan serangkaian skenario
simulasi yang diinginkan dalam pengelolaan mangrove mempertahankan kelestarian mangrove dan pengelolaan sumberdaya ikan. Performa yang
diharapkan adalah produksi dan penerimaan usaha tambak dan usaha perikanan tangkap berkesinambungan dengan tetap mempertahankan luasan mangrove.
157
iii Ruang lingkup model
- Model hanya membatasi sumberdaya mangrove dan sumberdaya ikan di sekitar pantai. Jasa ekosistem mangrove akan memberikan manfaat bagi perikanan
tangkap sekitar pantai dan tambak tradisional-silvofishery. - Batas model kebijakan policy space mencakup wilayah daratan, yakni
wilayah administratif Kecamatan Balongan, Indrammayu, Pasekan, Cantigi, Losarang dan Kecamatan Kandanghaur serta wilayah perairan pantai seluas
804 km
2
lihat Gambar 12. Dengan demikian pengelolaan mangrove dan sumberdaya ikan berada dalam kewenangan Kabupaten Indramayu
- Harga komoditas dan harga input diasumsikan konstan - Kebijakan ditujukan pada target proporsi antara luas mangrove dan luas
tambak mengingat pengelolaan tambak ditujukan pada pengelolaan tradisional yang membutuhkan keberadaan mangrove guna mendapatkan hasil sampingan
tambak, perbaikan kualitas air dan pasokan makanan alami nutrien.
- Feed negatif berasal dari abrasi, penebangan dan kematian alami. Dalam model tidak memperhitungkan akibat dampak balik perluasan tambak tambak
terbuka yang menimbulkan penumpukan nutrien, bahan cemaran dan timbulnya penyakit udangikan.
- Budidaya tambak dilakukan dengan pola monolkultur dan polikultur.
Mekanisme model
Jasa ekosistem mangrove mempunyai pengaruh terhadap perikanan tangkap dan tambak Bab 4, sehingga degradasi mangrove dapat berpengaruh terhadap
aktivitas perikanan yang pengaruhnya dapat diuraikan sebagai berikut : - Peranan mangrove sebagai habitat ikan tercermin dalam fungsi pertumbuhan
logistik ikan. Berkurangnya mangrove akibat terkonversi menjadi tambak dapat menyebabkan berkurangnya peranan ekosistem mangrove, sehingga akan
berpengaruh terhadap produksi perikanan tangkap sekitar pantai nearshore fishery
. Mangrove secara tidak langsung mendukung aktivitas perikanan tangkap. Mangrove memiliki fungsi sebagai habitat ikanudang baik bersifat
esensial maupun fakultatif dan karenanya mangrove mempunyai indirect value. Dalam hal ini ekosistem mangrove dianggap sebagai natural input bagi
perikanan. Berkurangnya areal mangrove M akan menurunkan hasil tangkapan nelayan yang beroperasi di sekitar pantai h, menurunkan hasil
sampingan tambak dan meningkatkan produksi utama tambak bandeng dan udang windu. Selain dipengaruhi oleh keberadaan mangrove sebagai faktor
lingkungan, hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh upaya penangkapan effort, E. Skenario effort akan dilakukan dalam keseimbangan open access E
oa
dan keseimbangan MEY E
MEY
. - Terdapat situasi trade off antara penggunaan lahan pesisir untuk areal tambak
maupun areal mangrove. Petambak umumnya menginginkan areal budidaya yang luas tanpa mangrove atau tambak terbuka. Ada anggapan bahwa tambak
bermangrove akan mengurangi areal garapan, mendatangkan pemangsa burung, ular, biawak serta sulit untuk melakukan upaya pemanenan, sehingga
adanya mangrove dapat mengurangi produksi tambak. Kondisi ini akan sulit untuk mengimplementasikan program rehabilitasi mangrove tanpa melakukan
rekayasa kelembagaan yang dapat mempengaruhi prilaku orang agar berpartisipasi
dalam pelestarian
mangrove. Rekayasa
kelembagaan
158
dimaksudkan untuk menetapakan target luasan mangrove agar produksi tambak dan hasil tangkapan nelayan tetap berlanjut. Diasumsikan pemanfaatan lahan
hanya untuk kepentingan mangrove dan kepentingan tambak termasuk pematang, rumah jaga. Dalam pemodelan, rekayasa kelembagaan yang
dimaksud adalah model sasaran berubah yang berupaya mengatasi kesenjangan melalui penataan kelembagaan lihat bab 6; subbab target kebijakan. Hasil
analisis ISM menunjukkan bahwa elemen tindakan kebijakan dengan subelemen penataan kontrak silvofishery berada pada sektor linkage Gambar
38 dan dengan demikian penataan kontrak mempunyai peranan yang penting dalam pengelolaan mangrove.
Dari hal tersebut di atas, simulasi model adalah sebagai berikut : a. Pada lahan milik Perhutani akan dilakukan desain kebijakan yang pada
taraf operasional dicerminkan dalam pola kontrak lahan dengan parameter adalah proporsi lahan untuk areal mangrove dan areal tambak. Simulasi
akan dilakukan terhadap i kondisi aktual kondisi statusquo prosentase tutupan 10 ; ii target minimal sempadan 7 ; iii target RUTR
14; iv silvofishery berkelanjutan 50 dan v pola kontrak silvofishery
80. b. Pada lahan milik masyarakat akan dilakukan desain kebijakan yang pada
taraf operasional ditunjukkan oleh kewajiban petambak untuk menanam mangrove dengan parameter adalah proporsi lahan untuk areal mangrove
dan areal tambak. Simulasi akan dilakukan terhadap keberadaan mangrove di tambak yang selama ini adakondisi status quo 6 dan ii target
minimal sempadan 7 dan target RUTR 14.
c. Kebijakan perikanan tangkap yang pada taraf operasional dicerminkan pada optimalisasi jumlah effort yang diperbolehkan E. Simulasi akan
dilakukan terhadap variabel effort pada kondisi MEY berdasarkan pendekatan bioekonomi interaksi mangrove dan perikanan sejumlah
1.747 unit.
Stakeholders dan analisis kebutuhan
Stakeholders dan kebutuhannya perlu diketahui dalam rangka pengelolaan
sumberdaya mangrove dan perikanan akibat adanya persoalan degradasi. Penjelasan tentang stakeholders dan kebutuhannya dapat dilihat pada Tabel 23.
Formulasi Permasalahan
Formulasi permasalahan
merupakan identifikasi
dari kebutuhan
stakeholders yang kontradiktif sehingga dapat menyebabkan kejadian konflik
pada pencapaian tujuan pengelolaan mangrove dan perikanan yang berkelanjutan. Dari sisi pengelolaan mangrove, seperti telah diuraikan pada bab 6 bahwa
degradasi mangrove merupakan masalah kebijakan yang terdiri dari 10 sepuluh penyebab masalah Gambar 33 dengan masalah utama kunci adalah l
emahnya pengawasan dan penegakan hukum, pengalihan hak pengusahaan lahan tambak
dan kurangnya koordinasi antar instansi terkait. Menurunnya luasan mangrove di tambak silvofishery Perhutani, tambak rakyat dan sempadan pantai tidak terlepas
dari masalah-masalah tersebut.
159
Tabel 23 Kebutuhan stakeholders untuk pengelolaan mangrove dan perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu
No.
Stakeholders Kebutuhan
1 Bapeda
Implementasi tata ruang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan
2 Dinas Perikanan dan Kelautan
Peningkatan produksi perikanan Peningkatan pendapatan daerah antara lain retribusi
perikanan Tidak terjadi degradasi mangrove
Sumberdaya ikan stock tetap tersedia secara lestari Tidak ada konflik fishing ground space conflics
3 Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Tidak terjadi degradasi mangrove 4
Badan Lingkungan Hidup Daerah BLHD
Tidak ada pencemaran terhadap lingkungan di wilayah pesisir
Tidak terjadi degradasi mangrove dan sumberdaya ikan 5
Perhutani Tidak terjadi degradasi mangrove
Dipertahankannya pola silvofishery Diperolehnya Iuran Rehabilitasi Hutan
6 Forum DAS
Kelestarian mangrove di DAS 7
Peguruan Tinggi Tidak ada pencemaran terhadap lingkungan di wilayah
pesisir Tidak terjadi degradasi mangrove dan sumberdaya ikan
Terlaksananya kegiatan penelitian
8 LSMMasyarakat
Tidak adanya pencemaran terhadap lingkungan di wilayah pesisir
Tidak terjadi degradasi mangrove dan ikan Adanya pengawasan dan penegakan hukum dari
pemerintah terhadap aktivitas yang merusakan sumberdaya alam dan lingkungan pesisir.
Kuantitas, kualitas dan harga ikan yang stabil Lingkungan pesisir tetap terjaga
9 Petambak
Peningkatan produksi Peningkatan pendapatan
Tidak adanya pencemaran air Mangrove di tambak dengan jumlah yang sedikit
10 Nelayan
Peningkatan produksi Sumberdaya ikan stock biomass ikan tetap tersedia
Peningkatan pendapatan Tidak terganggunya aktivitas penangkapan ikan
Mangrove tetap ada Tidak ada konflik fishing ground
11 Perusahaan Swasta Pertamina
Tidak ada pencemaran terhadap lingkungan Tidak terjadi degradasi mangrove dan sumberdaya ikan
Adanya pengawasan dan penegakan hukum dari pemerintah terhadap aktivitas yang merusak
sumberdaya alam dan lingkungan pesisir.
L emahnya pengawasan dan penegakan hukum menyebabkan masih banyak
petambak yang mengkonversi mangrove dan tidak melakukan penanaman mangrove. Pengalihan hak pengusahaan lahan tambak dari petambak kontrak
silvofishery kepada petambak lain penyewa menyebabkan kurangnya kepedulian terhadap mangrove. Kurangnya koordinasi antar instansi terkait menyebabkan
tidak fokusnya perencananan dan implementasi kebijakan mangrove misalnya pelaksanaan budidaya tambak wanamina, rehabilitasi lahan kritis di sempadan.
160
Dari sisi pengelolaan perikanan, keberadaan stock ikan tergantung dari tingkat eksploitasi penggunaan effort dan mangrove. Oleh karena itu
permasalahan kebijakan sebagai faktor konflik direpresentasikan dalam bentuk parameter luasan mangrove dan parameter jumlah effort yang digunakan nelayan,
sehingga solusi masalah dilakukan untuk mencapai kelestarian mangrove dan keberlanjutan usaha perikanan dan usaha tambak. Dengan demikian, dari rumusan
permasalahan yang telah disampaikan pada Bab 6 analisis ISM tentang masalah kebijakan dapat disimpulkan bahwa hakekat permasalahan didasarkan pada luasan
mangrove dan penggunaan effort seperti diuraikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Formulasi permasalahan pada pengelolaan mangrove dan perikanan
No. Faktor konflik Keterangan
Solusi untuk model
1. Luas mangrove di tambak
Petambak menghendaki luas mangrove di tambak tidak terlalu
banyak. Berpindahnya hak garapan menyebabkan rendahnya kepedulian
terhadap mangrove. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
menyebabkan degradasi mangrove masih menggejala.
Apabila ada program penanaman mangrove di tambak baik di lahan
Perhutani maupun lahan perseorangan private, maka luas areal untuk
budidaya dapat berkurang. Perlunya pengawasan,
peningkatan koordinasi dan penataan kontrak yang esensinya
adalah mengatur proporsi luasan mangrove dan tambak. Jumlah
mangrove yang ditanam di tambak perlu memperhatikan
keberlanjutan usaha budidaya tambak dengan
mempertimbangkan aspek teknis, finansial, ekonomi, dan
lingkungan.
2. Jumlah effort
Tanpa ada kebijakan perikanan, maka jumlah unit penangkapan effort
akan terus meningkat. Apabila ada kebijakan pengurangan
upaya penangkapan unit untuk menuju pemanfaatan sumberdaya
berkelanjutan maka akan terjadi konfik sosial
Penggunaan effort optimal. Kebijakan rasionalisasi harus
diimbangi dengan kebijakan lainnya yang mendukung
keberlanjutan pendapatan, seperti program alternatif usaha.
Identifikasi Sistem
Berdasarkan mekanisme sistem yang telah diketahui, analisis kebutuhan serta formulasi permasalahan yang telah dilakukan, maka pada tahap awal
identifikasi perlu dilakukan pembatasan terhadap sistem yang dikaji. Sesuai dengan ruang lingkup model yang hanya difokuskan pada luasan mangrove ha,
lahan tambak ha dan jumlah effort yang dioperasikan oleh nelayan unit tahun
-1
, maka variabel yang terkait dengan luasan mangrove dan areal tambak dan jumlah
upaya penangkapan unit tahun
-1
adalah variabel yang akan dipertimbangkan dalam penyusunan model. Model dihipotesiskan sebagai berikut : perubahan
mangrove menurut waktu dipengaruhi oleh penambahan dan pengurangan mangrove. Penambahan mangrove dipengaruhi oleh pertumbuhan alami dan
program rehabilitasi yang dibatasi oleh ketersediaan lahan daya dukung lahan, sedangkan pengurangan mangrove berasal dari abrasi pantai, kematian alami dan
penebangan. Perubahan mangrove selanjutnya akan mempengaruhi hasil tangkapan dan di sisi lain hasil tangkapan dipengaruhi oleh fraksi pertambahan
effort
hingga batas effort optimal daya dukung optimal; E
MEY
. Selain mempengaruhi perikanan tangkap, perubahan mangrove juga akan mempengaruhi
produksi, penerimaan dan keuntungan tambak tradisional-silvofishery. Adanya
161
kesenjangan antara performa mangrove yang diharapkan dengan performa yang terjadi aktual memerlukan intervensi kebijakan melalui model sasaran berubah.
Selanjutnya, diagram input-output dan diagram alir untuk sistem pengelolaan mangrove dan perikanan dapat dilihat pada Gambar 44 dan Gambar 45.
Gambar 44 Diagram input output : model dinamik kebijakan terpadu pengelolaan mangrove dan perikanan
Gambar 45 Diagram alir causal loop diagram model dinamik kebijakan terpadu pengelolaan mangrove dan perikanan
Mangrov e M
+ Penambahan
+ +
+ Pengurangan
- -
T ambak produk si utama -
Effort +
+ T ambak produk si s ampingan
Rehabilitasi Penambahan
Pengurangan +
+ -
+
Revenue RAu +
Revenue RAs Harga pAu
Biaya TCA +
+ T otal Revenue
TRA Keuntungan
T ambak +
+ -
+ Harves t hF
+ Harga pF
Rev enue RF Keuntungan Perikanan
+ Biaya CF
Unit Biaya c +
+ +
- Effort optimal
-
- +
T ekanan memenuhi target
T indak an koreksi untuk meningkatk an mangrove
- +
T arget Peningk atan Mangrove
Gap -
+ +
+ +
Lahan Pes is ir +
Harga pAs +
Model kebijakan pengelolaan mangrove dan
perikanan. INPUT LINGKUNGAN
- RTRW 2011-20131 - SK Direksi Perhutani
No.682KPTSDir2009 - PerMen.KKP 17MEN2006
INPUT TAK TERKENDALI - Harga komoditas output
- Harga input
INPUT TERKENDALI - Luasan mangrove
- Jumlah upaya penangkapan effort optimal
Monitoring dan evaluasi kebijakan pengelolaan mangrove dan perikanan
OUTPUT DIKEHENDAKI
- Produksi dan penerimaan usaha tambak berkesinambungan
- Produksi dan penerimaan usaha usaha perikanan berkesinambungan
OUTPUT TAK DIKEHENDAKI Tidak ada produksi dan penerimaan
dari usaha perikanan
162
Pemodelan dan Simulasi Kebijakan
Berdasarkan diagram input-output Gambar 44 dan diagram alir sebab akibat Gambar 45 dilakukan pemodelan kebijakan pengelolaan mangrove dan
kebijakan pengelolaan perikanan berupa stock flow diagram dengan menggunakan perangkat Powersim. Simulasi model dilakukan dengan cara membandingkan
antara model tanpa kebijakan kondisi status quo dan model dengan adanya kebijakan sehingga akan terlihat tujuan yang akan diinginkan.
I. Model pengelolaan mangrove dan perikanan dalam kondisi statusquo
atau tanpa kebijakan : Model degradasi sumberdaya
Dalam bagian ini akan dianalisis kondisi luasan mangrove ha pada tahun- tahun mendatang bila tidak ada kebijakan mangrove kondisi statusquo yang
dilakukan baik oleh Perhutani maupun Pemerintah Daerah. Mangrove pada lahan Perhutani seluas 2006 ha sebagai initial, sedangkan mangrove di lahan Rakyat
seluas 250 ha sebagai initial. Lahan Perhutani seluas 8.071 ha dan lahan tambak rakyat seluas 5.878 ha, sehingga luas mangrove adalah 13.419 ha.
a. Subsistem pengelolaan mangrove dan budidaya tambak silvofishery di lahan Perhutani
i Stock Flow Diagram :
Stock flow diagram untuk subsistem pengelolaan mangrove dan tambak
silvofishery di lahan Perhutani dapat dilihat pada Gambar 46 dan Gambar 47.
Gambar 46 Stock flow diagram subsistem pengelolaan mangrove di lahan Perhutani tanpa intervensi kebijakan
Lahan_Perhutani0 Fraksi_buah_MLP0
Fraksi_semai_MLP0 Fraksi_pohon_MLP0
Fraksi_bunga_MLP0 Fraksi_anakan_MLP0
Anakan_MLP0 Fraksi_mati_MLP0
Fraksi_abrasi_MLP0 Abrasi_MLP0
Fraksi_tebang_MLP0 Tebang_MLP0
pohon_hidup_MLP0 Reboisasi_MLP0
Lahan_Perhutani0 Degradasi_MLP0
Luas_Tambak_Konversi_MLR0 Luas_Tambak_Konversi_LP0
Luas_Tambak_Konversi_LPLR Gap_MLP0
Mangrove_LP0_2000 Prosen_tutupan_MLP0
Prosen_degradasi_MLP0 space_pohon_MLP0
DD_MLP0
Luas_Tambak_LP0 Delay_tanam_MLP0
Pulse_Tanam_MLP0 Mati_alami_MLP0
Bunga_MLP0 Buah_MLP_0
Semai_MLP0
Pohon_MLP0 Penambahan_MLP0
Pengurangan_MLP0
Tingkat_hidup_MLP0 Tutupan_M_LP0
Kepadatan_mangrove_MLP0 neto_pohon_MLP0
163
Gambar 47 Stock flow diagram subsistem pengelolaan budidaya tambak silvofishery
di lahan Perhutani tanpa intervensi kebijakan ii
Analisis :
Pada kondisi statusquo, bila Perhutani hanya melakukan kegiatan penanaman mangrove secara rutin di lahan kritis, maka pada tahun-tahun
mendatang fenomena degradasi masih terjadi yang diindikasikan dengan menurunnya luasan tutupan mangrove dan meningkatnya luasan tambak Gambar
48. Kondisi ini akibat feedback negatif yang lebih besar dibandingkan feedback
IRH_1
Fraksi_biaya_LP0 Pq_udang_harian
Prosen_Tutupan_M_LP0
Pq_ikan_harian Q_M_utama_LP0
Q_sampingan_LP0 Prosen_TR_Tambak_LP0
q_M_udang_harian_LP0 Q_P_windu_LP0
Prosen_TR_utama_LP0 NP_P_windu_LP0
Prosen_TR_sampingan_LP0 fraksi_IRH_0
Luas_P_poli_LP0 Fraksi_M_mono_LP0
IRH_Perhutani_0
produktivitas_M_ikan_harian_LP0 produktivitas_P_windu_LP0
produktivitas_P_ikan_harian_TK_LP0
RC_M_LP0
RC_P_MP_0
Keuntungan_P_Tambak_LP0 TR_P_Tambak_LP0
TR_P_samping_LP0 TR_P_Utama_LP0
Benefit_LP0 TR_M_Tambak_LP0
NP_M_ikan_harian_LP0
Biaya_P_Tambak_LP0 Q_M_tambak_LP0
TR_M_sampingan_LP0
TR_M_utama_LP0 Prosen_Tutupan_M_LP0
TR_M_Tambak_LP0 q_P_udang_harian_LP0
NP_P_bandeng_LP0
Pq_bandeng Pq_ikan_harian
NP_P_ikan_harian_LP0 NP_M_bandeng_LP0
Pq_bandeng Q_P_bandeng_LP0
Pq_windu NP_P_udang_harian_LP
produktivitas_P_bandeng_MP0
produktivitas_M_bandeng_LP0 Luas_M_mono_LP0
Pq_udang_harian
Keuntungan_M_tambak_LP0 Biaya_M_Tambak_LP0
Tambak_sylvofishery_MP_0
NP_M_udang_harian_LP0 q_M_ikan_harian_MP_1
IRH_Stakeholders_0 Bagian_IRH_Stakeholders_0
IRH_1 Bagian_IRH_Perhutani_0
Proporsi_TM_LP0
Lahan_Perhutani0 produktivitas_P_udang_harian_TK_LP0
Q_M_bandeng_LP0 q_P_ikan_harian_LP0
Tutupan_M_LP0 Prosen_Tutupan_M_LP0
produktivitas_M_udang_harian_MP0
NP_P_udang_harian_LP NP_P_windu_LP0
NP_P_bandeng_LP0 QP_utama_LP0
Q_P_Tambak_LP0
qP_samping_LP0 q_P_udang_harian_LP0
q_P_ikan_harian_LP0 NP_P_ikan_harian_LP0
TR_Tambak_LP0 TR_P_Tambak_LP0
TR_M_sampingan_LP0 Q_Tambak_LP0
Q_P_windu_LP0 Q_P_bandeng_LP0
164
positif. Feedback negatif yang mengakibatkan pengurangan mangrove berasal dari abrasi, ‗penebangan‘ mangrove khususnya anakan untuk memperluas ruang
gerak ikan dan untuk memudahkan panen dan juga kematian alami antara lain akibat cuaca ekstrim kemarau panjang yang menimbulkan suhu perairan
meningkat secara tajam. Kegiatan penanaman mangrove oleh Perhutani ternyata tidak mampu meningkatkan luas tutupan mangrove.
Gambar 48 Kondisi tutupan mangrove dan luas tambak pada lahan milik Perhutani tanpa kebijakan pengelolaan mangrove
Degradasi mangrove yang masih terus berlangsung di Lahan Perhutani pada tahun-tahun mendatang akan berefek meningkatnya luasan tambak silvofishery,
yang pada akhirnya penerimaan dan keuntungan petambak penggarap lahan Perhutani meningkat. Keuntungan tambak Rp juta meningkat pada tahun-tahun
awal seiring dengan meningkatnya luas tutupan mangrove kemudian untuk
periode selanjutnya mengalami ‗steady‘ sampai batas daya dukung lahan milik Perhutani seluas 8.071 ha Gambar 49.
Gambar 49. Penerimaan TR dan keuntungan tambak silvofishery pada lahan milik Perhutani akibat adanya konversi mangrove tanpa
kebijakan pengelolaan mangrove
Tahun H
e k
ta r
Lahan_Perhutani0 1
Tutupan_M_LP0 2
Luas_Tambak_LP0 3
10 20
30 40
50 2.000
4.000 6.000
8.0001
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
Tahun R
p j
u ta
TR_Tambak_LP0 1
Keuntungan_Tambak_LP0 2
10 20
30 40
50 50.000
100.000 150.000 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2
165
b. Subsistem pengelolaan mangrove dan budidaya tambak tradisional di lahan Masyarakat
i Stock Flow Diagram:
Stock flow diagram untuk subsistem pengelolaan mangrove dan pengelolaan
budidaya tambak tradisional di lahan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 50 dan Gambar 51.
Gambar 50 Stock flow diagram subsistem pengelolaan mangrove di lahan Masyarakat tanpa kebijakan pengelolaan mangrove
Fraksi_buah_MLP0 Fraksi_bunga_MLR0
Fraksi_anakan_MLP0
Fraksi_Abrasi_MLR0 Abrasi_MLR_0
Fraksi_tebang_MLR0 Fraksi_mati_MLR0
Luas_Tambak_Konversi_MLR0 pohon_hidup_MLR0
Reboisasi_MLR0 Gap_MLR0
Dedradasi_MLR0 Delay_tanam_MLR0
Fraksi_pohon_MLP0
Mangrove_LR0_2000 Luas_Tambak_LR0
Lahan_Rakyat0 space_pohon_MLR0
Tebang_MLR0
prosen_tutupan_MLR0 Prosen_degradasi_MLR0
Pohon_MLR0
Pulse_Tanam_MLR0 Mati_alami_MLR0
Bunga_MLR0 Buah_MLR0
Anakan_MLR0 Fraksi_semai_MLP0
Semai_MLR0
Pengurangan_MLR0 Penambahan_MLR0
Lahan_Rakyat0 Tingkat_hidup_MLR0
DD_MLR0
Tutupan_M_LR0 Kepadatan_mangrove_MLP0
neto_pohon_MLR0
166
Gambar 51 Stock flow diagram subsistem budidaya tambak tradisional di lahan Masyarakat tanpa kebijakan pengelolaan mangrove
ii Analisis :
Pada kondisi statusquo dan tidak ada kebijakan Pemda untuk melakukan kegiataan penanaman mangrove di sempadan pantai, sempadan sungai dan lahan-
lahan kritis ataupun penataan kelembagaan mangrove, namun ada kesadaraan yang makin meningkat di masyarakat dalam menanam mangrove secara
swadaya, maka pada tahun-tahun mendatang terjadi peningkatan mangrove yang diiringi dengan menurunnya luasan tambak Gambar 52. Meningkatnya
mangrove di lahan masyarakat 5.878 ha pada tahun-tahun mendatang akan
Pq_bandeng
Pq_ikan_harian NP_P_udang_harian_MR0
Q_Tambak_LP0 Fraksi_biaya_MR0
Lahan_Rakyat0
TR_M_sampingan_LR0
Fraksi_biaya_MR0 Tutupan_M_LR0
Prosen_Tutupan_M_LR0
NP_P_bandeng_LR0 q_M_ikan_harian_LR0
q_M_udang_harian_LR0 Q_M_bandeng_LR0
NP_bandeng_LR0
NP_P_ikan_harian_LR0 q_P_udang_harin_LR0
Q_P_windu_LR0 q_P_ikan_harian_LR0
Q_P_bandeng_LR0
NP_M_ikan_harian_LR0
Prosen_TR_Tambak_LR0 Prosen_TR_sampingan_LR0
Q_TAMBAK_LPLR0 Q_M_tambak_LR0
Pq_udang_harian
TR_P_Utama_LR0 Pq_udang_harian
Q_M_samping_MR_1 NP_M_udang_harian_LR0
Q_M_utama_MR_1
Prosen_Tutupan_M_LR0 Q_Tambak_LR0
Pq_ikan_harian
Prosen_TR_utama_LR0 TR_M_tambak_LR0
Pq_windu NP_P_windu_LR0
Pq_bandeng Prosen_Tutupan_M_LR0
Luas_P_poli_LR0 Fraksi_tambak_tradisional_MR_0
produktivitas_P_ikan_harian_LR0
produktivitas_P_udang_harian_LR0 produktivitas_M_ikan_harian_LR0
produktivitas_M_udang_harian_MR0 produktivitas_P_bandeng_LR0
produktivitas_M_bandeng_MR0
TR_M_tambak_LR0 RC_M_LR0
RC_P_MR0 Keuntungan_M_Tambak_LR0
Biaya_M_Tambak_LR0 TR_M_sampingan_LR0
TR_M_utama_LR0
Keuntungan_P_Tambak_LR0 Biaya_P_Tambak_LR0
NP_P_windu_LR0 NP_P_bandeng_LR0
TR_P_Tambak_LR0 TR_P_Samping_LR0
Tambak_tradisional_MR_0 Lahan_Rakyat0
NP_P_udang_harian_MR0 NP_P_ikan_harian_LR0
TR_M_tambak_LR0 TR_Tambak_LR0
Q_P_bandeng_LR0 Q_P_windu_LR0
q_P_udang_harin_LR0
q_P_ikan_harian_LR0 qP_samping_LR0
QP_utama_LR0
Q_P_Tambak_LR0 produktivitas_P_windu_MR0
Fraksi_M_mono_LR0 Luas_M_mono_LR0
167
berefek pada performa budidaya tambak tradisional yang ditujukan dengan menurunnya penerimaan dan keuntungan petambak Gambar 53.
Gambar 52 Kondisi tutupan mangrove dan luas tambak pada lahan milik masyarakat
Gambar 53 Penerimaan TR dan keuntungan tambak tradisional pada lahan milik rakyat akibat adanya konversi mangrove tanpa kebijakan
pengelolaan mangrove
Apabila mangrove di lahan milik Perhutani seluas 8.071 ha dan di lahan milik masyarakat seluas 5.878 ha digabungkan secara bersama-sama menjadi
lahan pesisir seluas 15.949 ha, maka pada tahun-tahun mendatang menunjukkan pengurangan luasan mangrove, sedangkan di sisi lain luasan tambak meningkat
atau menjadi tambak terbuka Gambar 54. Meningkatnya luasan tambak dapat meningkatkan penerimaan usaha dan keuntungan usaha tambak di lahan Perhutani
dan lahan masyarakat apabila tidak dilakukan tindakan kebijakan yang mengarah pada kebijakan peningkatan luasan mangrove untuk mendukung tambak
silvofishery
dan perikanan tangkap Gambar 55.
Tahun H
e k
ta r
Lahan_Rakyat0 1
Tutupan_M_LR0 2
Luas_Tambak_LR0 3
10 20
30 40
50 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
Tahun R
p j
ut a
TR_Tambak_LR0 1
Keuntungan_Tambak_LR0 2
10 20
30 40
50 20.000
40.000 60.000
80.000 100.000 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2
168
Gambar 54 Kondisi tutupan mangrove di lahan Perhutani dan Lahan Rakyat di Kabupaten Indramayu tanpa kebijakan pengelolaan mangrove
Gambar 55 Penerimaan TR dan keuntungan tambak pada lahan Perhutani dan lahan Rakyat akibat adanya konversi mangrove tanpa kebijakan
pengelolaan mangrove
c. Subsistem pengelolaan sumberdaya ikan sekitar pantai Dalam bagian ini akan dianalisis kondisi perikanan tangkap dengan hasil
tangkapan adalah jenis-jenis ikan yang berasosiasi dengan mangrove. Jumlah effort
adalah 1.441 unit sebagai initial awal aktual dan diasumsikan meningkat sebesar 0,06 per tahun fraksi jumlah effort sesuai dengan fakta perkembangan
jumlah effort antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2014.
i Stock Flow Diagram:
Stock flow diagram untuk subsistem pengelolaan sumberdaya ikan sekitar
pantai dapat dilihat pada Gambar 56.
169
Gambar 56 Stock flow diagram subsistem pengelolaan sumberdaya ikan sekitar pantai tanpa kebijakan mangrove dan tanpa kebijakan perikanan
atau kondisi status quo
ii
Analisis : Performa perikanan dengan adanya mangrove direpresentasikan dalam model
habitat fakultatif. Perikanan tangkap dalam kondisi open access, artinya tidak ada kebijakan pengendalian effort kondisi status quo. Dengan demikian pada model
ini akan dianalisis dampak pengurangan mangrove tanpa kebijakan terhadap perikanan tangkap yang juga tanpa adanya kebijakan perikanan dengan effort pada
kondisi open access, yakni sebesar 3.494 unit yang merupakan faktor pembatas jumlah effort yang diusahakan. Dalam kondisi statusquo tanpa adanya kebijakan
peningkatan mangrove dan pengelolaan perikanan performa perikanan keuntungan dan penerimaan mengalami penurunan pada masa yang akan datang
Gambar 57.
Gambar 57 Performa perikanan tangkap : penerimaan
TTR_HF_OA
dan rente ekonomi
RRent_HF_OA
tanpa kebijakan pengelolaan mangrove dan tanpa pengelolaan perikanan tangkap status quo
Secara agregat, tanpa adanya kebijakan pengelolaan mangrove status quo menunjukkan performa luasan mangrove yang terus menurun. Hal ini akan
berefeknya pada peningkatan penerimaan budidaya tambak dan sebaliknya
TTR_HF_OA_0 c
p EEffort_HF_OA_0
Fraksi_E_HP_0 hh_HF_OA_0
DD_EEfort_HF_OA_0 TTC_HF_OA_0
Penambahan_E_HF_OA_0
RRent_HF_OA_0 f_dua_0
f_satu_0 Tutupan_M_LPLR0
f_tig a_0
Tahun
R p
ju ta
TTR_HF_OA_0 1
RRent_HF_OA_0 2
10 20
30 40
50 5.000
10.000 15.000
20.000 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2
170
penerimaan dari perikanan tangkap dalam kondisi open access mengalamai penurunan Gambar 58.
Gambar 58 Dampak penurunan mangrove terhadap penerimaan tambak TR dan penerimaan perikanan tangkap TTR
II. Model kebijakan pengelolaan mangrove dan perikanan
Aspek penting dalam proses analisis kebijakan dengan metode sistem dinamik adalah dengan melakukan simulasi untuk mencari alternatif tindakan
kebijakan yang terbaik guna mencapai tujuan yang diharapkan. Tindakan kebijakan yang diterapkan mengandung makna sebagai tindakan-tindakan untuk
mempengaruhi sistem pengelolaan mangrove dan pengelolaan sumberdaya ikan.
a. Subsistem pengelolaan mangrove dan budidaya tambak silvofishery di lahan Perhutani
Tujuan kebijakan pengelolaan mangrove di lahan Perhutani adalah mencegah degradasi mangrove, meningkatkan luas tutupan mangrove dan
sekaligus meningkatkan produksi tambak silvofishery dengan menetapkan target luasan yang dilakukan melalui 2 dua tindakan kebijakan, yaitu :
1 intervensi fungsional, yakni dilakukan terhadap kegiatan reboisasi yang
selama ini secara rutin dilakukan oleh Perhutani pada lahan-lahan kritis. Jumlah anakan mangrove yang ditanam secara rutin status quo sekitar 400
buah per ha per tahun pada lahan seluas 130 ha, sehingga menghasilkan kinerja sistem luas tutupan mangrove masih dalam kondisi terdegradasi.
Kebijakan reboisasi pada kenyataannya menemui kegagalan yang disebabkan karena i kegiatan berorientasi keprojekan dengan berdasar pada target
penanaman ii kurang melibatkan masyarakat, misalnya pada saat penanaman mangrove petambak penggarap jarang dilibatkan bahkan saat
kegiatan penaman dilakukan beberapa petambak diberikan upah, iii pengadaan bibit dilakukan dengan cara membeli tanpa petambak sendiri yang
menanaman bibit alami yang berasal dari mangrove di sekitar tambak garapannya iii adanya alih penggarap yang memungkinkan petambak
kurang peduli terhadap keberadaan mangrove iv waktu penanaman kurang tepat misalnya penanaman dilakukan pada saat musim kemarau.
Dengan memperhitungkan ketersediaan dana dan waktu kegiatan penanaman mangrove ditingkatkan 2 kali lipatnya dari kegiatan penanaman rutin,
Tahun R
p j
ut a
TR_Tambak_LPLR0 1
TTR_HF_OA_0 2
10 20
30 40
50 50.000
100.000 150.000
200.000 250.000 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2
171
sehingga jumlah anakan yang ditanam 800 pohon per tahun dengan munggunakan fasilitas pulse dan delay.
2 intervensi struktural, yang dilakukan melalui perubahan struktur model dengan cara tindakan koreksi self regulating terhadap kesenjangan antara
target dan fakta degradasi. Degradasi mangrove pada dasarnya adalah terjadinya kesenjangan antara target luasan mangrove yang ditargetkan
target sempadan, RUTR, silvofishery berkelanjutan dan silvofishery Perhutani dan fakta yang terjadi, sehingga kebijakan dapat ditujukan untuk
memperkecil atau pun menghilangkan kesenjangan tersebut. Dalam model degradasi mangrove hanya pada upaya rehabilitasi, tanpa tindakan koreksi
tetap mengarah pada degradasi mangrove. Kebijakan yang ditawarkan adalah perubahan pada struktur model degradasi sumberdaya yang disesuaikan
dengan dengan dinamikan sosial, ekonomi dan lingkungan. Untuk pengelolaan tambak diasumsikan tidak ada kebijakan baik fungsional maupun
struktural yang memengaruhi kinerja sistem, karena pengembangan tambak didasarkan
pada tambak
tradisional-silvofishery yang
memerlukan keberadaan mangrove.
Model intervensi struktural yang ditawarkan untuk pengelolaan mangrove di lahan Perhutani adalah dengan menyertakan model sasaran yang berubah
lihat Gambar 43 pada model degradasi mangrove yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Tujuan : Meningkatkan luasan mangrove secara bertahap
berdasarkan target yang ditetapkan sesuai dengan keterbatasan sumberdaya keuangan, sumberdaya
manusia dan waktu.
Target : Peningkatan luasan mangrove target sempadan 7 ,
RUTR 14 dan termasuk sempadan, sillvofishery berkelanjutan 50 dan termasuk sempadan, serta
silvofishery Perhutani 80 dan termasuk sempadan
Tekanan pada
target : Keharusan memenuhi ketentuan target minimal
luasan mangrove. Tindakan koreksi
: Melakukan tindakan secara terpadu meliputi pengawasan dan penegakan hukum, pengelolaan
berbasis masyarakat, perbaikan sarana dan prasarana termasuk bangunan pantai penahan abrasi yang
dilakukan oleh Perhutani dengan berkoordinasi dengan instansi terkait.
Aktual : Performa luasan tutupan mangrove sesuai yang
ditargetkan. i
Stock Flow Diagram: Stock slow diagram
untuk subsistem kebijakan pengelolaan mangrove dan budidaya tambak silvofishery di lahan Perhutani dengan adanya kebijakan
dapat dilihat pada Gambar 59 dan Gambar 60.
172
Gambar 59 Stock flow diagram subsistem pengelolaan mangrove di lahan Perhutani dengan adanya kebijakan pengelolaan mangrove
kebijakan perubahan struktural tata kelola
Kebijakan fungsional Target covarage
Prosen_Tatakelola_Perhutani Fraksi_pohon
Fraksi_buah_MLP0 Fraksi_bunga_MLP0
Prosen_degradasi_MLP1 Fraksi_anakan_MLP0
Fraksi_semai_MLP0 Fraksi_mati_MLP0
Lahan_Perhutani prosen_tutupan_MLP1
Delay_gap_MLP1 Fraksi_tebang_MLP1
space_pohon_MLP1 Pohon_MLP1
Delay_Pohon_MLP1
Delay_tanam_MLP1 Pulse_Tanam_MLP1
Mati_alami_MLP1 Bunga_MLP1
Buah_MP Anakan_MLP1
Semai_MLP1
Pengurangan_MLP1 Penambahan_MLP1
pohon_hidup_MLP1
Reboisasi_Perhutani Tingkat_hidup_MP
Degradasi_MLP1 Tebang_MLP1
Gap_MLP1 Perbaikan_Tatakelo_Perhutani
Target_Tutupan_silvofishery_LP
Luas_Tambak_LP1 Tutupan_M_LP1
Tutupan_M_LP1 DD_MLP1
Kepadatan_M_LP1 Kepadatan_MLP1
neto_pohon_MLP1
173
Gambar 60 Stock flow diagram
subsistem pengelolaan budidaya tambak silvofishery
di lahan Perhutani dengan adanya kebijakan pengelolaan mangrove
Lahan_Perhutani
Pq_bandeng Pq_udang_harian
Pq_windu
Q_M_tambak_MP Q_M_sampingan_MP
TR_M_sampingan_LP1 Pq_ikan_harian
q_M_udang_harian_MP q_P_ikan_harian_MP
NP_P_ikan_harian_MP Luas_M_mono_MP
q_ikan_M_harian_MP Proporsi_LP1
Proporsi_LP1 produktivitas_M_udang_harian_MP1
produktivitas_M_bandeng_MP1 produktivitas_P_ikan_harian_MP
produktivitas_P_windu_MP IRH_Perhutani
IRH Tambak_Wanamina_MP
produktivitas_M_ikan_harian_MP1
Prosen_M_TR_utama_MP produktivitas_P_bandeng_MP
Q_P_bandeng_MP1
Q_P_windu_MP1 q_P_udang_harian_MP
Proporsi_LP1 Tutupan_M_LP1
Biaya_M_tambak_MP1 Keuntungan_M_Tambak_LP1
TR_P_Tambak_LP1 NP_M_udangharian_MP
TR_M_Tambak_MPP NP_M_bandeng_MP
NP_P_windu_MP1 NP_P_udangharian_MP
RC_M_MP1
RC_P_MP1
Biaya_P_Tambak_LP1
Keuntungan_P_Tambak_LP1 NP_P_udangharian_MP
NP_P_ikan_harian_MP TR_P_samping_LP
TR_M_sampingan_LP1
Q_P_Tambak_MP TR_P_Tambak_LP1
NP_M_ikan_harian_MP Pq_ikan_harian
TR_M_tambak_LP1
TR_M_utama_LP
TR_P_Utama_LP1 TR_Tambak_LP1
produktivitas_P_udang_harian_MP Luas_P_poli_MP
Bagian_IRH_Perhutani Bagian_IRH_Stakeholders
fraksi_IRH IRH_Stakeholders
NP_P_bandeng_LP1
Pq_bandeng
TR_Tambak_LR1
TR_Tambak_MP_LPLR1
Q_P_utama_MP1 Q_M_bandeng_MP
Q_M_bandeng_MP Q_M_utama_MP
q_P_ikan_harian_MP Q_P_bandeng_MP1
Q_P_windu_MP1 q_P_udang_harian_MP
q_P_samping_MP NP_P_windu_MP1
NP_P_bandeng_LP1 Prosen_M_TR_Tambak_MP
TR_M_tambak_LP1 Prosen_M_TR_sampingan_MP
Proporsi_TM_MP Fraksi_M_mono_LP_1
174
ii Simulasi dan analisis kebijakan
Tabel 25 Simulasi dan analisis kebijakan alternatif pengelolaan mangrove di lahan Perhutani
Tindakan Kebijakan
Cara Target
Performa I.
Status quo Reboisasi
rutin pohon per tahun
26.000 Luas Mangrove dan Luas Tambak
Penerimaan dan Keuntungan Tambak
II. Tindakan kebijakan 1 Intervensi
fungsional Reboisasi
pohon per
tahun 52.000
2 Intervensi struktural
Tindakan korektif
Target sempadan
7 Luas Mangrove dan Luas Tambak
Tahun H
e k
ta r
Lahan_Perhutani0 1
Tutupan_M_LP0 2
Luas_Tambak_LP0 3
10 20
30 40
50 2.000
4.000 6.000
8.0001
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
Tahun R
p j
ut a
TR_Tambak_LP0 1
Keuntungan_Tambak_LP0 2
10 20
30 40
50 50.000
100.000 150.000 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2
175
Tindakan Kebijakan
Cara Target
Performa Penerimaan Tambak
Target RTRW
Kabupaten Indramayu
2011-2031
14 Luas Mangrove dan Luas Tambak
Penerimaan Tambak
Keberlanjutan pengelolaan
silvofishery dari
aspek ekonomi dan lingkungan
Nur 2004
50 Luas Mangrove dan Luas Tambak
Tahun H
e k
ta r
Lahan_Perhutani0 1
Tutupan_M_LP1 2
Luas_Tambak_LP1 3
10 20
30 40
50 2.000
4.000 6.000
8.0001
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
Tahun
R p
ju ta
TR_Tambak_LP1 1
TR_Tambak_LP0 2
10 20
30 40
50 150.000
160.000 170.000
180.000
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
176
Penerimaan Tambak
Pola silvofishery
Perhutani 80
Luas Mangrove dan Luas Tambak
Penerimaan Tambak
Dengan adanya kebijakan yang menentukan target luasan mangrove oleh Perhutani, maka dari hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi luasan
mangrove yang ditargetkan di lahan Perhutani akan menurunkan luasan tambak yang akhirnya akan berefek pada menurunnya penerimaan tambak. Semakin
tinggi target luasan tutupan mangrove yang ingin dicapai semakin membutuhkan tindakan kebijakan dengan skala yang lebih besar antara lain penataan kontrak
silvofishery
dalam butir-butir
kontrak perlu
memasukan kegiatan
penyuluhansosialisasi pentingnya mangrove, pendampingan masyarakat, dalam kerangka pengelolaan berbasis masyarakat yang menjadi tanggung jawab
Perhutani, pengawasan dan penegakan hukum, pendanaan, pengembangan teknologi tambak ramah lingkungan.
Tahun H
e k
ta r
Lahan_Perhutani0 1
Tutupan_M_LP1 2
Luas_Tambak_LP1 3
10 20
30 40
50 3.000
6.000 1
2 3
1 2
3 1 2
3 1 2
3 1 2
3 1
3
177
b. Subsistem pengelolaan mangrove dan budidaya tambak budidaya tambak tradisional di lahan Masyarakat
Tujuan kebijakan pengelolaan mangrove di lahan Mayarakat, adalah mencegah degradasi mangrove dan sekaligus meningkatkan luas tutupan
mangrove dengan menetapkan target luasan yang dilakukan melalui 2 dua tindakan kebijakan, yaitu :
1 intervensi fungsional, yakni dilakukan terhadap kegiatan reboisasi yang
selama ini belum dilakukan secara rutin oleh Pemda pada lahan-lahan kritis, sempadan sungai dan sempadan pantai. Dengan memperhitungkan
ketersediaan dana dan waktu, kegiatan penanaman mangrove dilakukan secara rutin, sehingga jumlah anakan yang ditanam 5000 pohon per tahun
dengan menggunakan fasilitas pulse dan delay.
3 intervensi struktural, yang dilakukan melalui perubahan struktur model dengan cara tindakan koreksi self regulating terhadap kesenjangan antara
target dan fakta degradasi. Degradasi mangrove pada dasarnya adalah terjadinya kesenjangan antara target tambak bermangrove target sempadan
dan RUTR dan fakta yang terjadi, sehingga kebijakan dapat ditujukan untuk memperkecil atau pun menghilangkan kesenjangan tersebut dan sekurang-
kurangnya mempertahankan mangrove yang sudah dilakukan oleh masyarakat secara swadaya. Dalam model degradasi tidak ada upaya
rehabilitasi, tanpa tindakan koreksi tetap mengarah pada degradasi mangrove. Kebijakan yang ditawarkan adalah perubahan pada struktur model
degradasi sumberdaya yang disesuaikan dengan dengan dinamika sosial, ekonomi dan lingkungan melalui tindakan secara terpadu tindakan koreksi
meliputi pengelolaan berbasis masyarakat, pengawasan dan penegakan hukum, penanaman mangrove, perbaikan sarana dan prasarana termasuk
bangunan pantai penahan abrasi yang dilakukan oleh Pemerintah. Pengelolaan mangrove di lahan masyarakat didasarkan pada tambak
tradisional yang memerlukan keberadaan mangrove.
2 Model intervensi struktural yang ditawarkan untuk pengeloaan mangrove di lahan masyarakat adalah dengan menyertakan model sasaran yang berubah
lihat Gambar 43 pada model degradasi mangrove yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Tujuan : Meningkatkan luasan mangrove secara bertahap
berdasarkan target yang ditetapkan sesuai dengan keterbatasan sumberdaya keuangan, sumberdaya
manusia dan waktu. Target
: Peningkatan luasan mangrove target sempadan 7
dan dan termasuk sempadan serta RUTR 14 dan termasuk sempadan. Target kebijakan
mangrove maksimum 14 dengan pertimbangan Willingness to pay
WTP yang rendah Rp 155.000 ha
-1
tahun
-1
dan petambak bersedia menanam mangrove hanya di pematang tambak
untuk mencegah terkikisnya pematang. Tekanan pada target
: Keharusan memenuhi ketentuan target minimal
luasan mangrove. Tindakan koreksi
: Melakukan tindakan secara terpadu meliputi pengelolaan berbasis masyarakat, pengawasan dan
178 penegakan hukum, perbaikan sarana dan prasarana
termasuk bangunan pantai penahan abrasi yang dilakukan oleh Pemerintah.
Aktual : Performa luasan tutupan mangrove sesuai yang
ditargetkan.
i Stock Flow Diagram:
Stock flow diagram untuk subsistem kebijakan pengelolaan mangrove dan
budidaya tambak tradisional di lahan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 61 dan Gambar 62.
Gambar 61 Stock flow diagram subsistem pengelolaan mangrove di lahan Masyarakat dengan adanya kebijakan pengelolaan mangrove
kebijakan perubahan struktural tata kelola
Target covarage
Reboisasi_Pemda Fraksi_buah_MLP0
Fraksi_anakan_MLP0
Fraksi_semai_MLP0 Fraksi_pohon_MLP0
Fraksi_mati_MLP0 Fraksi_bunga_MLP0
Dedradasi_MLR1
prosen_tutupan_MLR1 pohon_hidup_MLR1
Kepadatan_M_LP1 space_tunak_MLR1
Pohon_MLR1 Delay_pohon_MLR1
Pulse_Tanam_MLR1 Mati_alami_MLR
Bunga_MLR1 Buah_MLR1
Anakan_MLR1 Semai_MLR1
Pengurangan_MLR1 Penambahan_MLR1
Lahan_Rakyat Prosen_Tatakelola_Pemda
Tingkat_hidup_MLR1 DD_MLR1
Delay_tanam_MLR1
Gap_MLR1 Perbaikan_Tatakelola_Pemda
Luas_Tambak_LR1 Tutupan_M_LR1
Delay_gap_MLR1 Prosen_degradasi_MLR1
Kepadatan_MLR1 Tebang_MLR1
Fraksi_tebang_LMR1 neto_pohon_MLR1
Target_Tutupan_mangrove_LR
179
Gambar 62 Stock flow diagram subsistem pengelolaan budidaya tambak tradisional di lahan Masyarakat dengan adanya kebijakan
pengelolaan mangrove
NP_M_ikan_harian_MR NP_M_udangharian_MR
q_M_ikan_harian_MR q_M_udang_harian_MR
NP_M_bandeng_MR
Q_M_samping_MR Q_M_tambak_MR
Q_M_bandeng_MR
Pq_bandeng Pq_bandeng
Pq_udang_harian
Pq_udang_harian Pq_ikan_harian
Pq_ikan_harian Q_P_bandeng_MR1
Q_P_windu_MR1
NP_P_windu_MR1
NP_P_ikan_harian_MR1 Tambak_tradisional_MR_1
Luas_P_poli_MR
NP_P_bandeng_MR1
Prosen_M_TR_utama_MR1 Prosen_M_TR_Tambak_MR1
Tutupan_M_LR1
produktivitas_M_ikan_harian_MR1 produktivitas_M_udang_harian_MR1
produktivitas_bandeng_MR1 produktivitas_windu_MR
produktivitas_P_bandeng_MR Lahan_Rakyat
Fraksi_M_mono_LR1 Fraksi_tambak_tradisional_1
Luas_M_mono_MR
TR_M_tambak_LR1 Prosen_keuntungan_tambak
Prosen_keuntungan_tambak_MP Pq_windu
produktivitas_P_ikan_harian_MR
produktivitas_P_udang_harian_MR q_P_ikan_harian_MR1
q_P_udang_harian_MR1 Proporsi_MR1
Reboisasi_Pemda Prosen_keuntungan_tambak_MR
Proporsi_MR1
Keuntungan_Tambak Keuntungan_M_Tambak_LP1
Keuntungan_M_tambak_LR1 TR_Tambak_LR1
TR_P_Tambak_LR1 Prosen_TR_sampingan_MR
Q_M_utama_MR TR_M_tambak_LR1
NP_P_udang_harian_MR1
RC_P_MR1 RC_LR1
Biaya_M_tambak_MR1
Keuntungan_M_tambak_LR1 TR_M_Tambak_MRR1
Keuntungan_P_tambak_LR1 Biaya_P_Tambak_MR1
TR_P_Tambak_LR1 NP_P_windu_MR1
Q_P_Tambak_MR1 Q_P_utama_MR1
Q_P_bandeng_MR1 Q_P_windu_MR1
TR_M_sampingan_MR TR_M_utama_MR
Perbaikan_Tatakelola_Pemda TR_M_sampingan_MR
NP_P_udang_harian_MR1 q_P_udang_harian_MR1
q_P_ikan_harian_MR1 q_P_samping_MR1
NP_P_ikan_harian_MR1 TR_P_samping_MR1
TR_P_Utama_MR1 NP_P_bandeng_MR1
Proporsi_MR1
180
ii Simulasi dan analisis kebijakan
Tabel 26 Simulasi dan analisis kebijakan alternatif pengelolaan mangrove di lahan masyarakat
Tindakan Kebijakan
Cara Target
Performa I.
Status quo -
- Luas Mangrove dan Luas Tambak
Penerimaan Tambak
II. Tindakan kebijakan 1 intervensi
fungsional Reboisasi
pohon per tahun
5000 2 intervensi
struktural Tindakan
korektif Sempadan
7 Luas Mangrove dan Luas Tambak
Tahun
H e
k ta
r
Lahan_Rakyat0 1
Tutupan_M_LR0 2
Luas_Tambak_LR0 3
10 20
30 40
50 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
Tahun R
p j
ut a
TR_Tambak_LR0 1
Keuntungan_Tambak_LR0 2
10 20
30 40
50 20.000
40.000 60.000
80.000 100.000 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2
Tahun H
e k
ta r
Lahan_Rakyat0 1
Tutupan_M_LR1 2
Luas_Tambak_LR1 3
10 20
30 40
50 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
181
Tindakan Kebijakan
Cara Target
Performa
Penerimaan Tambak
Target minimal
RTRW Kabupaten
Indramayu 2011-2031
14 Luas Mangrove dan Luas Tambak
Penerimaan Tambak
Dari hasil simulasi menunjukan bahwa menurunnya luas tutupan mangrove meningkatkan target kebijakan di lahan masyarakat akan menurunkan luasan
tambak. Hal ini berarti bahwa penerimaan yang diperoleh dari aktivitas tambak makin menurun. Semakin tinggi target luasan tutupan mangrove yang ingin
dicapai semakin membutuhkan tindakan kebijakan operasional dengan skala yang lebih besar, seperti pengawasan dan penegakan hukum prioritas terhadap
pelanggaran sempadan, pendanaan, penyuluhansosialisasi, pendampingan masyarakat dan pengembangan teknologi tambak ramah lingkungan.
Tahun R
p J
ut a
TR_Tambak_LR1 1
TR_Tambak_LR0 2
10 20
30 40
50 90.000
100.000 110.000
120.000 130.000
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
Tahun
H e
k ta
r
Lahan_Rakyat0 1
Tutupan_M_LR1 2
Luas_Tambak_LR1 3
10 20
30 40
50 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
Tahun R
p J
ut a
TR_Tambak_LR1 1
TR_Tambak_LR0 2
10 20
30 40
50 80.000
90.000 100.000
110.000 120.000
130.000
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
182
3 Subsistem pengelolaan sumberdaya ikan sekitar pantai Dalam bagian ini akan dibahas dampak target kebijakan mangrove yang
dilakukan Perhutani dan Pemerintah berdasarkan pendekatan institusional kebijakan sempadan dan RUTR serta kebijakan pengembangan perikanan
tangkap dengan meningkatkan effort sampai batas effort optimal E
MEY
sebagai faktor pembatas daya dukung dalam model.
i
Stock Flow Diagram:
Stock flow diagram untuk subsistem pengelolaan sumberdaya ikan sekitar
pantai dapat dilihat pada Gambar 63.
Gambar 63 Stock flow diagram subsistem pengelolaan pengelolaan sumberdaya ikan sekitar pantai dengan adanya kebijakan pengelolaan mangrove
dan pengelolaan perikanan ii
Simulasi dan analisis kebijakan Tabel 27 Simulasi dan analisis kebijakan alternatif pengelolaan mangrove dan
perikanan terhadap performa perikanan tangkap
Tindakan Kebijakan
Cara Target
Performa Perikanan Tangkap Penerimaan
Mangrove pohon
Effort unit
I. Status quo
Pengelolaan perikanan
adalah open access
52.000 3.494
II. Tindakan kebijakan
1 intervensi fungsional
Reboisasi pohon
per tahun
52.000 1.747
Kebi j akan pengendal i an effort E M E Y=1747 uni t
Kebi j akan m angrove
f_satu_0 f_dua_0
c Penambahan_E_HF_MEY0_1
p RRent_HF_0
Fraksi_E_HP_0 f_tiga_0
DD_EEfort_HF_0 TTR_HF_K1
hh_HF_K1 TTC_HF_K1
EEffort_HF_K1 Tutupan_M_LPLR1
Tahun R
p j
ut a
TTR_HF_OA_0 1
RRent_HF_OA_0 2
10 20
30 40
50 5.000
10.000 15.000
20.000 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2 1
2
183 Tindakan
Kebijakan
Cara Target
Performa Perikanan Tangkap Penerimaan
Mangrove pohon
Effort unit
2 intervensi struktural
Tindakan korektif
Sempadan 7
1.747
Target minimal RTRW
Kabupaten Indramayu 2011-
2031
14 1.747
Dengan adanya kebijakan yang menetapkan target luasan mangrove oleh Perhutani dan Pemerintah serta adanya kebijakan peningkatan effort sampai batas
effort optimal sebanyak 1.747 unit, maka dari hasil simulasi menunjukkan bahwa
semakin tinggi luasan mangrove yang ditargetkan di lahan pesisir lahan Perhutani dan lahan masyarakat akan meningkatkan penerimaan perikanan tangkap TTR.
Simulasi Berbagai Alternatif Kebijakan Pengelolaan Mangrove dan Perikanan.
Perubahan mangrove akan berefek terhadap performa perikanan tangkap dan budidaya tambak tradisional. Simulasi akan melihat alternatif kebijakan
pengelolaan mangrove secara agregat baik pada lahan Perhutani maupun lahan masyarakat serta adanya kebijakan perikanan melalui pengendalian jumlah effort.
Hasil simulasi dapat dilihat pada Tabel 28. Dari hasil simulasi dapat ditunjukkan bahwa target tutupan mangrove : 7 target kebijakan sempadan, 14 target
kebijakan RTRW, termasuk sempadan, 50 target pengelolaan silvofishery berkelanjutan, termasuk sempadan, dan 80 target kontrak silvofishery
Perhutani, termasuk sempadan serta pembatasan effort dengan jumlah 1.747 unit mampu menghasilkan produksi tambak dan perikanan secara berkesinambungan.
Kebijakan dengan mempertahankan target minimal mangrove mangrove di sempadan 7 dilakukan melalui upaya :
- Pembangunan fasilitas pantai untuk menanggulangi abrasi pantai di Desa Karangsong, Desa Brondong, Desa Singaraja dan Desa Pasekan.
- Penanaman mangrove di sempadan pantai
184
- Pengawasan dan penegakan hukum Kebijakan dengan meningkatkan target luasan mangrove 14 di lahan
Perhutani 14 dan di lahan masyarakat 14 dlakukan melalui upaya : - Pembangunan fasilitas pantai untuk menanggulangi abrasi pantai di Desa
Karangsong, Desa Brondong, Desa Singaraja dan Desa Pasekan. - Penanaman mangrove di sempadan pantai dan sempadan sungai
- Penataan kontrak silvofishery - Pelibatan masyarakat dalam upaya rehabilitasi mangrove
- Pengawasan dan penegakan hukum
Kebijakan dengan meningkatkan target luasan mangrove 50 di lahan Perhutani dan 14 di lahan masyarakat dilakukan melalui upaya :
- Pembangunan fasilitas pantai untuk menanggulangi abrasi di sepanjang pantai Karangsong, Desa Brondong, Desa Singaraja dan Desa Pasekan.
- Penanaman mangrove di sempadan pantai dan sempadan sungai - Pengawasan dan penegakan hukum
- Pengembangan teknologi budidaya tambak berwawasan lingkungan - Pelibatan masyarakat dalam upaya rehabilitasi mangrove
Kebijakan dengan meningkatkan target luasan mangrove 80 di lahan Perhutani dan 14 di lahan masyarakat dilakukan melalui upaya :
- Pembangunan fasilitas pantai untuk menanggulangi abrasi pantai di Desa Karangsong, Desa Brondong, Desa Singaraja dan Desa Pasekan.
- Penanaman mangrove di sempadan pantai dan sempadan sungai - Pengembangan teknologi budidaya tambak berwawasan lingkungan
- Pengawasan dan penegakan hukum - Pelibatan masyarakat dalam upaya rehabilitasi mangrove
Dengan adanya kebijakan pengelolaan mangrove yang dikeluarkan Perhutani dan Pemerintah serta kebijakan perikanan yang dikeluarkan oleh
pemerintah dengan cara menentukan target luasan mangrove, maka dari hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi luasan mangrove yang ditargetkan
akan menurunkan luasan tambak dan pada akhirnya akan berefek pada menurunnya penerimaan tambak, namun akan meningkatkan penerimaan
perikanan tangkap. Dilihat dari sensitivivitas, makin tinggi target yang ditetapkan peningkatan luasan penerimaan tambak makin sensititif terhadap perubahan
mangrove. Pada alternatif ke 1 sensitivitas tambak sebesar 0,09, alternatif ke-2 sensitivitas tambak sebesar 0,13, alternatif ke-3 sensitivitas tambak sebesar
0,35 dan alternatif ke-4 sensitivitas tambak sebesar 0,53. Untuk perikanan tangkap, dengan meningkatnya target yang ditetapkan peningkatan luasan,
sensitivitas penerimaan tangkap makin menurun. Pada alternatif ke 1 sensitivitas perikanan tangkap sebesar 1,37, alternatif ke-2 sebesar 1,28, alternatif ke-3
sensitivitas sebesar 1,25 dan alternatif ke-4 sensitivitas sebesar 1,22. Upaya peningkatan target memerlukan upaya perhatian sungguh-sungguh, waktu dan
ketersediaan anggaran, sehingga pada tahun tertentu sasaran-target akan tercapai.
Selanjutnya, simulasi alternatif kebijakan dapat dilihat pada Tabel 28.
185
Tabel 28 Alternatif kebijakan pengelolaan mangrove dan kebijakan perikanan secara terpadu Alternatif
Kebijakan Performa Luasan Mangrove dan Tambak
ha Performa Penerimaan Tambak dan Perikanan
Rp juta 1
Tutupan di
lahan lahan
Perhutani 7
; tutupan di lahan rakyat 7
dan effort 1.747 unit
2
Tutupan di
lahan lahan
Perhutani 14 ; tutupan di
lahan rakyat
14 dan effort
1.747 unit
Tahun H
e k
ta r
Tutupan_M_LPLR1 1
Luas_Tambak_LPLR1 2
Lahan_Pesisir_LPLR0 3
10 20
30 40
50 5.000
10.000
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
Tahun
R p
j ut
a
TR_Tambak_MP_LPLR1 1
TTR_HF_K1 2
TR_Tambak_Tangkap1 3
10 20
30 40
50 50.000
100.000 150.000
200.000 250.000 1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
1
2 3
186
Alternatif Kebijakan
Performa Luasan Mangrove dan Tambak ha
Performa Penerimaan Tambak dan Perikanan Rp juta
3
Tutupan di lahan
Perhutani 50 ; tutupan di
lahan rakyat 14 dan
effort 1.747
unit
4
Tutupan di
lahan Perhutani 80
; tutupan di lahan
rakyat 14 dan
effort 1.747
unit
Keterangan : 1. Tutupan mangrove di lahan Perhutani 7 Sempadan, tutupan di lahan rakyat 7 sempadan dan jumlah effort pada kondisi MEY 1.747 unit 2. Tutupan mangrove di lahan Perhutani 14 RUTR, tutupan di lahan rakyat 14 RUTR dan jumlah effort pada kondisi MEY 1.747 unit
3. Tutupan mangrove di lahan Perhutani 50 silvofishery berkelanjutan, tutupan di lahan rakyat 14 RUTR dan jumlah effort pada kondisi MEY 1.747 unit
4. Tutupan mangrove di lahan Perhutani 80 , silvofishery Perhutani, tutupan di lahan rakyat 14 RUTR dan jumlah effort pada kondisi MEY 1.747 unit
Tahun H
e k
ta r
Tutupan_M_LPLR1 1
Luas_Tambak_LPLR1 2
Lahan_Pesisir_LPLR0 3
10 20
30 40
50 5.000
10.000
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
Tahun
R p
j ut
a
TR_Tambak_MP_LPLR1 1
TTR_HF_K1 2
TR_Tambak_Tangkap1 3
10 20
30 40
50 50.000
100.000 150.000
200.000 250.000 1
2 3
1 2
3 1
2 3
1 2
3 1
2 3
1 2
3
187
Pilihan Kebijakan
Dasar pertimbangan dilakukan penetapan pilihan target kebijakan yang dapat mengakomodasi kepentingan mangrove, budidaya tambak dan perikanan
tangkap adalah sebagai berikut : 1 Tata kelola mangrove di lahan Perhutani
Status lahan adalah state property right dengan fungsi sebagai kawasan lindung. Perhutani diberi kewenangan oleh negara untuk mengelola kawasan
mangrove dengan memperhatikan kepentingan lingkungan, ekonomi dan sosial. Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa tujuan kebijakan pengelolaan mangrove
adalah kelestarian mangrove sebagai faktor kunci. Oleh karenannya, Perhutani merupakan pelaku yang penting sebagai pelaku kunci dalam kelestarian
mangrove. Perhutani memiliki luas lahan 8.071 dan diberi mandat oleh Pemerintah untuk mengelola kawasan mangrove dengan pola silvofishery,
sehingga kelestarian mangrove lebih mendapat prioritas dibandingkan ekonomi. Perhutani perlu menanggulangi degradasi mangrove. NPM mangrove yang lebih
kecil dibandingkan NPE menunjukkan bahwa mangrove perlu direstorasi.
Pengalihan hak garapan kepada pihak lain faktor kunci masalah kebijakan, willingness to pay
dalam membayar Iuran Rehabilitasi Hutan yang ‗tidak lancar‘ serta masih adanya anggapan bahwa mangrove kurang bermanfaat bagi tambak
perlu diatasi dalam melakukan restorasi. Fakta di lapangan menunjukkan mangrove terdegradasi, akibatnya pengelolaan mangrove tidak memenuhi
ketentuan silvofishery. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur 2002 dan Suhaeri 2005 bahwa silvofishery dengan pola 80:20 hanya memperhatikan aspek
lingkungan saja dan sulit untuk terpenuhi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan silvofishery secara berkelanjutan dengan pola 50:50 Nur 2002.
Dengan memperhatikan mandat Perhutani, keberlanjutan tambak serta keberlanjutan mangrove maka target kebijakan yang diharapkan adalah target
silvofishery berkelanjutan dengan tutupan mangrove sebesar 50 . Dengan
penetapan target tersebut, maka Perhutani perlu melakukan restorasi mangrove dengan target mangrove seluas 4.036 ha. Pada kondisi saat kini tutupan mangrove
seluas 1.186 ha, sehingga lahan yang harus dilakukan rehabilitasi seluas 2.850 ha termasuk sempadan pantai yang berada dalam jurisdiksi Perhutani.
2 Tata kelola mangrove di lahan Masyarakat
Lahan masyarakat merupakan private property right seluas 5.878 ha dan dengan status property right tersebut, maka petambak dapat secara bebas
melakukan penanaman mangrove ataupun tidak menanam mangrove di tambak. Tindakan kebijakan pengelolaan mangrove berbasis masyarakat merupakan faktor
kunci analisis ISM. Oleh karena itu, pengembangan kelembagaan partisipatif dengan mengedepankan kesadaran dan penyadaran akan pentingnya mangrove
terhadap petambak perlu dilakukan oleh Pemerintah yang dalam hal ini dilakukan oleh pelaku kebijakan kunci, yaitu
Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan Badan Lingkungan Hidup.
Kawasan mangrove di sempadan pantai pada kenyataannya dimanfaatkan masyarakat untuk tambak. Pemda menetapkan lokasi untuk program rehabilitasi
meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, saluran-saluran irigasi dan pematang tambak rmasyarakat yang ditargetkan 14 , yakni seluas 823 ha.
Target tersebut berupaya mengembalikan fungsi sempadan. Pada kondisi saat kini
188
tutupan mangrove seluas 381 ha, sehingga lahan yang harus dilakukan rehabilitasi seluas 442 ha.
3 Perikanan tangkap sekitar pantai
Daerah penangkapan ikan bersifat open access bagi setiap nelayan. Hasil analisis bioekonomi menunjukkan bahwa effort optimal E
MEY
adalah 1.771 unit, sehingga masih ada pengembangan alat tangkap sejumlah 330 unit effort aktual
sejumlah 1.441 unit. Secara teoritik, jumlah effort tersebut diasumsikan kondisi perikanan berada dalam single owner. Oleh karena itu, solusi perikanan pada
dasarnya adalah solusi kelembagaan, yakni pemberian territorial fishing right. Pilihan kebijakan pengendalian effort dengan konsep MEY pada dasarnya sudah
mempertimbangkan aspek lingkungan mempertimbangan daya dukung lingkungan ‗K‘, ekonomi rente optimal dan kelembagaan single owner
sehingga konsep MEY mengarah kepada sustainable fishery. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa untuk mencapai tujuan
kelestarian mangrove, keberlanjutan perikanan dan keberlanjutan tambak adalah solusi kelembagaan, yakni proses transaksi yang tidak melalui mekanisme pasar
yang dijabarkan dalam pemberian kewenangan, penataan kontrak silvofishery, pemberian right dan pengelolaan berbasis masyarakat. Oleh karena itu target
kebijakan yang dipilih adalah alternatif 3 tiga yaitu target tutupan mangrove pada lahan Perhutani sebesar 50 dan target kebijakan tutupan mangrove pada
lahan rakyat sebesar 14 . Performa yang dicapai adalah mangrove akan meningkat dan target mangrove akan tercapai pada tahun ke 10 dengan performa
penerimaan budidaya sebesar Rp 180 milyar dan penerimaan perikanan tangkap sebesar Rp 75 milyar.
Simpulan
Dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, ekonomi dan lingkungan, gasil simulasi menunjukkan bahwa target tutupan mangrove pada lahan Perhutani
sebesar 50 target silvofishery berkelanjutan dan tutupan mangrove di lahan masyarakat sebesar 14 target RUTR serta pengendalian effort dengan jumlah
optimal 1.747 unit mampu menghasilkan performa tambak dan performa perikanan secara berkelanjutan.
189
8. PEMBAHASAN UMUM
Perumusan Kebijakan Terpadu Pengelolaan Mangrove dan Perikanan Tinjauan Aspek Mangrove
Sebagai variabel independen terhadap perikanan, mangrove yang berada di lahan Perhutani dan lahan masyarakat mempunyai persoalan degradasi. Performa
mangrove dalam selang waktu 15 tahun tahun 2000 sampai dengan tahun 2014 menunjukan penurunan sebesar 689 ha sekitar 31 atau 46 ha tahun
-1
dan tutupan mangrove di lahan Perhutani dan tambak rakyat sekitar 6,7 tahun
-1
. Kelembagaan pengelolaan silvofishery menunjukkan performa atau status
sumberdaya mangrove yang mengalami penurunan luasan sebesar 46 ha per tahun telah diuraikan Bab 5. Lahan milik Perhutani seluas 8.071 ha, sedangkan luas
mangrove sekitar 1362 ha, yang berarti tutupan mangrove di lahan Perhutani hanya sekitar 17 dibandingkan luas lahan yang dimiliki. Lahan Perhutani
sekitar 58 dari luas tambak di wilayah studi
Seperti telah dibahas pada Bab 3 bahwa status perikanan tangkap dengan analisis bioekonomi dengan cara menganalisis hubungan antara variabel hasil
tangkapan, h
F
dengan variabel upaya penangkapan, E
F
tanpa variabel mangrove menunjukkan performa overfishing. Di sisi lain, seperti telah dibahas pada Bab 4
bahwa perikanan tangkap dengan analisis bioekonomi interaksi model IH dan model FH menunjukkan bahwa mangrove berpengaruh terhadap aktivitas
perikanan tangkap sekitar pantai. Interaksi antara variabel effort dan mangrove dalam analisis bioekonomi interaksi tersebut menghasilkan performa perikanan
yang lebih baik dibandingkan model bioekonomi tanpa mangrove dilihat dari peningkatan hasil tangkapan dan rente ekonomi.
Dalam budidaya tambak baik silvofishery-Perhutani maupun tambak tradisional, mangrove berpengaruh terhadap perolehan hasil utama produksi
tambak Q
PU
berupa ikan bandeng dan udang windu serta hasil produksi sampingan Q
PS
dari famili Mugilidae antara lain belanak, famili Latidae kakap putih, famili Arridae
antara lain manyung, keting, lundu, ikan mujair Oreochomis mossambicus, udang api-api Metapenaeus spp, udang putih
Penaeus spp dan jenis-jenis ikan dan udang lainnya. Namun demikian, pemanfaatan lahan antara kepentingan untuk mangrove maupun untuk budidaya
ikanudang dalam situasi inkompatibilitas. Dilihat dari penerimaan total penerimaan dari hasil utama dan hasil sampingan menunjukkan bahwa
menurunnya luasan mangrove dapat menurunkan penerimaan tambak. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan solusi apalagi kondisi tambak dalam skala
ekonomi yang menurun drs. Solusi tersebut pada dasarnya menentukan rasio luasan mangrove dan luasan tambak, sehingga diperoleh keberlanjutan budidaya
tambak tradisional.
Dengan mempertimbangkan adanya pengaruh mangrove terhadap perikanan tangkap dan budidaya tambak tradisional-silvofishery, maka mangrove perlu
dipertahankan keberadaannya. Dalam kondisi yang terdegradasi, perlu diupayakan kebijakan mangrove sebagai variabel independen dengan tetap menjaga
kepentingan budidaya tambak dengan mengikuti 5 lima tahapan perumusan kebijakan lihat Bab 6 yaitu : a perumusan masalah kebijakan, b perumusan
190
tujuan kebijakan, c perumusan lingkungan kebijakan, d perumusan pelaku kebijakan dan e perumusan tindakan kebijakan.
Setiap tahapan dalam perumusan dilakukan penggalian data primer : wawancara mendalam dengan pakar, tinjauan referensi yang relevan dengan
kebijakan dan tinjauan lapangan dan data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan teknik ISM untuk mendapatkan sistem kebijakan pengelolaan mangrove
lihat Gambar 42. Dalam Bab 6 telah dianalisis penyebab masalah degradasi dan upaya solusinya dengan pendekatan sistem kebijakan dan pada akhirnya diperoleh
subsub-elemen kunci kebijakan pengelolaan mangrove. Dengan adanya kebijakan pengelolaan mangrove sebagai habitat ikan maka stok ikan akan meningkat
sehingga keberlanjutan perikanan tangkap
akan tercapai. Dilihat dari sisi kebijakan budidaya tambak, fakta menunjukan bahwa hanya
1 tambak di Kabupaten Indramayu dikelola secara intensif dan semi intensif. Mengingat pemanfaatan lahan bersifat inkompatibilitas, pengelolaan mangrove
diarahkan pada tradisional-silvofishery dengan memperhatikan faktor kepemilikan lahan. Skenario kelembagaan pengelolaan dibangun dengan memperhatikan
sinergisitas mangrove dan tambak yang berarti bahwa mangrove diperlukan bagi tambak. Hal ini sesuai dengan pendapat Primavera 2005 bahwa mangrove
merupakan kunci bagi pengembangan akuakultur berkelanjutan.
Berbagai upaya telah dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang pada dasarnya adalah pengelolaan stock. Salah satu upayanya adalah
restorasi habitat terhadap lingkungan alam pada Gambar 3 dilakukan dengan cara menggeser kurva GL
F
ke arah kurva GL
MF
. Restorasi habitat merupakan salah satu pendekatan dalam pengelolaan sumberdaya alam selain pendekatan
konvensional yang selama ini diterapkan. Upaya perbaikan habitat relatif lebih efektif bila dibandingkan dengan upaya melakukan restocking ke dalam
lingkungan alami. Perbaikan habitat berbagai biota perairan pada hakekatnya juga melakukan upaya restocking secara alamiah. Dengan mempertimbangkan peran
mangrove terhadap perikanan tangkap, tambak silvofishery dan tradisional di salah satu sisi dan terjadinya degradasi mangrove di sisi lain sebagai masalah
kebijakan, maka diperlukan upaya kebijakan pengelolaan mangrove.
Selanjutnya, desain model kebijakan pengelolaan terpadu mangrove dan perikanan yang
diharapkan dapat tercapainya keberlanjutan perikanan tangkap, budidaya tambak dan mangrove
dapat dilihat pada Gambar 64.
Tinjauan Aspek Perikanan
Berdasarkan analisis model bioekonomi Gordon-Schaefer analisis perikanan tangkap tanpa kehadiran mangrove dengan penyelesaian parameter
biofisik r, q dan K menggunakan pendekatan CYP Clark, Yoshimoto dan Pooley 1992 menunjukan hasil penelitian bahwa performa perikanan sekitar pantai
dengan alat tangkap pukat pantai, jaring klitik dan sero dalam kondisi overfishing secara biologi dan ekonomi dan sumberdaya ikan mengalami degradasi dan
depresiasi lihat Bab 3. Dalam sejarah pengelolaan perikanan di Indonesia, khususnya perikanan pantai skala kecil tidak ada pengelolaan yang berbasis
pengendalian alat tangkap yang legal berbasis input control, seperti pengurangan jumlah alat tangkap kebijakan rasionalisasi untuk mengatasi kondisi overfishing,
kecuali penghapusan alat tangkap trawl pada tahun 1984 yang bernuansa konflik sosial dibandingkan pengendalian alat tangkap.