DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA (GEOMETRI) SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA.

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berdasarkan pada Data Rekapitulasi Nasional SMK Tahun 2015/2016, jumlah SMK di seluruh Indonesia mencapai 12.799 sekolah dengan siswa sebanyak 3.574.649 orang (dapo.diken.kemendikbud.go.id). Masyarakat menaruh kepercayaan besar terhadap pendidikan SMK yang dapat meningkatkan masa depan dan taraf hidup mereka disebabkan lulusan SMK jauh lebih siap diterjunkan dalam dunia kerja. Seperti yang telah tertera pada Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 bahwa pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Pendidikan SMK tidak hanya meningkatkan potensi kognitif siswa saja melainkan juga menyiapkan siswa menjadi manusia produktif yang memiliki jiwa kewirausahaan dan siap terjun di dunia kerja.

Tidak terlepas dari ulasan di atas, siswa SMK secara kognitif harus memenuhi standar kelulusan seluruh mata pelajaran baik normatif, produktif, maupun adaptif sesuai jurusan yang mereka ambil. Pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 ayat 5 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan dijelaskan bahwa mata pelajaran normatif merupakan program kulikuler yang


(2)

2 bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan siswa terkait lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni; mata pelajaran produktif merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan siswa sesuai dengan minat, bakat dan atau kemampuan dalam bidang keahlian, program keahlian, dan paket keahlian; dan mata pelajaran adaptif merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu mata pelajaran adaptif, yaitu matematika.

James dan James sebagaimana dikutip oleh Erman Suherman (2001: 18) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga cabang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang diajarkan di sekolah. Pembelajaran geometri sangat penting karena mendukung banyak materi antara lain vektor, kalkulus, dan mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah (Sugiyono, dkk, 2014: 118-119). Berdasarkan sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran, dan pemetaan. Jika ditinjau dari sudut pandang matematika, geometri memberikan pendekatan-pendekatan dalam penyelesaian masalah, misalnya gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi (Kartono, 2010: 25).


(3)

3 Bobango (1993: 148) berpendapat bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri pada kemampuan matematika yang dimilikinya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematika. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Suydam (1985: 481) yang menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia nyata, menanamkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk matematika lanjut, dan mengajarkan cara membaca dan menginterpretasikan argumen matematika.

Meskipun geometri sangat diperlukan dalam kehidupan, namun kenyataannya banyak siswa yang tidak menguasai materi tersebut. Kartono (2010: 25) menyebutkan bahwa di antara cabang matematika, geometri menempati posisi yang memprihatinkan. Hal tersebut didukung oleh bukti-bukti di lapangan. Penelitian yang dilakukan Hoffer yang dikutip oleh Abdussyakir (2009: 2) menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang mengambil pelajaran geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang dapat membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu, prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan pengukuran masih rendah. Hoffer juga menyatakan bahwa siswa-siswa di Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri. Sementara itu di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan Madja (1992: 3) menyebutkan bahwa prestasi belajar geometri siswa kurang memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Madja menyatakan bahwa


(4)

4 siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun ruang. Selain itu, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian oleh Madja di perguruan tinggi, ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Budiarto (2000: 440) bahwa dari berbagai penelitian, masih ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dan garis berpotongan, serta belum mampu menggunakan perolehan geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang.

Di Indonesia daya serap siswa kelas XII yang melaksanakan ujian nasional tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015 pada materi geometri cenderung menurun. Hal tersebut ditunjukkan oleh data daya serap nilai ujian nasional siswa SMA di seluruh Indonesia pada materi geometri yang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Daya Serap Materi Geometri Tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015 Tahun Daya Serap Materi Geometri

2012 63,77 2013 52,82 2014 54,61 2015 37,58

(Sumber: Rahmawati, dkk (2014: 159) dan litbang.kemdikbud.go.id/inde:.php/un) Ketika peneliti melakukan observasi dan menggali informasi dari guru-guru matematika di SMK Negeri 3 Yogyakarta, banyak guru mengeluhkan siswa kelas XII yang akan mengikuti ujian nasional tahun ajaran 2015/2016 kesulitan dalam menyelesaikan soal terkait dengan bangun ruang sub-materi jarak dan sudut. Hal tersebut ditunjukkan oleh persentase siswa yang menjawab benar dalam ujian


(5)

5 akhir sekolah untuk sub-materi jarak antara titik ke bidang hanya 25,8%, sedangkan untuk sub-materi sudut antar dua garis adalah 52,3%.

Untuk siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 di SMK Negeri 3 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang akan menerima materi geometri ternyata memiliki kemampuan dasar geometri yang cenderung rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai tes pengetahuan pra-syarat siswa dengan soal mengenai bentuk-bentuk bangun ruang, unsur-unsur pada bangun ruang, hubungan antar unsur, dan konsep segitiga yang hanya mencapai 55,26. Pada saat menyebutkan bentuk-bentuk bangun ruang banyak siswa yang belum dapat membedakan bangun limas dan prisma. Siswa belum memahami tentang perbedaan unsur-unsur pada bangun ruang, seperti diagonal ruang, bidang diagonal, dan diagonal bidang. Masih banyak siswa yang belum memahami hubungan antar unsur pada bangun ruang, seperti garis yang berpotongan, sejajar, tegak lurus, dan bersilangan. Siswa juga belum memahami prinsip pada segitiga siku-siku yang seharusnya sudah dipelajari di SMP yakni tentang teorema Pythagoras.

Setelah siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 diberikan materi geometri, ternyata banyak siswa yang belum menguasai materi tersebut. Hal itu didasari oleh hasil dokumentasi nilai ulangan harian mata pelajaran Matematika pada materi geometri di kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 SMK Negeri 3 Yogyakarta yang menunjukkan bahwa terdapat 46 siswa memiliki nilai di bawah KKM. Bukti lain ditunjukkan oleh dokumentasi hasil ujian tengah semester, yakni 33 siswa tidak mencapai KKM.


(6)

6 Pada materi geometri, KKM yang ditentukan oleh guru adalah 70. Selain itu, hasil tes diagnostik yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 menunjukkan terdapat 33 siswa yang membuat kesalahan lebih dari 50% saat mengerjakan tes diagnostik. Berdasarkan dokumentasi hasil ulangan harian, ujian tengah semester, dan tes diagnostik, siswa banyak mengalami kesulitan menyelesaikan masalah geometri pada saat mereka diminta untuk menentukan jarak antara titik ke garis, jarak antara titik ke bidang, besar sudut antara garis dan bidang, serta besar sudut antara dua bidang. Hal tersebut dilihat dari persentase jawaban siswa untuk setiap butir soal.

Kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri tersebut, menandakan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa harus diketahui guru untuk kelancaran proses belajar dan mengajar selanjutnya, serta digunakan sebagai bahan pertimbangan guru untuk melakukan perbaikan mengajar atau remidial teaching. Kesulitan belajar siswa dapat dikaji melalui kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal geometri. Kesulitan tersebut terkait dengan objek-objek langsung dalam matematika yaitu fakta, konsep, keterampilan matematika, dan prinsip. Seperti yang dijelaskan Cooney (1975: 203) bahwa konsep dan prinsip merupakan pengetahuan dasar matematika. Konsep dan prinsip ini harus dikuasai siswa agar siswa dapat menyelesaikan persoalan matematika dengan benar.

Berdasarkan pemaparan di atas, perlu diadakan penelitian mengenai diagnosis kesulitan belajar matematika pada materi geometri kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta mencakup kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri


(7)

7 dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa pada materi geometri, sehingga hal tersebut dapat menjadi bahan refleksi guru untuk melakukan tindak lanjut terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

banyak siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri.

C. Pembatasan Masalah

Melihat bahwa banyak siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta tidak mencapai KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri. Hal tersebut menandakan adanya gejala kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peneliti bermaksud menggali kesulitan belajar siswa sebagai penyebab tidak tercapainya KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, pemasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah kesulitan siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta dalam menyelesaikan masalah geometri?

2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta?


(8)

8 E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraiakan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan kesulitan siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta dalam menyelesaikan masalah geometri dan

2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa Kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi praktisi pendidikan sekolah menengah kejuruan khususnya tentang kesulitan belajar matematika pada materi geometri.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan informasi terkait kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta.

b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan pengetahuan tentang kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah


(9)

9 geometri dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta.


(10)

10 BAB II

KAJIAN TEORI BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori

Penelitian ini mengkaji masalah penyebab siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta tidak mencapai KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri. Untuk mendukung pembahasan masalah tersebut, diperlukan teori-teori yang relevan. Beberapa teori yang relevan adalah kajian tentang diagnosis kesulitan belajar matematika, kajian tentang pembelajaran matematika SMK, dan materi geometri kelas X SMK. Deskripsi teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kajian tentang Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika

Kajian tentang diagnosis kesulitan belajar matematika terdiri atas pemaparan tentang pengertian diagnosis kesulitan belajar matematika, penyebab kesulitan belajar siswa, prosedur diagnosis kesulitan belajar, tes diagnostik, dan strategi penelitian studi kasus.

a. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika

Telah dijelaskan sebelumnya pada latar belakang bahwa hasil observasi, wawancara dan dokumentasi menunjukkan adanya kesulitan belajar matematika siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta pada materi geometri. Hal tersebut ditunjukkan dengan rendahnya nilai siswa pada ulangan harian dan ujian tengah semester. Banyak siswa yang tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Cooney (1975: 202-203) memberikan petunjuk bahwa untuk mengetahui kesulitan siswa dalam memahami suatu materi, perlu dilakukan suatu diagnosis


(11)

11 kesulitan siswa agar dapat ditentukan cara perbaikan yang tepat. Kegiatan mendiagnosis kesulitan belajar dan pembelajaran remedial merupakan kegiatan yang harus dilakukan guru bersama dengan siswa serta unsur lain jika memungkinkan. Pemberian bantuan terhadap siswa berkesulitan belajar didasarkan pada diagnosis yang cermat.

Pengertian diagnosis kesulitan belajar dapat diperoleh dari definisi diagnosis, kesulitan belajar, dan diagnosis kesulitan belajar. Menurut Sugihartono, dkk (2012: 149), diagnosis adalah penentuan jenis masalah atau kelaianan atau ketidakmampuan dengan meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala yang tampak. Selanjutnya, Sugihartono (2012: 149) menjelaskan kesulitan belajar adalah suatu gejala pada siswa yang ditandai dengan prestasi belajar yang tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah. Berdasarkan definisi diagnosis dan kesulitan belajar tersebut, Sugihartono dkk (2012: 150) mendefinisikan diagnosis kesulitan belajar sebagai proses menentukan masalah atau ketidakmampuan siswa dalam belajar dengan cara menelusuri latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala kesulitan dan hambatan belajar yang tampak dari diri siswa.

Tidak ada definisi khusus terkait diagnosis kesulitan belajar matematika. Berdasarkan definisi diagnosis kesulitan belajar dapat disimpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar matematika adalah upaya menemukan kelemahan atau kesulitan belajar yang dialami oleh siswa pada mata pelajaran Matematika dan penyebab kesulitan tersebut melalui berbagai teknik pengumpulan data.


(12)

12 b. Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar sebagaimana disebutkan oleh Muhibbin Syah (2009: 184-185) dapat berupa faktor intern dan faktor ekstern.

1) Faktor intern siswa

Faktor intern adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri. Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yaitu:

a) yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa;

b) yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti sikap belajar, motivasi belajar, kebiasaan belajar, konsentrasi belajar; dan

c) yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).

2) Faktor ekstern siswa

Faktor ekstern adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang bersumber dari luar diri siswa, yakni semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan meliputi:

a) lingkungan keluarga, seperti ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, ekonomi keluarga yang rendah, pendidikan ayah dan ibu yang rendah, dll;

b) lingkungan masyarakat, seperti wilayah perkampungan yang kumuh, teman sebaya yang tidak berpendidikan, ekonomi warga yang rendah, dll; serta


(13)

13 c) lingkungan sekolah, seperti kondisi gedung sekolah, kurikulum, guru kelas,

media pembelajaran, dll.

Penyebab kesulitan dalam penelitian ini hanya dilihat dari faktor intern bagian ranah rasa (afektif).

c. Prosedur Diagnosis Kesulitan Belajar

Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Adapun prosedur diagnosis secara umum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur oleh Cooney, Davis, dan Henderson (1975:202-209). Prosedur ini terdiri atas mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar, menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar, memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar, proses pemecahan kesulitan belajar.

1) Mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar

Tujuan identifikasi adalah untuk menemukan siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Langkah-langkah yang dilakukan adalah menandai siswa dalam satu kelas yang mengalami kesulitan belajar. Cara yang ditempuh di antaranya adalah:

a) meneliti nilai ulangan harian dan ujian tengah semester, kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut,

b) menganalisis hasil ulangan harian dan ujian tengah semester dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat, dan


(14)

14 c) melakukan observasi pada saat siswa dalam proses belajar dan mengajar. 2) Menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar

Setelah ditemukan individu atau siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, ditentukan jenis dan sifat kesulitan belajar. Dalam langkah ini secara umum terdapat tiga persoalan pokok yang harus dikaji yaitu:

a) mendeteksi kesulitan belajar dalam bidang studi tertentu,

b) mendeteksi pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup bahan pelajaran manakah kesulitan terjadi, dan

c) menganalisis catatan mengenai proses belajar.

Berkaitan dengan mata pelajaran Matematika, jenis kesulitan yang kemungkinan sering dialami oleh siswa yakni kesulitan-kesulitan berkaitan dengan konsep, prinsip, dan algoritma untuk setiap pokok bahasan dalam mata pelajaran Matematika. Dalam hal ini, prosedur yang digunakan yaitu tes diagnostik.

3) Memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar

Sebab-sebab kesulitan belajar seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya oleh Muhibbin Syah dapat meliputi faktor intern bagian ranah rasa (afektif). Dalam hal ini, prosedur yang digunakan yaitu wawancara.

4) Proses Pemecahan Kesulitan Belajar

Langkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar di antaranya adalah:

a) memperkirakan kemungkinan bantuan,


(15)

15 c) tindak lanjut.

Tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remedial (remedial teaching) yang paling tepat untuk membantu siswa yang berkesulitan belajar.

Terdapat beberapa langkah diagnosis yang tidak dilakukan oleh peneliti yakni melakukan observasi pada saat siswa dalam proses belajar mengajar dan analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan pengamatan peneliti. Selain itu, karena keterbatasan waktu penelitian, peneliti hanya melakukan diagnosis hingga pengambilan kesimpulan. Untuk tindak lanjut kepada siswa yang memiliki kesulitan belajar diserahkan kepada guru dan pihak sekolah.

Untuk mengetahui kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dapat dilakukan dengan melihat pengetahuan siswa pada konsep dan prinsip dari suatu materi. Untuk diagnosisnya diuraikan sebagai berikut (Cooney, Davis, dan Henderson, 1975 : 216-225).

1) Diagnosis Kesulitan Penggunaan Konsep

Kesulitan konsep dalam diri siswa dapat ditinjau dari pengetahuan siswa tentang konsep-konsep. Pengetahuan siswa tentang konsep-konsep ditandai dengan kemampuan siswa:

a) menandai, mengungkapkan dengan kata-kata dan mendefinisikan konsep, b) mengidentifikasi contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep,

c) mengungkapkan model,


(16)

16 e) mengidentifikasi sifat-sifat konsep yang diberikan dan mengenali kondisi

yang ditentukan suatu konsep, serta

f) membandingkan dan menegaskan konsep-konsep. 2) Diagnosis Kesulitan Penggunaan Prinsip

Kesulitan dalam memahami prinsip dalam diri siswa dapat ditinjau dari pengetahuan siswa tentang prinsip. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dilihat dari kemampuan siswa:

a) mengenali kapan suatu prinsip diperlukan,

b) memberikan alasan pada langkah-langkah penggunaan prinsip, c) menggunakan prinsip secara benar,

d) mengenali prinsip yang benar dan prinsip yang tidak benar,

e) menggeneralisasi prinsip baru dan memodifikasi suatu prinsip, dan f) mengapresiasi peran prinsip-prinsip matematika.

d. Tes Diagnostik

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat prosedur yakni menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar dengan menggunakan prosedur tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 1).

Ali Hamzah (2014: 57) menjelaskan tes diagnostik bertujuan untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikan yang tepat. Dalam penelitian ini tes diagnostik digunakan untuk mengetahui letak kelemahan


(17)

17 siswa pada mata pelajaran Matematika. Tes diagnostik memiliki dua fungsi utama yaitu mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa dan merencanakan tindak lanjut berupa upaya-upaya pemecahan sesuai masalah atau kesulitan yang telah teridentifikasi.

Tes diagnostik dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, sehingga format dan respons yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik, dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya kesulitan belajar siswa. Soal tes menggunakan bentuk supply response (bentuk isian singkat atau uraian), agar mampu menangkap informasi secara lengkap. Menurut Ali Hamzah (2014: 40-41), soal isian merupakan soal dengan kalimat yang belum selesai atau tidak lengkap. Soal ini sesuai untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal pengetahuan, pemahaman, dan penerapan konsep sederhana. Menurut Ali Hamzah (2014: 42), soal uraian merupakan soal yang menuntut siswa untuk menguraikan langkah-langkah menyelesaikan soal. Soal ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan ide atau gagasan dengan kata-katanya sendiri. Soal ini sesuai untuk mengukur penguasaan konsep dan prinsip dari suatu materi. Sedangkan, tes diagnostik yang menggunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda) harus disertai penjelasan mengapa memilih jawaban tersebut, sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya. Tes diagnostik juga perlu disertai rancangan tindak lanjut sesuai dengan kesulitan yang teridentifikasi (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 2).


(18)

18 Terdapat dua jenis tes diagnostik, yaitu tes diagnostik berdasarkan tes formatif dan tes diagnostik berdasarkan analisis guru. Kedua tes diagnostik tersebut memiliki struktur soal yang sama, namun yang membedakan adalah proses pemberian tes tersebut kepada siswa. Tes diagnostik tipe pertama digunakan dengan didahului tes formatif. Apabila dari hasil tes formatif diketahui terdapat siswa yang belum tuntas, maka dilakukan tes untuk mendiagnosis kemungkinan-kemungkinan sumber masalahnya. Tes diagnostik tipe kedua dilakukan tanpa didahului dengan tes formatif. Dugaan atas kemungkinan-kemungkinan sumber masalah muncul berdasarkan pengalaman guru. Keduanya memiliki fungsi sama, dan bebas dipilih mana yang akan dilaksanakan sesuai kondisi dan kebutuhannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 3).

Pada penelitian di SMK Negeri 3 Yogyakarta, peneliti menggunakan tes diagnostik tipe pertama. Hal tersebut sejalan dengan prosedur yang diungkapkan oleh Cooney, Davis, dan Henderson. Alasan lain adalah karena peneliti dan guru sudah mendapatkan hasil tes formatif untuk membuat duagaan-dugaan kesulitan belajar siswa pada materi geometri.

Langkah-langkah pengembangan tes diagnostik menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007: 5-7) adalah:

1) pembatasan bahan yang diteskan;

2) menentukan kemungkinan sumber masalah; 3) menentukan bentuk soal;

4) menentukan waktu yang disediakan; 5) menentukan kisi-kisi soal;


(19)

19 6) menyusun instrumen; dan

7) melakukan validitas instrumen. e. Strategi Penelitian Studi Kasus

Diagnosis kesulitan belajar siswa dilakukan melalui penelitian dengan menggunakan strategi yang memberikan hasil optimal. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Peneliti bermaksud menelusuri kesulitan dan penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri yang berkaitan dengan jarak dan sudut secara mendalam dan menyeluruh. Menurut Le:y J. Moleong (2007: 6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian (perilaku, motivasi, tindakan, dll) secara mendalam dengan cara dideskripsikan dengan kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Nana Sudjana (2001: 200), juga menambahkan bahwa penelitian kualitatif dimulai berdasarkan lingkungan alami (kondisi alamiah atau situasi sosial) bukan pada teori yang disiapkan sebelumnya sehingga peneliti harus mengamati keseluruhan peristiwa yang diteliti secara utuh untuk memperoleh fokus penelitian.

Studi kasus merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif untuk mengeksplorasi persepsi dan pengalaman guru dan siswa (Watson, 2016: 115). Menurut Yin (2012: 13-15) studi kasus merupakan strategi penelitian untuk memahami suatu kasus secara mendalam dengan pemberian pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” melalui wawancara sehingga peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol subjek penelitian. Studi kasus banyak


(20)

20 digunakan untuk memeriksa situasi baru atau kompleks secara terpadu, mengungkapkan permasalahan yang ada secara sistematis, dan mengembangkan solusi untuk situasi masalah tersebut (Ozguc, 2015: 806). Noeng Muhadjir (2000: 55) juga menambahkan bahwa studi kasus bertujuan untuk mencari kebenaran ilmiah, sehingga pertimbangan penarikan kesimpulan didasarkan pada ketajaman peneliti dalam melihat kecenderungan pola-pola yang sejenis. Berdasarkan uraian tersebut, studi kasus yang dimaksud dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan mendalam dari kasus yang dipelajari dan tidak bertujuan untuk mendapatkan generalisasi.

Strategi penelitian studi kasus memiliki empat tipe desain, yaitu desain kasus tunggal holistik, desain kasus tunggal terjalin, desain multikasus holistik, dan desain multikasus terjalin (Yin, 2012: 46). Studi kasus holistik mengkaji peristiwa sebagai unit-unit yang terpisah. Penelitian ini menggunakan desain kasus tunggal holistik karena menekankan pada satu kasus yang perlu dikaji secara menyeluruh sebagai satu kesatuan unit. Menurut Sri Yona (2006: 77), terdapat beberapa langkah dalam mendesain studi kasus, yaitu menentukan masalah/kasus yang akan dikaji, menentukan instrumen penelitian, menentukan teknik pengambilan sampel, menentukan teknik pengumpulan data, menentukan teknik analisis data, dan menyusun laporan.

Dalam penelitian ini, kasus yang dikaji adalah siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah geometri yang berkaitan dengan jarak dan sudut. Instrumen penelitian yang digunakan mengacu pada instrumen penelitian kualitatif. Menurut Le:y J. Moleong (2007:


(21)

21 9), pada penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen utama pengumpul data. Peneliti bertindak sebagai human instrument yang terjun ke lapangan untuk menentukan fokus penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2012: 306). Meskipun demikian, tetap dikembangkan instrumen penelitian sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiyono, 2010: 307).

Nasution (2002: 56) menyatakan bahwa observasi adalah dasar dari seluruh ilmu pengetahuan karena dengan observasi, data yang dihasilkan berupa fakta sehingga para ilmuwan dapat bekerja menemukan pengetahuan. Sugiyono (2010: 310) menyatakan bahwa melalui observasi, peneleti akan belajar mengenai perilaku dan makna perilaku. Terdapat beberapa jenis observasi, yaitu observasi partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, observasi tak berstruktrur. Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah dengan menggunakan lembar observasi untuk mengungkap tingkah laku yang akan terjadi (Suharsimi Arikunto: 272). Namun, pada penelitian ini tidak dilakukan teknik observasi disebabkan keterbatasan pengamatan oleh peneliti.

Sugiyono (2010: 317) mendefinisikan wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk mendapatkan informasi melalui tanya jawab, sehingga dapat diperoleh makna. Sugiyono (2010: 317) menjelaskan, wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Jenis


(22)

22 wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara semi terstruktur (indepth interview). Teknik wawancara ini merupakan teknik wawancara mendalam, pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur, mulanya peneliti memberikan pertanyaan yang sudah dibuat dalam pedoman wawancara, kemudian satu per satu pertanyaan tersebut diperdalam guna mendapatkan keterangan lebih lanjut (Suharsimi Arikunto, 2013: 270). Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Wawancara jenis ini menghindari pertanyaan dengan jawaban-jawaban singkat ya atau tidak, tetapi lebih menekankan pada pertanyaan mengapa atau bagaimana (Tohirin, 2012: 63).

Selanjutnya, teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yakni teknik penentuan sampel/subjek penelitian dengan pertimbangan tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012: 126). Subjek penelitian yang dimaksud adalah narasumber/partisipan/informan penelitian (Sugiyono, 2010: 298). Dalam studi kasus terdapat setting penelitian, yakni keadaan alamiah atau situasi sosial subjek penelitian saat pengumpulan data (Le:y J. Moleong, 2007: 8).

Menurut Sugiyono (2011: 268), untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel dalam penelitian kualitatif yang dicek adalah datanya. Untuk mengecek kevalidan data, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan langkah-langkah uji kredibilitas (validitas internal), uji transferebilitas (validitas eksternal), uji dependabilitas (reliabilitas), dan uji konfirmabilitas (objektivitas).


(23)

23 1) Uji kredibilitas (validitas internal)

Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan cara memperpanjang pengamatan, meningkatkan ketekunan dalam penelitian, triangulasi data, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check. Terdapat beberapa jenis triangulasi data yang dapat digunakan untuk menguji kredibilitas data, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu (Sugiyono, 2010: 373-374).

a) Triangulasi sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang perilaku siswa, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dapat dilakukan kepada guru, teman siswa yang bersangkutan, dan orang tua siswa. Setelah dilakukan analisis dan penarikan kesimpulan oleh peneliti, selanjutnya kesimpulan tersebut dimintakan persetujuan kepada ketiga sumber data. b) Triangulasi teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik pengumpulan data yang berbeda. Misalnya, data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Jika dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin semua data yang diberikan benar karena sudut pandangnya berbeda-beda.


(24)

24 c) Triangulasi waktu

Pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik pengumpulan data yang lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Jika hasilnya berbeda maka pengumpulan data dilakukan secara berulang-ulang hingga memperoleh kepastian datanya.

2) Uji transferabilitas (validitas eksternal)

Penelitian dikatakan memenuhi standar transferabilitas apabila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang jelas dari suatu hasil penelitian dan dapat menerapkannya, dengan kata lain hasil penelitian dapat digeneralisasikan terhadap masalah lain.

3) Uji dependabilitas (reliabilitas)

Uji dependabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau mengecek kembali pelaksanaan penelitian yang dilakukan melalui kontrol dari dosen pembimbing.

4) Uji konfirmabilitas (objektivitas)

Uji konfirmabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau mengecek kembali data hasil penelitian dengan proses penelitian yang dilakukan melalui kontrol dari dosen pembimbing.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman (Nasution, 2002: 128-130) dengan tahapan yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.


(25)

25 1) Reduksi data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu dilakukan analisis data melalui reduksi. Pada tahap ini, peneliti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan menentukan pola dari data yang diperoleh. Data yang telah direduksi ini dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang menarik. Data ini dapat digunakan untuk menentukan fokus penelitian.

2) Penyajian data

Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan, sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antar variabel agar pembaca laporan penelitian mengerti apa yang terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian. Data hasil penelitian dapat ditampilkan dalam bentuk narasi, transkrip hasil wawancara, tabel, atau gambaran lainnya yang dapat mempermudah peneliti dalam menarik kesimpulan.

3) Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Pengambilan kesimpulan ini berlangsung secara terus menerus setelah proses pengumpulan data, reduksi data, dan penyajian data. Kesimpulan yang diambil pada mulanya bersifat tentatif, kabur, diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data, maka kesimpulan akan lebih bermakna. Oleh karena itu, kesimpulan harus senantiasa diverifikasi. Verifikasi dapat dilakukan dengan mencari data baru.


(26)

26 Ketiga teknik analisis tersebut saling berhubungan dan berlangsung terus menerus selama penelitian dilakukan. Jadi, analisis adalah kegiatan yang bersifat kontinu dari awal penelitian, berlangsungnya penelitian, hingga setelah penelitian. 2. Kajian tentang Pembelajaran Matematika di SMK

Kajian tentang pembelajaran matematika di SMK terdiri atas pemaparan tentang pembelajaran matematika kelas X SMK Kurikulum 2013 dan karakteristik siswa SMK.

a. Pembelajaran Matematika kelas X SMK Kurikulum 2013

Erman Suherman, dkk (2003: 8) mengemukakan pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Sejalan dengan hal tersebut, Pasal 1 butir 20 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, menyebutkan pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat lima komponen pembelajaran yaitu interaksi, siswa, guru, sumber belajar, dan lingkungan belajar.

Pembelajaran di sekolah meliputi pembelajaran pada berbagai mata pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah, yakni mata pelajaran Matematika. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Menurut Hamzah B. Uno (2007: 129-130), matematika adalah suatu bidang ilmu yang berperan sebagai alat berfikir, berkomunikasi dan menyelesaikan berbagai


(27)

27 persoalan praktis. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, diperoleh pengertian bahwa matematika adalah suatu bidang ilmu yang berperan sebagai alat berfikir, berkomunikasi, dan menyelesaikan berbagai persoalan terkait bilangan.

Dilihat dari pemaparan pembelajaran dan definisi matematika di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses interaksi antara siswa, guru, dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar dalam rangka mempelajari ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah terkait bilangan.

Menurut Ebbutt, S. and Straker, A. (1995: 8-10) pembelajaran matematika di sekolah merupakan:

1) kegiatan penelusuran pola dan hubungan antar ide matematika;

2) kegiatan yang memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi, dan penemuan; 3) kegiatan yang tidak dapat terlepas dari menyelesaikan masalah (problem

solving); dan

4) kegiatan yang mengajarkan siswa memaknai matematika sebagai alat komunikasi dalam menyampaikan informasi.

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 178) mata pelajaran Matematika di SMK bertujuan agar siswa memiliki kemampuan:

1) memahami dan mengaplikasikan konsep matematika dengan tepat dan efisien dalam menyelesaikan masalah;

2) menggunakan penalaran pada pola, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, atau menyusun bukti;


(28)

28 3) menyelesaikan masalah dan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,

tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 4) menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa

ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah; dan

5) menalar secara logis dan kritis serta mengembangkan aktivitas kreatif dalam menyelesaikan masalah dan mengkomunikasikan ide.

Hal tersebut sejalan dengan Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di SMK adalah agar siswa SMK dapat memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah, mengomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Menyelesaikan masalah yang dimaksud meliputi kemampuan merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Kemampuan menyelesaikan masalah tersebut diperlukan untuk mencapai tujuan Kurikulum 2013 yang dijelaskan di Permendikbud Nomor 60 Tahun 2013 yakni agar siswa memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 ayat 5 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan menjelaskan bahwa mata pelajaran Matematika di SMK termasuk dalam program adaptif. Program adaptif


(29)

29 merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Program adaptif juga menitikberatkan pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk memahami dan menguasai konsep dan prinsip dasar ilmu serta teknologi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari atau melandasi kompetensi kerja.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan, ruang lingkup mata pelajaran Matematika di SMK sesuai dengan Kurikulum 2013 mencakup bilangan real, aljabar, geometri dan transformasi, dasar-dasar trigonometri, limit fungsi aljabar, matriks, kombinatorika, statistika dan peluang, turunan fungsi aljabar, program linier, geometri ruang, bunga majemuk, angsuran, anuitas, pertumbuhan dan peluruhan, matriks dan vektor, induksi Matematika, integral, serta logika. Mata pelajaran Matematika di SMK memuat 58 kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Di kelas X terdapat 23 kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, termasuk kemampuan mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antar-titik, garis, dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya. Kompetensi dasar tersebut berkaitan dengan materi geometri yang digunakan dalam penelitian ini. Melalui kompetensi dasar tersebut, dikembangkan indikator pencapaian kompetensi siswa dengan memperhatikan kemampuan siswa dan kekhasan materi. Uraian indikator pencapaian kompetensi siswa pada materi geometri disajikan dalam Lampiran 2.


(30)

30 Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan juga menjelaskan pelaksanaan pembelajaran matematika di SMK berlangsung selama 4 jam pelajaran. Di SMK Negeri 3 Yogyakarta pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Matematika dilaksanakan 4 jam sekaligus dalam satu hari per minggu. Pada saat peneliti melakukan wawancara tentang pembelajaran matematika di SMK Negeri 3 Yogyakarta, guru menjelaskan bahwa salah satu hambatan dalam pembelajaran matematika di SMK Negeri 3 Yogyakarta dengan berbasis Kurikulum 2013 yaitu buku siswa atau materi yang ada pada kurikulum dirasa masih tidak runtut dan banyak terjadi kesalahan sehingga sulit dipahami oleh siswa.

Agar proses pembelajaran matematika berjalan dengan optimal, seorang guru harus mengetahui karakteristik siswanya terlebih dahulu. Untuk selanjutnya akan dipaparkan mengenai karakteristik siswa SMK.

b. Karakteristik Siswa SMK

Usia anak Indonesiasaat masuk Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menegah Kejuruan maksimal berusia 21 tahun pada tahun ajaran baru. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama nomor 04/VI/PB/2011 nomor MA/111/2011 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal/Bustanul Athfal dan Sekolah/Madrasah. Hal itu menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia masuk Sekolah Menengah Kejuruan pada usia belasan atau masa remaja. Rita Eka Izzati, dkk (2008: 124) menjelaskan jika mengacu pada tahap perkembangan


(31)

31 anak, periode masa remaja merupakan anak usia 15 tahun atau 16 tahun. Hurlock yang dikutip oleh Rita Eka Izzaty, dkk (2008:124), menyatakan awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sifat-sifat remaja sebagian sudah tidak menunjukkan sifat-sifat masa kanak-kanaknya, tetapi juga belum menunjukkan sifat-sifat sebagai orang dewasa.

Pada masa remaja terjadi proses terbentuknya identitas diri dan tujuan hidup berupa pemantapan cita-cita. Pada masa remaja ini juga terjadi banyak perkembangan baik secara fisik, psikoseksual, kognisi, emosi, sosial, dan moral (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 152-153). Dilihat dari perkembangan kognisi menurut teori perkembangan oleh Piaget, remaja atau siswa di sekolah menengah masuk dalam tahapan operasional formal yang memiliki ciri-ciri memiliki kemampuan introspeksi yaitu kemampuan berpikir kritis tentang dirinya. Kemampuan introspeksi sangat berpengaruh dalam proses belajar siswa karena dengan kemampuan tersebut siswa dapat menyadari bagian-bagian yang sulit ia pahami dalam belajar dan gaya belajar yang sesuai dengan dirinya. Kemampuan lain yang dimiliki yaitu kemampuan berfikir logis sehingga siswa dapat mempertimbangkan hal-hal penting dan mengambil kesimpulan, kemampuan berpikir berdasarkan hipotesis sehingga siswa sudah dapat membuat dugaan-dugaan, menggunakan simbol-simbol, dan berpikir yang tidak kaku (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 152).


(32)

32 Frederick H. Bell (1981: 100) juga menjelaskan menurut Piaget, siswa di sekolah menengah berada pada masa operasional formal dengan usia 12 tahun sampai dewasa. Pada usia tersebut seorang siswa akan mampu untuk berpikir abstrak. Siswa telah mampu merumuskan teori, membuat dan menguji hipotesis. Siswa juga telah mampu untuk mengambil kesimpulan dari sebuah pernyataan atau berpikir secara deduktif dan induktif, dan telah mampu berargumentasi menggunakan implikasi.

Pada tahap operasinal formal, siswa juga dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda konkret. Siswa mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwa langsung sehingga siswa sekolah menengah kejuruan seharusnya sudah mampu mempelajari objek-objek geometri yang bersifat abstrak. Misalnya, apabila siswa dihadapkan suatu permasalahan tentang menentukan diagonal ruang suatu limas segitiga T.ABC maka siswa akan menjawab bahwa limas T.ABC tidak mempunyai diagonal ruang seperti kubus dan balok yang memiliki diagonal ruang. Untuk membuktikan bahwa limas T.ABC tidak mempunyai diagonal ruang siswa mampu mengungkapkan definisi diagonal ruang dan limas segitiga T.ABC. Dalam hal ini siswa seharusnya dapat melakukannya tanpa menggunakan bantuan benda konkret atau model dari limas segitiga T.ABC.

3. Tinjauan Materi Geometri Kelas X SMK Kurikulum 2013

Pemaparan mengenai materi geometri kelas X SMK Kurikulum 2013 terdiri atas uraian materi geometri kelas X SMK Kurikulum 2013 dan objek-objek geometri kelas X SMK.


(33)

33 a. Uraian Materi Geometri Kelas X SMK Kurikulum 2013

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah geometri kelas X Kurikulum 2013. Pembelajaran geometri sangat penting karena mendukung banyak materi antara lain vektor, kalkulus, dan mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah (Sugiyono, dkk, 2014:118-119). Berdasarkan sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstrak pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran, dan pemetaan. Ditinjau dari sudut pandang matematika, geometri memberikan kontribusi penting dalam strategi penyelesaian masalah, misalnya membuat gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi yang digunakan dalam pendekatan penyelesaian masalah (Kartono, 2010:25). Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi dan bernalar secara matematika, mengembangkan intuisi spasial, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematika (Kartono, 2010: 25).

Materi yang dipelajari oleh siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan meliputi menentukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang melibatkan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga (Kemendikbud, 2014: 404-448).. 1) Kedudukan Titik

Definisi:

a) Jika suatu titik dilalui garis, maka dikatakan titik itu terletak pada garis tersebut.


(34)

34 Gambar 1. Titik teletak pada garis

b) Jika suatu titik tidak dilalui garis, maka dikatakan titik tersebut berada di luar garis.

Gambar 2. Titik terletak di luar garis

c) Jika suatu titik dilewati suatu bidang, maka dikatakan titik itu terletak pada bidang.

d) Jika titik tidak dilewati suatu bidang, maka titik itu berada di luar bidang.

Gambar 3. Kedudukan titik terhadap bidang 2) Jarak antara Dua Titik

Jarak antara dua titik merupakan panjang ruas garis yang menghubungkan kedua titik tersebut.

A

A


(35)

35 Gambar 4. Jarak antara dua titik sebagai panjang sisi miring segitiga siku-siku

Jika terdapat titik A, B, dan C adalah titik-titik sudut segitiga ABC dan siku-siku di B, maka jarak antara titik A dan Cadalah:

= ( ) + ( ) 3) Jarak Titik ke Garis

Jarak antara titik dan garis merupakan panjang ruas garis yang ditarik dari titik tersebut tegak lurus terhadap garis itu.

Gambar 5. Kubus ABCD.EFGH

Jika dari titik A ditarik garis yang tegak lurus terhadap segmen garis CD maka diperoleh titik D sebagai hasil proyeksinya (AD CD). Jadi, jarak titik A ke segmen garis CD adalah panjang segmen garis yang dibentuk oleh titik A dengan proyeksinya pada segmen garis CD, yaitu panjang segmen garis AD.


(36)

36 4) Jarak Titik ke Bidang

Gambar 6. Jarak titik ke bidang

Jarak antara titik dengan bidang merupakan panjang ruas garis yang tegak lurus dan menghubungkan titik tersebut dengan bidang. Misalkan ACF adalah suatu bidang datar dalam kubus ABCD.EFGH dan titik B merupakan sebuah titik yang berada diluar bidang ACF. Jarak antara titik B terhadap bidang ACF merupakan panjang garis tegak lurus dari titik B ke bidang ACF yaitu ruas garis BP.

5) Jarak antara Dua Garis dan Dua Bidang

Gambar 7. Jarak antara dua garis sejajar

Garis AC dan EG dikatakan sejajar jika jarak antara kedua garis tersebut selalu sama (konstan), dan jika kedua garis tidak berhimpit, maka kedua garis tidak pernah berpotongan meskipun kedua garis diperpanjang. Jadi, jarak antara

A B

C D

H G

F E


(37)

37 dua garis sejajar merupakan panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap dua garis tersebut yaitu garis AE dan CG.

Gambar 8. Balok PQRS.TUVW

Bidang PQRS sejajar dengan bidang TUVW dan jarak antara kedua bidang tersebut adalah panjang rusuk yang menghubungkan kedua bidang yaitu rusuk PT, SW, RV, dan QU. Jadi, jarak antara dua bidang sejajar merupakan panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap dua bidang tersebut.

6) Sudut antara Dua Garis dalam Ruang

Gambar 9. Sudut antara dua garis

Ruas garis AH dan AD berpotongan, sudut antara ruas garis AH dan AD adalah sudut lancipnya, .


(38)

38 7) Sudut antara Garis dan Bidang

Gambar 10. Sudut antara garis dan bidang

Pada Gambar 10, sudut antara garis AG dan bidang ABCD adalah sudut lancip yang dibentuk oleh ruas garis AG dan proyeksinya dengan bidang yaitu ruas garis AC.

8) Sudut antara dua Bidang

Gambar 11. Sudut antara dua bidang

Pada Gambar 11, sudut antara bidang BDG dan ABCD dapat ditentukan oleh garis GO pada bidang BDG dan garis OC pada bidang ABCD yang saling tegak lurus pada garis potong bidang BDG dan ABCD.

Berdasarkan uraian materi pembelajaran geometri kelas X SMK, siswa harus menguasai beberapa konsep dan prinsip yang diperlukan dalam mempelajari dan


(39)

39 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi tersebut. Berikut ini adalah beberapa konsep yang harus dipahami siswa.

1) Konsep bangun ruang kubus dan balok (unsur-unsurmya). 2) Konsep segitiga siku-siku (sifat-sifat segitiga siku-siku). 3) Konsep segitiga sama sisi (sifat-sifat segitiga sama sisi).

4) Konsep titik terletak pada garis (jika suatu titik dilalui garis, maka dikatakan titik terletak pada garis).

5) Konsep titik berada di luar garis (jika suatu titik tidak dilalui garis, maka dikatakan titik tersebut berada di luar garis).

6) Konsep titik terletak pada bidang (jika suatu titik dilewati suatu bidang, maka dikatakan titik itu terletak pada bidang).

7) Konsep titik berada di luar bidang (jika titik tidak dilewati suatu bidang, maka titik itu berada di luar bidang).

8) Konsep proyeksi titik pada garis (misal terdapat titik A, jika dari titik A ditarik garis AA1 (A1 terletak pada garis) yang tegak lurus dengan garis maka A1 disebut proyeksi titik A pada garis tersebut).

9) Konsep proyeksi titik pada bidang (misal terdapat titik A, jika dari titik A ditarik garis AA1 (A1 terletak pada bidang) yang tegak lurus dengan bidang, maka A1 disebut proyeksi titik A pada bidang tersebut).

10) Konsep proyeksi garis pada bidang (untuk memproyeksikan sebuah ruas garis AG cukup dengan memproyeksikan titik A dan G pada bidang ABCD, kemudian menghubungkan A1 dan G1 dengan garis lurus untuk memperoleh proyeksi ruas garis AG).


(40)

40 11) Konsep ketegaklurusan dua garis (dua buah garis dikatakan saling tegak

lurus, jika saling berpotongan membentuk sudut siku-siku).

12) Konsep ketegaklurusan antara garis dan bidang (sebuah garis dikatakan tegak lurus bidang, jika garis tersebut tegak lurus pada semua garis pada bidang). 13) Konsep jarak antara dua titik (panjang ruas garis penghubung kedua titik

tersebut).

14) Konsep jarak antara titik ke garis (panjang ruas garis penghubung dari titik dengan proyeksi titik pada garis).

15) Konsep jarak antara titik ke bidang (panjang ruas garis penghubung titik dengan proyeksinya pada bidang).

16) Konsep jarak antara dua garis sejajar (panjang ruas garis penghubung salah satu titik pada masing-masing garis yang tegak lurus terhadap kedua garis). 17) Konsep jarak antara dua bidang sejajar (panjang ruas garis penghubung salah

satu titik pada masing-masing bidang yang tegak lurus terhadap kedua bidang).

18) Konsep sudut antara dua garis (dua ruas garis yang salah satu ujungnya bertemu di satu titik).

19) Konsep sudut antara garis dan bidang (sudut lancip yang dibentuk oleh ruas garis dan proyeksinya pada bidang).

20) Konsep sudut antara dua bidang (sudut yang terbentuk oleh dua garis pada masing-masing bidang, setiap garis itu tegak lurus pada garis potong kedua bidang tersebut di satu titik).


(41)

41 Selain konsep, siswa juga harus menguasai beberapa prinsip berikut ini. 1) Mengingat langkah penyelesaian yang diperlukan.

2) Menentukan proyeksi titik pada garis. 3) Menentukan proyeksi titik pada bidang. 4) Menentukan proyeksi garis pada bidang. 5) Menggunakan teorema Pythagoras. 6) Menyederhanakan bentuk akar 7) Mengoperasikan bentuk akar.

8) Menyelesaikan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. 9) Merasionalkan bentuk akar.

10) Menggunakan prinsip kesebangunan

11) Menentukan panjang ruas garis tegak lurus yang menghubungkan antara masing-masing titik pada dua garis yang sejajar.

12) Menentukan panjang ruas garis tegak lurus yang menghubungkan antara masing-masing titik pada dua bidang yang sejajar.

13) Menentukan besar sudut yang dibentuk oleh dua garis yang salah satu ujungnya bertemu di satu titik.

14) Menentukan besar sudut lancip yang dibentuk oleh ruas garis dan proyeksinya pada bidang

15) Menentukan besar sudut yang terbentuk oleh dua garis pada masing-masing bidang, setiap garis itu tegak lurus pada garis potong kedua bidang tersebut di satu titik


(42)

42 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Krismanto (2008: 38), terdapat masalah pada siswa kelas X yang sedang mempelajari materi geometri. Masalah utama yang muncul dalam mempelajari sudut dalam ruang adalah siswa tidak terampil menggambar bangun ruang dan kesulitan memahami konsep bangun ruang. Tanpa gambar yang jelas dan benar menurut tata cara menggambar bangun ruang, menentukan besar sudut dalam ruang tidaklah mudah. Apabila gambar siswa sudah baik, pemahaman konsep bangun ruang khususnya berkaitan dengan kedudukan antara dua garis merupakan sumber kesulitan. Terdapat juga dua masalah utama dalam pembelajaran jarak yaitu menentukan/menggambar ruas garis yang menunjukkan jarak dan menghitung jarak tersebut. Kadang-kadang untuk menghitung jarak tidak selalu harus menggambar ruas garis yang menunjukkan jarak tersebut, namun siswa tetap perlu menguasai cara melukis ruas garis yang menunjukkan jarak antara titik, garis, dan bidang.

Ika Kurniasari (2013: 328) menemukan kesulitan mempelajari geometri dengan mendefinisikan kesalahan siswa menyelesaikan soal geometri dalam tiga jenis yaitu kesalahan abstraksi, kesalahan prosedural dan kesalahan konsep. Kesalahan abstraksi meliputi ketidakmampuan siswa dalam mengabstraksikan jarak antara garis ke bidang dan sudut antara garis dan bidang. Kesalahan prosedural meliputi kesalahan pada perhitungan bentuk akar dan penggunaan rumus Pythagoras. Kesalahan konsep meliputi kesalahan dalam memahami konsep jarak, konsep sudut dan kesalahan dalam memahami segitiga siku-siku yang berada pada bangun ruang (terkait dengan penggunaan teorema Pythagoras).


(43)

43 b. Objek-Objek Geometri Kelas X SMK

Terdapat dua objek yang dapat diperoleh siswa setelah belajar matematika. Menurut Gagne yang dikutip oleh Bell (1978:108), objek dalam matematika tersebut meliputi objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung dalam pelajaran matematika meliputi fakta, konsep, keterampilan (skill), dan prinsip, sedangkan objek tak langsung dalam pelajaran matematika meliputi kemampuan menyelidiki, kemampuan penemuan, kemampuan problem solving, transfer belajar, kedisiplinan diri, dan apresiasi pada struktur matematika. Gagne sebagaimana dikutip oleh Bell (1978: 108) juga menegaskan bahwa fakta, konsep, keterampilan matematika, dan prinsip merupakan empat kategori yang tidak dapat dipisahkan dalam matematika. Gagne yang dikutip oleh Bell (1978: 108-110), menjabaran objek-objek matematika pada materi geometri kelas X adalah sebagai berikut.

1) Fakta matematika adalah suatu kesepakatan dalam matematika yang ditandai dengan simbol matematika. Fakta meliputi istilah (nama), notasi (lambang/simbol). Contoh fakta dalam geometri kelas X di SMK antara lain: titik sudut, apotema, segmen, segaris (collinear), diagonal bidang, diagonal ruang, bidang diagonal, “⃖ ⃗” bermakana garis AB, “ ” bermakna ruas garis , “∟” adalah simbol sudut siku-siku, “∠” adalah simbol sudut misal

∠( , bidang ) artinya besar sudut yang terbentuk oleh garis AH

dengan bidang ABCD, “ // ” bermakna sejajar, “⊥” bermakna tegak lurus, dan “Δ” yang bermakna segitiga. Fakta dipelajari melalui berbagai teknik pembelajaran hafalan seperti menghafal, drill, latihan, tes waktu, game, dan


(44)

44 kontes. Siswa dianggap telah belajar fakta ketika mereka dapat menyatakan fakta dan menggunakan dengan tepat dalam sejumlah situasi yang berbeda. 2) Keterampilan matematika adalah kemampuan siswa dalam mengoperasikan

dan menggunakan prosedur penyelesaian masalah matematika secara cepat dan tepat. Keterampilan dalam menyelesaikan masalah matematika harus menggunakan serangkaian aturan yang disusun menjadi langkah-langkah penyelesaian masalah yang disebut dengan algoritma. Di antara contoh keterampilan pada materi geometri kelas X di SMK adalah keterampilan menentukan kedudukan titik pada garis dan bidang, menghitung jarak antara dua titik, menghitung antara jarak titik ke garis, menghitung jarak antara titik ke bidang, menghitung jarak antara garis ke bidang, menghitung jarak antara dua garis dan dua bidang yang sejajar, menghitung besar sudut antara dua garis, menghitung besar sudut antara garis dan bidang, serta menghitung jarak antara dua bidang. Keterampilan dapat dipelajari melalui demonstrasi dan berbagai jenis latihan dan praktik seperti lembar kerja, bekerja di papan tulis, kegiatan kelompok dan permainan. Siswa diketahui telah menguasai keterampilan ketika mereka dapat menyelesaikan berbagai jenis masalah yang membutuhkan keterampilan tersebut dalam berbagai situasi.

3) Suatu konsep dalam matematika adalah ide abstrak yang memungkinkan orang mengklasifikasikan objek atau peristiwa dan untuk menentukan apakah objek dan peristiwa tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak. Bangun ruang, proyeksi, ketegaklurusan, segitiga siku-siku, segitiga sama sisi, jarak antara dua titik, jarak antara titik ke garis, jarak antara titik ke


(45)

45 bidang, jarak antara garis ke bidang, jarak antara dua titik dan dua bidang yang sejajar, sudut antara dua garis, sudut antara garis dan bidang, serta sudut antara dua bidang merupakan contoh konsep dalam geometri kelas X di SMK. Konsep dapat dipelajari melalui pemahaman terhadap definisi atau dengan pengamatan terhadap benda secara langsung. Siswa belajar untuk mengklasifikasikan benda ke dalam himpunan bangun ruang kubus, balok, limas, prisma dengan observasi langsung dan eksperimen, namun beberapa siswa dapat mengklasifikasikan benda termasuk dalam himpunan bangun ruang kubus, balok, limas, maupun prisma dengan pemahaman tentang definisi keeempat bangun ruang tersebut. Konsep juga dapat dipelajari dengan mendengar, melihat, diskusi, atau berpikir dan membandingkan contoh-contoh dan bukan contoh. Siswa diketahui telah belajar suatu konsep ketika mereka mampu memisahkan contoh dan non-contoh dari suatu konsep. 4) Prinsip adalah objek matematika yang paling kompleks. Prinsip adalah urutan

beberapa konsep yang memiliki hubungan. Pernyataan “kuadrat sisi miring dari segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi yang lain” merupakan contoh prinsip dalam geometri kelas X yang digunakan dalam menentukan jarak. Masing-masing prinsip melibatkan beberapa konsep dan hubungan antar konsep. Untuk memahami prinsip tentang teorema Pythagoras, siswa harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, konsep bilangan berpangkat, dan konsep bentuk akar. Prinsip dapat dipelajari melalui proses penyelidikan ilmiah, pelajaran penemuan terbimbing, diskusi kelompok, penggunaan strategi penyelesaian masalah dan demonstrasi.


(46)

46 Seorang siswa diketahui telah belajar prinsip ketika dia dapat mengidentifikasi konsep termasuk dalam prinsip, menempatkan konsep dalam kaitan yang benar satu sama lain, dan menerapkan prinsip untuk situasi tertentu.

Konsep dan prinsip merupakan pengetahuan dasar matematika (Cooney, 1975: 203). Konsep dan prinsip harus dikuasai siswa agar ia dapat menyelesaikan persoalan Matematika dengan benar.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Murdanu (2004) bertujuan untuk mengetahui kesulitan siswa-siswa SLTP dalam menyelesaikan persoalan geometri dan untuk mengetahui penyebab serta menunjukkan tindakan alternatif untuk mengatasi kesulitan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami siswa meliputi: kesulitan menginterpretasikan informasi dalam soal, kesulitan berbahasa, kesulitan pemahaman konsep dan prinsip dalam geometri, dan kesulitan teknis. Faktor penyebab kesulitan yang menonjol dari diri siswa, yaitu siswa tidak mengingat dan tidak memahami konsep dan prinsip geometri yang telah dipelajari. Tindakan alternatif yang dianjurkan untuk mengatasi kesulitan tersebut, yaitu pembenahan pembelajaran teknik penyelesaian soal geometri, pembenahan materi ajar, dan pemberian variasi persoalan geometri.

Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurjana (2015) menunjukkan bahwa kesulitan belajar matematika materi jarak, waktu, dan kecepatan di kelas 5A SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta masuk dalam kategori sangat tinggi. Kesulitan tersebut terjadi karena belum tercapainya indikator ketercapaian kompetensi dasar


(47)

47 Matematika materi jarak, waktu, dan kecepatan. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar Matematika materi jarak, waktu, dan kecepatan meliputi faktor yang menyebabkan kesalahan dalam mengerjakan soal tes, faktor intern dan faktor ekstern. Rekomendasi pemecahan masalah kesulitan belajar materi jarak, waktu, dan kecepatan adalah perlunya pengajaran khusus sebagai pengayaan (enrichment) dan penyembuhan (remedial), menggunakan metode mengajar yang inovatif dan kreatif, dan menciptakan conditioning (reinforcement, rewards, encouragement), serta drill.

Penelitian lain dilakukan oleh Erlina Sari Candraningrum (2010) menunjukkan bahwa 9 siswa yang berasal dari kelas XA dan XB MAN Yogyakarta I tahun pelajaran 2009/2010 mengalami kesulitan berkaitan dengan konsep kedudukan dua garis bersilangan, konsep kedudukan dua garis berpotongan, konsep jarak dua titik dengan kondisi jarak titik ke garis, jarak titik ke bidang, jarak dua bidang bersilangan, dan jarak dua bidang sejajar. Selain itu, siswa juga mengalami kesulitan berkaitan dengan konsep sudut dengan kondisi sudut antara garis menembus bidang dan sudut antara dua bidang yang berpotongan. Siswa juga mengalami kesulitan berkaitan dengan prinsip jarak dari titik ke garis, prinsip jarak dari titik ke bidang, prinsip jarak dua garis bersilangan, dan prinsip jarak dua bidang sejajar, prinsip sudut antara garis menembus bidang, prinsip sudut antara dua bidang berpotongan, prinsip perhitungan jarak dari titik ke garis, prinsip perhitungan jarak dari titik ke bidang, prinsip perhitungan jarak dua garis bersilangan, prinsip perhitungan sudut antara garis menembus bidang dan prinsip perhitungan sudut dua bidang berpotongan.


(48)

48 Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa kesulitan siswa dalam mempelajari matematika berkaitan erat dengan pemahaman konsep dan prinsip serta dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab kesulitan, baik faktor intern maupun ekstern. Oleh karena itu, penelitian ini lebih difokuskan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri yang berkaitan dengan konsep dan prinsip pada materi geometri serta faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa.

C. Kerangka Berfikir

Hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMK Negeri 3 Yogyakarta menunjukkan bahwa guru-guru matematika banyak yang mengeluhkan siswa kelas XII yang akan mengikuti ujian nasional rata-rata tidak dapat menyelesaikan soal terkait dengan bangun ruang. Selain itu, untuk siswa kelas X yang akan menerima pelajaran geometri ternyata memiliki kemampuan dasar geometri yang sangat rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai tes pengetahuan pra-syarat siswa yang cenderung rendah dan banyak terjadi kesalahan dalam menjawab soal berkaitan dengan bentuk-bentuk bangun ruang, unsur-unsur pada bangun ruang, hubungan antar unsur, dan konsep segitiga. Pada saat menyebutkan bentuk-bentuk bangun ruang banyak siswa yang belum dapat membedakan bangun limas dan prisma dengan benar. Siswa belum memahami tentang perbedaan unsur-unsur pada bangun ruang seperti diagonal ruang, bidang diagonal, dan diagonal bidang, Masih banyak siswa yang belum paham hubungan antar unsur pada bangun ruang seperti garis yang berpotongan, sejajar, tegak lurus, dan bersilangan. Siswa juga belum memahami penggunaan teorema Pythagoras yang seharusnya sudah


(49)

49 dipelajari di SMP. Siswa yang memiliki nilai tes pengetahuan pra-syarat di atas KKM hanya 17 siswa dari 60 siswa. Pada materi geometri, KKM yang ditentuka oleh guru adalah 70.

Hasil pengamatan di kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 SMK Negeri 3 Yogyakarta selama proses pembelajaran geometri, wawancara dengan guru mata pelajaran Matematika di kelas tersebut dan dokumentasi nilai ulangan harian mata pelajaran Matematika materi geometri menunjukkan terdapat 46 siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah geometri, ditunjukkan dengan nilai siswa di bawah KKM. Bukti lain ditunjukkan dari hasil ujian tengah semester yang kurang baik pada materi geometri tercatat 33 siswa memiliki nilai di bawah KKM. Selain itu, hasil tes diagnostik menunjukkan terdapat 33 siswa yang membuat kesalahan lebih dari 50% saat mengerjakan tes diagnostik.

Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui kesulitan siswa dan penyebabnya dalam menyelesaikan masalah geometri. Untuk mengetahui kesulitan siswa dan penyebabnya dalam menjawab soal serta mengetahui faktor penyebab kesulitan siswa dapat menggunakan kegiatan diagnosis kesulitan belajar. Diagnosis kesulitan belajar adalah proses menentukan jenis kelemahan atau kesulitan belajar siswa dengan meneliti dan menganalisis latar belakang atau faktor penyebab serta gejala permasalahan yang tampak dalam belajar untuk mengambil kesimpulan serta mencari alternatif penyelesaiannya.

Prosedur diagnosis secara umum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur oleh Cooney, Davis, dan Henderson dengan 4 langkah utama


(50)

yaitu mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar, menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar, memperkirakan sebab

proses pemecahan

menyelesaikan masalah geometri dalam penggunaan konsep dan prinsip.

Melalui proses diagnosis tersebut dihara kesulitan siswa dalam menyelesa

faktor-faktor yang menyebabkan

tersebut, sehingga guru dapat melakukan tindak lanjut untuk melakukan perbaikan mengajar.

Secara singkat, kerangka berpikir di atas dapat di bawah ini.

yaitu mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar, menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar, memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar, dan proses pemecahan kesulitan belajar. Dalam mendiagnosis

menyelesaikan masalah geometri, peneliti menggunakan prosedur diagnosis dalam penggunaan konsep dan prinsip.

Melalui proses diagnosis tersebut diharapkan guru dapat mengetahui kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan geometri

faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam mempelajari materi sehingga guru dapat melakukan tindak lanjut untuk melakukan perbaikan

Secara singkat, kerangka berpikir di atas dapat dinyatakan dalam diagram di

Gambar 12. Kerangka Berpikir

50 yaitu mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar, menentukan jenis sebab kesulitan belajar, dan Dalam mendiagnosis kesulitan , peneliti menggunakan prosedur diagnosis

pkan guru dapat mengetahui an dengan geometri dan dalam mempelajari materi sehingga guru dapat melakukan tindak lanjut untuk melakukan perbaikan


(51)

51 BABBIIIB

METODEBPENELITIANB A. JenisBPenelitianB

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan strategi penelitian studi kasus dan metode analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri dan faktor-faktor yang menyebabkan siswa kesulitan belajar matematika pada materi tersebut. Kesulitan yang dimaksud adalah kesulitan dalam konsep dan prinsip pada geometri, sedangkan penyebab kesulitan yang dimaksud adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa (intern) berkaitan dengan ranah rasa (afektif).

B. SubjekBPenelitianB

Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan persoalan geometri. Siswa sebagai subjek penelitian dipilih dari hasil observasi, dokumentasi dan tes diagnostik. Subjek penelitian telah terpilih sebanyak 60 siswa, tetapi karena peneliti melakukan observasi langsung hanya dengan siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2, subjek penelitian diambil dengan cara purposive sampling. Subjek penelitian diambil 7 siswa, 3 siswa dari kelas X Kendaraan Ringan 1 dan 4 siswa dari kelas X Teknik Permesinan 2 dengan pertimbangan kriteria sebagai berikut.

1. Siswa tersebut telah mendapatkan materi geometri.

2. Siswa mempunyai cukup pengetahuan dan pengalaman dalam menyelesaikan masalah pada materi geometri.


(52)

52 3. Siswa telah mampu mengkomunikasikan secara lisan dan atau tulisan dengan

baik agar eksplorasi analisis kesulitan belajar dapat dilakukan. 4. Siswa tidak tuntas pada ulangan harian dan ujian tengah semester. 5. Siswa yang membuat banyak kesalahan saat mengerjakan tes diagnostik.

Siswa yang memenuhi kriteria tersebut dapat ditetapkan sebagai subjek penelitian. Berdasarkan hasil ulangan harian, ujian tengah semester, dan tes diagnostik dapat ditetapkan calon subjek penelitian yang disajikan dalam Tabel 2. TabelB2.BCalonBSubjekBPenelitianBBerdasarkanBUlanganBHarian,BUTS,BdanB TesBDiagnostikB

HasilBUlanganBHarianB HasilBUTSB HasilBTesBDiagnostikB

A1, A2, A3, A4, A9, A10, A11, A13, A14, A16, A17, A18, A19, A20, A21, A24, A26, A27, A28, A29, A30, A32, B1, B2, B3, B4, B6, B8, B9, B11, B13, B14, B16, B17, B18, B19, B20, B21, B22, B23, B24, B26, B27, B30, B32

A3, A5, A10, A16, A18, A21, A22, A24, A25, A28, A30, B2, B4, B5, B6, B7, B8, B10, B11, B14, B15, B16, B18, B19, B22, B24, B25, B28, B29, B30, B32

A1, A2, A3, A4, A11, A13, A14, A23, A24, A25, B1, B5, B6, B7, B8, B10, B11, B13, B15, B16, B18, B20, B21, B22, B23, B24, B25, B26, B27, B28, B29, B30, B31

Tabel 2 menunjukkan terdapat banyak sekali calon subjek penelitian. Guru di sekolah menyarankan tujuh siswa yang memiliki kecenderungan kesulitan belajar yang dominan dan prestasi belajar yang tidak stabil pada materi geometri yakni A3, A13, A23, B11, B24, B26, dan B30.

C. TempatBdanBWaktuBPenelitianB

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2016 di SMK Negeri 3 Yogyakarta, khususnya kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2. Sekolah tersebut terletak di Jl. R.W. Monginsidi No.2, Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55241.


(53)

53 D. DefinisiBOperasionalBVariabelB

Untuk memperoleh kesamaan penafsiran, kesulitan belajar matematika pada siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang terjadi pada siswa yang tidak mencapai KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester, serta membuat banyak kesalahan pada saat mengerjakan tes diagnostik materi geometri. E. SettingBPenelitianB

Setting penelitian yang digunakan adalah setting kelas dan setting non-kelas. Setting kelas dilakukan dengan mengamati pelaksanaan tes diagnostik geometri. Setting non-kelas, meliputi meneliti jawaban ulangan harian dan ujian tengah semester, menganalisis hasil ulangan harian dan ujian tengah semester, menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar siswa berdasarkan tes diagnostik, serta wawancara terhadap guru dan siswa untuk memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar.

F. DataBPenelitianBdanBInstrumenBPenelitianB

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa data kualitatif yang diperoleh, yaitu: 1. Data hasil tes diagnostik

Data hasil tes yang diharapkan berupa pekerjaan siswa yang dilengkapi langkah-langkah penyelesaian soal tes. Data ini digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri yang berkaitan dengan konsep dan prinsip.

2. Data hasil wawancara

Data hasil wawancara yang diharapkan berupa jawaban siswa secara lisan. Data ini digunakan untuk triangulasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam


(54)

54 menyelesaikan masalah geometri yang berkaitan dengan konsep dan prinsip serta menelusuri sebab-sebab kesulitan belajar siswa pada materi geometri.

Untuk mempermudah memperoleh data penelitian, dibutuhkan instrumen penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Peneliti sebagai instrumen

Dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan tes diagnostik, membuat pedoman wawancara, melakukan wawancara, dan mengolah data yang diperoleh. Selanjutnya, peneliti berkonsultasi dengan guru-guru matematika di SMK Negeri 3 Yogyakarta, pembimbing, dan expert judgment untuk menguji validitas instrumen yang dikembangkan.

Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, dan kesiapan peneliti memasuki tempat penelitian. Validasi terhadap peneliti dilakukan oleh peneliti sendiri dengan mengevaluasi diri terkait seberapa jauh pemahaman peneliti terhadap penelitian yang dilakukan.

2. Tes diagnostik

Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik. Tes ini digunakan untuk menentukan kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri yang berkaitan dengan konsep dan prinsip, sehingga dapat ditelusuri kesulitan yang dialami siswa. Tes diagnostik disusun setelah dilakukan analisis pada tes formatif untuk mengetahui bagian yang belum dikuasai siswa. Setelah


(55)

55 mengetahui bagian yang belum dikuasai siswa, kemudian dibuat tes diagnostik untuk bagian-bagian tersebut.

Langkah-langkah dalam penyusunan tes diagnostik materi geometri adalah sebagai berikut.

a. Pembatasan terhadap bahan yang diteskan.

Materi yang diteskan adalah indikator pencapaian kompetensi geometri yang kurang dikuasai oleh siswa. Hal tersebut dilihat dari persentase jawaban siswa untuk setiap nomor dari hasil ulangan harian dan ujian tengah semester yang dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 16. Berdasarkan persentase jawaban siswa tersebut diketahui bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan menentukan jarak antara titik ke garis, jarak antara titik ke bidang, besar sudut antara garis dan bidang, serta besar sudut antara dua bidang.

b. Menentukan kemungkinan sumber masalah

Dalam pembelajaran matematika, kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika berkaitan dengan kesulitan dalam memahami konsep dan penguasaan prinsip.

c. Menentukan bentuk soal.

Soal yang akan digunakan merupakan soal tes berbentuk uraian. d. Menentukan waktu yang disediakan.

Waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal adalah 90 menit e. Menentukan kisi-kisi.


(56)

56 indikator mata pelajaran Matematika SMK Kelas X yang mengacu pada Kurikulum 2013. Kisi-kisi tersebut dibuat berdasarkan indikator pencapaian kompetensi yang belum dikuasai oleh siswa. Tabel 3 berikut ini, menyajikan kisi-kisi tes diagnostik.

TabelB3.BKisi-KisiBTesBDiagnostikB IndikatorBPencapaianB

KompetensiB IndikatorBSoalB NomorBButirB

1. Menggunakan prinsip jarak

antara titik ke garis dalam ruang.

Jika siswa diberikan suatu bangun ruang yaitu kubus, siswa dapat menghitung jarak titik ke garis dalam bangun ruang tersebut.

1a, 1b, 1c

2. Menggunakan prinsip jarak

antara titik ke bidang dalam ruang.

Jika siswa diberikan suatu bangun ruang yaitu balok, siswa dapat menghitung jarak titik ke bidang dalam bangun ruang tersebut.

2a, 2b, 2c

3. Menggunakan prinsip jarak

antara dua bidang sejajar dalam ruang.

Jika siswa diberikan suatu bangun ruang yaitu balok, siswa dapat menghitung jarak bidang ke bidang dalam bangun ruang tersebut.

2d

4. Menggunakan prinsip sudut

antara garis dan bidang dalam ruang.

Jika siswa diberikan suatu bangun ruang yaitu kubus, siswa dapat

menghitung nilai perbandingan

trigonometri dari sudut yang terbentuk dan besar sudut antara garis dan bidang dalam bangun ruang tersebut.

3a, 3b

5. Menggunakan prinsip sudut

antara dua bidang dalam ruang. Jika siswa diberikan suatu bangun ruang yaitu kubus, siswa dapat

menghitung nilai perbandingan

trigonometri dari sudut yang terbentuk. 4

f. Menyusun instrumen.

Instrumen soal disusun berdasarkan kisi-kisi, soal berbentuk uraian. Adapun instrumen soal terlampir.

g. Melakukan validitas instrumen.


(57)

57 3. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara ini dirancang untuk memudahkan peneliti dalam menggali informasi dari siswa dan guru secara langsung. Terdapat dua bagian dalam pedoman wawancara untuk siswa. Bagian pertama untuk mengidentifikasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri yang berkaitan dengan konsep dan prinsip yakni dengan mengkonfirmasi jawaban tes diagnostik siswa serta mengajukan beberapa pertanyaan terkait konsep dan prinsip pada materi geometri yang harus dikuasai siswa. Bagian kedua untuk menelusuri penyebab kesulitan belajar siswa sesuai dengan teori Muhibbin Syah. Pedoman wawancara untuk guru berisi tentang pertanyaan untuk menelusuri faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa. Pedoman wawancara dapat berubah sesuai dengan kebutuhan peneliti. Pokok-pokok pertanyaan pedoman wawancara disajikan pada Lampiran 23.

G. TeknikBPengumpulanBDataB

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Tes Diagnostik

Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tes diagnostik. Tes ini digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri yang berkaitan dengan konsep dan prinsip.

2. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu wawancara mendalam


(58)

58 siswa secara mendalam dalam menyelesaikan soal geometri yang berkaitan dengan konsep dan prinsip, serta menelusuri faktor intern pada bagian ranah rasa (afektif) yang menyebabkan siswa kesulitan belajar.

H. ObjektivitasBdanBKeabsahanBDataB

Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data (validasi) yang dilakukan menggunakan uji keabsahan data yang telah dijelaskan di Bab II. Langkah-langkah pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan sebagai berikut.

1. Uji kredibilitas, yang meliputi:

a. melakukan pengamatan dan pencatatan data-data penelitian secara cermat dan

b. membandingkan data hasil penelitian yang diperoleh dari tes diagnostik dan wawancara dengan triangulasi.

Dalam penelitian ini, data-data penelitian didukung dengan adanya dokumen autentik dan rekaman suara. Data-data penelitian disajikan pada Lampiran. Triangulasi yang digunakan lebih menekankan pada triangulasi teknik, sehingga dari data-data yang berbeda-beda dapat ditemukan kesimpulan yang sejenis. Hasil triangulasi dijelaskan pada Bab IV.

2. Uji transferabilitas

Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji transferabilitas karena hasil penelitian belum dapat digeneralisasikan. Peneliti hanya membuat laporan penelitian yang mendeskripsikan hasil penelitian secara rinci dan sistematis agar dapat digunakan sebagai referensi.


(59)

59 3. Uji dependabilitas dan konfirmabilitas, yang meliputi:

Melakukan konsultasi secara kontinu dengan expert judgment dan guru pembimbing di sekolah untuk menyusun hasil penelitian. Dalam penelitian ini, konsultasi dilakukan sebelum penelitian, saat pelaksanaan penelitian, dan setelah penelitian.

I. TeknikBAnalisisBDataB

Dalam penelitian ini, analisis data yang dilakukan menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif yang telah dijelaskan di Bab II. Tahapan-tahapan teknik analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Reduksi data, yakni dilakukan dengan cara merangkum hasil kesalahan siswa dalam menyelesaikan tes diagnostik yang diberikan.

2. Penyajian data, meliputi:

a. menyajikan hasil pekerjaan siswa yang telah dipilih sebagai subjek penelitian,

b. menyajikan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap siswa yang menjadi subjek penelitian,

c. mengamati kesulitan konsep dan prinsip yang dialami siswa dari hasil tes diagnostik dan wawancara, serta

d. membandingkan data-data yang diperoleh (triangulasi data). 3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi, meliputi:

a. mengelompokkan data-data yang sejenis dan

b. menarik kesimpulan dari data yang diperoleh menggunakan triangulasi data.


(1)

242 Lampiran 26. Surat Keputusan Penunjukkan Dosen Pembimbing Skripsi


(2)

(3)

Lampiran 27. Surat Permohonan Izin Penelitian. Surat Permohonan Izin Penelitian


(4)

Lampiran 28. Surat Keterangan Penelitian. Surat Keterangan Penelitian


(5)

Lampiran 29. Surat Izin Penelitian. Surat Izin Penelitian


(6)

247 Lampiran 30. Dokumentasi Penelitian

Pembelajaran Geometri Presentasi