Marketing Strategy of Toy Products Made of Wooden Waste at PT Safira Tumbuh Berkembang
NAOMI DONGORAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(2)
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa semua pernyataan dalam Tugas Akhir saya yang berjudul :
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAINAN ANAK-ANAK DARI LIMBAH KAYU PT. SAFIRA TUMBUH BERKEMBANG
Merupakan gagasan atau kajian tugas akhir saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis diperguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2011
Naomi Dongoran P. 054090065
(3)
Naomi Dongoran. Marketing Strategy of Toy Products Made of Wooden Waste at PT Safira Tumbuh Berkembang. Guided by MA’MUN SARMA as the Chairman and BUDI SUHARJO as a Member.
After year such a natural resources as wood becomes rare, so its use needs to be to the most efficient way, in line with it, wooden waste use becomes important. This condition occurs in West Java Province, so that wooden waste from sawing and furniture industries are used to the maximum way. One of the companies which processes and makes use of the wooden waste to be children toys of economical value in Bogor is PT Safira Tumbuh Berkembang (PT STB), established in 1993.
The research objectives are (1) to identify factors that influence a consumer’s decision making process in purchasing a children toy made of wooden waste, and (2) to set a recommended marketing strategy to develop the business of toy products from wooden waste.
The population In this research is students’ parents and teachers of 10 kindergartens in the City of Bogor. The sampling method is carried out with purposive sampling. From each kindergarten a sample of 6 respondents comprising 3 parents and 3 teachers is taken, in order to make the total number of respondents of regarding 60 people Thurstone analysis method.
Based on the research result, it is known that the factors that influence a consumer’s decision making process in purchasing a children toy are brand, products variety, quality itself, educational element attractiveness, promotion, pricing, marketing location and the access to the location. Later on, based on Thurstone analysis on priority attribute, the following results are acquired in order from the most prioritized by the consumers: brand (0.62), pricing (0.56), new design (0.50), bright color attractiveness (0.29), quality/durability (0.26), educational element attractiveness (0.20), design variation (0.15), promotion (0.04) and the access to get the toy (0.00)
From the above analysis, the marketing strategy to do are as follows: 1) to lower the price of 9.34% of the set price, 2) To improve a new design in accordance with educational content element and bright colors combination on the toy, 3) to maintain the quality in accordance with the market segment. 4) To develop promotion through direct interaction between sellers and the targets (personal selling) in a potential kindergarten as well as 5) To develop selling points through cooperation with children toy stores in malls/shopping centers.
(4)
Naomi Dongoran, P 054090065. Strategi Pemasaran Produk Mainan Anak-Anak dari Limbah Kayu PT. Safira Tumbuh Berkembang. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA sebagai ketua dan BUDI SUHARJO sebagai anggota.
Semakin tahun sumberdaya alam berupa kayu semakin berkurang, sehingga perlu pemanfaatan kayu seefisien mungkin, seiring dengan hal tersebut pemanfaatan limbah kayu menjadi penting. Hal yang sama juga terjadi di provinsi Jawa Barat, sehingga pemanfaatan kayu limbah dari industri pengergajian, meubel, dan furniture dimanfaatkan semaksimal mungkin. Salah satu perusahaan yang mengolah dan memanfaatkan limbah kayu menjadi bernilai ekonomis yang berada di Bogor adalah PT. Safira Tumbuh Berkembang (PT. STB). PT STB berdiri tahun 1993 dan mengelola limbah kayu dalam bentuk aneka produk mainan anak-anak dengan keunggulan motif flora dan fauna serta terdapat unsur pendidikan seperti mainan bongkar pasang (Puzzle),mainan memasukkan lempeng ke lobang, dengan jumlah desain yang dipasarkan saat ini sekitar 31 jenis dan jumlah tenaga kerja 24 orang.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen dalam pembelian mainan anak dari limbah kayu, dan (2) menyusun strategi pemasaran yang direkomendasikan untuk pengembangan usaha mainan anak-anak dari limbah kayu.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah orangtua murid dan guru dari 10 Taman Kanak-kanak (TK) di Kota Bogor, dimana pada setiap TK diambil 6 responden yang terdiri dari 3 orang tua murid dan 3 guru Taman Kanak-kanak, sehingga jumlah responden sebanyak 60 orang. Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan pertimbangan (purposive sampling), yaitu sampling yang disengaja dengan pertimbangan mudah didatangi dan TK tersebut bersedia diwawancarai.
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur pada berbagai instansi terkait. Analisis pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metoda deskriptif kualitatif dan analisis Thurstone.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pembelian mainan anak-anak adalah merek, keragaman produk (Variasi desain dan desain baru), mutu atau kualitas produk itu sendiri, daya tarik yang dimiliki produk (unsur pendidikan dan kecerahan warna), promosi, harga, tempat pemasaran, kemudahan mencapai lokasi.
Berdasarkan analisis Thurstone pada tingkat kepentingan atribut prioritas diperoleh hasil berturut-turut dari yang paling diprioritaskan diinginkan konsumen sampai tidak diprioritaskan sebagai berikut : merek (0,62), harga (0,56), munculnya desain baru (0,50), daya tarik penggunaan warna cerah (0,29), mutu/kualitas/ketahanan (0,26), daya tarik unsure pendidikan (0,20), variasi desain (0,15), promosi (0,04) dan kemudahan memperoleh mainan (0,00).
(5)
menurunkan harga sebesar 9,34% dari harga yang telah ditetapkan perusahaan, (2) meningkatkan disain baru yang sesuai dengan keinginan anak-anak usia 2 sd 6 tahun dan tetap mempertahankan variasi produk yang terdapat pada PT. STB; (3) mempertahankan mutu sekaligus meningkatkan kualitas yang telah ada sesuai dengan usia anak 2 s/d 6 tahun sebagai salah satu keunggulan perusahaan; (4) mempertahankan dan mengembangkan kandungan unsur pendidikan dan kombinasi warna cerah yang terdapat pada mainan anak-anak sebagai keunikan atau ciri khas dari desain yang diproduksi PT.STB; (5) mengembangkan promosi melalui interaksi langsung antara penjual dengan target (personal selling) pada sekolah TK potensial dan melalui iklan pada majalah anak-anak seperti Bobo, Donald Bebek dan Taboloid Kids dan (6) mengembangkan tempat penjualan yang ada saat ini melalui menjalin kerjasama dengan toko mainan anak-anak yang terdapat pada pusat perbelanjaan/ pertokoan dan sekolah taman kanak-kanak potensial dalam pemasaran produk kepada orangtua murid.
(6)
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(7)
DARI LIMBAH KAYU PT. SAFIRA TUMBUH BERKEMBANG
NAOMI DONGORAN
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(8)
Penguji Luar Komisi Pada Tugas Akhir :
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing. DEA
(9)
Nama Mahasiswa : Naomi Dongoran Nomor Induk : P.054090065
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS,M.Ec Dr. Ir. Budi Suharjo, MS
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl. Ing,DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
(10)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmatNYA, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak. Karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan dorongan, motivasi, bimbingan dan pengarahan selama penyusunan tugas akhir ini.
2. Dr. Ir. Budi Suharjo, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang juga telah memberikan masukan, pengaarahan dan bimbingan penyelesaian tugas akhir ini. 3. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing. DEA selaku Dosen Penguji atas
masukan, pengarahan dan bimbingan baik selama ujuan akhir maupun proses belajar.
4. Seluruh dosen pengajar dan staf serta karyawan PS MPI IPB yang telah memberikan bekal ilmu tambahan dan membuka wawasan secara luas dalam proses belajar dalam penyampaian, materi studi.
5. Pimpinan Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan, Kementerian Kehutanan (sekarang menjadi Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan), yang telah memberi ijin penulis untuk meyelesaikan studi di IPB.
6. Suami dan anakku Greesea Dina Maria Whitiana, orangtua beserta saudara-saudara, atas dukungan moral dan doanya..
7. Bapak Reza selaku pimpinan PT. Safira Tumbuh Berkembang (PT. STB) dan rekan kerja, atas kerja sama dan bantuannya.
Semoga hasil studi ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia industri kecil menengah pada umumnya dan kegiatan pemasaran produk mainan anak-anak dari limbah kayu pada khususnya.
Bogor, Juni 2011 Penulis
(11)
Penulis lahir pada tanggal 30 Mei 1965 di Pinangsori, Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai putri pertama dari empat bersaudara dari Bapak T. Dongoran (Alm) dan Ibu P. Hutabarat. Penulis menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) di Fakultas Kehutanan IPB Bogor pada tahun 1990. Penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2009.
Penulis bekerja di Kementerian Kehutanan sejak tahun 1993, penempatan awal penulis di Kantor wilayah (Kanwil) Kehutanan Provinsi Lampung. Tahun 1994, kemudian penulis pindah ke Pusat Penyuluhan Kehutanan Jakarta sampai sekarang. Saat ini penulis mengembangkan karier pada Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan Sekretariat Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementerian Kehutanan
Penulis menikah dengan Ir. Budiman Marpaung, MMA dan dikarunia satu orang anak bernama Greesea Dinamaria Whitiana Marpaung, yang saat ini duduk di kelas XII SMAN 3 Bogor.
(12)
iii
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Limbah Kayu dan Mainan Anak-anak ... 6
2.1.1. Limbah Kayu ... 6
2.1.2. Mainan Anak-anak ... 6
2.2. Pemasaran ... 7
2.2.1. Bauran Pemasaran ... 7
2.2.2. Strategi Pemasaran ... 12
2.3. Konsumen ... 15
2.3.1. Perilaku Konsumen ... 15
2.3.2. Proses Pengambilan Keputusan ... 17
2.3.3. Proses Adopsi Konsumen ... 23
III. METODE PENELITIAN ... 25
3.1. Lokasi dan Waktu Kajian... 25
3.2. Pengumpulan Data ... 25
3.2.1. Data Primer ... 25
3.2.2. Data Sekunder ... 26
3.3, Pengolahan dan Analisa Data ... 26
3.3.1. Pengolahan Data ... 26
3.3.2. Analisa Data ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1. Gambaran Umum Perusahaan... 28
4.1.1. Sejarah Perusahaan ... 28
4.1.2. Sumber Daya Manusia ... 29
4.1.3. Pemasaran ... 30
4.1.4. Produksi ... 31
4.2. Karakteristik Responden ... 32
4.3. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Mainan Anak-anak ... 35
4.3.1. Pengenalan Kebutuhan ... 35
4.3.2. Mencari Informasi ... 37
4.3.3. Evaluasi Alternatif ... 39
(13)
iv
4.4.2. Analisis Atribut Prioritas ... 50
4.5. Strategi Pemasaran ... 56
KESIMPULAN DAN SARAN... 61
1. Kesimpulan ... 61
2. Saran... ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
(14)
v
Halaman
1. Klasifikasi sumber informasi berdasarkan bentuk dan jenis ... 19
2. Identifikasi kondisi usia responden penelitian ... 32
3. Identifikasi pekerjaan responden penelitian... 33
4. Kondisi tingkat pendidikan responden penelitian ... 33
5. Jumlah anggota keluarga responden penelitian ... 34
6. Jumlah pengeluaran responden untuk mainan anak-anak setap bulan ... 34
7. Pengenalan responden pada mainan anak-anak ... 35
8. Pernah tidaknya responden mendengar produk mainan anak-anak Rumah Abia ... 36
9. Jenis bahan produk mainan anak-anak yang dikenal responden ... 36
10. Jenis produk mainan anak-anak yang dikenal responden ... 37
11. Sumber informasi yang digunakan responden dalam membeli mainan anak-anak Rumah Abia ... 38
12. Pernah tidaknya responden mengunjungi Rumah Abia ... 38
13. Waktu kunjungan terakhir responden ke Rumah Abia ... 38
14. Keinginan responden untuk mengunjungi Rumah Abia ... 39
15. Jenis produk mainan anak-anak yang disukai responden di Rumah Abia .... 39
16. Pembelian produk mainan anak-anak dalam satu tahun terakhir ... 40
17. Kebiasaan responden dalam membeli mainan anak-anak ... 40
18. Tempat kebiasaan responden membeli mainan anak-anak ... 40
19. Pengambil keputusan dalam pembelian mainan anak-anak ... 41
20. Kebiasaan dilakukan responden dalam pembelian mainan anak-anak ... 41
21. Pernah tidaknya responden membeli mainan anak-anak di Rumah Abia ... 41
22. Tempat responden dalam membeli mainan anak-anak dari limbah kayu ... 42
23. Keputusan pembelian mainan di Rumah Abia ... 42
24. Waktu yang diluangkan responden membeli mainan anak-anak dari kayu . 42 25. Jenis produk mainan anak-anak yang dibeli responden di Rumah Abia ... 43
26. Frekuensi pembelian produk mainan anak-anak dari kayu ... 43
27. Alasan responden membeli mainan anak-anak dari kayu ... 43
(15)
vi
31. Skala Thurstone berdasarkan urutan kepentingan prioritas pembelian ... 50 32. Strategi pemasaran produk mainan anak-anak yang akan dilakukan
(16)
vii
Halaman
1. Empat unsur dalam bauran pemasaran (Kotler, 2008) ... 9 2. Diagram manfaat barang di mata pembeli ... 14 3. Model perilaku pengambilan keputusan konsumen dan faktor –
faktor yang mempengaruhi (Engel et al, 1994) ... 16 4. Sumber-sumber informasi yang diperoleh konsumen (Kotler, 2008) ……. 19 5. Proses pencarian informasi internal (Engel et al, 1994) ... 20 6. Komponen dasar evaluasi alternatif (Engel et al, 1996) ... 21 7. Tahap-tahap antara evaluasi alternatif dan keputusan pembelian
(Kotler, 2008) ... 22
8. Struktur organisasi PT. STB ... 29 9. Skala Tthurstone pada atribut prioritas pembelian mainan ... 52
(17)
viii
Halaman
1. Lokasi PT. Safira Tumbuh Berkembang ... 63
2. Daftar sekolah Taman Kanak-kanak terpilih yang menjadi responden ... 64
3. Kuesioner yang digunakan untuk mewawancarai responden ... 65
4. Data hasil penelitian ... 73
5. Perhitungan analisis Thurstone atribut prioritas pembelian... 80
6. Foto produk mainan anak-anak dari limbah kayu PT. STB... 83
7. Foto jenis limbah kayu yang dimanfaatkan PT. STB Menjadi Mainan Anak-anak ... 85
8. Daftar sekolah yang sudah berkunjung ke Rumah Abia sejak Januari 2008 s/d Agustus 2010 ... 86
(18)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangPersediaan bahan baku kayu yang berasal dari hutan alam semakin tahun semakin berkurang, menyadari hal tersebut pada tahun 1980 an, pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan mendorong penanaman Hutan Tanaman Industri (HTI). Namun demikian sampai tahun 1990 an, kebutuhan bahan baku industri jauh lebih besar dibandingkan pasokan bahan baku yang berasal dari hutan alam dan HTI serta hutan rakyat. Dalam kondisi yang demikian, salah satu cara mengatasinya dengan memanfaatkan limbah kayu secara maksimal (Litbang Kehutanan, 2003). Limbah kayu tersebut tersebar di areal penebangan/eksploitasi dan di lokasi industri. Limbah kayu yang terjadi di areal penebangan volumenya kurang lebih 35% dari total kayu yang dapat dimanfaatkan. Menurut Litbang Kehutanan (2003), apabila dapat dimanfaatkan limbah kayu di areal penebangan sebesar 10% saja dapat menghemat penggunaan bahan baku kayu sebesar 10% dari hutan alam.
Selain limbah kayu di areal penebangan, limbah kayu industri tidak kala pentingnya. Limbah kayu ini lebih mudah pemanfaatannya daripada limbah penebangan, relatif mudah diperoleh dan biasanya bentuknya sudah lebih baik, sehingga pengerjaannya juga lebih mudah. Jenis limbah industri tersebut seperti sebetan dan potongan. Limbah ini dapat berasal industri berbasis kayu seperti industri penggergajian, meubel dan furniture.
Limbah kayu yang dihasilkan dari indutri penggergajian lebih besar dari industri meubel dan furniture. Limbah kayu penggergajian berkisar antara 20% sampai 30%, limbah industri meubel dan furniture berkisar antara 10% sampai 15% (Litbang Kehutanan, 2005). Sebagian besar limbah tersebut terdiri dari bentuk sebetan, potongan ujung dan serbuk gergajian.
Menurut Litbang Kehutanan (2005), pemanfaatan limbah kayu industri meubel dan furniture dapat meningkatkan penerimaan perusahaan serta penyerapan tenaga kerja. Perusahan penggergajian, meubel dan furniture biasanya hanya memanfaatkan limbahnya sebesar 5% sampai 10%, sedangkan sisanya terbuang begitu saja atau dijual dengan harga yang sangat murah. Limbah yang terbuang tersebut apabila dimanfaatkan akan bernilai ekonomis.
PT. Safira Tumbuh Berkembang (PT. STB) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak memproduksi mainan anak-anak, yang dengan kecermatannya
(19)
mengolah dan memanfaatkan kayu bekas atau limbah kayu sebagai bahan baku produknya menjadi bernilai ekonomis. PT STB mengelola limbah kayu dalam bentuk aneka produk mainan anak-anak seperti mainan pajangan, mainan kotak celengan berbagai motif menarik, alat mengukur tinggi badan bergambar, lampu tidur, gantungan kunci, mainan bentuk, mainan alur dan mainan bongkar pasang
(puzzle), dengan jumlah desain yang ada dipasarkan saat ini sekitar 31 jenis. Sejak didirikan pada tahun 1993 di Ciawi Bogor, PT. STB telah memasarkan mainan anak-anak dari limbah kayu di dalam negeri maupun di luar negeri. Negara tujuan eksport saat ini hanya ke negara Swiss dengan sistem job order, di mana perusahaan menerima desain aneka bentuk mainan anak-anak dari Swiss, kemudian diproduksi sesuai pesanan. Sedangkan tempat memasarkan produk yang dihasilkan untuk dalam negeri dilakukan dengan menyediakan tempat usaha dilingkungan pabrik yang diberi nama Rumah Abia. Dalam mengembangkan usahanya PT. STB sejak Januari tahun 2008, selain memproduksi mainan anak-anak, juga mengembangkan usaha karya wisata dengan sebutan perusahaan “Factory Outing” dalam bentuk mengenal lebih dekat proses produksi pembuatan mainan anak-anak sekaligus anak terlibat dalam proses produksi seperti mewarnai langsung mainan yang dipilih sesuai dengan selera warna yang disukai masing-masing anak. Proses belajar dengan melihat proses produksi menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak yang berkunjung dan memberikan respon dalam pengembangan usaha mainan anak sekaligus menjadi media promosi dan penjualan mainan anak.
Dalam pengembangan usahanya, PT. STB memasarkan produk hasil desain sendiri lewat Internet, yaitu memperkenalkan produk dan fasilitas yang terdapat pada PT. STB kepada konsumen yang ingin tahu lebih banyak tentang perusahaan. Dengan membuka website PT. STB, konsumen dapat mengadakan janji dengan perusahaan untuk berkunjung ke sekolah mempresentasikan dan mendemontrasikan berbagai produk PT. STB. Pada saat sekolah yang dikunjungi tertarik dengan presentasi yang disampaikan, maka pada kesempatan tersebut sekolah menyepakati untuk melakukan kunjungan ke PT. STB. Pemasaran lain yang dilakukan PT. STB adalah mengikuti pameran-pameran baik pameran besar maupun bazaar pada tempat tertentu. Melalui pameran, biasanya konsumen memesan (order) beberapa produk yang dihasilkan PT. STB.
Dengan berbagai pemasaran yang dilakukan Rumah Abia, khususnya pemasaran dalam negeri (domestik), seyogyanya jika dikaitkan dengan faktor
(20)
penawaran dan permintaan. pemasaran produk mainan anak-anak dari limbah kayu berkembang dan prospeknya menjanjikan atau cerah karena jumlah dan tingkat pertumbuhan anak usia 2 - 6 tahun meningkat setiap tahunnya yaitu sekitar 27% ( BPS, 2009). Tahap pertumbuhan usia 2 – 6 tahun anak butuh stimulasi untuk mempercepat atau menguatkan berbagai kemampuan anak seperti kemampuan motorik, konsentrasi, mengenal bentuk dan warna dan kreativitas anak (Hasuki, 2010). Namun fakta dilapangan, volume penjualan produk mainan anak-anak yang dilakukan PT. STB belum sesuai dengan harapan dan cenderung hanya mempertahankan keberadaan perusahaan belum menuju pengembangan usaha.
Beberapa masalah yang dihadapi perusahaan adalah sistem produksi mainan anak hanya 1 (satu) kali produksi untuk setiap jenis desain mainan anak yang dibuat dan desain yang menumbuhkan kreatifitas anak terbatas sehingga pada waktu konsumen menginginkan suatu produk mainan anak yang sama, sering sekali sudah tidak diproduksi Rumah Abia; sebagian besar produk mainan anak ditetapkan dengan harga yang tidak terjangkau masyarakat pada umumnya. Sedangkan permasalahan yang dihadapi konsumen dapat diduga (disinyalir) konsumen kurang mengenal atau bahkan tidak mengetahui produk mainan anak-anak PT. STB dan jenis produk yang dipasarkan; keterbatasan informasi yang diperoleh konsumen dimungkinkan menjadi penyebab kurang atau belum dikenalnya produk PT. STB; desain mainan anak berupa puzzle (bongkar pasang) yang dapat mempercepat dan menguatkan kemampuan mengasah motorik dan kreativitas anak belum disesuikan dengan kemampuan anak Indonesia pada umumnya, sehingga anak-anak hampir tidak bisa menyusun mainan puzzle tersebut yang lama kelamaan menimbulkan kebosanan pada anak. Selain itu, mainan anak dari bahan lain seperti plastik atau logam atau playstation (vedio game) menjadi mainan anak pilihan alternatif yang dipilih konsumen.
Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, maka untuk mengetahui sejauhmana pengenalan konsumen terhadap produk mainan anak-anak dari limbah kayu akan mempengaruhi konsumen dalam memutuskan pembelian suatu produk mainan anak-anak dari limbah kayu, diperlukan pengamatan terhadap perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan konsumen untuk membeli produk mainan anak-anak. Menurut Angel et al (1994) yang dimaksud dengan perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk (barang) dan jasa termasuk proses keputusan yang
(21)
mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Untuk menjawab permasalahan yang dihadapi perusahaan, penulis menfokuskan pengamatan pada tulisan Angel et al
(1994) dalam bukunya Behaviour Consumer (perilaku Konsumen) yaitu, terdapat 5 faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli barang maupun jasa, yaitu 1) pengenalan kebutuhan; 2) pencarian informasi; 3) Evaluasi Alternatif; 4) pembelian dan 5) evaluasi setelah pembelian. Kelima faktor ini penting dilakukan guna memperoleh masukan dari konsumen tentang produk mainan anak dari limbah kayu yang dipasarkan PT. STB untuk proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen.
Sejalan dengan kondisi di atas maka penulis mendalami kajian tentang perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian suatu produk dan merumuskan judul penelitian “Strategi Peningkatan Produk Mainan Anak-Anak dari Limbah Kayu PT. Safira Tumbuh Berkembang”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi PT. STB, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Faktor-faktor apakah yang mendasari konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian produk mainan anak dari limbah kayu PT. STB?
b. Bagaimana rencana pengembangan produk mainan anak-anak dari limbah kayu yang akan dilaksanakan PT. STB?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengenalan konsumen terhadap produk mainan anak-anak dari limbah kayu pada PT. STB/Rumah Abia.
b. Menyusun strategi pemasaran pengembangan usaha produk mainan anak-anak dari limbah kayu PT. STB (Rumah Abia).
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi PT. STB dalam pengembangan usaha produk mainan anak-anak.
(22)
b. Sebagai rujukan bagi usaha sejenis dalam pengembangan usaha.
c. Memberikan kontribusi dalam pengembangan pengetahuan dan penerapan metoda analisis suatu kajian pengembangan usaha mainan anak dari limbah kayu.
(23)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Kayu dan Mainan Anak-anak 2.1.1. Limbah Kayu
Limbah kayu dapat diartikan sebagai kayu yang tidak dimanfaatkan lagi, sehingga tidak mempunyai nilai ekonomi (Darusman, 1998), biasanya terjadi di areal eksploitasi dan di lokasi industri. Kayu-kayu bekas (limbah) yang berserakan di pabrik pengolahan kayu dan furniture dibuang dan dibakar begitu saja, yang bakhan dapat menimbulkan polusi. Selanjutnya hasil penelitian Darusman (1998), memperlihatkan bahwa limbah industri dengan angka rendemen di suatu kilang penggergajian di Kalimantan Timur sebesar 58 % atau limbah 42 %, sebagian besar limbah tersebut terdiri dari bentuk sebetan, potongan ujung dan serbuk gergajian.
Limbah kayu atau kayu-kayu bekas yang berserakan di pabrik pengolahan kayu dan furniture yang biasanya dibuang dan dibakar begitu saja, sehingga menimbulkan polusi, dapat digunakan untuk menghasilkan produk-produk bermanfaat, baik masih dalam wujud kayu maupun non-kayu seperti : papan balok partikel, papan serat, papan wol, gagang sapu, mainan anak-anak yang yang memiliki unsur pendidikan dan sebagainya. Pemanfaatan limbah kayu berarti membuka kesempatan pada industri pengolahan yang dapat memberi dampak ganda manfaat keuntungan usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat.
Di Pulau Jawa pemanfaatan limbah kayu jauh lebih besar dari pada luar Jawa, karena di Pulau Jawa, bahan baku kayu semakin langkah, dan akibatnya pemanfaatan limbah kayu menjadi penting (Departemen Kehutanan, 2008). Di provinsi Jawa Barat pemanfaatan kayu limbah dari industri pengergajian, meubel, dan furniture dimanfaatkan untuk membuat aneka mainan anak-anak. PT. STB merupakan salah satu perusahaan di Kabupaten Bogor yang memanfaatkan limbah industri penggergajian, industri meubel dan industri furniture lainnya menjadi bahan baku produk mainan anak-anak.
2.1.2. Mainan Anak-anak
Mainan anak-anak yang terbuat dari kayu (for wooden toys) merupakan salah satu core business (usaha utama) industri mainan anak-anak termasuk PT. STB
(24)
karena selain membantu pemerintah dalam penggunaan limbah kayu menjadi bernilai ekonomis, juga mengandung unsur pendidikan yang dapat membantu dalam mencerdaskan anak-anak, karena pada tahap pertumbuhan, anak butuh stimulasi untuk mempercepat dan menguatkan berbagai kemampuan anak, seperti kemampuan motorik anak, konsentrasi, mengenal bentuk dan warna serta kreativitas anak.
Banyak cara anak anak bermain, ada yang memilih bermain di mall, di tempat wisata dan lain sebagainya. Berbeda dengan education toys, merupakan istilah di mana mainan yang dimainkan anak-anak mengandung suatu unsur pendidikan, sehingga anak tidak hanya sekedar bermain tetapi secara tidak sengaja juga mempelajari sesuatu, sehingga dapat dikatakan mereka bermain sambil belajar (learning by doing).
Salah satu unsur penting dalam produk mainan anak-anak adalah rancangan atau desain yang menarik bagi anak-anak, murah dan bermutu (tidak mudah rusak). Namun sampai saat ini aneka ragam produk mainan anak-anak masih sangat terbatas dan tidak memperhatikan mutu (mudah rusak), rancangan (desain) dan nilai keunikan atau kekhasan dari mainan tersebut.
Menurut Andri (2000), designer toys adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan mainan yang diproduksi secara terbatas (limited edition) dan dibuat oleh seniman dan desainer. Designer toys menggunakan beragam material seperti plastik, kayu dan logam. Pencipta/pembuat dari designer toys biasanya memiliki latar belakang dalam bidang desain grafis, illustrator, seniman; sebagian lagi memang dilatih dalam bidang seni dan desain, sementara yang lainnya belajar dengan otodidak. Designer toys pertama muncul pada 1990-an di Hongkong dan berkembang pesat hingga sekarang. Designer Toys, atau yang biasa dikenal dengan istilah urban toys, mulai mewabah di Indonesia dari awal tahun 2000.
Pada umumnya orang tua akan senang membeli mainan bagi anak-anaknya, namun seringkali orangtua lupa akan aspek pendidikan yang bakal diperoleh si anak dari mainan tersebut, mereka lupa bahwa mainan bagi anak tidak sekedar mainan namun berkaitan dengan unsur pendidikan atau edukatif yang dapat menstimulasi kecerdasan dan konsentrasi anak yang menggunakannya (Hasuki, 2010).
Rancangan disain mainan bagi anak-anak harus disesuaikan dengan umur anak-anak, misalnya permainan memasang/atau merakit mainan yang didisain
(25)
terlalu tinggi pada umur anak usia 2 – 6 tahun dapat mengakibatkan anak menjadi malas menggunakan mainan dimaksud. Lebih lanjut Hurluck (1990), mengemukakan perancang mainan anak-anak sebaiknya mengerti aspek psikologi, sehinga produk mainan yang dihasilkan sesuai dengan umur anak.
Hurluch (1990), pada bukunya yang berjudul psikologi perkembangan anak, menyatakan bahwa anak usia 2 - 6 tahun adalah anak yang baru memasuki dunia pendidikan. Kondisi psikologis anak usia 2 - 6 tahun cenderung rawan, karena pada usia ini adalah awal dimulainya tahap pertumbuhan karakter. Anak pada usia ini mempunyai kecenderungan untuk mengetahui hal-hal baru, senang bermain dan berimajinasi.
Anak pada usia 2 -6 tahun sangat tertarik pada bentuk dan warna yang cerah suatu benda. Selain tertarik akan warna yang cerah, anak pada usia ini juga senang mencoba hal yang baru. Ketertarikan anak pada usia 2 sd 6 tahun akan warna cerah bersifat murni sebagai rangsangan mata.
Disain mainan anak-anak sebaiknya aman bagi anak-anak, sehingga orangtua tidak cemas tentang mainan yang dipakai anak-anak mereka. Muliawan (2009), berpendapat, disain mainan anak-anak sebaiknya memuat kriteria-kriteria tertentu yang menggabungkan antara psikologi anak dengan umur, misalnya memiliki bentuk yang tidak mempunyai sisi-sisi tajam, tidak mengandung bahan kimia, mainan dapat dilepas pasang sesuai keinginan anak, produk harus ringan. Lebih lanjut Muliawan mengemukakan dalam memilih mainan anak-anak harus dilibatkan, namun peranan orang tua juga penting dalam memilih mainan.
2.2. Pemasaran
2.2.1. Bauran Pemasaran
Konsep pemasaran berkembang sangat dinamis. Hal ini dapat dimengerti mengingat setiap karasteristik produk tidak persis sama metode pemasarannya. Misalnya produk jasa berbeda cara memasarkannya dengan produk pabrikasi
(manufacturing), namun secara umum dapat digunakan konsep pemasaran marketing mix dari Kotler (2008), meskipun sekarang telah berkembang sangat pesat sesuai dengan tantangan pemasaran itu sendiri.
Menurut Kotler (2008), aktivitas pemasaran meliputi 4 (empat) aspek yaitu produk (product), harga (price), tempat/distribusi produk (place), dan promosi
(promotion). Selanjutnya Kotler (2008) menggambarkan bauran pemasaran seperti pada Gambar 1 dibawah ini.
(26)
Gambar 1. Empat unsur dalam bauran pemasaran (Kotler, 2008)
Keempat aspek dalam pemasaran ini disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix) yang sering disebut dengan 4P. Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran. Dalam hal ini, analisis pemasaran mainan anak-anak yang terbuat dari limbah kayu berkaitan dengan keempat unsur bauran pemasaran tersebut.
a. Produk
Produk merupakan keseluruhan konsep obyek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen. Konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk tersebut, tetapi membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut. Menurut Kotler (2008), lima tingkat produk dimulai dari yang paling mendasar, yaitu :
1) Manfaat inti (core benefit), yaitu jasa atau mamfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen.
2) Produk dasar (basic product), penerjemahan manfaat dalam bentuk produk 3) Produk yang diharapkan (expected product), yaitu suatu sel atribut dan
kondisi yang biasanya diharapkan dan disetujui pembeli, ketika membeli suatu produk.
4) Produk yang ditingkatkan (augmented product), yaitu produk yang ditawarkan melebihi harapan pelanggan
5) Produk potensial (potential product), yaitu cakupan semua potensi peningkatan dan transformasi suatu produk dimasa yang akan datang.
Dalam pemasaran produk kreatif, termasuk mainan anak-anak, biasanya dilakukan dengan cara job order, artinya pembeli (buyers) memesan aneka
Bauran Pemasaran
(27)
ragam produk sesuai dengan keinginan pasar di negaranya, dengan demikian buyers telah menentukan disain, dan spesifikasi lainnya (ukuran, berat, dll). Menurut Sulianta (2009), dalam pemasaran produk industri kreatif, seperti ini peranan pemasaran melalui internet menjadi penting.
b. Harga
Harga merupakan sejumlah uang yang harus dibayar konsumen untuk produk dan jasa yang ditawarkan produsen. Harga merupakan komponen dalam bauran pemasaran yang mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Menurut Kotler (2008), tujuan ditetapkannya harga adalah untuk menetapkan upah dasar bagi pekerja serta keuntungan yang dicapai suatu perusahaan. Penetapan harga dapat dilakukan dengan menambah sejumlah keuntungan tertentu terhadap biaya produksi (mark up on cost). Besar kecilnya keuntungan yang akan ditambahkan sangat tergantung dari struktur pasar yang menggambarkan kondisi persaingan dalam suatu industri (Pappas, 1982).
c. Tempat
Cara menyampaikan barang dan jasa kepada konsumen dan diusahakan pada lokasi strategis. Paling tidak, ada tiga pihak yang terlibat berkaitan dengan tempat, yaitu penyedia barang/jasa, perantara dan konsumen.
Dalam kenyataanya, di dunia bisnis pengertian tempat (place), jauh lebih kompleks, menurut Drucker (1998), distribusi barang dan jasa melibatkan banyak pihak. istilah distribusi (distribution) mengacu pada aktivitas penempatan (placing) suatu produk agar sampai pada konsumen. Oleh karena itu, salah satu aspek terpenting dalam analisis distribusi adalah analisis saluran distribusi. Dalam ilmu pemasaran saluran distribusi (distribution channel) juga dikenal dengan istilah rantai tata niaga (marketing chain) atau analisis saluran pemasaran (marketing channel). Pengertian dari saluran distribusi adalah individu atau suatu struktur unit organisasi (entitas) baik yang berada di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan yang dilalui oleh suatu produk sehingga produk yang dihasilkan oleh produsen sampai di tangan konsumen. Dengan saluran distribusi konsumen mengetahui tempat untuk mendapatkan mainan anak-anak yang diinginkan.
d. Promosi
Promosi sangat penting dalam suatu bisnis baik jasa maupun pabrikasi. Meskipun cara berpromosi berbeda-beda pada setiap jenis produk, namun secara
(28)
ringkas promosi dapat diartikan, segala usaha produsen untuk membujuk konsumen agar membeli barang dan atau jasa produksinya (David, 2006). Promosi dimaksudkan agar konsumen mengetahui informasi tentang suatu produk dan pada gilirannya, diharapkan mau membeli produk yang dipromosikan tersebut. Tentu saja promosi dilakukan melalui alat promosi, menurut Kotler (2008) ada 5 (lima) alat utama promosi, yaitu iklan, promosi, hubungan masyarakat, personal selling, dan direct marketing.
1)Iklan
Iklan merupakan semua bentuk penyajian non personal, seperti promosi ide, promosi produk yang dilakukan oleh sponsor yang dibayar. Tujuan periklanan untuk mempengaruhi perasaan, pemahaman, kepercayaan, sikap dan kesan konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan produsen.
2)Promosi Penjualan
Merupakan insentif jangka panjang untuk merangsang pembelian suatu produk atau jasa melalui alat promosi seperti hadiah, kemasan khusus, atau contoh produk. Tujuan promosi penjualan adalah untuk meningkatkan volume pembelian yang lebih besar dan membangun loyalitas pelanggan.
Promosi mempunyai pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan iklan. Dalam ilmu pemasaran, kegiatan promosi memiliki pengertian yang sebangun dengan komunikasi pemasaran. Oleh karena itu dasar pengembangan kegiatan promosi adalah komunikasi. Sama halnya dengan distribusi pemasaran, konsep promosi sangat cepat berkembang, terutama dalam era global sekarang ini.
3)Hubungan Masyarakat dan Publisitas
Suatu stimulasi personal terhadap permintaan suatu produk atau jasa dengan menyediakan berita-berita komersial yang penting mengenai kebutuhan produk tertentu di suatu media yang disebarkan di radio, atau panggung yang tidak dibayar oleh sponsor.
4)Personal Selling
Merupakan kegiatan yang melibatkan secara langsung interaksi personal antara tenaga penjual dengan konsumen potensial. Personal selling menggunakan banyak tenaga penjual.
(29)
5)Direct Marketing
Merupakan kegiatan promosi yang menggunakan surat, faksimili, dan atau penghubung non personal lainnya, untuk berkomunikasi secara langsung dengan pembeli, sehingga dapat memperoleh tanggapan langsung dari pembeli tersebut.
2.2. 2 Strategi Pemasaran
David (2007) dan Rangkuti (2008), berpendapat strategi adalah cara untuk mencapai tujuan. Dalam konteks bisnis, strategi menggambarkan arah bisnis yang mengikuti lingkungan yang dipilih dan merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumber daya dan usaha suatu organisasi (Tjiptono, 2008). Setiap organisasi membutuhkan strategi manakala menghadapi situasi ketidakpastian dalam meningkatkan kekuatan bersaing perusahaan, menghadapi keterbatasan sumberdaya, membuat keputusan-keputusan antar bagian sepanjang waktu (Jain, 1990 dalam Tjiptono, 2008).
Berdasarkan tipenya, strategi dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu strategi manajemen, strategi investasi dan strategi pemasaran (Rangkuti, 2008). Dua variabel yang sangat penting untuk pelaksanaan strategi adalah segmentasi pasar dan produk, kedua hal tersebut berkontribusi penting bagi strategi pemasaran (David, 2007). Menurut Rangkuti (2008), segmentasi pasar penting diperhatikan dalam menyusun suatu strategi pemasaran. Segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli atau konsumen secara terpisah. Selanjutnya Targeting adalah suatu tindakan memilih suatu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki, sedangkan positioning merupakan penetapan posisi pasar, yang bertujuan untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing produk yang ada di pasar ke dalam pikiran konsumen. Konsep ini disebut dengan
segmentation, targeting dan positioning (STP).
Produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Defenisi lain dari produk adalah barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilaianya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi (Nitisusastro, 2009). Dari defenisi maka produk merupakan keseluruhan konsep obyek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen.
(30)
Sutojo (2009) menyebutkan bahwa produk merupakan titik berangkat keberhasilan pemasaran. Jumlah penjualan produk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli secara optimal, tidak dapat dipacu dengan strategi promosi penjualan. Hal yang sama, produk yang terlalu sedikit manfaatnya bagi pembeli juga tidak laku dengan strategi harga dan distribusi. Konsumen/pembeli tidak hanya membeli fisik dari produk tersebut, tetapi membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut. Selanjutnya Sutojo (2009) menyebutkan bahwa terdapat 3 (tiga) elemen manfaat yang menjadi pertimbangan pembeli dalam membeli suatu produk, yaitu : 1) manfaat yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan utama, disebut dengan manfaat inti (core benefit); 2) manfaat yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tambahan (expected product); 3) manfaat yang dibutuhkan untuk memenuhi keinginan pembeli (augmented product). Sedangkan Kotler (2008) membagi elemen manfaat dalam 5 (lima) tingkat produk dimulai dari yang paling mendasar, yaitu :
1) Manfaat inti (core benefit), yaitu jasa atau mamfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen.
2) Produk dasar (basic product), penerjemahan manfaat dalam bentuk produk 3) Produk yang diharapkan (expected product), yaitu suatu sel atribut dan kondisi
yang biasanya diharapkan dan disetujui pembeli, ketika membeli suatu produk. 4) Produk yang ditingkatkan (augmented product), yaitu produk yang ditawarkan
melebihi harapan pelanggan
5) Produk potensial (potential product), yaitu cakupan semua potensi peningkatan dan transformasi suatu produk dimasa yang akan datang.
Secara lengkap elemen manfaat yang dijabarkan Sutojo (2009) disajikan pada Gambar 1. Kemampuan perusahaan menyajikan manfaat yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen menjadi tanggungjawab seluruh bagian organisasi perusahaan.
Sutojo (2009), mengatkan terdapat 3 (tiga) faktor yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan dalam menyusun strategi produk, yaitu :
1) Atribut produk (product attributes), mempunyai pengaruh besar pada persepsi pembeli terhadap produk karena secara fisik atribut produk membawa berbagai manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen. Atibut produk yang paling besar peranannya dalam menciptakan persepsi konsumen adalah a) mutu; b) corak dan pernak pernik produk serta c) desain produk;
(31)
2) Penggunaan merek dagang (branding atau trade mark); 3) Kemasan produk (packaging).
Atibut produk yang paling besar peranannya dalam menciptakan persepsi konsumen adalah a) mutu; b) corak/bentuk dan pernak-pernik produk serta c) desain produk. Selanjutnya Sutojo (2009) menjabarkan tinggi rendahnya mutu produk di mata konsumen ditentukan oleh : a) panjang-pendeknya jangka waktu pemakaian produk tanpa gangguan yang berarti; b) tingkat rendahnya nilai manfaat yang disajikan produk; c) cara penggunaan produk yang mudah dan d) biaya reperasi yang tidak memberatkan pemilik produk yang bersangkutan. Paul Peter dalam Sutojo (2009) menyatakan agar dapat bersaing di pasar secara berhaasil, produk harus memiliki mutu yang superior (yaitu mempunyai manfaat lebih banyak jenisnya dan lebih tinggi nilainya kepada konsumen) dibandingkan dengan produk saingan yang setingkat.
Layanan Purna Jual
Pengiriman cepat
MANFAAT INTI Pembelian Dengan Kredit
Kebutuhan Utama
Jaminan Suku Cadang
Keinginan
Gambar 2. Diagram manfaat barang di mata pembeli
Kebutuhan Tambahan Kemasan
Harga Merek
Mutu
Jaminan Reprasi
Dalam penjualan produk kreatif, termasuk mainan anak-anak, biasanya dilakukan dengan cara job order, artinya pembeli (buyers) memesan aneka ragam produk sesuai dengan keinginan pasar di negaranya, dengan demikian buyers telah menentukan disain, dan spesifikasi lainnya (ukuran, berat, dan lain-lain). Menurut
(32)
Sulianta (2009), dalam pemasaran produk industri kreatif, seperti ini peranan pemasaran melalui internet menjadi penting.
Pendekatan umum yang dilakukan oleh produsen dalam mengidentifikasi segmen pasar adalah pengelompokan berdasarkan usia, jenis kelamin dan keadaan ekonomi konsumen. Sedangkan variabel dalam melakukan segmentasi pasar bisnis adalah demografis, operasional, pendekatan pembelian, situasi dan karakteristik pribadi (Purnomo dan Zulkieflimansyah, 1999).
Para pemasar wajib memahami keragaman dan kesamaan konsumen atau perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produknya dengan baik. Para pemasar harus memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga dapat merancang strategi produk dengan lebih baik.
2.3. Konsumen
2.3.1. Perilaku Konsumen
Keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung dari laku-tidaknya barang dagangan. Pemasaran dapat berhasil apabila dapat memahami konsumennya dengan baik. Pemahaman mendalam tentang konsumen akan memungkinkan produsen dapat mempengaruhi keputusan konsumen, sehingga mau membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen.
Engel et al (1994) mendefenisikan perilaku konsumen (consumer behavior), sebagai tindakan langsung konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Sedangkan menurut Schiffman-Kanuk dalam Nitisusastro (2009) perilaku konsumen adalah seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan konsumen pada saat akan memutuskan untuk membeli produk guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Mempelajari perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya yang diinginkan. Model perilaku konsumen terjadi dan dibentuk oleh perubahan-perubahan yang mempengaruhinya. Sebagai kerangka dasar dalam memahami perilaku konsumen adalah model perilaku konsumen yang dikenal dengan Engel, Blackwell dan Miniard (EBM). Model tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari model pada Gambar 3, terlihat bahwa proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh pengaruh eksternal/lingkungan, perbedaan induvidu dan proses
(33)
psikologis. Menurut Engel et al (1994), perspektif konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, kelas sosial, pribadi dan psikologis. Faktor kebudayaan mengacu pada nilai, gagasan, dan simbol-simbol lain yang bermakna membantu individu berkomunikasi, melakukan penafsiran dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat, yang meliputi budaya dan kelas sosial. Faktor sosial meliputi kelompok referensi, keluarga, peranan dan status, di mana faktor sosial merupakan faktor yang memberikan motivasi bagi konsumen dalam mengkomunikasikan suatu produk.
Keluarga merupakan unit pengambilan keputusan utama dan anggota keluarga membentuk preferensi yang paling berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
Gambar 3. Model perilaku pengambilan keputusan konsumen dan faktor – faktor yang mempengaruhi (Engel et al. 1994)
Ada dua alasan mengapa keluarga menjadi penting dalam perilaku konsumen, yaitu pertama adalah banyak konsumsi diikuti oleh konsumen ganda yang bertindak sebagai unit keluarga. Kedua adalah ketika pembelian dibuat oleh individu, keputusan pembelian dipengaruhi oleh anggota keluarga.
Faktor pribadi meliputi usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian, gaya hidup serta konsep diri. Kepribadian pada perilaku merupakan respon konsumen terhadap stimulasi lingkungan dan hal ini penting diketahui untuk membantu evaluasi tindakan pemasaran sebelum dilaksanakan di pasar, sehingga pihak pemasar dapat merencanakan target dan pangsa pasarnya. Faktor eksternal (lingkungan) adalah faktor yang mempengaruhi proses pembelian
Pengaruh Eksternal (Pengaruh Lingkungan) Budaya Kelas sosial Pengaruh pribadi Perbedaan Individu Motivasi dan keterlibatan Pengetahuan Sikap
Kepribadian dan gaya hidup
Demografi
Proses Pengambilan Keputusan Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Pembelian Evaluasi setelah Pembelian (Hasil) Proses Psikologis Pengolahan informasi Pencarian informasi Evaluasi alternatif Pembelian Evaluasi setelah pembelian
(34)
konsumen dalam pembelian produk mainan anak dari limbah kayu terdiri dari kelas sosial, keluarga, pengaruh pribadi, pengaruh keluarga dan pengaruh situasi.
Faktor internal terdiri dari individu dan proses psikologis, faktor individu mempengaruhi keputusan konsumen adalah motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, gaya hidup dan demografi. Sedangkan proses psikologis yang mempengaruhi adalah faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku konsumen (Engel et al. 1994).
2.3.2. Proses Pengambilan Keputusan
Ada dua elemen penting konsumen, yaitu (1) proses pengambilan keputusan dan (2) kegiatan fisik, yang semua ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa ekonomis (Engel at al. 1994).
Menurut Engel et al (1994), proses pengambilan keputusan konsumen dapat dibagi dua bagian besar, yaitu keputusan rasional (keputusan yang didasari atas pertimbangan yang cermat dan evaluasi produk yang ultilarian) dan keputusan hedonik, (keputusan yang berdasarkan atas pertimbangan simbolis, emosi, kesenangan indra, lamunan dan estetika).
Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, dapat juga dikatakan perilaku konsumen merupakan tindakan yang dilakukan konsumen dalam proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan dan menggunakan barang-barang atau jasa, dengan pertimbangan (1) pengenalan kebutuhan (2) pencarian informasi; (3) evaluasi alternatif; (4) proses pembelian dan (5) evaluasi hasil pembelian. Kelima proses pengambilan keputusan konsumen tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pengenalan kebutuhan
Tahapan pengenalan kebutuhan mulai dirasakan konsumen ketika adanya ketidak sesuaian situasi konsumen sekarang dan keadaan yang diinginkan. Jika tingkat ketidaksesuaian yang dirasakan itu berada di bawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhanpun tidak terjadi. Sebaliknya apabila tingkat kesesuaian yang dirasakan itu berada di atas ambang, maka terjadi pengenalan kebutuhan. Pengenalan kebutuhan akan tergantung kepada dua faktor yaitu 1) kebutuhan yang dikenali harus cukup penting dan 2) konsumen harus percaya bahwa solusi bagi kebutuhan tersebut ada dalam batas kemampuan. Suatu kebutuhan sebelum dikenali dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (a) keadaan
(35)
yang berubah yaitu kebutuhan yang diakibatkan oleh perubahan di dalam kehidupan seseorang, (b) pemerolehan produk (kebutuhan akan produk baru) , (c) konsumsi produk yaitu suatu kebutuhan hanya dikenal karena ada situasi kehabisan persediaan dan (d) pengaruh pemasaran
b. Pencarian informasi
Pencarian informasi didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau perolehan informasi dari lingkungan (pencarian eksternal). Pencarian informasi yang dilakukan seseorang tergantung pada kekuatan dorongannya, jumlah informasi yang diberikan pada informasi tambahan dan keputusan yang diperoleh dari pencarian tersebut. Jika pencarian informasi secara internal tidak memadai untuk memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian akan beralih kepada pencarian eksternal.
Pencarian informasi oleh konsumen dicirikan 3 (tiga) dimensi utama yaitu (1) Kadar, yang menggambarkan jumlah total pencarian yang dicerminkan dengan banyaknya merek, toko, atribut, sumber informasi dan waktu yang digunakan untuk melakukannya, (2) Arah, menggambarkan isi spesifik dari pencarian dengan penekanan pada merek dan toko tertentu yang terlibat dalam pencarian informasi, (3) Urutan, menggambarkan urutan di mana aktivitas pencarian informasi terjadi.
Berdasarkan Kotler (2008), ada 4 (empat) sumber informasi yang diperoleh konsumen, yaitu sumber pribadi, sumber komersial, sumber pengalaman dan sumber umum. Dalam kajian ini sumber informasi yang digunakan adalah sumber pribadi yang terdiri dari keluarga, teman, tetangga dan kenalan. Sumber-sumber konsumen dapat dilihat pada Gambar 4. Selain itu, Kotler (2008) mengklasifikasikan sumber informasi berdasarkan bentuk dan jenisnya sebagaimana digambarkan pada Tabel 1.
(36)
Gambar 4. Sumber-sumber informasi yang diperoleh konsumen (Kotler, 2008)
Tabel 1. Klasifikasi sumber informasi berdasarkan bentuk dan jenis
Bentuk
Jenis Impersonal Personal
Komersial Iklan
Informasi dalam toko
Wiraniaga
Nonkomersial Media umum Orang lain
Engel et al (1995) membagi pencarian informasi menjadi dua bagian yaitu pencarian informasi internal dan pencarian informasi eksternal. Pencarian informasi internal didasarkan pada ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan, sedangkan informasi eksternal terdiri dari pengumpulan informasi dari pasar. Secara rinci proses pencarian informasi internal digambarkan sebagaimana Gambar 5.
c. Evaluasi Alternatif
Evaluasi alternatif adalah konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahapan ini konsumen harus (1) menentukan kriteria evaluasi yang digunakan, (2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3) menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan dan (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat suatu pilihan akhir.
Sumber Informasi Konsumen Sumber Pribadi - Keluarga - Teman - Tetangga - Kenalan Sumber Komersial - Iklan - Sales - Grosir - Agen Sumber Pengalaman - Penanganan - Pemeriksaan - Penggunaan produk Sumber Umum - Media massa - Organisasi - Penilaian konsumen
(37)
Gambar 5. Proses pencarian informasi internal (Engel et al. 1995)
Dalam evaluasi alternatif, konsumen menggunakan dimensi atas atribut tertentu yang disebut dengan kriteria evaluasi yang terdiri dari harga, mutu, kemudahan memperoleh produk, merek desain dan keunikan/kekhasan serta promosi. Penentuan kriteria evaluasi tertentu yang akan digunakan oleh konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh situasi, kesamaan alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan.
Setelah merumuskan kriteria evaluasi dan menentukan alternatif pilihan yang akan digunakan, maka sebelum konsumen memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan untuk diterapkan terlebih dahulu konsumen melakukan penilaian terhadap kinerja alternatif dimaksud, baru setelah itu konsumen menerapkan kaidah keputusan (Engel et al. 1995). Komponen dasar proses evaluasi alternative digambarkan pada Gambar 6.
Ya
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Internal
Pencarian Internal Berhasil ?
Lanjutkan dengan keputusan
Jalankan Pencarian
Eksternal Derterminan
Pencarian Internal
Pengetahuan yang sudah ada
Kemampuan untuk
mengoperasikan kembali informasi
(38)
Gambar 6. Komponen dasar evaluasi alternatif (Engel et al. 1995)
d. Keputusan Membeli
Konsumen harus mengambil keputusan mengenai kapan akan membeli, di mana membeli dan bagaimana membayar. Kotler (2008) menerangkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi suatu pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap atau pendirian orang lain. Sejauhmana pendirian orang lain dapat mempengaruhi proses alternatif yang disukai seseorang tergantung pada dua hal, yaitu (1) intensitas dari pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk memenuhi keinginan orang lain. Semakin kuat sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan semakin menyesuaikan maksud pembeliannya. Sebaliknya, preferensi seseorang terhadap suatu merek akan meningkat, jika orang yang disenangi juga menyukai keputusan yang sama. Faktor kedua yang mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Adanya faktor ini akan dapat mempengaruhi rencana pembelian suatu produk yang akan dilakukan konsumen. Tahapan antara evaluasi alternatif dan keputusan pembelian dapat dilihat pada Gambar 7.
Menentukan Kriteria Evaluasi
Menentukan Alternatif Pilihan
Menilai Kinerja Alternatif
Menerapkan Kaidah Keputusan
(39)
Gambar 7. Tahap-tahap antara evaluasi alternatif dan keputusan pembelian (Kotler, 2008)
e. Evaluasi Setelah Pembelian
Setelah pembelian terjadi, konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang dilakukannya. Hasil evaluasi setelah pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Menurut Rangkuti (2009), kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara pengalaman atas kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari kinerja dan harapan pembeli, sedang ketidakpuasan digambarkan dengan kinerja dibawah harapan sehingga dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif. Analisis kepuasan pelanggan merupakan keseimbangan antara harapan pelanggan yang dipengaruhi oleh faktor pengalaman pembelian sebelumnya, nasehat teman, keluarga, serta janji dan informasi yang diberikan oleh pemasar dan pesaingnya.
Selain perilaku konsumen, persepsi konsumen juga merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mempengaruhi pasar. Persepsi konsumen merupakan aktivitas penting yang menghubungkan konsumen individu dengan kelompok, situasi dan pengaruh pemasar. Persepsi konsumen didefinisikan sebagai proses di mana individu memilih, mengorganisasi dan
Evaluasi alternatif
Nilai pembelian
Sikap orang lain
Situasi yang tidak diantisipasi
(40)
menginterprestasikan stimuli ke dalam gambaran yang mempunyai arti dan masuk akal sehingga dapat dimengerti. Persepsi konsumen meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Proses pemahaman ini melalui penglihatan, pendengaran, penyentuhan perasaan dan penciuman.
Dalam pengembangan usaha, diperlukan strategi pemasaran yang baik guna menarik lebih banyak konsumen maupun meningkatkan penjualan produk. Untuk itu, 5 (lima) tahap perlu dikaji proses perilaku pembelian konsumen yang terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap evaluasi alternatif, tahap keputusan pembelian dan tahap perilaku setelah pembelian, di mana tiap keputusan yang dilakukan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendukungnya seperti faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor internal (faktor individu dan proses psikologis), serta faktor bauran pemasaran.
2.3.3. Proses Adopsi Konsumen
Adopsi adalah keputusan individu untuk menjadi pengguna teratur produk tertentu, melalui proses penggunaan konsumen (consumer adoption process)
yaitu calon pelanggan mempelajari produk baru, mencobanya, serta menggunakannya. Saat ini orang-orang yang melakukan pemasaran produk baru dengan membidik konsumen yang merupakan pengguna awal.
Inovasi adalah setiap barang, jasa, atau gagasan yang dianggap seseorang sebagai sesuatu yang baru. Gagasan tersebut mungkin sudah mempunyai sejarah yang lama, tetapi hal ini tetap merupakan inovasi bagi orang yang memandangnya sebagai hal baru. Proses penyebaran inovasi (innovation diffusion process) sebagai “perpencaran gagasan baru dari sumber penemuan dan
penciptaannya ke pengguna atau pemakai akhir. Proses penggunaan konsumen terfokus pada proses mental dan melalui proses ini seseorang beralih dari mendengarkan pertama kali tentang inovasi hingga akhirnya menggunakannya. Menurut Kotler dan Keller (2008), dalam penggunaan suatu produk, konsumen mempertimbangkan 5 (lima) tahap, yaitu :
a. Keadaan (awareness) – Konsumen menyadari inovasi tersebut, tetapi masih kekurangan informasi mengenai hal ini.
(41)
b. Minat (interest) – Konsumen merangsang untuk mencari informasi mengenai inovasi tersebut.
c. Evaluasi (evaluation) – Konsumen mempertimbangkan apakah harus mencoba inovasi tersebut.
d. Uji coba (trial) – Konsumen mencoba inovasi tersebut untuk meningkatkan perkiraannya tentang nilai inovasi tersebut.
e. Penggunaan (adoption) – Konsumen memutuskan untuk memakai inovasi tersebut sepenuhnya dan secara teratur.
Pemasar produk seharusnya memudahkan pergerakan melalui tahap-tahap ini. Menurut Engel et al (1994), pemasar dalam mengenali ciri-ciri proses penggunaan produk dipengaruhi oleh faktor kesiapan orang untuk mencoba produk baru dan pengaruh pribadi.
Kesiapan mencoba produk baru dan pengaruh pribadi didefenisikan sebagai keinovatifan seseorang “sejauh mana seseorang relatif lebih awal menggunakan gagasan baru dibandingkan dengan anggota-anggota sistem sosialnya.” Engel et al (1994) mengelompokkan pengguna dalam 5 (lima) kelompok, yaitu : 1) Pelopor (inovator) adalah orang yang senang dengan teknologi; mereka senang berpetualang dan senang mengutak-atik produk baru dan menguasai kerumitannya. Untuk mendapatkan harga murah, mereka senang melakukan testing dan melaporkan kelemahan-kelemahan secara dini. 2). Pengguna awal
(early adopter) adalah pemimpin opini yang secara cermat mencari teknologi baru yang mungkin memberi mereka keuntungan bersaing yang dramatis. Mereka kurang peka terhadap harga dan berkeinginan untuk mengadopsi produk jika diberi dukungan layanan yang baik. 3). Mayoritas awal (early majority)
adalah kaum pragmatis yang melakukan pertimbangan matang yang mengadopsi teknologi baru jika manfaatnya terbukti dan sudah banyak yang mengadopsi. Mereka membentuk pasar arus utama (main stream). 4). Mayoritas akhir (late mayority) adalah kaum konservatif yang skeptis yang menentang resiko, segan terhadap teknologi, dan peka terhadap harga. 5). Lelet (Leggards) adalah orang yang terikat tradisi dan menolak inovasi sampai mereka menemukan bahwa status quo tidak lagi dapat dipertahankan.
Masing-masing dari kelima kelompok ini harus dibedakan dengan jenis pemasaran yang berbeda jika perusahaan ingin menggerakan motivasinya di seluruh siklus hidup produk.
(42)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Kajian
Lokasi tempat penelitian adalah PT. Safira Tumbuh Berkembang (PT. STB) yang berlokasi di Jl K.H. Moch Toha 13 Ciawi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Letaknya hanya 2 km dari persimpangan jalan Ciawi-Sukabumi menuju Gadok (Lampiran 1).
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan 5 bulan pada Januari sampai Mei 2011.
3.2. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Adapun cara pengambilan kedua jenis data tersebut adalah sebagai berikut :
3.2.1. Data Primer
a. Penentuan Responden
Dalam penelitian ini populasi adalah guru dan orangtua murid Taman Kanak-kanak (TK) di Kota Bogor. Sampel ditentukan berdasarkan pertimbangan (purposive sampling), yaitu sampling yang disengaja dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangannya adalah mudah didatangi dan TK tersebut bersedia diwawancarai. Dari 132 jumlah TK yang terdaftar di kota Bogor, diambil 10 TK (Lampiran 2) sesuai dengan pertimbangan diatas Dari setiap TK diambil 6 responden yang terdiri dari 3 orang tua murid dan 3 orang guru. Dengan demikian jumlah responden sebanyak 60 orang.
Untuk menyamakan persepsi bagi responden baik yang telah dan belum pernah berkunjung ke PT STB, maka dibawa contoh produk mainan anak-anak dari kayu yang dihasilkan PT. STB.
b. Kuesioner
Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan responden. Untuk itu disusun pertanyaan secara terstruktur yang memuat proses pengambilan keputusan konsumen sebagaimana telah diuraikan pada Tinjauan Pustaka (Bab II). Menurut Engel et al (1994), proses pengambilan keputusan tersebut meliputi 5 (lima) tahapan, yaitu pengenalan kebutuhan, mencari informasi, evaluasi/seleksi alternatif, pembelian, dan evaluasi pasca pembelian. Selain itu juga dibuat
(43)
pertanyaan tentang atribut yang menunjutkan prioritas pertimbangan awal konsumen dalam membeli suatu produk mainan anak-anak dari kayu. Secara lengkap kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 3.
c. Observasi
Observasi, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan langsung di perusahaan PT. STB dengan cara pengamatan proses produksi dan wawancara langsung dengan pemilik dan jajaran manajemen perusahaan. Dalam observasi diambil juga foto-foto sebagai dokumentasi.
3.2.2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur atau jurnal yang berkaitan dengan penelitian, buku-buku, situs, BPS, Dinas Pendidikan Kota Bogor, dan instansi terkait lainnya, serta dokumen laporan perusahaan.
3.3. Pengolahan dan Analisis Data 3.3.1. Pengolahan Data
Data primer berupa jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan, diolah dengan menggunakan paket program exel.
3.3.2. Analisa Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif–kualitatif dan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan obyek kajian pada masa sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan berkaitan dengan proses pengambilan keputusan pembelian mainan anak dari limbah kayu. Untuk memudahkan interpretasi analisis akan digunakan tabel tabulasi.
Terdapat berbagai metoda untuk mengetahui atribut prioritas yang paling dipentingkan konsumen yaitu metoda Fishbein, metoda Thurstone, pendekatan STP (segmentasi, Targeting dan positioning), SWOT dan lainnya, namun dalam penelitian ini penulis menggunakan metoda analisis Thurstone, dengan pertimbangan bahwa kajian yang dilakukan adalah menggali perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian produk mainan anak-anak. Tahapan metode Thurstone secara ringkas adalah sebagai berikut :
(44)
(a) Membandingkan skala sikap terhadap peubah ke i dan ke j yaitu dengan memberi skor 1 ; jika Vi > Vj; dan memberi nilai 0; jika Vi < Vj; serta memberi nilai 0.5 jika Vi=Vj;
(b) Membuat Matrik Frekuensi yaitu jumlah skor masing masing tiap peubah; (c) Membentuk matrik proporsi dimana pembagian tiap elemen matriks frekuensi
dengan total frekuensi;
(d). Transformasi matrik proporsi ke nilai baku Z;
(e) Hitung rataan tiap kolom tanpa menyertakan unsure dari diagonal matriks kemudian kolom diurutkan mula dari kolom dengan rataan kecil ke besar; (f) Menghitung selisih antara kolom terdekat. Peubah dengan rataan tertinggi
dikurangi dengan peubah dengan rataan yang lebih rendah. hasilnya merupakan jarak antara dua peubah yang saling berdekatan;
(g) Hitung skala tiap peubah dengan menetapkan nilai skala pertama bernilai nol. nilai skala selanjutnya dihitung dengan cari nilai kumulatif dari nilai skala sebelumnya.
Penyusunan strategi pemasaran dalam studi ini didasarkan pada proses pengambilan keputusan konsumen (pengenalan kebutuhan, sumber informasi, evaluasi alternative, keputusan pembelian, evaluasi pasca pembelian mainan anak-anak di Rumah Abia), dan prioritas atribut yang diinginkan konsumen sebagai pertimbangan dalam pembelian mainan anak-anak dari limbah kayu.
(45)
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan
PT. STB merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang mainan anak-anak, assesories anak dan furniture anak dari bahan dasar kayu. Perusahaan berdiri sejak tahun 1993 yang beralamat di Jl. Moh. Toha No. 13 Ciawi Bogor. Pada awalnya nama perusahaan adalah Four Corner dan kemudian berganti nama menjadi PT. Safira Tumbuh Berkembang disingkat dengan PT. STB.
PT. STB mempunyai misi memanfaatkan limbah kayu sebagai bahan baku dalam memproduksi produk mainan anak-anak yang mempunyai nilai ekonomis. Sedangkan visinya adalah menjadikan produk PT. STB sebagai produk mainan anak-anak edukatif yang membangun perkembangan kreatifitas anak.
Pada bulan Januari 1995, perusahaan mendapat kunjungan dari SEVI, perusahaan mainan kayu terbesar di Italia, untuk melihat proses produksi yang ada di Four Corner. Ketertarikan “SEVI” terhadap mutu produk yang dimiliki oleh
Four Corner, pada Nopember 1995 pimpinan perusahaan di undang ke Italia untuk mengunjungi pabrik mainan kayu “SEVI” dan hasil kunjungan tersebut perusahaan mendapatkan kontrak kerja selama 10 tahun untuk pemasok mainan kayu dengan merek : Hampelhans” dan “The Chekies”. Selain itu, perusahaan memperoleh bantuan mesin-mesin produksi dari Italia. Pada tahun 1997, SEVI di beli oleh TRUDI sehingga kelanjutan kontrak diteruskan TRUDI hingga pertengahan tahun 2000.
Pada bulan Juli 1999, PT. STB mengikuti Pameran Produk Ekspor di Jakarta dengan memperkenalkan produk The Chekies dan “Hampelhans”. Di luar dugaan respon pasar yang cukup baik menyebabkan permintaan meningkat.
Sejak pertengahan tahun 2000, PT. STB mulai membentuk departemen pemasaran sendiri untuk memperluas pasar, baik lokal maupun internasional. Dalam menjalankan usahanya PT. STB tidak luput dari perkembangan maupun kegagalan, oleh karenanya pada tahun 2003 melalui proses hubungan baik dan kelancaran pasokan barang yang di order, PT. STB memutuskan usahanya hanya ekspor ke negara Swiss dan berusaha mengembangkan pasar di dalam negeri melalui media internet dan pameran ekspo produk dalam negeri yang dilakukan oleh UKM maupun pemerintah seperti perindustrian, perdagangan, Pemda DKI.
(46)
Dalam memproduksi mainan anak-anak dari kayu, perusahaan sangat memperhatikan image, fungsi dan ketertarikan anak-anak pada sebuah produk, sehingga desainnya lebih banyak menggunakan image atau fitur flora dan fauna. Hasil produksi PT. STB dipajang pada outlet yang terdapat di dalam komplek pabrik yang dinamai Rumah Abia.
4.1.2. Sumber Daya Manusia
PT. STB memanfaatkan sumberdaya manusia yang ada di daerah sekitar pabrik dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 24 orang. Penempatan pekerja disesuaikan dengan keterampilan yang dikuasai oleh pekerja.
Dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan sehari-hari diperlukan keteraturan dan kejelasan tugas bagi setiap individu dalam perusahaan. Untuk menunjang keteraturan organisasi perusahaan, disusun struktur organisasi sebagaimana Gambar 8.
Gambar 8. Struktur organisasi PT. STB
Adapun uraian tugas dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut: a. Direktur Utama
Sebagai pimpinan sekaligus pemilik perusahaan PT. STB bertugas untuk menentukan kebijaksanaan perusahaan dan memimpin laju perusahaan.
b. Direktur Produksi
Bertugas memimpin proses produksi mulai dari perencanaan, finishing, packaging sampai pada quality control. Disamping itu, direktur produksi juga merupakan desainer mainan yang akan dihasilkan.
Operasional
Direktur Utama
Direktur
Produksi keuangan Direktur
Manajer Produksi
Purchasing Supervisor
Manajer Keuangan
Administrasi Manajer
(47)
c. Direktur Keuangan
Bertugas mengatur segala macam tentang keuangan perusahaan, termasuk didalamnya mencatat apakah suatu produk memberikan keuntungan untuk perusahaan atau tidak.
d. Manager Produksi
Bertugas mengatur jadwal produksi, supervisi proses produksi, mengkoordinasikan kegiatan, mengawasi proses finishing, proses packaging
dan quality control.
e. Manager Administrasi dan Keuangan
Mengurus bagian administrasi perusahaan dari pengeluaran bahan baku sampai pembagian gaji karyawan dan mengatur pemasukan dan pengeluaran keuangan perusahaan Seperti mencatat pemasukan dan pengeluaran harian keuangan.
f. Manager Pemasaran
Bertugas mencari dan melayani klien serta distribusi g. Supervisor
Bertugas untuk mengatur seluruh kegiatan di bagian produksi h. Purchasing
Bertugas untuk menyediakan bahan-bahan baku untuk kepentingan produksi i. Operasional
Bertugas mengoperasionalkan proses produksi, proses finishing dan proses
packaging
4.1.3. Pemasaran a. Pasar Ekspor
Pemasaran ekspor hanya terjadi ke Swiss sejak tahun 2003. Pangsa pasar ekspor semakin tidak dapat diandalkan, sehingga perusahaan juga mulai melakukan mengembangkan pasar domestik.
b. Pasar Domestik
Ditengah perkembangannya, pada Januari 2008 perusahaan PT. STB memperkenalkan Wisata Karya dengan sebutan perusahaan “Factory Chuting” yaitu anak mengenal lebih dekat proses produksi pembuatan suatu mainan melalui pengamatan proses pembuatan mainan.
Outlet tempat pajangan hasil produksi PT. STB yang disebut dengan Rumah Abia merupakan tempat pemasaran berbagai produk yang diproduksi oleh PT. STB. Secara otomatis orang tua murid yang ikut datang mendampingi anaknya akan mampir melihat bahkan membeli di outlet ini.
(48)
Pemasaran produk yang dilakukan PT. STB selama ini adalah dengan menggunakan (1) Media internet yaitu melalui website rumah_abia.com dan (2) Pameran, yaitu mengikuti pameran-pameran, baik pameran besar maupun bazar-bazar yang diselenggarakan UKM maupun pemerintah seperti Pemda DKI, Perindustrian, dan lain-lain.
Sasaran pasar dalam negeri PT. STB adalah sebagai berikut: (1) Sekolah Taman Kanak-kanak. Sekolah menjadi target pasar dari PT. STB, karena sekolah dapat menggunakan produk-produk yang diproduksi oleh rumah Abia sebagai alat peraga dalam proses pembelajaran maupun sebagai mainan, asesories atau hiasan bagi sekolah. (2). Keluarga anak & Orang Tua. Anak dan orang tua tentunya berhubungan erat saat mereka memutuskan untuk menggunakan suatu produk tertentu. Dengan ketertarikan anak terhadap produk apa yang ingin mereka miliki tentunya membuat orang tua juga ikut memutuskan apakah produk tersebut memang pantas untuk dimiliki dan digunakan oleh anak mereka.
4.1.4. Produksi a. Bahan Baku
Jenis kayu yang sering digunakan adalah kayu-kayu sisa atau limbah, karena bentuk produk mainan mayoritas kecil-kecil, mereka dapat memanfaatkan dari kayu-kayu sisa dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan mereka harus menggunakan jenis kayu baru. Penggunaan bahan baku dari kayu sisa atau limbah dapat menguntungkan perusahaan sampai 80% dalam bahan baku kayu. Sumber bahan baku diperoleh dari perusahaan furniture yang telah ekspor yang terdapat disekitar perusahaan, yang merupakan limbah kayu salah desain atau potong.
b. Material pendukung
Selain material utama yang digunakan, terkadang PT. STB juga menggunakan material lain yang dapat mendukung produk mereka. Baik sebagai packaging atau pendukung kebutuhan lainnya. Material lain yang digunakan adalah magnet untuk produk hiasan untuk kulkas, kertas bahan duplek atau cowrigated yang sifatnya ramah lingkungan, ringan dan aman digunakan untuk kemasan produk mainan, dan jenis logam digunakan untuk produk hiasan atau gantungan kunci.
(49)
c. Kapasitas Produksi
Untuk produksi mainan anak dan asesories kamar anak bisa mencapai antara 20.000 - 30.000 buah per tahun. Sedangkan untuk furniture anak bisa mencapai 15 buah per tahun. Pada produksi furniture anak dihitung berdasarkan jumlah permintaan konsumen, yakni dari pesanan konsumen yang ingin memiliki furniture khusus untuk kamar anaknya. Pada produksi furniture
anak ini baru dimulai pada tahun 2008. d. Fasilitas Perusahaan
Fasilitas yang dimiliki antara lain, kantor, outlet Rumah Abia, workshop
pembentukan mainan, asesories, furniture, peralatan yang tersedia di workshop PT. STB
4.2. Karakteristik Responden
Jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner kemudian di entri dalam program exel dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kajian ini melibatkan responden yang berjumlah 60 orang, terdiri dari 30 responden guru Taman Kanak-kanak (TK) dan 30 responden orangtua murid Taman Kanak-kanak. Data hasil wawancara responden disajikan pada lampiran 4. Berikut ini adalah karasteristik responden, mencakup usia, pekerjaan, pendidikan, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, dan pengeluaran per bulan untuk mainan anak-anak.
a. Usia
Untuk mengetahui pendapat responden terhadap produk mainan anak-anak yang terbuat dari limbah kayu, responden sebagian besar berusia antara 31-40 tahun (38,3%), kemudian disusul usia antara 20-30 tahun (36,7%), serta usia 41-50 tahun sebesar 25,0% sebagaimana diperlihatkan Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Indentifikasi kondisi usia responden penelitian
No Uraian Jumlah
(org)
Persentase (%)
a 20-30 tahun 22 36.7
b 31-40 tahun 23 38.3
c 41-50 tahun 15 25.0
(50)
b. Pekerjaan
Dilihat dari sisi pekerjaan, sebagian besar responden bekerja sebagai guru/pegawai swasta (56.7%), disusul oleh ibu rumah tangga (31,6%), PNS sebesar 6,7%, dan wiraswasta sebesar 5,0%. Secara lengkap proporsi responden berdasarkan pekerjaan sebagaimana Tabel 3
Tabel 3. Identifikasi pekerjaan responden penelitian
No. Pekerjaan Jumlah
(org)
Persentase (%)
a ABRI/PNS 4 6.7
b Pengusaha Manager/Wirausaha 3 5.0
c Pegawai swasta/guru 34 56.7
d Ibu Rumah Tangga 19 31.6
Jumlah 60 100.0
c. Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar responden berpendidikan S1 (43,3%), kemudian di urutan kedua berpendidikan Diploma/Akademi sebesar 40%, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap penerima dan pergantian informasi yang diperolehnya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka pola pikirnya semakin sistematis dan ingin mendapatkan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Ditengah kesadaran masyarakat akan pendidikan anak saat ini, faktor edukasi dari mainan anak-anak menjadi penting bagi orang tua.
Tabel 4. Kondisi tingkat pendidikan responden penelitian
No Pendidikan Jumlah
(orang)
Persentasi (%)
a SMU 10 16.7
b Diploma/Akademi 24 40.0
c S1/S2/S3 26 43.3
Jumlah 60 100.0
d. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah keluarga responden terkait jumlah pengeluaran yang digunakan keluarga dalam mengkonsumsi atau membelanjakan barang dan jasa. Semakin besar jumlah anggota keluarga biasanya kecenderungan pengeluaran semakin
(51)
besar. Berdasarkan Tabel 5, jumlah anggota keluarga responden antara 3 sd 4 orang sebesar 46,7%, kemudiaan disusul jumlah anggota antara 5-6 orang sebesar 31,6%.
Tabel 5. Jumlah anggota keluarga responden penelitian
No Jumlah anggota Keluarga (Jiwa) Jumlah (orang)
Persentasi (%)
a 1 - 2 jiwa 7 11.7
b 3 - 4 jiwa 28 46.7
c 5 - 6 jiwa 19 31.6
d > 6 orang 6 10.0
Jumlah 60 100.0
e. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, semua responden atau 100% merupakan wanita, baik guru taman kanak-kanak maupun orangtua murid.
f. Tingkat Pengeluaran Untuk Mainan Per Bulan
Jika dilihat dari sisi pengeluaran responden untuk membeli mainan anak-anak setiap bulannya, nampak bahwa sebagian besar responden atau sebesar 38,3% berpengeluaran sebesar kurang dari Rp 50,000. Sedangkan 33,4% responden mengatakan pengeluarannya untuk mainan anak-anak tidak menentu dan tergantung permintaan anak. Pengeluaran responden untuk membeli mainan anak-anak selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah pengeluaran responden untuk mainan anak-anak setiap bulan
Variabel yang paling sering dilakukan para peneliti pemasaran dalam mengukur kelas sosial adalah pekerjaan, pendapatan dan pendidikan. Dari data pengamatan terhadap responden bahwa sekitar 68,3% memiliki pekerjaan sebagai ABRI/PNS, Pengusaha maupun karyawan swasta maupun guru dengan tingkat pendidikan. Diploma dan Sarjana. Berkisar 83,3% responden
No Pengeluaran beli mainan anak-anak (Rp/bln)
Jumlah (orang)
Persentasi (%)
a < Rp 50.000 23 38.3
b > Rp 50.000 s/d 100.000 11 18.3
c > 100.000p 200.000 2 3.3
d > 200.000 4 6.7
e Tidak menentu 20 33.4
(1)
Tabel 5. Hitung Skala
Atribut
9 .Kemudahan memperoleh
mainan)
8.Promosi 7.Variasi disain
6.Daya tarik unsur pendidikan
5.Mutu
4. Daya arik warna
cerah
3 Munculnya disain baru
2.Harga 1.Merek
(2)
Berbagai Model Tempat Kartu Nama Berbagai Model Tempat Kartu Nama
Berbagai Model Jam Pasir (Tooth Timer) Berbagai Model Jam Pasir (Tooth Timer)
(3)
Per ai a A ak The Turtle Trap (Me asukka
lempeng ke lobang melalui benang bangunan)
(4)
Bahan baku dari kayu limbah furniture Bahan baku kayu limbah dari pengrajin meubel
Bahan baku dari kayu limbah tidak sesuai pesanan ekspor furniture
Bahan baku kayu limbah dari penggergajian
(5)
Lampiran 8. Daftar sekolah/group yang sudah berkunjung ke Rumah Abia sejak Januari 2008 s/d Agustus 2010.
1. Al Azhar syifa Budi Karadenan 2. TK Hosana Bogor
3. TK Angeline Bogor
4. TK Al Quran Al IjabahKab.Bogor
5. SD IT As Sa’adah Tebet Jakarta
6. TK KhususAnak Mandiri Bogor 7. TK Taumbeline Lippo Cikarang 8. TK IT Bunaya Cilebut – Bogor 9. TK Bina Insani – Bogor
10. English course Chrysolit Matraman 11. Group Millist BeingMom
12. Rumah Baca Al Biruni – Bogor Baru 13. Highscope Taman Alfa
14. TK Islam Al Khasanah Cimanggis 15. TK BPK Penabur Cicurug
16. SD IT Al Khairiyah 17. Kelompok Kunjung 18. TK Regency
19. TK Labschool 20. SD IT Buah Hati 21. TK Binakheir Sentul 22. TK Kinderland Caringin 23. TK Kesatuan Bogor 24. TK Muwarman Bogor 25. TK Islam Ananda 26. TK BPK Penabur Sentul 27. TK Bugar Vitaloka
28. BANANA Kids Playgroup & Kindergarten 29. TK Kinderfield , Bantar Jati
30. Kinderland Sunrise 31. SDIT AL Utsmaniyah 32. SD AL AZHAR 27 33. Sekolah BOGOR RAYA 34. SD MARIA Fransisca 35. TK VICTORIA
36. AL AZHAR BINTARO 37. SD AL ALAQ
38. SD Bukit Sion 39. EARLY STEP 40. SD IT AL – Furqon
41. SPRINGFIELD International School 42. TK VictoriaSentul
43. TKCerdas Umatcibinong
44. SD Madina Islamic School Tebet Jakarta 45. TK Al Azhar Kemang Pratama bekasi 46. TK Bevaldee Bogor
(6)
48. TK PG Buah Hati Cimanggis Depok 49. TK AVISENA – Gading serpong 50. English course Chrysolit Jatiwaringin 51. English course Chrysolit Matraman (TK ) 52. Global ArtTebet
53. Kinderland Terogong 54. TK Rumah Iqro Bunda 55. TK Bina Insani Bogor 56. TK Bugar Bogor
57. Lilin Bangsa International School 58. SD Bellarminus
59. SD Ummul Quro Depok 60. TK Pamong situ
61. SD Jayaraya Montesori 62. SD BINUS, Simprug 63. TK Penabur Kota Bogor 64. TK Rancamaya, Kab. Bogor 65. TK Bogor Raya Kota Bogor 66. TK Fli & Flo Bogor Baru