II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Kayu dan Mainan Anak-anak 2.1.1. Limbah Kayu
Limbah kayu dapat diartikan sebagai kayu yang tidak dimanfaatkan lagi, sehingga tidak mempunyai nilai ekonomi Darusman, 1998, biasanya terjadi di
areal eksploitasi dan di lokasi industri. Kayu-kayu bekas limbah yang berserakan di pabrik pengolahan kayu dan furniture dibuang dan dibakar begitu saja, yang
bakhan dapat menimbulkan polusi. Selanjutnya hasil penelitian Darusman 1998, memperlihatkan bahwa limbah industri dengan angka rendemen di suatu kilang
penggergajian di Kalimantan Timur sebesar 58 atau limbah 42 , sebagian besar limbah tersebut terdiri dari bentuk sebetan, potongan ujung dan serbuk
gergajian. Limbah kayu atau kayu-kayu bekas yang berserakan di pabrik pengolahan
kayu dan furniture yang biasanya dibuang dan dibakar begitu saja, sehingga menimbulkan polusi, dapat digunakan untuk menghasilkan produk-produk
bermanfaat, baik masih dalam wujud kayu maupun non-kayu seperti : papan balok partikel, papan serat, papan wol, gagang sapu, mainan anak-anak yang yang
memiliki unsur pendidikan dan sebagainya. Pemanfaatan limbah kayu berarti membuka kesempatan pada industri pengolahan yang dapat memberi dampak
ganda manfaat keuntungan usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat. Di Pulau Jawa pemanfaatan limbah kayu jauh lebih besar dari pada luar Jawa,
karena di Pulau Jawa, bahan baku kayu semakin langkah, dan akibatnya pemanfaatan limbah kayu menjadi penting Departemen Kehutanan, 2008. Di
provinsi Jawa Barat pemanfaatan kayu limbah dari industri pengergajian, meubel, dan furniture dimanfaatkan untuk membuat aneka mainan anak-anak. PT. STB
merupakan salah satu perusahaan di Kabupaten Bogor yang memanfaatkan limbah industri penggergajian, industri meubel dan industri furniture lainnya menjadi
bahan baku produk mainan anak-anak.
2.1.2. Mainan Anak-anak
Mainan anak-anak yang terbuat dari kayu for wooden toys merupakan salah satu core business usaha utama industri mainan anak-anak termasuk PT. STB
karena selain membantu pemerintah dalam penggunaan limbah kayu menjadi bernilai ekonomis, juga mengandung unsur pendidikan yang dapat membantu
dalam mencerdaskan anak-anak, karena pada tahap pertumbuhan, anak butuh stimulasi untuk mempercepat dan menguatkan berbagai kemampuan anak, seperti
kemampuan motorik anak, konsentrasi, mengenal bentuk dan warna serta kreativitas anak.
Banyak cara anak anak bermain, ada yang memilih bermain di mall, di tempat wisata dan lain sebagainya. Berbeda dengan education toys, merupakan
istilah di mana mainan yang dimainkan anak-anak mengandung suatu unsur pendidikan, sehingga anak tidak hanya sekedar bermain tetapi secara tidak sengaja
juga mempelajari sesuatu, sehingga dapat dikatakan mereka bermain sambil belajar learning by doing.
Salah satu unsur penting dalam produk mainan anak-anak adalah rancangan atau desain yang menarik bagi anak-anak, murah dan bermutu tidak mudah rusak.
Namun sampai saat ini aneka ragam produk mainan anak-anak masih sangat terbatas dan tidak memperhatikan mutu mudah rusak, rancangan desain dan
nilai keunikan atau kekhasan dari mainan tersebut. Menurut Andri 2000, designer toys adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan mainan yang diproduksi secara terbatas limited edition dan dibuat oleh seniman dan desainer. Designer toys menggunakan beragam material
seperti plastik, kayu dan logam. Penciptapembuat dari designer toys biasanya memiliki latar belakang dalam bidang desain grafis, illustrator, seniman; sebagian
lagi memang dilatih dalam bidang seni dan desain, sementara yang lainnya belajar dengan otodidak. Designer toys pertama muncul pada 1990-an di Hongkong dan
berkembang pesat hingga sekarang. Designer Toys, atau yang biasa dikenal dengan istilah urban toys, mulai mewabah di Indonesia dari awal tahun 2000.
Pada umumnya orang tua akan senang membeli mainan bagi anak-anaknya, namun seringkali orangtua lupa akan aspek pendidikan yang bakal diperoleh si
anak dari mainan tersebut, mereka lupa bahwa mainan bagi anak tidak sekedar mainan namun berkaitan dengan unsur pendidikan atau edukatif yang dapat
menstimulasi kecerdasan dan konsentrasi anak yang menggunakannya Hasuki, 2010.
Rancangan disain mainan bagi anak-anak harus disesuaikan dengan umur anak-anak, misalnya permainan memasangatau merakit mainan yang didisain
terlalu tinggi pada umur anak usia 2 – 6 tahun dapat mengakibatkan anak menjadi
malas menggunakan mainan dimaksud. Lebih lanjut Hurluck 1990, mengemukakan perancang mainan anak-anak sebaiknya mengerti aspek psikologi,
sehinga produk mainan yang dihasilkan sesuai dengan umur anak. Hurluch 1990, pada bukunya yang berjudul psikologi perkembangan anak,
menyatakan bahwa anak usia 2 - 6 tahun adalah anak yang baru memasuki dunia pendidikan. Kondisi psikologis anak usia 2 - 6 tahun cenderung rawan, karena
pada usia ini adalah awal dimulainya tahap pertumbuhan karakter. Anak pada usia ini mempunyai kecenderungan untuk mengetahui hal-hal baru, senang bermain dan
berimajinasi. Anak pada usia 2 -6 tahun sangat tertarik pada bentuk dan warna yang cerah
suatu benda. Selain tertarik akan warna yang cerah, anak pada usia ini juga senang mencoba hal yang baru. Ketertarikan anak pada usia 2 sd 6 tahun akan warna cerah
bersifat murni sebagai rangsangan mata. Disain mainan anak-anak sebaiknya aman bagi anak-anak, sehingga orangtua
tidak cemas tentang mainan yang dipakai anak-anak mereka. Muliawan 2009, berpendapat, disain mainan anak-anak sebaiknya memuat kriteria-kriteria tertentu
yang menggabungkan antara psikologi anak dengan umur, misalnya memiliki bentuk yang tidak mempunyai sisi-sisi tajam, tidak mengandung bahan kimia,
mainan dapat dilepas pasang sesuai keinginan anak, produk harus ringan. Lebih lanjut Muliawan mengemukakan dalam memilih mainan anak-anak harus
dilibatkan, namun peranan orang tua juga penting dalam memilih mainan.
2.2. Pemasaran 2.2.1. Bauran Pemasaran