Tahap Keempat: De-automatization Stage
Tahap dimana kinerja anak mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolak-
balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang disebut dengan de automatisation sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya.
Gambar1. Empat Tahap Perkembangan ZPD
C. Scaffolding
Yohanes 2010: 131 menjelaskan bahwa scaffolding adalah pemberian bantuan tuntunan yang dapat mendukung siswa lebih
kompeten dalam usahanya menyelesaikan tugas di daerah jangkauan kognitifnya. Scaffolding ini dapat berupa penyederhanaan tugas,
memberikan petunjuk kecil mengenai apa yang harus dilakukan siswa, pemberian model prosedur penyelesaian tugas, menunjukkan kepada siswa
apa saja yang telah dilakukannya dengan baik, pemberitahuan kekeliruan yang dilakukan siswa dalam langkah pengerjaan tugas, dan menjaga agar
rasa frustasi siswa masih berada pada tingkat yang masih dapat ditanggungnya.
Scafolding dari Vygotsky berbeda dengan system pembelajaran yang menggunakan modul yang telah diterapkan di Indonesia saat ini.
Scaffolding mengacu kepada kegiatan guru dalam membimbing kegiatan belajar anak Thalib, 2010: 96
D. Peran Guru
Dalam pendekatan konstruktivisme sosial, instruktur lebih berperan sebagai fasilitator daripada sebagai guru menurut pengertian
konvensional. Jika seorang guru menyampaikan materinya dengan ceramah didaktis yang menyangkut pokok bahasan, maka fasilitator
membantu siswa untuk memperoleh pemahamannya sendiri terhadap suatu pokok bahasan.
Bila dalam model pembelajaran lama pembelajar berperan secara pasif, sedangkan dalam paradigma baru pembelajar memegang peran aktif
dalam pembelajaran. Perubahan ini mengakibatkan fasilitator harus menunjukkan keterampilan yang berbeda dari seorang guru. Jika guru
berceramah, maka seorang fasilitator akan bertanya. Jika guru menyediakan jawaban, maka seorang fasilitator akan menyediakan
bimbingan serta menciptakan suasana yang kondusif bagi siswa untuk sampai pada simpulannya sendiri. Jika pembelajaran guru secara monolog,
maka seorang fasilitator mengakomodasi adanya dialog yang kontinyu dengan siswa Suyono dan Haryanto, 2011: 113-114.
E. Metode Pembelajaran IPA