Ekskresi dan Regulasi Logam

2.9. Distribusi dan Akumulasi Logam dalam Jaringan Logam baik esensial maupun nonesensial yang diserap ke dalam tubuh hewan air, akan didistribusikan ke dalam jaringan dan ditimbun dalam jaringan tertentu. Dalam keadaan normal, jumlah logam seng Zn yang diperlukan untuk proses enzimatik biasanya sangat sedikit. Dalam keadaan lingkungan yang tercemar keperluan logam esensial ini Fe, Cu, Zn, Co, Mn, Mo, Se, dan Ni akan menjadi berlebihan walaupun semua logam berat tersebut bersifat menghambat sistem enzim enzim inhibitor. Yang mengherankan adalah kandungan logam yang tinggi yang ditemukan pada jaringan beberapa spesies hewan air yang mempunyai regulasi sangat buruk terhadap logam Fujiki, 1973 dalam Darmono, 1994. Mekanisme proteksi sementara terhadap toksisitas logam tersebut mungkin disebabkan oleh tersedianya kapasitas pengikatan logam yang lebih banyak pada organisme tertentu seperti protein, polisakarida dan asam amino. Penelitian telah dilakukan dengan menginjeksi seng Zn ke dalam tubuh hewan air jenis krustasea Austropotamobius pallipes dengan dosis tiga puluh kali dari normal. Hal ini mengakibatkan konsentrasi seng tertinggi ditemukan dalam darah yang berikatan dengan protein darah, tetapi hal ini ternyata hanya sementara, kemudian seng tersebut diserap oleh hepatopankreas dalam waktu dua hari Bryan, 1967. Pada krustasea lain Procamburus clarkii, tembaga Cu dan besi dalam bentuk granula banyak ditemukan dalam sel-sel hepatopankreas Ogura, 1989. Sedangkan pada udang galah Penaeus merguiensis kadmium Cd dan nikel Ni yang tinggi juga ditemukan dalam hepatopankreas Darmono, 1990. Pada binatang lunak moluska sel leukosit sangat berperan dalam sistem translokasi dan detoksikasi logam. Hal ini terutama ditemukan pada kerang kecil oyster yang hidup dalam air yang terkontaminasi dengan Cu, adalah tembaga ini akan terikat pada sel leukosit sehingga menyebabkan kerang tersebut berwarna kehijau-hijauan Darmono, 1995. Distribusi dan akumulasi setiap logam berat yang masuk ke dalam tubuh sangat berbeda-beda untuk setiap organisme air. Hal ini tergantung pada spesies, konsentrasi logam dalam air, pH, fase pertumbuhan dan kemampuan untuk melakukan migrasi ke tempat yang lebih aman Darmono, 1995.

2.10. Ekskresi dan Regulasi Logam

Walaupun laju pertambahan kandungan logam memiliki hubungan yang erat dengan konsentrasi logam dalam air, tetapi hal ini tidak menjamin bahwa konsentrasi logam dalam jaringan hewan mencerminkan konsentrasi logam dalam air. Gambar 4 memperlihatkan sistem biogeokimia logam dalam lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan manusia. Beberapa spesies organisme mampu mengeluarkan logam dalam jumlah yang relatif besar dari tubuhnya regulasi. Pada tanaman air, ekskresi dan regulasi belum banyak diketahui, mungkin logam diekskresi dengan jalan difusi. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa ekskresi logam Cu oleh fitoplankton bersamaan dengan ekskresi bahan-bahan organik pada proses detoksikasi. Skaar et al., 1974 melaporkan bahwa konsentrasi Ni dalam diatom Phaeodac-tyhim tricornutum proporsional dengan konsentrasi Ni dalam air sampai batas 0,75 ppm. Bila konsentrasi naik, logam tersebut diekskresikan. Absorpsi proporsional dan regulasi juga terjadi pada ganggang air tawar Chlorella pyrenoidosa terhadap logam Cu dan Zn Darmono, 1995. Pada beberapa jenis binatang lunak seperti moluska, ekskresi logam dilakukan dalam beberapa cara yang agak berbeda-beda. Scallop, jenis keong laut, mengeluarkan logam dari tubuhnya dalam bentuk granula dari ginjalnya, sedangkan Cardium edulis, jenis moluska laut mengeluarkan logam dalam bentuk bola-bola kecil dari sel-sel saluran pencernaannya. Pada kerang kecil oyster, partikel-partikel logam Fe dikeluarkan dari pinggir mantelnya dan sel darah putih sangat berperan dalam penyerapan dan pengeluaran logam. Pada daerah yang terkontaminasi logam, organisme laut mengabsorpsi Cd lebih proporsional, sedangkan pada daerah yang cukup bersih dan tidak terkontaminasi, absorpsinya kurang proposional. Pada krustasea dekapoda jenis udang logam esensial seperti Zn, Cu dan Mn, absorpsinya dapat diregulasi, sedangkan logam Cd tidak bisa diregulasi. Logam yang diregulasi oleh organisme ialah logam yang pada konsentrasi tertentu dalam air, tidak diakumulasi terus menerus oleh organisme tersebut dan dikeluarkan dari tubuh mereka ekskresi sehingga konsentrasi dalam jaringan tetap, contohnya logam esensial tembaga Cu. Sedangkan logam yang tidak diregulasi oleh organisme air ialah logam yang terus menerus terakumulasi dalam jaringan organisme tersebut, sehingga konsentrasi logam dalam jaringan naik secara terus menerus seiring dengan meningkatnya konsentrasi dalam air, dan logam ini hanya sedikit yang diekskresikan, misalnya logam non esensial seperti Pb, Cd dan Hg. 2.11. Pengaruh Toksisitas Logam pada Hewan Air Semua hewan air sangat dipengaruhi oleh logam yang terlarut dalam air, terutama bila konsentrasinya sudah melebihi normal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi toksisitas logam yang terdapat dalam air terhadap biota yang hidup di suatu lingkungan perairan yaitu : a. Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut b. Pengaruh interaksi antara logam dan toksikan lainnya c. Pengaruh lingkungan misalnya suhu, kadar garam, pH dan oksigen terlarut. d. Kondisi biota, fase siklus hidup, besarnya ukuran organisme, jenis kelamin, dan kecukupan kebutuhan nutrisi. e. Kemampuan biota untuk menghindar dari pengaruh pencemaran f. Kemampuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap bahan toksik logam. Logam dalam organisme air menurut Simkis dan Mason 1984 terdiri dari dua macam yaitu Kelas A Na, K, Ca dan Mg yang bersifat elektrostatik dan bila dalam larutan garam terbentuk ion hidrofilik. Sedangkan kelas B Cu, Zn dan Ni merupakan komponen kovalen dan jarang berbentuk ion bebas. Yang menjadi perhatian bagi pengamat lingkungan adalah logam kelas B yaitu disamping Cu, Zn dan Ni, logam yang bersifat toksik seperti Cd, Pb dan Hg. Logam kelas B ini bila masuk ke dalam sel biota biasanya selalu proporsional dengan tingkat konsentrasinya dalam air, sehingga dapat terikat dengan adanya ketersedian ligan dalam sel. Respon sel terhadap masuknya logam tergantung pada sel-sel sebagai berikut Gambar 4. a. Sel yang mengandung ligan berlebihan dan sesuai untuk ikatan logam yang masuk, maka logam dapat terikat sepenuhnya dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme b. Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dapat mensintesis ligan lagi bila diperlukan, sehingga masih dapat mengikat logam yang masuk dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme. c. Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi masih dapat mensintesis ligan dengan jalan mengusir logam yang telah terikat untuk keluar sel. d. Sel yang mengandung ligan terbatas tetapi dalam proses pengikatannya terjadi kompetisi antara logam itu sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. m m m n m n x x x x mx mx mx my y my ny y mX mX mX my Sel masih tersedia ligan dan sudah mengikat logam mx tetapi masih Sel mengandung ligan terbatas, tetapi dlm proses pengikatannya Sel masih tersedia ligan terbatas, masih dapat mensintesis ligan Sel masih tersedia ligan x untuk mengikat logam a b c d Gambar 4. Model pengikatan logam dalam sel Senyawa logam berat seperti HgCl 2 dapat masuk lebih cepat Hg 2+ ke dalam sel melalui lapisan lipida dari dinding sel dari pada ion Na + . Diduga bahwa kelompok logam kelas B yang merupakan logam berat, sangat mudah dan cepat melakukan penetrasi ke dalam tubuh organisme air dari pada logam kelas A, Toksisitas logam kelas B terhadap organisme tidak diragukan lagi, sehingga kerusakan yang ditimbulkan terhadap jaringan organisme air terjadi pada organ yang peka seperti insang dan usus, kemudian ke jaringan bagian dalam seperti hati dan ginjal sebagai tempat logam terakumulasi.

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur selama 3 tiga bulan dari bulan Pebruari sampai April 2005.

3.2. Metode Pengambilan Data dan Pengukuran

3.2.1. Penentuan Stasiun Pengamatan Penentuan stasiun pengamatan pada lokasi penelitian didasarkan pada pendekatan konseptual dengan melakukan survey terhadap kegiatan yang diperkirakan sebagai sumber pencemaran di lingkungan perairan. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari lima stasiun pengamatan yaitu stasiun satu ST.1 Pelabuhan Tenau, stasiun dua ST.2 Namosain, stasiun tiga ST.3 Muara Sungai Dendeng, stasiun empat ST.4 Pasar Oeba dan stasiun lima ST.5 Muara Sungai Oesapa. Untuk lebih jelasnya titik pengambilan sampel dapat dilihat pada peta lokasi penelitian Gambar 5. Gambar 5. Peta lokasi pengambilan sampel 123.52 °B T 123.54 °B T 123.56 °B T 123.58 °B T 123.6 °B T 123.62 °B T 123.64 °B T 123.66 °B T -1 .2 2 ° L S -1 .2 ° L S -1 .1 8 ° L S -1 .1 6 ° L S -1 .1 4 ° L S Jalan A rteri Jalan K olektor Jalan Lokal B atas K abupatenK ota B atas K ecam atan S ungai P em ukim an P erkebunan H utan Raw a S em ak B elukar R um putTanah K osong M angrove T egalanLadang D anau E m pang S aw ah Irigasi P asang Surut, Pasir T am bang G aram D arm aga B andara S k ala 1 : 1 0 0 .0 0 0 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 PET A LO K ASI PE NE LIT IA N D I T ELU K K U PAN G N U SA T EN G G A R A TIM U R 123.4 123.6 -10.3 -10.2 -10.1 Ind eks P eta P .S E M AU P . K U P AN G Teluk Kupang S u m be r : P e ta Ru p a B um i Digital In do n es ia S k ala 1 : 25 .0 0 0 B A DA N K O O R DINA S I S U R V EY D A N P E M ET A A N N AS IO N A L K eterangan : Tlk. Nam osan N am baunsabu Kotamadya Kupang K upang Kecam atan K upang U tara Kecam atan K upang Tengah O esapa T g . B atun o n a T lk .L es ia n a Teluk K upang T lk .K e la p a sa tu D esa Alak T g . B ulutun g D esa Penfui D esa Liliba D esa O ebufu Kecam atan K upang Selatan Kecam atan K upang Barat Kabupaten Kupang