47 pneumatik yang digunakan adalah silinder dengan diameter 100 mm dan
stroke 30 cm berjumlah tiga buah.
Pada awal proses stacking, base stacking diposisikan pada posisi tinggi dengan ketinggian 80 cm. Pada tengah proses stacking, ketinggian base
diturunkan pada posisi rendah hingga tinggi 25 cm. Dengan mekanisme ini, diharapkan postur kerja operator pada proses stacking dapat terjaga pada
posisi yang benartidak membungkuk.
B. Method Improvement Peningkatan Metode Kerja
Perbaikan peralatan maupun tempat kerja dapat memakan waktu yang relatif lama karena proses pengerjaannya maupun karena terkendala dana.
Oleh karena itu, prioritas perbaikan berikutnya adalah dari segi metode kerja. Metode kerja yang diterapkan di PT. TMMIN belum menerapkan aspek
ergonomika di dalamnya. Hal ini terlihat dari banyaknya postur janggal yang dilakukan operator dalam melakukan proses kerja. Seperti posisi badan bagian
atas lumbar membungkuk dengan sudut lebih dari 45˚ terhadap vertikal dan cara mengangkat yang salah.
Posisi janggal seperti disebutkan di atas akan dapat menyebabkan masalah kesehatan yang tidak nampak pada pekerja jika dilakukan dalam
jangka waktu lama dan frekuensi yang cukup tinggi. Masalah yang dapat ditimbulkan antara lain adalah cedera otot atau musculoskeletal disorder
MSD pada pinggang, bahu, dan lengan. Cedera seperti itu dapat mengganggu produktivitas pekerja sehingga berpotensi merugikan pekerja dan
juga perusahaan. Perbaikan metode yang diterapkan di area PVD adalah penerapan
aspek ergonomika dalam manual material handling MMH. Sosialisasi penerapan metode ergonomika tersebut dilakukan melalui training kepada
operator dan pembuatan guideline mengenai ergonomika dalam manual material handling
.
48
a b Gambar 10. a Training teoritis, b Training praktek
Dengan adanya training tersebut, operator mengetahui bagaimana posisi tubuh yang baik untuk bekerja dan cara mengangkat atau meletakkan
beban yang benar. Prinsip dari metode yang diberikan adalah mengusahakan agar operator menjaga posisi tulang punggungnya tetap lurus dalam posisi
alaminya.
a b
Gambar 11. Proses prepare module a Sebelum improvement, b Setelah improvement
Dalam rangkaian training tersebut, operator diberikan test awal untuk mengetahui tingkat pemahaman mengenai ergonomika secara sederhana.
Kemudian setelah pelaksanaan training, operator ditest kembali untuk
49 mengetahui perubahanpeningkatan pemahaman yang diperoleh dari training
tersebut. Test ini dilakukan kepada 16 karyawan pada shift merah dan putih. Hasil dari test ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil test operator
No. Nama
Area Job
Position Shift
Score Materi Status
Pre- test
Post- test
1 Sumarno
Welding -
LH Merah
30 80
2 Abdul
Musanip Welding
- GH
Merah 38
80 3
Very Albert Welding
Picking Merah
30 70
4 Budi Irawan
Welding Picking
Merah 100
5 Pargito
Welding Stacking
Merah 10
66 6
Fathurokhman Welding
Binding Merah
34 96
7 Abdul
Ramdani Welding
Binding Merah
46 70
8 Fathikin
Welding Stacking
Merah 40
100 9
Tumino Welding
- LH
Putih 40
85 10
Nanang Welding
- GH
Putih 45
85 11
Ramli Welding
Picking Putih
40 80
12 Endin S
Welding Picking
Putih 40
96 13
Tatang M Welding
Binding Putih
50 90
14 M Fikri
Welding Stacking
Putih 44
76 15
Ponang Welding
Binding Putih
30 66
16 Alex Iskandar
Welding Picking
Putih 60
84
Dari hasil tes tersebut, dapat dilihat bahwa kemampuan operator dalam memahami prinsip dasar ergonomi meningkat setelah pelaksanaan training.
Sekitar 87 operator memperoleh skor diatas 50 sehingga dapat dianggap dapat bekerja dengan posisi atau postur ergonomis tanpa dibantu atau
diarahkan lagi. Sementara sisanya masih harus diawasi dalam hal ini. Keterangan :
: Butuh Bimbingan : Bisa bekerja dengan pengawasan intensif
: Bisa bekerja tanpa dibantu : Bisa bekerja tanpa dibantu dan handle abnormality
Score : 0 - 30 Score : 30 - 50
Score : 50 - 80 Score : 80 - 100
50 a b
Gambar 12. Proses scanning part a Sebelum improvement, b Setelah improvement
C. Man Improvement Peningkatan pada Pekerja