BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya hampir semua kegiatan dalam kehidupan manusia tidak dapat dihindarkan dari suatu risiko, dimana risiko yang terjadi salalu membawa
dampak yang kurang menguntungkan. Risiko tersebut dapat berupa sakit, kecelakaan, kematian dalam usia muda, hilangnya harta benda proses ketuaan lebih
awal mengakibatkan kelemahan fisik, hilangnya pekerjaan sehingga pendapatan keluarga terhenti, dan sebagainya. Oleh karenanya, manusia selalu berusaha keras
untuk mendapatkan pengamanan sejak mereka ada. Pada mulanya, rasa aman itu ada apabila ada jaminan atas tersedianya makanan dan tempat tinggal.
Apabila kita membaca sejarah kerajaan Mesir kuno, kita dapat mengetahui bagaimana rakyat Mesir meyisihkan sebagaian dari hasil panennya sewaktu
memperoleh hasil panen yang baik, guna mengamankan persediaan makanan sewaktu mereka berada pada musim kering.
1
Dalam menghadapi risiko kemungkinan kehilangan atau kerugian manusia mengambil sikap:
1. Melakukan Antisipasi.
1
Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Asuransi Yogyakarta : BPFE,1995, hal. 1
Cara yang paling jelas dan mudah adalah menghindari risiko. Kita dapat menghindari kemungkinan risiko luka atau kematian akibat kecelakaan pesawat
terbang atau kita dapat menghindari risiko rugi pada bursa saham dengan tidak membeli saham.
2. Menghindari risiko. Kita dapat mengontrol risiko dengan cara pencegahan. Untuk mencegah
kemungkinan kehilangan mobil kita dapat menerapkan langkah-langkah pencegahan seperti pemasangan kunci ekstra, alarm mobil.
3. Menerima kemungkinan terjadinya risiko. Menerima risiko berarti menerima semua tanggung jawab finansial pada risiko
tersebut. 4. Mengalihkan kemungkinan kerugian atau kehilangan tersebut supaya tidak
terjadi. Ketika seseorang mentransfer atau mengalihkan risiko ke pihak lain, orang itu
mengalihkan tanggung jawab finansialnya untuk suatu risiko kepada pihak lain yang membayar jasa tersebut. Cara paling umum untuk individual, keluarga, dan
bisnis untuk metode ini biasanya melalui asuransi. Sikap-sikap diatas dapat mengatasi risiko yang dihadapi, sehingga sejak
lama orang mencari cara lain untuk mengatasi risiko tersebut yang sekarang dikenal sebagai lembaga asuransi.
2
2
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar Grafika,1992. hal 15
Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengkombinasikan ketidakpastian akan
adanya kerugian keuangan financial.
3
Dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu kontrak parjanjian pertanggungan risiko antara tertanggung sama
penanggung. Penanggung berjanji akan membayar kerugian yang disebabkan terjadinya risiko yang dipertanggungkan. Sedangkan tertanggung membayar premi
secara periodik kepada penanggung. Di dalam industri asuransi, secara operasional, risiko itu diartikan sebagai kerugian yang tidak pasti. Artinya, risiko mempunyai
dua unsur, yaitu mungkin terjadi mungkin tidak.
4
Ada beberapa macam resiko yang perlu di pertimbangkan: 1. Risiko Murni pure risk
Yaitu suatu risiko yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga sebelumnya. Kalau ketidakpastian itu terjadi, maka yang ada hanya kerugian.
2. Risiko spekulasi spekulatif risk Pada risiko ini, terdapat dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk
memperoleh keuntungan atau kerugian. Contohnya seorang menderita kerugian bila harga saham itu turun atau akan mendapatkan keuntungan bila harga saham
itu naik.
3
AM. Hasan Ali, AsuransDalam Pespektif Hukum Islam Suatu Tinjauan analisis Historis Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Kencana, 2004 hal. 60
4
Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-PrinsipManajemen Risiko dan Asuransi Jakarta. Salemba Empat hal. 3
Tidak semua risiko dapat diasuransikan atau dipertanggungkan. Risiko yang dapat diasuransikan sebenarnya risiko jenis murni yang tidak dapat dihindarkan.
Risiko jenis ini, seperti kebakaran, kematian, jatuh sakit, kecelakaan dan sebagainya tidak dapat sepenuhnya dihindarkan kerena memang merupakan bagian dari
kehidupan manusia. Dengan asuransi, risiko beralih dari pihak tertanggung kepada pihak
penanggung perusahaan asuransi sehingga bila risiko tersebut terjadi dapat mengurangi beban kerugian yang harus ditanggungnya.
Pasal 1336 ayat 1 KUHP mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya
perkataan “semua” dalam pasal tersebut berarti juga berlaku bagi perjanjian asuransi.
5
Melalui perjanjian asuransi, orang dapat mengalihkan berbagai risiko yang dihadapi. Dengan demikian, manfaat asuransi adalah mengurangi ketidakpastian
karena risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Seseorang membayar premi untuk mengganti ketidakpastian disebabkan oleh kemungkinan kerugian. Artinya, risiko
itu dapat dikelola ataupun dialihkan pada pihak lain perusahaan asuransi yang satu dengan yang lainnya dapat memiliki keterikatan yang saling menguntungkan.
Di dalam dunia bisnis tertentu, misalnya perdagangan, perbankan dan perasuransian, terdapat kecenderungan untuk menggunakan apa yang dinamakan
5
Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung. Asuransi Deposito, Usaha Persauransian
Bandung PT Alumni 2004 Cet. 3 Hal 12
kontrak atau akad yang sebelumnya oleh pihak perusahaan telah menetapkan secara sepihak yang isinya dapat digunakan secara berulang-ulang dengan berbagai
pihakkonsumen perusahaan tersebut. Dalam Akad tersebut sebagian besar isinya sudah ditetapkan oleh pihak perusahaan yang tidak membuka kemungkinan untuk
dinegoisasikan lagi. Dapat difahami bagi pelaku usaha, pemberlakuan dokumen ini adalah supaya pelaku usaha tidak berulang-ulang membuat perjanjian dengan
konsumen yang berbeda-beda, karena pelaku usaha mempunyai puluhan, ratusan bahkan ribuan konsumen. Jika setiap konsumen diadakan pejanjian yang berbeda-
beda, tentunya ini akan membuang waktu tenaga dan bahkan biaya. Artinya bagi pelaku usaha asuransi, pertimbangan utama digunakannya perjanjian baku adalah
pertimbangan efisiensi. Perumusan kontrak baku atau perjanjian tertulis membutuhkan keterampilan
redaksional hukum yang hanya dimiliki oleh ahli hukum atau pengacara yang tentunya membutuhkan biaya yang mahal. Atas dasar itu banyak orang
menggunakan perjanjian sejenis dibuat dan digunakan secara massal.
6
Perjanjian dibuat karena tidak memperlukan waktu yang lama untuk melakukan negoisasi. Jadi Akad muncul dengan latar belakang sosial, ekonomi dan
praktis. Adanya Akad karena dunia bisnis memang membutuhkannya. Oleh karena itu Akad diterima oleh masyarakat.
6
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta, Kencana, 2004 hal. 186
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk melakukan akadperjanjian dengan siapapun. Perjajian diantara satu pihak dengan pihak lain tersebut bersifat
privat, artinya hanya mengikat kedua belah pihak. Karena itu pihak lain tidak mempunyai hak untuk ikut campur dalam perjanjian tersebut, tidak juga negara
dalam bentuk undang-undang.
7
Negara hanya bisa melakukan intervensi dalam hubungan privat perdata apabila salah satu pihak yang melakukan perdata berada
dalam posisi yang lemah. Negara mempunyai tugas untuk melindungi pihak yang lemah tersebut agar mempnyai posisi yang kuat. Misalnya pihak perjanjian itu harus
memenuhi syarat-syarat sah perjanjian, bahwa materi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan poeraturan perundang-undangan, keterlibatan dan kesusilaan
bahwa perjanjian tidak boleh timbul akibat dari adanya paksaan, kekhilafan ataupun penipuan.
8
Sedangkan apabila seseorang membuat perjanjian sewa-beli ataupun macam-macam bentuk perjanjian lain, asalkan tidak bertentangan dengan hal-hal
tersebut diatas maka perjanjian tersebut tetap sah dan tidak ada otoritas manapun yang berhak membatalkannya kecuali atas kesepakatan kedua belah pihak. Hal yang
mengikat perilaku atau keadaan demikian adalah apa yang disebut “Asas Kebebasan Bersepakat”
7
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, h 188
8
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, hal 189
Pada dasarnya, hukum perikatan Islam juga menganut asas kebebasan berkontrak yaitu suatu perikatan atau perjanjian akan sah dan mengikat kedua belah
pihak apabila ada kesepakatan suka sama suka antaradhin yang terwujud dalam dua pilar yaitu ijab penawaran dan qabul penerimaan. Namun demikian
tentunya sangat berbeda dalam hal prinsip-prinsip dalam rangka pembatasan asas kebebasan berkontrak tersebut. Karena pembatasan yang diberikan dalam asas
kebebasan berkontrak dalam KUHP adalah buatan manusia berupa undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum, sementara pembatasan dalam konsep syariah
adalah dari firman Allah dalam Al-Quran dan pernyataan Nabi Muhammad dalam Hadist as-sunnah.
9
Dengan demikian tentu saja perbedaan sangat esensial dalam pembatasan- pembatasan yang diberikan kedua konsep tersebut. Misalnya dalam konsep syariah
sebuah perjanjian atau akad tidak boleh memuat lima hal berikut; a. Membuat dan menjual barang najis.
b. Mengandung barang-barang yang tidak bermanfaat dalam Islam. c. Mengandung gharar tidak jelas.
d. Mengandung riba. e. Perjudian.
9
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. hal 190
Suatu akad dalam hukum Islam harus dilandasi adanya kebebasan kehendak dan kesukarelaan dari masing-masing pihak yang mengadakan transaksi. Allah
berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 29 :
+, . 01 2
+ 3
4 35 6
7 8, 9 :
; =
9 ?
A C5
DE FG A
H635 6 IJ
3 KLM N O
.
Artinya: “Hai orang-orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara bathil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh drimu sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu”.
an-Nisa’- 29
Hukum Islam memberikan kebebasan bersepakat pada setiap orang untuk melakukan akad sesuai yang diinginkan, sebaliknya apabila ada unsur pemaksaaan
atau pemasungan kebebasan akan menyebabkan legalitas Akad yang dihasilkan batal dan tidak sah. Firman Allah dalam Al-Quran surat al-Maidah ayat 1 :
M
5 3
A P
NQ :
LMS T UV
GCW X 35
AOY C ZY
[ \9I]
_` a
bMcd CG
]e 9 N H635
f b _9
.
Artinya : Hai orang-orangorang yang beriman penuhilah aqad-aqad itu. Di halalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. yang demikian itu dengan tidak menghalalkan berburu ketika sedang
mengerjkan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki_Nya
. al-Maidah-1 Asas ini menggambarkan adanya prinsip dasar muamalah yaitu kebolehan
mubah yang mengandung arti bahwa hukum Islam memberi kesempatan luas perkembangan bentuk dan macam muamalah baru sesuai perkembangan kebutuhan
hidup manusia.
10
Namun kebebasan berakad tersebut memiliki batasan terhadap hal-hal yang sudah dilarang dalam syariat, Tujuan dari pembatasan tersebut adalah untuk
menjaga agar tidak terjadi penganiayaan terhadap sesama manusia. Dalam industri asuransi khususnya asuransi jiwa life insurance, hubungan
antara penanggung perusahaan asuransi dengan tertanggung konsumen yang membeli asuransi diikat oleh perjanjian baku yang dikenal dengan istilah polis.
Polis menurut pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD merupakan bukti utama adanya perjanjian antara tertanggungpemengang polis
dengan perusahaan asuransi sebagai penanggung, yang oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen disebut Pelaku Usaha.
Dalam praktek sehari-hari, seringkali calon tertangungpemegang polis sebagai calon konsumen jarang bahkan ada yang sama sekali tidak membaca dan
atau mempelajari polis yang dibelinya. Hal itu biasanya terjadi karena perusahaan asuransi menerbitkan polis dengan huruf yang berukuran kecil, sehingga sulit untuk
10
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, hal. 192
memahami isi polis. Dengan tidak membaca apalagi memahami isi standar polis, pada akhirnya menyebabkan tertanggungpemengang polis tidak memahami hak
dan kewajibannya selaku konsumen asuransi, yang pada akhirnya seringkali menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
Hak-hak konsumen dalam praktek kehidupan sehari-sehari sering juga tidak diterapkan. Hal ini karena ketidaktahuan atau keengganan dalam menerapkannya.
Di pihak lain masih banyak produsen yang sering bertindak semena-mena karena ketidak tahuan dan ketidak berdayaan konsumen. Tentu saja itu sangat merugikan
masyarakat, karena setiap hari masyarakat selalu berperan sebagai konsumen barang maupun jasa, dimana masyarkat pasti pernah merasakan adanya kecurangan yang
dilakukan oleh produsen yang akhirnya membuat konsumen kecewa, tidak puas dan bahkan merasa tertipu.
Pasal 18 Undang – Undang No. 8 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur
tentang beberapa
klausulketentuan yang
dilarang untuk
dimuatdicantumkan dalam perjanjian berkontrak. Dengan demikian, ada kewajiban bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan perjanjian yang diterbitkannya dengan
ketentuan tersebut. Pasal 18 UUPK memberikan ancaman batalnya klausula dalam perjanjian yang melanggar ketentuan tersebut. Permasalah tersebut akan penulis
tuangkan dalam skripsi yang berjudul : “Efektifitas Perlindungan Terhadap Pemegang Polis Ditinjau dari Hukum Islam dan UU No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen” Studi Kasus AJB Bumiputera 1912 Cabang Syariah
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah