DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 12
D. Metode Penelitian 13
E. Sistematika Penulisan. 15
BAB II TINJAUAN UMUM AKAD ASURANSI SYARIAH 16
A. Tinjauan Akad Asuransi Syariah 16
B. Pengertian Akad dalam Asuransi Syariah 17
C. Syarat Sahnya Akad Asuransi Syariah 19
D. Jenis-jenis Akad Asuransi Syariah 24 E. Polis Asuransi Syariah
28
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG AJB BUMI PUTERA 1912 35
A. Sejarah Berdirinya AJB Bumiputera 35
B. Latar Belakang Berdirinya Divisi Syariah 36
C. Falsafah Visi dan Misi 37 D. Landasan Operasional
39 E. Produk-produk dan Manfaatnya
42 F. Stuktur dan Keanggotaan AJB Bumiputera 1912 Cabang Syariah 49
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS DALAM AKAD ASURANSI SYARIAH PADA AJB BUMIPUTERA 1912 CABANG
SYARIAH 52
A. Hubungan Akad Asuransi Syariah dengan Hukum Islam 52 B. Hubungan
Antara Penerapan
Akad Asuransi
Syariah dengan
UUPK No 8 1999 55
C. Penerapan UUPK No 8 Tahun 1999 pada Akad Asuransi Syariah 62
D. Dampak Penerapan UUPK No 8 Tahun 1999 pada Akad Asuransi Syariah 68
BAB V PENUTUP 70
A. Kesimpulan 71
B. Saran 72
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya hampir semua kegiatan dalam kehidupan manusia tidak dapat dihindarkan dari suatu risiko, dimana risiko yang terjadi salalu membawa
dampak yang kurang menguntungkan. Risiko tersebut dapat berupa sakit, kecelakaan, kematian dalam usia muda, hilangnya harta benda proses ketuaan lebih
awal mengakibatkan kelemahan fisik, hilangnya pekerjaan sehingga pendapatan keluarga terhenti, dan sebagainya. Oleh karenanya, manusia selalu berusaha keras
untuk mendapatkan pengamanan sejak mereka ada. Pada mulanya, rasa aman itu ada apabila ada jaminan atas tersedianya makanan dan tempat tinggal.
Apabila kita membaca sejarah kerajaan Mesir kuno, kita dapat mengetahui bagaimana rakyat Mesir meyisihkan sebagaian dari hasil panennya sewaktu
memperoleh hasil panen yang baik, guna mengamankan persediaan makanan sewaktu mereka berada pada musim kering.
1
Dalam menghadapi risiko kemungkinan kehilangan atau kerugian manusia mengambil sikap:
1. Melakukan Antisipasi.
1
Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Asuransi Yogyakarta : BPFE,1995, hal. 1
Cara yang paling jelas dan mudah adalah menghindari risiko. Kita dapat menghindari kemungkinan risiko luka atau kematian akibat kecelakaan pesawat
terbang atau kita dapat menghindari risiko rugi pada bursa saham dengan tidak membeli saham.
2. Menghindari risiko. Kita dapat mengontrol risiko dengan cara pencegahan. Untuk mencegah
kemungkinan kehilangan mobil kita dapat menerapkan langkah-langkah pencegahan seperti pemasangan kunci ekstra, alarm mobil.
3. Menerima kemungkinan terjadinya risiko. Menerima risiko berarti menerima semua tanggung jawab finansial pada risiko
tersebut. 4. Mengalihkan kemungkinan kerugian atau kehilangan tersebut supaya tidak
terjadi. Ketika seseorang mentransfer atau mengalihkan risiko ke pihak lain, orang itu
mengalihkan tanggung jawab finansialnya untuk suatu risiko kepada pihak lain yang membayar jasa tersebut. Cara paling umum untuk individual, keluarga, dan
bisnis untuk metode ini biasanya melalui asuransi. Sikap-sikap diatas dapat mengatasi risiko yang dihadapi, sehingga sejak
lama orang mencari cara lain untuk mengatasi risiko tersebut yang sekarang dikenal sebagai lembaga asuransi.
2
2
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar Grafika,1992. hal 15
Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengkombinasikan ketidakpastian akan
adanya kerugian keuangan financial.
3
Dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu kontrak parjanjian pertanggungan risiko antara tertanggung sama
penanggung. Penanggung berjanji akan membayar kerugian yang disebabkan terjadinya risiko yang dipertanggungkan. Sedangkan tertanggung membayar premi
secara periodik kepada penanggung. Di dalam industri asuransi, secara operasional, risiko itu diartikan sebagai kerugian yang tidak pasti. Artinya, risiko mempunyai
dua unsur, yaitu mungkin terjadi mungkin tidak.
4
Ada beberapa macam resiko yang perlu di pertimbangkan: 1. Risiko Murni pure risk
Yaitu suatu risiko yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga sebelumnya. Kalau ketidakpastian itu terjadi, maka yang ada hanya kerugian.
2. Risiko spekulasi spekulatif risk Pada risiko ini, terdapat dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk
memperoleh keuntungan atau kerugian. Contohnya seorang menderita kerugian bila harga saham itu turun atau akan mendapatkan keuntungan bila harga saham
itu naik.
3
AM. Hasan Ali, AsuransDalam Pespektif Hukum Islam Suatu Tinjauan analisis Historis Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Kencana, 2004 hal. 60
4
Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-PrinsipManajemen Risiko dan Asuransi Jakarta. Salemba Empat hal. 3
Tidak semua risiko dapat diasuransikan atau dipertanggungkan. Risiko yang dapat diasuransikan sebenarnya risiko jenis murni yang tidak dapat dihindarkan.
Risiko jenis ini, seperti kebakaran, kematian, jatuh sakit, kecelakaan dan sebagainya tidak dapat sepenuhnya dihindarkan kerena memang merupakan bagian dari
kehidupan manusia. Dengan asuransi, risiko beralih dari pihak tertanggung kepada pihak
penanggung perusahaan asuransi sehingga bila risiko tersebut terjadi dapat mengurangi beban kerugian yang harus ditanggungnya.
Pasal 1336 ayat 1 KUHP mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya
perkataan “semua” dalam pasal tersebut berarti juga berlaku bagi perjanjian asuransi.
5
Melalui perjanjian asuransi, orang dapat mengalihkan berbagai risiko yang dihadapi. Dengan demikian, manfaat asuransi adalah mengurangi ketidakpastian
karena risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Seseorang membayar premi untuk mengganti ketidakpastian disebabkan oleh kemungkinan kerugian. Artinya, risiko
itu dapat dikelola ataupun dialihkan pada pihak lain perusahaan asuransi yang satu dengan yang lainnya dapat memiliki keterikatan yang saling menguntungkan.
Di dalam dunia bisnis tertentu, misalnya perdagangan, perbankan dan perasuransian, terdapat kecenderungan untuk menggunakan apa yang dinamakan
5
Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung. Asuransi Deposito, Usaha Persauransian
Bandung PT Alumni 2004 Cet. 3 Hal 12
kontrak atau akad yang sebelumnya oleh pihak perusahaan telah menetapkan secara sepihak yang isinya dapat digunakan secara berulang-ulang dengan berbagai
pihakkonsumen perusahaan tersebut. Dalam Akad tersebut sebagian besar isinya sudah ditetapkan oleh pihak perusahaan yang tidak membuka kemungkinan untuk
dinegoisasikan lagi. Dapat difahami bagi pelaku usaha, pemberlakuan dokumen ini adalah supaya pelaku usaha tidak berulang-ulang membuat perjanjian dengan
konsumen yang berbeda-beda, karena pelaku usaha mempunyai puluhan, ratusan bahkan ribuan konsumen. Jika setiap konsumen diadakan pejanjian yang berbeda-
beda, tentunya ini akan membuang waktu tenaga dan bahkan biaya. Artinya bagi pelaku usaha asuransi, pertimbangan utama digunakannya perjanjian baku adalah
pertimbangan efisiensi. Perumusan kontrak baku atau perjanjian tertulis membutuhkan keterampilan
redaksional hukum yang hanya dimiliki oleh ahli hukum atau pengacara yang tentunya membutuhkan biaya yang mahal. Atas dasar itu banyak orang
menggunakan perjanjian sejenis dibuat dan digunakan secara massal.
6
Perjanjian dibuat karena tidak memperlukan waktu yang lama untuk melakukan negoisasi. Jadi Akad muncul dengan latar belakang sosial, ekonomi dan
praktis. Adanya Akad karena dunia bisnis memang membutuhkannya. Oleh karena itu Akad diterima oleh masyarakat.
6
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta, Kencana, 2004 hal. 186
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk melakukan akadperjanjian dengan siapapun. Perjajian diantara satu pihak dengan pihak lain tersebut bersifat
privat, artinya hanya mengikat kedua belah pihak. Karena itu pihak lain tidak mempunyai hak untuk ikut campur dalam perjanjian tersebut, tidak juga negara
dalam bentuk undang-undang.
7
Negara hanya bisa melakukan intervensi dalam hubungan privat perdata apabila salah satu pihak yang melakukan perdata berada
dalam posisi yang lemah. Negara mempunyai tugas untuk melindungi pihak yang lemah tersebut agar mempnyai posisi yang kuat. Misalnya pihak perjanjian itu harus
memenuhi syarat-syarat sah perjanjian, bahwa materi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan poeraturan perundang-undangan, keterlibatan dan kesusilaan
bahwa perjanjian tidak boleh timbul akibat dari adanya paksaan, kekhilafan ataupun penipuan.
8
Sedangkan apabila seseorang membuat perjanjian sewa-beli ataupun macam-macam bentuk perjanjian lain, asalkan tidak bertentangan dengan hal-hal
tersebut diatas maka perjanjian tersebut tetap sah dan tidak ada otoritas manapun yang berhak membatalkannya kecuali atas kesepakatan kedua belah pihak. Hal yang
mengikat perilaku atau keadaan demikian adalah apa yang disebut “Asas Kebebasan Bersepakat”
7
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, h 188
8
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, hal 189
Pada dasarnya, hukum perikatan Islam juga menganut asas kebebasan berkontrak yaitu suatu perikatan atau perjanjian akan sah dan mengikat kedua belah
pihak apabila ada kesepakatan suka sama suka antaradhin yang terwujud dalam dua pilar yaitu ijab penawaran dan qabul penerimaan. Namun demikian
tentunya sangat berbeda dalam hal prinsip-prinsip dalam rangka pembatasan asas kebebasan berkontrak tersebut. Karena pembatasan yang diberikan dalam asas
kebebasan berkontrak dalam KUHP adalah buatan manusia berupa undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum, sementara pembatasan dalam konsep syariah
adalah dari firman Allah dalam Al-Quran dan pernyataan Nabi Muhammad dalam Hadist as-sunnah.
9
Dengan demikian tentu saja perbedaan sangat esensial dalam pembatasan- pembatasan yang diberikan kedua konsep tersebut. Misalnya dalam konsep syariah
sebuah perjanjian atau akad tidak boleh memuat lima hal berikut; a. Membuat dan menjual barang najis.
b. Mengandung barang-barang yang tidak bermanfaat dalam Islam. c. Mengandung gharar tidak jelas.
d. Mengandung riba. e. Perjudian.
9
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. hal 190
Suatu akad dalam hukum Islam harus dilandasi adanya kebebasan kehendak dan kesukarelaan dari masing-masing pihak yang mengadakan transaksi. Allah
berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 29 :
+, . 01 2
+ 3
4 35 6
7 8, 9 :
; =
9 ?
A C5
DE FG A
H635 6 IJ
3 KLM N O
.
Artinya: “Hai orang-orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara bathil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh drimu sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu”.
an-Nisa’- 29
Hukum Islam memberikan kebebasan bersepakat pada setiap orang untuk melakukan akad sesuai yang diinginkan, sebaliknya apabila ada unsur pemaksaaan
atau pemasungan kebebasan akan menyebabkan legalitas Akad yang dihasilkan batal dan tidak sah. Firman Allah dalam Al-Quran surat al-Maidah ayat 1 :
M
5 3
A P
NQ :
LMS T UV
GCW X 35
AOY C ZY
[ \9I]
_` a
bMcd CG
]e 9 N H635
f b _9
.
Artinya : Hai orang-orangorang yang beriman penuhilah aqad-aqad itu. Di halalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. yang demikian itu dengan tidak menghalalkan berburu ketika sedang
mengerjkan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki_Nya
. al-Maidah-1 Asas ini menggambarkan adanya prinsip dasar muamalah yaitu kebolehan
mubah yang mengandung arti bahwa hukum Islam memberi kesempatan luas perkembangan bentuk dan macam muamalah baru sesuai perkembangan kebutuhan
hidup manusia.
10
Namun kebebasan berakad tersebut memiliki batasan terhadap hal-hal yang sudah dilarang dalam syariat, Tujuan dari pembatasan tersebut adalah untuk
menjaga agar tidak terjadi penganiayaan terhadap sesama manusia. Dalam industri asuransi khususnya asuransi jiwa life insurance, hubungan
antara penanggung perusahaan asuransi dengan tertanggung konsumen yang membeli asuransi diikat oleh perjanjian baku yang dikenal dengan istilah polis.
Polis menurut pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD merupakan bukti utama adanya perjanjian antara tertanggungpemengang polis
dengan perusahaan asuransi sebagai penanggung, yang oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen disebut Pelaku Usaha.
Dalam praktek sehari-hari, seringkali calon tertangungpemegang polis sebagai calon konsumen jarang bahkan ada yang sama sekali tidak membaca dan
atau mempelajari polis yang dibelinya. Hal itu biasanya terjadi karena perusahaan asuransi menerbitkan polis dengan huruf yang berukuran kecil, sehingga sulit untuk
10
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, hal. 192
memahami isi polis. Dengan tidak membaca apalagi memahami isi standar polis, pada akhirnya menyebabkan tertanggungpemengang polis tidak memahami hak
dan kewajibannya selaku konsumen asuransi, yang pada akhirnya seringkali menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
Hak-hak konsumen dalam praktek kehidupan sehari-sehari sering juga tidak diterapkan. Hal ini karena ketidaktahuan atau keengganan dalam menerapkannya.
Di pihak lain masih banyak produsen yang sering bertindak semena-mena karena ketidak tahuan dan ketidak berdayaan konsumen. Tentu saja itu sangat merugikan
masyarakat, karena setiap hari masyarakat selalu berperan sebagai konsumen barang maupun jasa, dimana masyarkat pasti pernah merasakan adanya kecurangan yang
dilakukan oleh produsen yang akhirnya membuat konsumen kecewa, tidak puas dan bahkan merasa tertipu.
Pasal 18 Undang – Undang No. 8 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur
tentang beberapa
klausulketentuan yang
dilarang untuk
dimuatdicantumkan dalam perjanjian berkontrak. Dengan demikian, ada kewajiban bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan perjanjian yang diterbitkannya dengan
ketentuan tersebut. Pasal 18 UUPK memberikan ancaman batalnya klausula dalam perjanjian yang melanggar ketentuan tersebut. Permasalah tersebut akan penulis
tuangkan dalam skripsi yang berjudul : “Efektifitas Perlindungan Terhadap Pemegang Polis Ditinjau dari Hukum Islam dan UU No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen” Studi Kasus AJB Bumiputera 1912 Cabang Syariah
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah Pembangunan dan perkembangan di bidang perindustrian dan
perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan atau jasa yang dapat dikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas
yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan atau jasa. Akibat barang dan atau jasa
yang ditawarkan bervareasi baik produk luar negeri maupun produk dalam negeri.
Kondisi diatas disatu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena segala kebutuhan barang danatau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta
semakin terbuka lebar, karena adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan
konsumen. Tetapi disisi lain dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah yang menjadi
obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui berbagai promosi, cara penjualan, serta penerapan
perjanjian baku yang merugikan konsumen. Mengingat masalah yang akan penulis bahas ini permasalahnya cukup
luas maka pembahasan dalam skripsi ini penulis batasi pada masalah klausula
baku yang dikeluarkan oleh perusahan asuransi syariah serta akibat hukumnya di tinjau dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999. tentang Perlindungan
Konsumen. 2. Perumusan Masalah.
Agar pembatasan dalam penelitian skripsi ini lebih terarah, maka penulis akan merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimanakah hubungan antara akad asuransi syariah dan ketentuan pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen
dalam perjanjian asuransi syariah? b. Apakah pembuatan polis asuransi syariah telah sesuai dengan ketentuan
mengenai klausula baku dalam pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.
Tujuan penulisan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pemegang polis
asuransi syariah selaku konsumen dalam perusahaan asuransi syariah. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui apakah para pemegang polis asuransi syariah selaku konsumen sudah dilindungi hak-haknya dalam ketentuan polis asuransi syariah maupun
dalam praktek pelaksanaan perjanjian asuransi syariah. 2. Mengetahui usaha-usaha apa saja yang harus dilakukan pemerintah Indonesia
dan Dewan Syariah Nasional pada usaha perasuransian di Indonesia agar konsumen tidak dirugikan.
Sedangkan kegunaan penelitiaan ini adalah secara teoritis, diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum
dan perjanjian asuransi syariah secara khusus. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapakan dapat menjadi masukan bagi perusahaan asuransi syariah dalam
membuat polis asuransi syariah.
D. Kerangka Teori dan Konsepsi
Dengan lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, masyarakat sudah semakin memahami akan hak-hak dan kewajibannya
sebab tujuannya jelas yaitu untuk dapat mengangkat harkat dan martabat konsumen melalui berbagai upaya dengan berusaha meningkatkan pengetahuan, kepedulian
dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun, mahluk hidup lainnya.
Konsumen menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah : “Setiap pemakai barang dan jasa yang tersedia
dalam masyarakat baik bagi keputusan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluq hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan Usaha Tidak Sehat, Konsumen adalah : “Setiap pemakai
dan atau pengguna barang dan tau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain”.
Secara umum, hak-hak yang menjadi tujuan dibuatnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat disimpulkan sebagi berikut:
1. Hak atas keselamatan. 2. Hak atas kejujuran.
3. Hak atas perjanjian yang adil. 4. Hak untuk mengetahui.
5. Hak untuk memilih. 6. Hak atas privasi.
7. Hak untuk membenarkan kesalahan. 8. Hak untuk bekerja secara aman.
9. Hak untuk didengan pendapatnya. 10. Hak untuk dapat berfikir untuk menentukan sesuatu.
Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki hak sebagia berikut :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa.
2. Hak untuk memilih barang danjasa serta mendapatkan baran danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi jaminan barang danatau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan.
5. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.
6. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketapelindungan konsumen secara patut.
7. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen 8. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. 9. Hak untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi, danatau penggantian, jika
barang danatau jasa jika barang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
10. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.
Islam sangat menuntut kepada setiap umatnya agar diantara mereka selalu saling menghormatimenghargai satu sama lain karena manusia derajatnya sama
dimata Allah SWT. Begitu juga dalam bisnis dimana para pengusaha harus mengimplementasikan rasa hormat kepada partnernya agar timbul rasa saling
percaya diantara mereka terjadi suatu kontrak kerjasama. Berdasarkan hal-hal diatas perlu adanya perlindungan terhadap konsumen
jasa asuransi khususnya terhadap pemegang polis asuransi syariah.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang berarti bahwa penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas dengan pendekatan yang bersifat komparatif dan kualiatatif
Penggunaan metode penelitian yuridis normatif bertujuan untuk menganalisa norma-norma yang terdapat pada peraturan perundang-undangan di bidang asuransi,
khususnya norma-norma hukum di bidang pelindungan konsumen. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengunakan metode deskriptis
kualitatif yaitu pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan informasi dan data
sebanyak-banyaknya dengan jalan mengklasifikasikannya serta menganalisisnya. Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan
library research penelitian lapangan fieal research Penelitian kepustakaan yaitu mencari data-data yang diperoleh dari literatur-
literatur dan referensi yang berhubungan dengan judul skripsi di atas. Referensi diambil dari al-Quran, kitab-kitab fiqh klasik dan kontemporer, Undang-Undang
dan peraturan pemerintah yang berlaku serta berhubungan dengan skripsi ini. Kemudian Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
serta bahan-bahan lainya yang dapat mendukung judul skripsi diatas. Dalam mengelola dan menganalisa data, kemudian menggunakan metode kualitatif, penulis
mendeskripsikan permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil materi-matri yang cukup relevan dengan permasalahan lalu dikomparasikan.
Penelitian lapangan yaitu melakukan pencarian data-data dan informasi mengenai permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Melalui;
1. Interview atau wawancara kepada para pihak yang berkepentingan, sesuai dengan obyek penelitian yang telah diambil.
2. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data-data lapangan di lokasi penelitian. 3. Analisa, yaitu melakukan analisa terhadap hasil-hasil yang telah diperoleh baik
dengan jalan wawancara ataupun dari sumber data yang telah di temukan. Dalam jenis penelitian ini penulis mencoba langsung terjun kelapangan yaitu
penelitian langsung keperusahaan yang dijadikan objek penelitian di AJB
Bumiputera 1912 Cab. Syari’ah.
Adapun pedoman penulisan dalam skripsi ini, penulis menggunakan pedoman penulisan skripsi, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Jakarta Tahun 2007. dan untuk penulisan Ayat Al-Qur’an penulis merujuk pada al- Qur’an terbitan Departemen Agama RI.
F. Sistematika Penulisan.
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka penulis membuat skripsi ini menjadi beberapa bab dan setiap babnya terdiri atas sub bab dengan sistematika
penulisan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan meliputi : Latar belakang masalah, Pembatasan dan
perumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Metode penelitian, Sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Umum Akad Asuransi Syariah Bab ini terdiri dari :
Tinjauan akad asuransi syariah, Pengertian akad dalam asuransi syariah, Syarat sahnya akad asuransi syariah, Jenis-jenis akad
asuransi syariah, Polis asuransi syariah BAB III :
Gambaran Umum Tentang AJB Bumiputera 1912 Bab ini terdiri
dari : Sejarah berdirinya AJB Bumiputera, latar belakang berdirinya divisi syariah, Falsafah visi dan misi, Landasan operasional, Produk-
produk asuransi syariah dan manfaatnya, Stuktur dan keanggotaan AJB Bumiputera 1912 Cabang Syariah, Jobdiskripsi.
BAB IV : Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Dalam Akad
Asuransi Syariah Pada Ajb Bumiputera 1912 Cabang Syariah.
Bab ini terdiri dari : Hubungan akad asuransi syariah dengan hukum Islam, Hubungan antara penerapan akad asuransi syariah dengan
UUPK No 8 1999, Penerapan UUPK No 8 Tahun 1999 pada akad asuransi syariah, Dampak penerapan UUPK No 8 Tahun 1999 pada
akad Asuransi Syariah BAB V :
Penutup. Bab ini terdiri dari Kesimpulan dan saran.
BAB II TINJAUAN UMUM AKAD ASURANSI SYARIAH