Zonasi kawasan pesisir Desain Kebijakan Pengelolaan Terpadu Mangrove Dan Perikanan (Studi Kasus Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)

151 Tabel 22 Subelemen pelaku kebijakan pengelolaan mangrove. No. Sub elemen Sumber Keterangan A1 Bappeda RTRW Kabupaten Indramayu 2010- 2025; Diksusi mendalam Lembaga formal pemerintahan yang bertanggung jawab pada aspek penataan ruang yang menangani, perencanaan wilayah Kabupaten Indramayu, termasuk merencanakan pembangunan wilayah pesisir. Pengelolaan mangrove tidak terlepas dari peranan lembaga formal Hasan 2004. A2. Dinas Perikanan dan Kelautan Hasan 2004, Diksusi mendalam Menetapkan kebijakan budidaya tambak dan penangkapan ikan. Pengelolaan mangrove tidak terlepas dari peranan lembaga formal Hasan 2004. A3. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Hasan 2004, Diksusi mendalam Memutusakan kebijakan pengelolaan mangrove Pengelolaan mangrove tidak terlepas dari peranan lembaga formal Hasan 2004. A4. Badan Lingkungan Hidup Hasan 2004, Diksusi mendalam Memutusakan kebijakan pengelolaan mangrove Pengelolaan mangrove tidak terlepas dari peranan lembaga formal Hasan 2004. A5. Perhutani Hasan 2004, Diksusi mendalam Kepedulian BUMN terhadap masyarakat dan lingkungan pesisir. Mengelola lahan berdasarkan peraturan yang berlaku yang diwujudkan dalam bentuk kontrak silvofishery. Pengelolaan mangrove tidak terlepas dari peranan lembaga formal Hasan 2004. A6. Forum DAS Diksusi mendalam Pengelolaan DAS Daerah Aliran Sungai A7. Perguruan Tinggi Diksusi mendalam Kepedulian terhadap lingkungan sekitar melalui penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan lingkungan A8. LSM Hasan 2004, Diksusi mendalam Kepedulian terhadap lingkungan Pengelolaan mangrove tidak terlepas dari peranan LSM dan Kelompok Tani Hasan 2004. A9 Petambak Diksusi mendalam Pelaku usaha budidaya A10 Nelayan Diksusi mendalam Pelaku usaha penangkapan ikan di laut A11 Perusahaan Swasta Pertamina Hasan 2004, Diksusi mendalam Kepedulian BUMN terhadap masyarakat dan lingkungan pesisir Pengelolaan mangrove tidak terlepas dari peranan perusahaan swasta Hasan 2004. Hasil analisis ISM untuk elemen pelaku kebijakan yang berupa plot dari masing-masing subelemen disajikan pada Gambar 40 dan struktur hirarki dari masing-masing subelemen dapat dilihat pada Gambar 41. Dari Gambar 40 terlihat bahwa pelaku kebijakan dalam pengelolaan mangrove yang termasuk dalam peubah bebas meliputi Dinas Perikanan dan Kelautan A2, Dinas Kehutanan dan Perkebunan A3, Badan Lingkungan Hidup A4, Perhutani A5, dan Petambak A9 yang memiliki kekuatan penggerak yang besar, namun memiliki ketergantungan yang sedikit, sedangkan sisa subelemen lainnya merupakan peubah dependen. Dari Gambar 41 diperoleh 7 tujuh level hirarki dan instansi Perhutani merupakan pelaku kebijakan kunci key policy actors. Setiap tindakan pada lingkungan kebijakan tersebut akan membantu keberhasilan pencapaian performa pengelolaan mangrove. 152 Gambar 40 Matriks driver-dependence power untuk pelaku kebijakan Gambar 41 Model struktural pelaku kebijakan pengelolaan mangrove Dengan melihat subelemen-subelemen kunci dari 5 lima elemen penyusun kebijakan, selanjutnya dapat digambarkan desain model kebijakan pengelolaan mangrove untuk mendukung perikanan tangkap dan perikanan budidaya tambak silvofishery dan tambak sederhana. 11 2; 3 ;4; 5; 9 10 9 Sektor IV Independence Sektor III Linkage 8 7 6 5 1 4 Sektor I Autonomous Sektor II Dependence 3 7; 8 2 10 1 6 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 D ri vi n g P o w e r Dependence Power

1. BAPPEDA

9.Petambak 2.Diskanlut 3.Dishutbun 4.BLH 5.Perhutani 6. Forum DAS 7.Perguruan Tinggi

8. LSM

10. Nelayan 11. Perusahaan

Swasta Pertamina L e ve l 3 L e ve l 2 L e ve l 1 153 Gambar 42 Model kebijakan pengelolaan mangrove untuk mendukung perikanan Target Kebijakan Kebijakan mangrove ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antara kondisi aktual luasan mangrove yang terdegradasi dengan kondisi luasan mangrove yang diharapkan. Luasan yang diharapkan direpresentasikan dalam target prosentase luasan mangrove di wilayah pesisir dengan asumsi bahwa lahan tersebut layak untuk mangrove dan tambak. Target tutupan yang diharapkan terdiri atas : a. Target minimal luasan mangrove untuk sempadan pantai 7 dari luasan lahan b. Target luasan mangrove sesuai dengan RUTR Kabupaten Indramayu 14 dari luasan lahan c. Target luasan mangrove untuk pengelolaan silvofishery berkelanjutan 50 dari luasan lahanNur 2002. d. Target luasan mangrove pengelolaan silvofishery ketentuan Perhutani 80 dari luasan lahan. Untuk menghilangkan kesenjangan dan sekaligus meningkatkan atau mempertahankan target luas tutupan diperlukan tindakan kebijakan berupa tindakan koreksi terhadap kesenjangan antara fakta dan harapan tujuan mencapai target yang dilakukan oleh pelaku kebijakan. Tindakan koreksi perbaikan dalam upaya peningkatan target luasan mangrove memerlukan upayaperhatian sungguh- sungguh, waktu dan keuangan, sehingga pada tahun tertentu sasaran-target akan tercapai. Dalam sistem dinamik, model untuk mengatasi kesenjangan dikenal sebagai ‗model sasaran yang berubah‘ yakni suatu keadaan di mana terdapat perbedaan antara unjuk kerja yang ditargetkan dengan yang dicapai yang selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan koreksi untuk meningkatkan menurunkan sasaran Muhammadi 2001. Dalam kasus penelitian ini, tindakan perbaikankoreksi berdasarkan tindakan kebijakan dari analisis ISM yang meliputi p engelolaan mangrove berbasis masyarakat, koordinasi terpadu antar Instansi dan Tujuan 1. Kelestarian mangrove 2. Mencegah abrasi dan intrusi air laut 4. Meningkatkan pendapatan petambak Masalah Kebijakan 6. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum

9. Pengalihan hak pengusahaan lahan tambak

10. Kurangnya koordinasi antar Instansi terkait

Kebijakan Pengelolaan Mangrove Lingkungan Kebijakan 1. Abrasi pantai 2. Pencemaran perairan Tindakan kebijakan 1. Pengelolaan mangrove berbasis masyarakat 4. Koordinasi yang terpadu antar Instansi Pelaku kebijakan 2.Dinas Perikanan dan Kelautan 3.Dinas Kehutanan dan Perkebunan 4.Badan Lingkungan Hidup 5.Perhutani 9.Petambak