pemakaian  kata,  gambar,  sampai  penyuntingan  memberi  andil  bagaimana
realitas tersebut hadir dihadapan khalayak.” Eriyanto, 2002 : 26.
Dari  aspek  “campur  tangan”  media  dalam  menyajikan  realitas  melalui suatu proses yang kita sebut sebagai konstruksi realitas contruction of reality.
Misalnya  liputan  politik,  sebetulnya  setiap  liputan  oleh  media  massa  baik melalui  rekaman  atau  tertulis  adalah  rekonstruksi  realitas;  suatu  upaya
menyusun  realitas  dari satu atau  sejumlah  peristiwa  yang  semula  terpenggal- penggal atau acak menjadi tersistematis hingga membentuk cerita atau wacana
yang bermakna Ibnu Hamad, 2004 : 11. Berita  bukan  refleksi  dari  realitas,  melainkan  “hanyalah”  konstruksi  dari
realitas.  Artinya,  berita  juga  artikel  jurnalistik  adalah  pentas  drama  di  mana pertunjukan dapat diawali dari mana saja Wahyu Wibowo, 2006 : 93.
2.1.4 Berita Bersifat Subjektif atau Konstruksi Atas Realitas
Hal  ini  dikarenakan  oleh  berita  adalah  produk  dari  konstruksi  dan pemaknaan  atas  realitas.    Pemaknaan  seseorang  atas  suatu  realitas  bisa  jadi
berbeda  dengan  orang  lain,  yang  tentunya  menghasilkan  “realitas”  yang berbeda  pula.  Berita  bersifat  subjektif  karena  opini  tidak  dapat  dihilangkan.
Karena  ketika  kegiatan  meliput  berlangsung,  wartawan  melihat  dengan perspektif dan pertimbangan yang sifatnya subjektif Eriyanto, 2002 : 27.
Berita  bersifat  subjektif  dan  jurnalis  bukan  hanya  sekadar  pelapor, melainkan  agen  konstruksi  realitas.  Mengingat  fakta  atau  peristiwa  bersifat
subjektif, maka menulis artikel jurnalistik bukan pula sekadar pelapor Wahyu Wibowo, 2006 : 93.
Menurut  kaum  kritis,  berita  adalah  hasil  pertarungan  wacana  antara berbagai  kekuatan  dalam  masyarakat  yang  selalu  melibatkan  pandangan  dan
ideologi wartawan atau media Eriyanto, 2001 : 34. Dalam analisis framing, berita selalu bersifat subjektif. Opini tidak dapat
dihilangkan  karena  ketika  meliput,  wartawan  melihat  realitas  dengan perspektif  dan  pertimbangan  subjektif.  Dalam  konteks  ini,  wartawan  tidak
sekadar  menyampaikan  kepada  khalayak  tentang  sesuatu  yang  terjadi, melainkan juga memberikan makna tertentu tentang kejadian itu Alo Liliweri,
2005 : 194.
2.1.5 Wartawan Bukan Pelapor. Ia Agen Konstruksi Realitas
Sebagai seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan dengan  obyek  yang  diliputnya,  sehingga  berita  merupakan  produk  dari
transaksi antara wartawan dengan fakta yang diliputnya Eriyanto, 2004 : 31. Menurut  filsafat  common  sense  realism,  adanya  suatu  obyek  mencirikan
sebagaimana  orang  mempersepsikan.  Sesungguhnya,  relasi  antara  realitas empiris dengan  fakta  yang dibangun oleh  seorang  jurnalis,  sangat tergantung
pada  kemampuan  mengorganisasikan  elemen-elemen  realitas  menjadi sederetan  makna.  Dengan  demikian,  fakta  dalam  jurnalis  menjadi  sangat
dinamis,  tergantung  pada  persepsi  yang  dimiliki  dan  perspektif  sudut pandang  yang  dihadirkan  dan  satu  lagi  tergantung  pada  pencarian  atau
penemuan fakta Panuju, 2005 : 27. Wartawan sebagai individu, memiliki cara berfikir frame of thingking
yang  khas  atau spesifik  dan  sangat  dipengaruhi  oleh acuan  yang  dipakai  dan
pengalaman  yang  dimiliki.  Selain  itu,  juga  sangat  ditentukan  oleh  kebiasaan menggunakan  sudut  pandang.  Setiap  individu  juga  memiliki  konteks  dalam
“membingkai” sehingga menghasilkan makna yang unik Panuju, 2005 : 3. Jadi,  meskipun  wartawan  punya  ukuran  tentang  “nilai  sebuah  berita”
news value, tetapi wartawan juga mempunyai keterbatasan visi, kepentingan ideologis, dan sudut pandang yang berbeda, dan bahkan latar belakang budaya
dan  etnis.  Peristiwa  itu  baru  disebut  mempuyai  nilai  berita,  dan  karenanya layak  diberitakan  kalau  peristiwa  tersebut  berhubungan  dengan  elite  atau
orang  yang  terkenal,  mempunyai  nilai  dramatis,  human  interest,  dapat memancing  kesedihan,  keharuan  dan  sebagainya.  Secara  sederhana,  semakin
besar peristiwa, maka semakin besar pula dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan dihitung sebagai berita Eriyanto, 2005 : 104.
2.1.6 Etika, Pilihan Moral, dan Keberpihakan Wartawan Adalah Bagian yang