Analisis FDKN Faktor, Dampak, Kecenderungan, dan Nilai
136
tinggi sekitar 6,7 per tahun di atas standar yang diinginkan, yaitu tidak terjadinya degradasi akan berdampak pada perikanan tangkap dan budidaya
tambak tradisional dan tambak silvofishery.
Tabel 17 Faktor, dampak, kecenderungan, dan nilai dari masalah degradasi mangrove
No. Parameter masalah
kebijakan Dasar Pertimbangan
a
Justifikasi 1
Faktor Apakah masalah tersebut merupakan
faktor penentu
dalam mengatasi
masalah lain yang lebih luas? Apakah masalah tersebut secara kausal dapat
diperhitungkan diukur ? Mangrove merupakan habitat bagi biota
perairan, sehingga dapat mendukung aktivitas perikanan. Kondisi overfishing
sumberdaya ikan perlu solusi kebijakan dari sisi perbaikan habitatnya. Semakin
banyak luasan mangrove ha akan semakin banyak ikan komersial yang
dihasilkan kg.
2 Dampak
Apakah jika masalah tersebut ditangani atau direspon oleh kebijakan maka
akan membawa
manfaat kepada
masyarakat luas atau berdampak pada peningkatan
kesejahteraan publik?
Apakah penanganan masalah tersebut bermanfaat secara sosial dan ekonomi
menguntungkan bagi masyarakat dan secara
lingkungan menjamin
kelestarian sumberdaya alam dan jasa- jasa lingkungan ?
Kerusakan ekosistem pantai mangrove berpengaruh pada sumberdaya perikanan
sekitar pantai
mengingat fungsinya
sebagai spawning
ground ,
nursery ground, feeding gorund
. Karenanya, kerusakan ekosistem mangrove perlu
ditanggulangi. Kerusakan
lingkungan perairan pantai akan mempengaruhi
komposisi dan kelimpahan stok Subani dan Maria 1991. Melimpahnya stok ikan
di perairan berimplikasi pada peningkatan hasil tangkapan nelayan
3 Kecenderungan
Apakah masalah tersebut sejalan dengan kecenderungan global dan
nasional dan menjadi perhatian publik ?
Meskipun masalah degradasi dalam penelitian ini bersifat lokal kabupaten
namun perhatian kelestarian mangrove sesungguhnya telah menjadi perhatian
nasional dan internasional. Menjadi perhatian pemerintah dengan
menetapkan
kawasan lindung
dan kawasan
sempadan pantai
dengan mangrove RTRW Kabupaten Indramayu
2011-2031. 4.
Nilai Apakah masalah tersebut sesuai dengan
nilai-nilai dan harapan-harapan kultural yang berkembang pada masyarakat
lokal? Apakah masalah tersebut secara budaya
diterima atau
diakui keberadaannya ?
Banyak program-program penanaman mangrove di lahan pesisir, baik oleh
Pemerintah Daerah maupun Perusahaan yang bekerjasama dengan masyarakat
setempat Hasan 2004; Nur 2002. Adanya pola silvofishery menunjukkan
keterpaduan antara tambak dan mangrove Nur 2002.
Sumber : Suharto 2010 dan
a
dimodifikasi.
iv Struktur masalah kebijakan
Kabupaten Indramayu masih dihadapkan pada masalah rendahnya tingkat kelestarian lingkungan RTRW Kabupaten Indramayu 2011-2031, termasuk
masalah degradasi mangrove. Beragamnya penyebab timbulnya masalah kebijakan akar masalah perlu dilakukan upaya strukturisasi, sehingga dapat
diketahui penyebab masalah utama. Metode perumusan masalah kebijakan dalam penelitian adalah metode hirarki dengan teknik ISM. Dengan metode tersebut
akan dilihat masalah kebijakan secara terstruktur dengan hasil akhir berupa struktur masalah kebijakan degradasi mangrove dengan hubungan kontekstual
137
struktur adalah prioritas : sub-elemen penyebab masalah kebijakan yang satu lebih menimbulkan menyebabkan mendorong atau lebih berkontribusi besar
terhadap degradasi mangrove
dibandingkan dengan sub-elemen masalah yang lainnya. Berdasarkan kajian referensi, pengamatan lapangan dan diskusi
mendalam diperoleh sub-subelemen dari elemen masalah degradasi mangrove Tabel 18.
Tabel 18 Subelemen dari elemen masalah degradasi mangrove
No. Sub elemen
Sumber Keterangan
A. Teknis M1
Pola empang
parit menimbulkan
kendala teknis dalam budidaya
ikanudang. Hasan 2004,
Gumilar 2010, Diskusi mendalam,
pengamatan Caren parit bodeman pada pola
empang parit
merupakan tempat
pemeliharaan ikan mengelilingi mangrove yang letaknya di bagian
tengah. Permasalahan teknis yang dihadapi petambak adalah i kesulitan
panen, ii keberadaan mangrove dapat menarik predator ikan, seperti burung,
biawak; iii mengurangi ruang gerak ikan dan iv mengurangi intensitas
sinar matahari yang masuk ke dalam perairan.
M2 Masih adanya penggunaan
pestisidaobat-obatan dalam budidaya tambak
Diskusi mendalam, pengamatan.
Dalam kontrak silvofishery terdapat ketentuan
tidak diperbolehkanya
penggunaan pestisida
untuk memberantas
hama tambak.
Penggunaan pestisida selain dapat membunuh biota perairan juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan
mangrove. Faktanya
masih ada
penggunaan pestisida. B. Ekonomi
M3 Keuntungan petambak
silvofishery di lahan
Perhutani relatif kecil Nur 2002,
Hasan 2004, Gumilar 2010.
Pendapatan petambak silvofishery Rp 1.728.440,00 per bulan Gumilar
2010. Tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan berkorelasi nyata dengan
pengetahuan
masyarakat terhadap
mangrove Hasan 2004. Pendapatan yang rendah sebagai akibat adanya
kendala teknis dan ketentuan kontrak silvofishery
yang lebih
condong terhadap luasan mangrove yang lebih
besar, sehingga petambak berupaya memperluas tambak dengan cara
mengkonversi mangrove.
Oleh karenanya perlu tindakan kebijakan
yang berupaya
memperhatikan peningkatan
pendapatan petambak
dengan tetap menjaga keberadaan mangrove.
C. Sosial
138 No.
Sub elemen Sumber
Keterangan
ekonomi hutan mangrove jasa lingkungan lainnya. Dalam
pandangan masyarakat,
mangrove sebagai kayu bakar dan tempat
berlindung ikan, serta mencegah abrasi. Dengan demikian pemahaman akan
fungsi mangrove belum utuh. Kawasan hutan lindung yang berupa
tegakan hutan bakau, banyak beralih fungsi
menjadi tambak
RTRW Kabupaten Indramayu 2011-2031.
M5 Kurangnya partisipasi
masyarakat dalam pelestarian mangrove
Hasan 2004; Gumilar 2010
Partisipasi masyarakat masih rendah terhadap keberadaan hutan mangrove
yang mempunyai fungsi ekologi dan fungsi ekonomi.
D. Kelembagaan M6
Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
Gumilar 2010, RTRW
Kabupaten Indramayu 2011-
2031, Diskusi mendalam
Kerusakan hutan menjadi semakin serius akibat tindakan perambahan
secara langsung oleh masyarakat, dan secara tidak langsung oleh pengusaha
komersial
karena lemahnya
pengawasan dan penegakan hukum RTRW Kabupaten Indramayu 2011-
2031. Pengawasan dan penegakan hukum
diperlukan dalam
upaya menjaga keberadaan mangrove.
M7 Terbatasnya luasan
tambak dalam kontrak silvofishery
untuk budidaya
Nur 2002, Hasan 2004, Gumilar
2010, Diskusi mendalam
Dalam kelembagaan kontrak proporsi luasan mangrove dan tambak adalah
80 : 20 terhadap 2 ha lahan garapan . Menurut Nur 2002 dan Hasan
2004
ketentuan ini
sulit diimplementasikan
karena kontrak
silvofishery lebih menekankan aspek
konservasi dan kepemilikan lahan. M8
Pengelolaan mangrove selama ini dilaksanakan
secara non-partisipatif kurang melibatkan
masyarakat Hasan 2004,
Diskusi mendalam Program rehabilitasi yang dilakukan
instansi sebagian besar non partisipatif kurang melibatkan masyarakat dan
masyarakat sebagai pelaksana. Instansi hanya meminta masyarakat untuk ikut
serta dalam kegiatan penanaman saja, sehingga
identifikasi masalah,
monitoring dan evaluasi tidak ada.
M9 Adanya pengalihan hak
pengusahaan lahan hutan Perhutani dari Petambak
kontrak ke Petambak lainnya
Hasan 2004, Diskusi mendalam
Pihak pertama
dalam kontrak
silvofishery mengalihkan
hak garapannya kepada pihak kedua dan
pihak kedua ini tidak mengetahui aturan kontrak, akibatnya ketentuan
pola 20 dan 80 tidak tercapai.
M10 Kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah
RTRW Kabupaten
Indramayu 2011- 2031, Diksusi
mendalam Permasalahan yang dihadapi dalam
aspek pemerintahan antara lain masih belum optimalnya peran pemerintah
baik sebagai fasilitator, regulator dan motivator, hal ini terlihat dari masih
rendahnya
keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan
RTRW Kabupaten Indramayu 2011-2031.
139
Hasil analisis ISM untuk elemen masalah kebijakan yang berupa plot dari masing-masing subelemen disajikan pada Gambar 32 dan struktur hirarki dari
masing-masing subelemen dapat dilihat pada Gambar 33. Dari Gambar 32 terlihat bahwa masalah degradasi mangrove berupa
lemahnya pengawasan dan penegakan hukum M6; adanya pengalihan hak pengusahaan lahan hutan Perhutani dari Petambak ke Petambak lainnya M9 dan
kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah M10 adalah termasuk peubah bebas. Dalam hal ini peubah tersebut memiliki kekuatan penggerak yang besar,
namun memiliki ketergantungan yang sedikit. Penyebab masalah degradasi mangrove lainnya M3, M4, M5, M7, M8 adalah termasuk peubah pengait dari
sistem. Timbulnya masalah-masalah tersebut akan menyebabkan terjadinya degradasi mangrove, sedangkan adanya solusi tindakan terhadap masalah
tersebut akan mencegah terjadinya degradasi mangrove.
Gambar 32 Matriks driver-dependence power untuk elemen masalah degradasi mangrove
Dari Gambar 33 diperoleh 3 tiga level hirarki dan masalah kunci key problems adalah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum M6; adanya
pengalihan hak pengusahaan lahan hutan Perhutani dari Petambak ke Petambak lainnya M9 dan kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah M10,
sehingga upaya solusi degradasi perlu difokuskan pada masalah-masalah tersebut M9 dan M10.
Kurangnya koordinasi antar instansi, termasuk dalam solusi status mangrove sebagai kawasan lindung yang tidak boleh dilakukan
pemanfaatan, namun dalam faktanya dilakukan pemanfaatan untuk tambak. Pengalihan lahan Perhutani sering terjadi berupa pengalihan hak pengusahaan
lahan dengan cara ganti garapan kepada petambak lain, menyewakan lahan, atau pun bagi hasil atas lahan Perhutani. Kondisi ini menyebabkan kepedulian
petambak dalam mengelola mangrove rendah mengingat penyewa maupun petambak bagi hasil berorientasi jangka pendek dengan mengutamakan
keuntungan.
10
6; 9; 10
9
Sektor IV Independence Sektor III Linkage
8 7
3 ;4; 5; 7; 8
6 5
4
Sektor I Autonomous Sektor II Dependence
3 2
1
1
2
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
D ri
vi n
g Po
w e
r
Dependence Power
140
Gambar 33 Model struktural masalah kebijakan : degradasi mangrove Elemen Tujuan Kebijakan
goals policy
Penetapan tujuan kebijakan diperlukan sebagai dasar pijakan dalam merumuskan alternatif intervensi tindakan yang diperlukan. Pertanyaan yang
diajukan terkait dengan pencarian literatur dan diskusi pakar adalah tujuan ‗apa‘ yang ingin dicapai dalam mengelola mangrove termasuk upaya mengatasi
masalah degradasi mangrove. Hubungan kontekstual dalam elemen tujuan adalah sub-elemen tujuan yang satu lebih penting atau mempunyai prioritas atau
lebih mendukung tercapainya dari suatu sub-elemen tujuan yang lain dalam pengelolaan mangrove. Berdasarkan kajian referensi, pengamatan lapangan dan
diskusi mendalam diperoleh sub-subelemen dari elemen tujuan kebijakan Tabel 19.
Tabel 19 Subelemen dari elemen tujuan kebijakan pengelolaan mangrove
No. Sub elemen
Sumber Keterangan
T1 Kelestarian mangrove
RTRW Kabupaten Indramayu 2011-2031,
Hasan 2004, Diksusi mendalam
Pengembangan kawasan lindung di wilayah pesisir mencakup Kawasan
hutan lindung, sempadan pantai di Kabupaten
Indramayu bertujuan
untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya
dukung lingkungan dan menjaga keseimbangan
ekosistem antar
wilayah guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan RTRW
Kabupaten Indramayu 2011-2031. T2
Mencegah abrasi dan intrusi air laut
Gumilar 2010, RTRW Kabupaten Indramayu
2011-2031, Diksusi mendalam
Fenomena abrasi dan intrusi laut sudah lama terjadi.