masalah keluarga, itu yang berpengaruh. Kalau yang tak liat-liat itu, semisal dia tak seperti biasanya. Mungkin itu
karena dia sakit, atau gimana. Kadang-kadang semisal „kamu biasanya sakit kok enggak kenapa?‟ anak nanti
jawab, „enggak pak enggak apa-apa‟. „oh iya‟. Pernah juga saya jumpai, coba tak deketi itu ada yang orang
tuanya itu sedang proses cerai.
P : Oh.
d. Siswa cenderung kurang teliti dalam mengerjakan soal
matematika. Hal ini dapat di lihat dari hasil wawancara sebagai berikut:
P : Permasalahan apa yang sering terjadi di kelas X?
G : Menerjemahkan kalimat cerita ke dalam kalimat
matematika. P
: Iya pak, yang saya jumpai mereka memang masih kurang dan dari awal saya memang tidak menyampaikan
untuk mereka menuliskan tentang diketahui, ditanya dan jawab. Kalau soal cerita itu, saat mereka sudah
mendapatkan hasil perhitungan mereka lupa menuliskan jawaban dari pertanyaan.
5. Wawancara dengan Subjek Penelitian
Pada hari Senin, 1 Mei 2017 setelah sebelumnya melaksankan tes diagnostik dan wawancara dengan guru bidang studi matematika maka
peneliti melakukan wawancara dengan subjek penelitian sebanyak 3 siswa. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui letak kesulitan yang
dihadapai subjek pada pokok bahasan Trigonometri dan mengetahui lebih spesifik alasan dibalik kesulitan yang dihadapai oleh siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek penelitian diperoleh data sebagai berikut:
a. Subjek menganggap matematika sulit.
Hal ini dapat di lihat dari hasil wawancara sebagai berikut:
S1 : Ya kayak gitu, SKS Sistem Kebut Semalam.
P : Oh SKS ya. Nah, sampai saat ini kamu SMA kan
sudah peminatan IPA. Menurut kamu matematika itu gampang atau sulit?
S1 : Sulit.
P : Sulitnya kenapa?
S1 : Karena banyak itung-itungannya itu. Kalau enggak
teliti ya salah. P
: Tapi kamu enggak merasa butuh ya? S2
: Enggak. Soalnya
mergo
Trigonometri
lak
SMP terus SMA aku pertama nilai mutlak kan, Nah pertamanya
wis
bisa mengikuti, lama-lama kok tiba-tiba nilaiku
jeblok.
Wah dari situ aku malah gak suka Matematika. Padahal dulu SMP, Matematika suka banget. Tapi kok, wah
jebule
karena rasa enggak senang itu jadi aku anggap Matematika itu jadi susah iu lho.
P : Matematika susah karena kamu enggak suka ya?
S2 : Hooh.
P : Terus, Matematika itu sendiri buat kamu buat apa sih?
S2 :
Itung-itungan.
S3 : Paling ya kalau diterangin pada
ngge opo nek ngge
kehidupan gitu ki. Haha P
: Menurut kamu Matematika itu gimana? S3
: Matematika kadang asik, kadang nyebeli, kadang bingungi, tapi bikin ketagihan. Kalau udah
mudeng
.
b. Subjek memilih pilihan bukan pada bidang yang ditekuni atau
disukai. Hal ini dapat di lihat dari hasil wawancara sebagai berikut:
S1 : Ya. Karena tidak diterima di SMA 1, dan SMA 3
pilihan keduanya. Ya, besok biar kuliahnya gampang aja. P
: Kuliahnya pengen dimana to?
S1 : Masih mikir-mikir. Kalau enggak UGM ya STAN.
P : Ya. STAN? Kan kamu MIPA.
S1 : Iya sih. Hehehe
P : kok ngambil STAN kenapa?
S1 : Ya, pengen aja. Biar besok gampang cari kerjanya.
Orang tua juga pengennya di STAN. Kalau misalnya besok STAN diterima mendingan STAN aja gitu. Biar
enak gitu.
S2 : Doketer, tapi
yo ijih
bingung. P
:
Why?
Kenapa? S2
: Ya, kalau aku kan
lak yo
, sekarang itu malah rasanya pendidikan malah menurun. Nangkapnya kadang susah.
Jadi, aku mikir kalau kedokteran, padahal anak SMA 3 banyak yang pingin dokter. Aku
njuk
sadar. Wah, kok
ketoke
berat. Apalagi
njuk
itu ada yang ngomong. Oh, dari Neutron yang ngomong. Kalau SNMPTN
kedokteran itu susah. Harus SBM. Nah itu, padahal papa, mamaku kek menekan tu lho. Wah, orang mas erton
SNM, terus tetanggaku kemarin juga abis keterima SNM terus kamu juga kalau bisa harus SNM kedokteran. Aku
ya sudah menejelaskan kalau kedokteran
angel
tak jelaskan
sing
Neutron itu. Terus
yo wis
lah carane. Ya, kalau bisa banggain lah. Kalau bisa. Tapi, tak pikir kalau
misal gak jadi dokter mungkin pertambangan sih. S3
: Pinginya sih di analisis kredit. P
: Oh gitu. Kamu belum tahu mau kuliah apa? S3
: Belum tahu. P
: Pengin kuliah dimana? S3
: Pinginnya di STAN atau Brawijaya.
c. Subjek terkadang merasa kurang nyaman di kelas.
Hal ini dapat di lihat dari hasil wawancara sebagai berikut:
P : Temennya enak-enak. Teman kelasmu enak-enak
enggak? S2
: Kadang enak, kadang enggak. Soalnya banyak yang sok-sok munafik tu lho. Jadi,
lak yo,
aku kan orangnya malasan. Kalau missal besok ulangan, wah
angel mbok yo sepakat yo
nggak
sinau sekelas. Yow is to, nek aku mesthi yo wis.
Kan aku untung, aku
ora sinau, yo ora
podo sinau
. Lha keesokan harinya
esuk-esuk wis do sinau, marai sengit njuk an.
S3 : Enggak enaknya itu. Ini jujur ya kak?
P : Jujur aja. Enggak apa-apa. Aku nanti nanya apa, jawab
jujur aja. S3
: Persaingan di SMA 3 itu kurang sehat tu lho kak. P
: Oh, iya. S3
: Maksudnya tu kalau ulangan masih bisa nyontek. UTS masih bisa nyontek, masih bisa buka HP. Jadi, kita
meh
belajar, kita
meh ngoyo
tapi kalau temennya kita aja modal nyontek, nilai dia lebih tinggikan
njuk
rasanya sia- sia tu lho. Ya kayak gitu enggak enaknya. Kurang ketat
kayak SMA 1 Magelang. Katanya kalau SMA 1 Magelang itu, enggak bisa nyontek gitu.
d. Subjek memiliki permasalahan dengan keluarga.
Hal ini dapat di lihat dari hasil wawancara sebagai berikut:
S1 : Orang tua saya itu, gimana ya.
P : Gimana?
S1 : Galak mungkin ya, juga enggak sabaran. Baik sih
cuman kadang caranya yang nyebelin aja. P
: Oke. Galaknya itu gimana sih? S1
: Bapak saya itu kan sensi banget jadi kalau salah dikit aja sering dimarahi. Kalau orang lain biasa aja tapi kok
gitu. Ya emang wataknya gitu, sensi banget. Gampang banget nyebelin. Iih gampang banget nyebelin.
P : SMA 3 pilihan keberapa?
S2 : Pilihan pertama.
P : Enggak mau SMA 1?
S2 : Ditekan juga.
Sakjane
aku
lak
dulu juga
lak
cukup ya masuk SMA 1, kalau dipikir. Tapi, dari orang tua juga
bilang mending di SMA 3
wae
daripada nanti masuk SMA1 masuk IPS. Soalnya
lak
dari dulu kan udah „kalau bisa kamu jadi dokter ya tom?”. Jadi, itu.
Yo wis
lah
teko manut.
Kebetulan masuk SMA 3
yo
IPA. Tapi,
yo sakjane
aku miki
yo wah
,
sakjane
aku masuk SMA 1 IPS
yo rapopo. Sakjane mergo
aku “masuk IPS
njuk
aku masuk SMA 1
njuk pie?”, “
Yo wislah
kamu tapi mama
sakjane pengene,
kamu jadi dokter”. Ya gitu.
P : Kerasnya gimana?
S3 : Hmm….
P : Enggak apa-apa.
S3 : Ya kalau dulu sih ngelakuain kesalahan gitu langsung
di ajar. Kalau ibu pakai omongan tu lho kak.
e. Subjek kesulitan dalam Trigonometri.
Hal ini dapat di lihat dari hasil wawancara sebagai berikut:
P : Tapi kalian kan belajar satu semester ini, apalagi besok
mau UKK materinya cuman satu yaitu Trigonometri. Menurutmu, Trigonometri itu kayak gimana?
S1 : Rumit.
P : Rumitnya kenapa?
S1 : Banyak rumus yang harus di hafal. Kalau nggak hafal
rumusnya ya enggak bisa. P
: Sulit dek kalau boleh dibilang. Aku pun kalau ditanya juga enggak hafal semua rumus Matematika. Kamu
ngafalin rumus Trigonometri? Ada berapa rumus yang kamu tahu?
S2 : Banyak.
P : Salah satunya sebutkan
S2 :
Sek
demi, sami desa itu. P
: Iya. S2
: Terus, Identitas Trigonometri. P
: Identitasnya gimana? S2
: P
: Identitas lho? S2
: Oh, eh. Iya lho. P
: Kalau ini, aturan sinus kosinus? S3
: Ya cuman
mudeng
tok, tapi enggak suka. P
: Hmm. Yang awal-awal. Trigonometri pelajarannya dikit kan?
S3 : Ya dikit.
P : Tapi?
S3 : Dikit tapi susah. Enggak mudeng tu lho.
f. Subjek kurang bertanggungjawab terhadap tugasnya sebagi
seorang pelajar. Hal ini dapat di lihat dari hasil wawancara sebagai berikut:
S1 : Ya, sebenarnya nyaman-nyaman aja sih. Soalnya
nilainya kan enggak memuaskan. Kalau nilainya saya nggak memuaskan memang sayanya sendiri yang enggak
belajar. Kurang rajin aja. Tapi, kalau di IPAnya sendiri insya Allah kalau saya lebih keras, insya Allah bisa sih.
Ya, nyaman-nyaman aja sih.
S2 : Kalau Matematika yang peminatan lumayan, kalau
Matematikan yang wajib Pak Y. P
: Hooh. S2
: Aku tu kalau misal suruh
nggarap yo iso.
Tapi kok pas ulangan Tapi kok pas ulangan ya lumayan bisa. Tapi,
mesthi
pas UTS atau UAS ki hasilnya aneh. Aku tu pas
nggarap iso,
tapi
kok hasile bedo karo
ekspetasiku. P
: Hmm. Menurutmu hasilnya jelek kenapa? S2
: Eee… Jarang berlatih. P
: Iya. S2
: Aku kalau dirumah jarang
sinau.
P : Iya.
S2 :
Njuk,
kan Pak Y itu biasanya kalau Pak Y
nulis
contoh soal tu lho. Itu kan
mesthi
nanti di UTS yak an
rodo- rodo
mirip. Nah, aku jarang nyatet. P
: Oh. S2
:
Kesed
aku
saiki.
Beda sama SMP, makanya mamaku “Tom dulu kamu setiap pagi sok belajar kok sekarang
enggak pernah?”.
Mbuh
aku kok ya beda. P
: Kalau kamu tanya dirimu sendiri, kok jelek kenapa? S3
: Enggak belajar. P
: Oh, kamu enggak belajar?
S3 : Heem. Abis itu, sekolah itu ganggu taekwondo. Aku
enggak ke
candhak
taekwondo. Jadi aku malas itu lho ngurusin sekolah lagi.
P : Iya.
S3 : Waktu tes aja aku nonton taekwondo sampai malam.
Enggak belajar sama sekali. Saking keselenya tu lho sama sekolah. Kok ngrusak taekwondo. Aku mikirnya
kayak gitu. kayak anak kecil ya?
E. Analisis Data dan Penyajian Hasil Analisis