Jenis-Jenis Akad Asuransi Syariah

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Ali-Imran : 130 Praktek riba ini rentan sekali terjadi dalam praktek muamalah. Unsur riba tercermin dalam asuransi konvensional dimana praktek ribawi terjadi pada saat melakukan investasi dimana meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga. Dalam konsep asuransi syariah dana premi yang terkumpul di investasikan dengan prinsip bagi hasil profit and loss sharing terutama mudharabah dan musyarakah. Untuk menghindari dari praktek ribawi, maka asuransi syariah mengelola dana melalui investasi dengan prinsip-prinsip syar’i. Dalam hal ini perusahaan asuransi berperan sebagai pengelola mudharib dan peserta asuransi sebagai pemilk modal shahibul mal, sehingga dana tersebut, merupakan amanah dan bukan milik perusahaan, Oleh karenanya apabila terjadi surplus dari investasi akan dibagikan kepada peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan nisbah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Islam menekankan aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan menghadapi risiko dalam setiap usaha dan investasi yang dirintis. Aspek inilah yang menjadi tawaran konsep untuk menggantikan gharar, riba, maysir. yang selama ini terjadi di lembaga keuangan konvensional

D. Jenis-Jenis Akad Asuransi Syariah

1. Akad Tabarru’ Akad tabarru’ digunakan untuk transaksi yang bersifat tolong menolong tanpa mengharapkan adanya keuntungan meteriil dari pihak-pihak yang melakukan perikatan, kecuali berharap mendapatkan balasan dari Allah SWT. Walaupun demikian, dalam transaksi yang bersifat tabarru’ ini diperbolehkan untuk memungut biaya yang akan digunakan dalam pengelolaan transaksi tabaru’ sehngga tidak ada surplus atau keuntungan meteriil yang diperoleh. 22 Rasulllah bersabda: J C :- ی B K L ﻡ Kﻡ K MKDﻥ Kﻡ K .ﺱ1 0 . . ﻡ Kﻡ N O+Kی Kﻡ K L 0K MDﻥ ﻥ P ﻥ K K? 0K . Kی K9ﻡ K. Kی Kﻡ1 QR 1 . ﻡ 6 1- 23 Artinya: Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda: Barang siapa yang menghilangkan kesulitan dunianya seorang mukmin maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa mempermudah kesulitan seseorang maka Allah SWT. akan mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat HR. Muslim. Melalui hadis tersebut tersirat adanya anjuran untuk saling membantu antara sesama manusia dengan menghilangkan kesulitan seseorang atau dengan mempermudah urusan dunianya. Dalam asuransi kandungan hadis ini terlihat dalam bentuk pembayaran dana sosial tabarru’ dari anggota nasabah perusahaan asuransi yang sejak awal mengikhlaskan dananya untuk kepentingan sosial, yaitu 22 SSlamet Wiyono Cara Mudah Memamhami Akuntansi Perbankan Syariah Jakarta : Grasindo 2005 hal. 29 23 Muslim ibn al-Hajaj abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisyaburi, Shahih Muslim, tahqiq: Muhammad Fuad Abdul Baqi, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, tt, juz 4, hal. 2699. no hadist 2074 untuk membantu dan mempermudah urusan orang lain yang mendapat musibah atau bencana. Akad tabarru’ pada asuransi syariah adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan sosial bukan tujuan komersial. Dalam akad tabarru’; harus disebutkan sekurang- kurangnya : 1. Hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu 2. Hak dan kewajiban antara peserta secara indvidu dalam akun tabarru’ selama peserta dalam arti badankelompok. 3. Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim. 4. Syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang di akadkan. Pengeloalan dana tabarru’ yaitu dengan cara : 1. Pembentukan dana tabarru’ harus dipisahkan dengan dana lainnya. 2. Hasil investasi dari dan tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’ Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau akad mudharabah musyarakah. 2. Akad Mudharabah Mudharabah dalam pengertian terminologi adalah pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja pedagang untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakan bersama. 24 Apabila terjadi kerugian dalam perdagangan itu, kerugian ini ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Definisi ini menunjukkan bahwa yang diserahkan kepada pekerja itu adalah modal, bukan manfaat seperti penyewaan rumah. 25 Akad mudharabah boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi karena merupakan bagian dari mumalah dan juga dapat diterapkan pada produk asuransi syariah yang mengandung unsur tabungan saving maupun non tabungan non saving 26 Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib pengelola sedangkan peserta pemegang polis dalam produk saving, bertndak sebagai shahibul mal investor sedangkan para peserta pemegang polis secara kolektif dalam produk non saving, bertindak sebagai shahibul mal investor. Secara singkat dapat dikatakan ada dua akad yang membentuk Asuransi Syariah, yaitu akad tabarru’ dan akad mudharabah. Akad tabarru’ terkumpul dalam dana sosial yang tujuan utamanya digunakan untuk saling menanggung peserta asuransi yang mengalami kerugian. Sedangkan akad mudharabah terwujud tatkala dana yang terkumpul dalam perusahaan asuransi itu di investasikan dalam wujud usaha yang diproyeksikan menghasilkan keuntungan karena landasan awal 24 Nasrun Harun, Fiqh Muamalah,Jakarta: Gaya Pratama Medika hal. 176 25 Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, hal 177 26 Selengkapnya lihat di www.halalguide. Infoview19554. dari akad mudharabah ini adalah bagi hasil. Maka dalam investasinya sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati. Sebalikya jika dalam investasinya mengalami kerugian maka kerugian tersebut dipikul bersama peserta asuransi. 3. Polis Asuransi Syariah Pasal 255 KUHD mengatakan bahwa suatu perjanjian pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan sebuah akta yang bernama polis. Memperhatikan pasal 255 KUHD tersebut seolah-olah perjanjian pertanggungan itu baru sah bila dibuat secara tertulis dengan suatu akta yang disebut polis. Sehingga dapat dikatakan bahwa polis merupakan syarat untuk adanya perjanjian. 27 Apabila diperhatikan pasal 257 KUHD, hal ini banyak tidak benar disebabkan dalam pasal tersebut bahwa perjanjian asuransi diterbitkan seketika setelah ditutup, hak dan kewajiban berbalik dari penanggung dan tertanggung mulai berlaku sejak saat itu bahkan sebelum polisnya ditanda tangani. Artinya kendati pasal 255 KUHD menegaskan bahwa selaku pertangungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dikenal dengan polis, dan polis mutlak dibutuhkan dalam perjanjian asuransi. Sebab polis itu diterbitkan terlampir atau belum diterbitkan pada saat risiko kerugian yang dipertanggungkan ditutup oleh tertanggung, tertanggung tetap dapat mengklaim asuransi tersebut untuk menanggung kerugian yang di pertanggungkan tersebut berdasarkan Akad asuransi yang sah. 28 27 Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggugan, Yogyakarta. Gramedia 1980 hal. 19 28 Majalah Bisnis Indonesia, Kajian Kasus Asuransi di Pengadilan Niaga” 27 Juni 2002 Polis asuransi diperlukan untuk kepastian hukum pasal 258 ayat 1 KUHD menyatakan bahwa untuk membuktikan adanya perjanjian pertanggungan diperlukan pembuktian dengan tulisan. Dengan demikian polis merupakan bukti yang sempurna tentang apa yang mereka perjanjikan dalam polis itu. Dalam polis asuransi konvensional memuat beberapa ketentuan antara lain : a. Subyek asuransi b. Obyek asuransi c. Uang asuransi d. Premi asuransi e. Suatu peristiwa tertentu f. Hari dimulai dan berakhirnya perjanjian Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan satu persatu analisa hukum Islam tentang akad asuransi konvensional. a Subyek dalam akad asuransi Berdasarkan konsep yang melandasi asuransi syariah yaitu ta’awun tolong- menolong seperti yang terdalam dalam surah al- Maidah ayat 2. Dalam hal ini akad asuransi syariah dapat dibuat baik untuk tanggungan dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Karena dalam ajaran Islam, konsep tolong menolong tidak hanya berlaku untuk sesama muslim tapi juga berlaku untuk seluruh umat manusia, karena tolong menolong merupakan suatu kewajiban bagi setiap insan, tanpa kecuali. Kita boleh saja mengadakan perjanjian dengan orang non muslim, selama mereka tidak melanggar isi perjanjian yang telah disepakati bersama, dan sesuai dengan aspek- aspek keabsahan suatu perjanjian dalam Islam. Secara syariah akad atau pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. b Obyek yang diasuransikan Mengenai obyek dalam asuransi syariah, obyeknya bukanlah dari berupa barang komoditi melainkan berupa manfaat ataupun jasa, dimana perlindungan terdahap dirinya dan harta yang dimilikinya dari kerugian yang berlebihan. Ini berarti hidup dan mati manusia menjadi obyek bisnis. 29 Dengan demikan perusahaan asuransi dapat memberi manfaat berupa: a. Ketentraman b. Kepercayaan c. Tabungan Dari uraian tersebut jelas bahwa sebenarnya di dalam asuransi syariah yang menjadi obyek adalah jasa perlindungan yang memberikan rasa aman. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qurais Ayat 3-4 : b+ Z Em O IZ ƒ . w . }Ž V L P ; • ‰  , P; Š y ’ N M : I G - Artinya: Maka hendaklah mereka menyembah tuhan pemilik rumah ini ka’bah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dalam ketakutan. Al-Qurais : 3-4 29 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke-3 hal. 61 c Uang Asuransi Uang asuransi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan kepada peserta asuransi. Sebuah contoh misalnya si A mengikuti asuransi dengan manfaat sebesar 20.000.000 dalam tempo 10 tahun. Kemudian pada tahun ke-6, si A meninggal dan pihak perusahaan pun memberikan uang asuransi sebesar 20.000.000.- lantas dari mana asal kelebihan sebesar Rp 8.000.000.- tersebut? Hasil jual beli bukan shadaqoh juga bukan bantuan juga bukan yang jelas pihak yang ditanggung menerima uang y ang bukan miliknya, menurut Islam. 30 Dalam asuransi syariah, setiap premi yang masuk dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama dan bagian tabarru’ di mana pada bagian tabarru’ itu peserta telah merelakan sebagian dari preminya untuk digunakan bantuan kepada peserta lain yang tertimpa musibah. Jadi jelas perolehan atau tambahan uang asuransi sebesar 8.000.000 tersebut berasal dari dana tabarru’ sehingga dalam hal ini tidak terjadi riba dan gharar, karena sumber perolehan dana tersebut adalah jelas. d Suatu Peristiwa Tertentu Dalam pengertian yang luas “peristiwa” dalam bidang asuransi mencakup semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini, baik yang dibenci maupun yang disenangi, menimbulkan kerugian atau tidak. 30 Ibrahim K. Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar II Jakarta: Kalam mulia,1995 cet ke-1. hal. 453. Dalam akad asuransi syariah tidak boleh menganggap suatu peristiwa yang serba kemungkinan dalam sebuah akad asuransi sebagai suatu yang esensial, didalam asuarnsi dibandingkan dengan unsur lainpremi asuransi dan uang asuransi 31 Bila melihat maksud peristiwa dalam kontrak asuransi tersebut, maka dapat dipastikan bahwa kontrak asuransi adalah kontrak yang tidak sah, karena meyandarkan kontrak pada sesuatu yang tidak pasti. Oleh karena itu, asuransi syariah tidak mengangap peristiwa yang serba kemungkinan dalam sebuah kontrak asuransi sebagai suatu yang esensial, karena itu hal yang terjadi, maka tiada perbedaan antara asuaransi syariah dengan asuransi konvensional. Maka dari itu, akad asuransi konvensional tidak terlepas dari gharar. Dalam asuransi konvensional terdapat tiga macm gharar : 1. Gharar dalam perolehan pengganti, karena ketika berakad tertanggung tidak mengetahui apakah akan memperoleh uang asuransi atau tidak 2. Gharar dalam jumlah pengganti, karena dalam asuransi kerugian tertanggung pada waktu yang diperolehnya, jika ia ditakdirkan akan memperolehnya denagn kejadian peristiwa yang diasuransikannya. Begitu juga perusahan asuransi pad waktu berakad tidak mengetahui jumlah premi yang akan diperolehnya sebelum kejadian peristiwa yang diasuransikan. 31 Husen Hamid Ihsan, Asuransi dalam Hukum Islam Tinjaun Atas Riba dan Grarar Jakarta: CV; Virdaus , 1996, cet ke-1, hal. 8-9 3. Gharar dalam peristiwa perolehan pada asuransi jiwa, pada waktu berakad tetanggung tidak mengetahui kapan ahli warisnya akan memperoleh uang asuransi, sebagi pengganti dari premi-premi yang dibayarnya. 32 Untuk menghindari praktek asuransi dari unsure gharar, maka akad kontrak tersebut harus sesuai harus diubah menjadi akad tabrru’at, karena menurut ulama fiqh bahwa grarar hanya berpengaruh terhadap muawadhah, tidak terhadap tabarru’at, dan akad tabarru’at ini tidak bertujuan mencari keuntungan. 33 e Premi Asuransi Premi asuransi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh peserta asuransi untuk dikelola dan diivestasikan pada usaha usaha-usaha produktif yang sesuai syariat. Dalam asuransi syariah, setiap peserta menyerahkan uang premi sesuai dengan kemampuannya, tetapi tidak kurang dari batas minimal yang telah di tetapkan perusahaan. Premi tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu premi tabungan dan tabarru’, kemudian pemi tabungan tersebut diinvestasikan ke perusahaan-perusahaan yang memenuhi kriteria syariah. Kemudian dari hasil investasi tersebut akan diberikakn kepada peserta dan perusahaan asuransi sesuai dengan bagian nisbah yang telah disepakati sejak awal akad. 32 Husen Hamid Ihsan, Asuransi dalam Hukum Islam Tinjaun Atas Riba dan Grarar hal. 42-43 33 Husen Hamid Ihsan, Asuransi dalam Hukum Islam Tinjaun Atas Riba dan Gharar, hal. 80. f Waktu dimulai dan berakhirnya pertanggungan, keadaan-keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan syarat-syarat yang disepakati dalam akad asuransi. Asuransi adalah termasuk transaksi yang dipenuhi yang dipengaruhi waktu, maka harus ditentukan jangka waktunya. Jika jangka waktunya tidak ditentukan diketahui, maka transaksi asuransi itu batal, atau tidak sah. 34 Akad asuransi merupakan akad yang didasarkan atas asas kepercayaan sehingga antara peserta dan pihak perusahaan tidak boleh saling menutup-menutupi tentang keadaan kedua belah pihak. Pihak peserta hendaklah memberikan informasi atau keterangan-keterangan yang jelas tentang keadaan-keadaan yang dibutuhkan oleh pihak perusahaan dengan sebenar-benarnya, begitu pula pihak perusahaan harus bersikap transparan mengenai hal-hal yang belum dipahami oleh pihak pertama. Selain itu, biasanya dalam akad asuransi dicantumkan syarat-syarat khusus berkenaan dengan kepentingan kedua belah pihak. Pada umumnya, syarat-syarat tersebut telah ditetapkan oleh perusahaan asuransi, sehingga pihak peserta menyatakan setuju atas syarat-syarat yang telah diajukan atau tidak. Bila kedua belah pihak telah sepakat, maka polis tersebut harus ditanda tangani. 34 Murtadha Mutahari, Pandangan Islam tentang Asuransi dan Riba Bandung : Pustaka Hidayah, 1995 cet ke- 1, hal. 281.

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG AJB BUMIPUTERA 1912

CABANG SYARI’AH

A. Sejarah dan Perkembanganya.

35 Untuk megangkat kesejahteraan para anggota Persatoean Goeroe-goeroe Hindia Belanda PGHB, diprakarsai 3 guru anggota PHGB, yaitu Ngabei Dwijosewojo, Mas Karto Hadi Soebroto dan Mas Adimidjodo, yang mendirikan perkumpulan Asuransi Jiwa dengan nama Onderlinge Levensverzekering Maatscappij Persatoean Goeroe-goeroe Hindia Belanda yang disingkat OLMij PGHB. Pada 12 Februari 1912 di Magelang, dengan Akte Notaris De Hondt. Namanya kemudian berubah menjadi OLMij Boemi Poetera yang dalam perkembangnya kemudian berganti menjadi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Filosofi berdirinya AJB Bumiputera 1912 adalah mengangkat harkat dan martabat bangsa pribumi untuk menanggulangi risiko kerugian finansial yang dihadapi anggotanya. Unit Bisnis Syari’ah Bumiputera secara resmi dibentuk sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. Kep.-268KM.62002 35 Sumber Campany Profil AJB Bumiputera 1912

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 53 70

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi

2 53 152

ASPEK YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BARANG DAN ATAU JASA ( DITINJAU DARI UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN )

1 5 90

Perlindungan konsumen perspektif hukum islam : analisa terhadap uu no.8 th.1999

3 6 104

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG POLIS BANCASSURANCE DITINJAU DARI UNDANG–UNDANGNOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI DI PT. AIA FINANCIAL)

2 20 129

Kontrak Baku Pada Polis Asuransi Syariah Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen (Studi Pada Polis Asuransi Umum)

5 42 105

SISTEM PENGAMBILAN KEUNTUNGAN DI WARNET DITINJAU DARI UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN Sistem Pengambilan Keuntungan Di Warnet Ditinjau Dari UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam ( Studi Kasus Warung Internet Bee-N

0 1 17

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN (PEMEGANG POLIS) ASURANSI JIWA MITRA PERMATA BUMIPUTERA PADA ASURANSI JIWA BERSAMA (AJB) BUMIPUTERA 1912 CABANG PADANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 6

BUDAYA ORGANISASI ASURANSI SYARIAH BUMIPUTERA (STUDY KASUS AJB BUMIPUTERA 1912 SYARIAH CABANG SURABAYA).

0 2 94

Asuransi Syariah: Studi Kasus pada Syariah: Studi Kasus pada AJB Bumiputera 1912 AJB Bumiputera 1912 Syariah Cabang Kudus

0 0 19