Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia yang baru merdeka tanggal 17 Agustus 1945, sudah dihadapkan pada permasalahan politik dan perekonomian yang tidak stabil. Selain itu juga harus berjuang mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya. Bangsa Belanda belum dapat menerima kemerdekaan Indonesia, kemudian berusaha memecah belah negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah Irian Barat yang kemudian menjadi Irian Jaya dan sekarang menjadi Papua, merupakan daerah terakhir bekas jajahan Belanda yang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi pada tahun 1963. Pengembalian daerah ini diperoleh melalui perjuangan panjang baik dalam bentuk diplomasi maupun kekuatan militer. Pada akhirnya konflik Indonesia dengan Belanda dimediasi oleh PBB Persrikatan Bangsa-Bangsa dalam bentuk United Nations Temporary Executive Authority UNTEA. Permasalah konflik Irian Barat muncul setelah Perjanjian Konferensi Meja Bundar KMB Tahun 1949 yang diadakan di Den Haag. Adapun masalah yang sangat krusial dari hasil yang diperoleh dalam KMB, yaitu setahun setelah perjanjian KMB pihak Belanda tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia, bahkan untuk membicarakannya saja pihak Belanda 2 tidak mau lagi. 1 Terhambatnya penyelesaian Irian Barat karena faktor perbedaan persepsi masing-masing negara, dan berakibat timbulnya ketegangan-ketegangan baru yang mempengaruhi kebijaksanaan politik luar negeri kedua negara. Belanda menolak dimasukkannya Irian Barat sebagai bagian Republik Indonesia Serikat yang akan menerima “penyerahan” kedaulatan dari Belanda. Delegasi Belanda berpendapat, bahwa masalah Irian Barat perlu mendapatkan status khusus. Dalam bidang ekonomi, wilayah Irian Barat dianggap tidak mempunyai hubungan dengan wiayah-wilayah Indonesia. 2 Sebaliknya Irian Barat mempunyai hubungan politik yang khusus dengan Belanda untuk mengusahakan kemajuan melalui pendidikan rakyatnya serta mengembangkan perekonomiannya. Adapun motif lain Belanda tidak bersedia menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia, mulanya berasal dari keinginan untuk menjamin suatu daerah sendiri bagi kaum Indo-Eropa. 3 Delegasi Indonesia berpendapat bahwa Irian Barat harus tetap diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat RIS dengan alasan bahwa selama ini telah terjalin hubungan etnologis, ekonomi, dan agama. Sejak dari persetujuan Linggarjati dan Denpasar telah ditetapkan bahwa kedaulatan akan diserahkan atas wilayah Hindia Belanda. Dalam Konferensi Denpasar, Van Mook menyatakan bahwa Irian Barat akan digabungkan dengan negara 1 Sartono Kartodirjo, Dkk, Sejarah Nasional Indonesia VI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975, Hal. 111 2 Ridhani, P, Mayor Jendrral Soeharto Panglima Komand Mandala Pembebasan Irian Barat, Jakarta, Sinar Harapan, 2009, Hal 11-12 3 Smit. C, Dekolonisasi Indonesia, Jakarta, Daya Sarana, 1986, Hal. 56 3 Indonesia Timur NIT sebagai salah satu bagiannya dengan memberikan hak otonomi pada daerah-daerah secara bertahap. 4 Selain itu, pihak Indonesia berpendapat bahwa Irian Barat merupakan bagian mutlak karena apabila ditinjau dari segi politis, berdasarkan perjanjian international 1896 yang diperjuangkan oleh Prof. Van Vollen Houven pakar hukum adat Indonesia di sepakati bahwa ”Indonesia” meliputi seluruh wilayah bekas kekuasaan Hindia Belanda. Sedangkan Irian Barat walaupun dikatakan oleh Belanda secara kesukuan berbeda dengan bangsa Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia Belanda oleh sebab itu pemerintah Indonesia berusaha untuk menegakkan kedaulatannya dan berkewajiban untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Pengertian tentang seluruh tumpah darah Indonesia ialah keutuhan wilayah Indonesia tanpa mengecualikan suatu bagiannya, termasuk daerah Irian Barat. Hal ini diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Status Irian Barat sesudah proklamasi kemerdekaan masih dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda. Untuk mendapatkan Irian Barat, pemerintah Indonesia melakukan upaya diplomasi. Pada akhirnya pemerintah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia setelah melalui Konferensi Meja Bundar KMB. Akan tetapi wilayah Irian Barat masih dikuasai oleh pihak Belanda dan akan diserahkan satu tahun setelah KMB. Ini jelas merupakan trik politik Belanda untuk menguasai Irian Barat. 5 4 Saleh. A dkk, Tri Komando Rakyat Edisi Ke, Semarang, Yayasan Telapak, 2000, Hal5-6 5 Baharudin Lopa, Djalannja Revolusi Indonesia Membebaskan Irian Barat. Jakarta, Daya Upaya, 1962, Hal. 41. 4 Kebijakan Belanda menganeksasi Irian Barat bertujuan untuk memisahkan Irian Barat dari wilayah kekuasaan Indonesia secara permanen. Kebijakan tersebut memunculkan reaksi dari pihak Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan dengan Belanda dengan menempuh jalan diplomasi. Pada masa Kabinet Natsir, pemerintah berusaha melakukan perundingan untuk menyelesaikan masalah Irian Barat namun gagal. Belanda semakin meningkatkan pertahanan militernya di Irian Barat. Bahkan secara politik wilayah Irian Barat dimasukkan ke dalam wilayah kerajaan Belanda. Kebijakan Belanda tersebut tidak dapat diterima oleh pihak Indonesia. Pada tanggal 21 April 1953, Kabinet Wilopo menghapuskan Missie Military Belanda di Indonesia. Kabinet Ali I melakukan upaya diplomasi untuk menyelesaikan masalah Irian Barat dalam forum Sidang Umum PBB tahun 1954. Namun usahan ini juga mengalami kegagalan karena pihak diplomat Indonesia hanya mendapatkan dukungan 34 negara. Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mengajak Belanda menyelesaikan masalah Irian Barat secara damai dengan jalan perundingan, baik secara bilateral maupun melalui PBB namun upaya-upaya tersebut tidak memberikan hasil yang menguntungkan pihak Indonesia. 6 Kemudian pemerintah Indonesia mengambil tindakan politik yang tegas dengan membatalkan perjanjian KMB. Pada mulanya Indonesia berharap permasalahan Irian Barat dapat diselesaikan dengan cara diplomasi namun demikian usaha tersebut selalu 6 Darnoto. Dkk, Sejarah Diplomasi Republik Indonesia Dari Masa ke Masa Kurun Waktu 1960-1965 Jilid III , Jakarta, Departemen Luar Negeri RI, 2005, Hal. 129 5 gagal. Ketidakberhasilan itu disebabkan oleh sikap Belanda yang selalu menolak untuk membicarakan status ketatanegaaraan Irian Barat. Ambisi koloniallah yang menyebabkan Belanda tidak mengindahkan lagi norma- norma hukum Internasional norma-norma the law of treaties dari pada KMB. Belanda tetap pada sikapnya tidak mau melakukan perundingan dengan Indonesia untuk mencari penyelesaian masalah Iran Barat. Menghadapi sikap politik Belanda yang keras kepala, pihak Indonesia memutuskan untuk mengubah kebijakan politik mengenai penyelesaian masalah Irian Barat. Kebijkan baru itu bersikap ofensif dan berubah dari meminta menjadi memaksa Belanda untuk mau berunding. Penyelesaian dilakukan lebih menekankan perjuangan militer namun demikian usaha-usaha diplomasi Indonesia terus dilakukan. Lazimnya hubungan antarnegara diwarnai oleh pasang surut dan dipengaruhi kebijakan politik luar negeri masing-masing negara. Politik luar negeri tiap negara adalah lanjutan dan merupakan refleksi dari politik dalam negeri. Konflik Irian Barat selain menjadi ganjalan hubungan diplomatik kedua negara, juga mengancam perdamaian dunia saat puncak persaingan perang dingin. Dengan keterlibatan internasional, konflik Irian Barat menjadi sangat kompleks dan banyak faktor kepentingan yang berpengaruh di dalamnya. Sejarah perjuangan pembebasan Irian Barat kembali ke dalam wilayah Indonesia tidak bisa dipisahkan dari dinamika politik nasional Indonesia. Proses panjang untuk membebaskan Irian Barat dari kekuasaan Belanda telah 6 mengerahkan segenap potensi negara yang tidak sedikit. Perjuangan diplomasi yang melibatkan berbagai unsur internasional juga telah memberikan andil untuk mengantarkan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam membebaskan Irian Barat. Secara prinsip yang menjadi faktor penentu dalam pembebasan Irian Barat adalah perjuangan diplomasi yang dipadukan dengan kekuatan militer. 7 Selain itu berkaitan dengan konteks sejarah modern, perjuangan pembebasan Irian Barat tidak lepas dari pengaruh konflik Perang Dingin antara ideologi Barat kapitalis dengan ideologi Timur komunis. Hal ini tampak ketika pengerahan kekuatan militer dalam Tri Komando Rakyat Trikora pembebasan Irian Barat, Indonesia mengandalkan persenjataan perang dari Blok Timur Uni Soviet, hal tersebut telah membuat cemas Blok Barat Amerika Serikat akan bahaya komunis di Asia Tenggara. Dengan tekanan Amerika Serikat, Belanda akhirnya mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia lewat perantara Perserikatan Bangsa Bangsa PBB. Diplomasi internasional yang dilakukan pihak Indonesia memberi dampak yang besar untuk mendapatkan bantuan politik maupun militer. Indonesia melakukan pendekatan kepada negara-negara lain seperti Uni Soviet dan Amerika Serikat. Pendekatan diplomasi kepada negara-negara Adikuasa tersebut berdampak positif bagi Indonesia, terbukti bantuan yang diberikan pemerintah Amerika kepada Indonesia telah mampu membantu penyelesaian konflik Irian Barat, sebab tanpa perjuangan Diplomasi mustahil jikalau perjuangan Militer saja dapat menarik simpati negara-negara lain di PBB. 7 Nasution A.H, Mengamankan Pandji-Pandji Revolusi, Jakarta, 1964, hlm. 38 7 Berdasarkan gambaran di atas penulis ingin membahas bagaimana sejarah pembebasan Irian Barat dari segi perjuangan diplomasi, karena secara realitas awal dan akhir perjuangan pembebasan Irian Barat ditentukan lewat jalur perundingan damai peace-keeping operations, meskipun pada momen tertentu juga didukung oleh perjuangan militer.

B. Rumusan Masalah