29
A. Faktor Politik Pemerintah Indonesia
1. Menggalang kekuatan nasional
Melihat kenyataan bahwa Belanda melakukan program Papuanisasi di Irian Barat dengan tujuan utama memisahkan Irian Barat dari Indonesia, pihak
Indonesiapun melakukan usaha-usaha untuk menggagalkan tipu muslihat Belanda. Melalui Menteri Luar Negeri Subandrio di sidang XVI MU PBB 19
Oktober 1961, pihak Indonesia membuat pernyataan yang berhasil menarik simpatik para anggota PBB, terutama negara Barat dan Afrika. Pihak
Indonesia pun membuka kedok Belanda yang tidak mau berunding menyelesaikan masalah Irian Barat. Pernyataan tersebut antara lain:
37
a. Dalam perundingan-perundingan bilateral yang diadakan sejak tahun1950
sampai 1954, Belanda selalu menolak penyelesaian sengketa Indonesia- Belanda mengenai Irian Barat.
b. Ketika Indonesia mengajukan masalah Irian Barat ke MU PBB untuk
mengupayakan penyelesaian masalah Irian Barat dari 1954-1957, Belanda juga selalu menolak melakukan pembicaraan dengan Indonesia untuk
menyelesaikan sengketanya mengenai Irian Barat. c.
Setiap kali masalah Irian Barat dibicarakan dalam MU PBB 1954-1957, Belanda selalu menolak campur tangan PBB dalam masalah Irian Barat.
Belanda bahkan mengajukan masalah Irian Barat ke MU PBB dengan dalih “dekolonisasi”.
37
Enny Soeprapto, Pengembalian Irian Barat Ke Dalam Wilah Kekuasaan Republic Indonesia,
Jakarta, Departemen Luar Negeri RI, 2008, Hal. 189
30 Walaupun pernyataan Menteri Subandrio dapat menarik simpatik
anggota PBB tetapi hal tersebut masih tidak membuahkan hasil Belanda masih enggan melakukan perundingan.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya cara diplomasi merupakan cara yang terbaik akan tetapi diplomasi belum menjamin kepastian
terhadap penyelesaian masalah secara tuntas. Berbagai usaha diplomatik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda untuk
mendapatkan Irian Barat mengalami kegagalan. Itikad baik dari pihak Indonesia ditanggapi dengan sikap keras oleh pihak Belanda yang tetap
bersikukuh terhadap penguasaan atas Irian Barat. Gagalnya pengembalian Irian Barat ke dalam pangkuan wilayah Indonesia melalui jalan perundingan
damai mengakibatkan pemerintah Indonesia mengakhiri politik damai dengan pihak Belanda.
38
Adapun cara lain adalah dengan konfrontasi dalam hal ini tidak menutup kemungkinan jalan konfrontasi militer. Konfrontasi militer pastinya
akan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta benda. Cara ini akan lebih memberikan jaminan dan kepastian untuk memperoleh hasil yang
memuaskan untuk mendapatkan Irian Barat. Pemerintah Indonesia kemudian mengambil kebijakan politik dengan cara menggalang dan menghimpun
seluruh potensi nasional dan juga dari pihak luar negeri. Hal ini dilakukan
38
Baharuddin Lopa, op.cit, hlm. 75
31 untuk mensukseskan opsi operasi militer di Irian Barat melawan militer
Belanda.
39
Penggalangan kekuatan nasional inilah yang kemudian berkembang menjadi politik konfrontasi total terhadap pemerintah Belanda. Konfrontasi
total ini tidak hanya sebatas pada aspek politik melainkan juga pada bidang ekonomi dan militer. Pengalaman selama perang kemerdekaan melawan
kekuatan militer Belanda telah menyadarkan bangsa Indonesia tentang politik kolonial. Belanda tidak akan mundur selama dia belum yakin bahwa dia kalah.
Kebijakan pemerintah Belanda yang memperkuat posisi militernya di Irian Barat telah menunjukkan kekuatannya atas Indonesia.
40
Sementara itu tuntutan nasional untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan wilayah Indonesia semakin kuat. Untuk mewujudkan tuntutan
nasional tersebut diperlukan kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan militer sebagai landasan perjuangan yang kuat. Kemudian pemerintah
Indonesia membentuk organisasi FNPIB Front Nasional Pembebasan Irian Barat yang langsung dipimpin oleh Presiden Soekarno. Dalam pelaksanaan
tugasnya dibantu oleh sekretariat Pengurus Besar Front Nasional PBFN yang bertugas:
a. Menyusun dan membina potensi nasional untuk pembebasan Irian Barat.
b. Merencanakan aksi-aksi dan tindakan-tindakan untuk pembebasan Irian
Barat.
39
Ridhani, op,cit, hlm. 37.
40
Nasution, A.H, Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 5: Kenangan Masa Orde Lama, Gunung Agung, Jakarta, 1985, hal. 79.
32 Semua kekuatan nasional harus disatukan sehingga mampu memberi
tekanan kepada pihak Belanda. Pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk memperjuangkan pengembalian Irian Barat yang merupakan bagian dari
Republik Indonesia Serikat bahwa wilayahnya meliputi semua bekas jajahan Belanda.
41
Presiden Soekarno kemudian mengintensifkan perjuangan untuk mendapatkan Irian Barat kembali ke pangkuan wilayah Indonesia secara fisik.
Perjuangan secara fisik dilakukan dengan cara mengirimkan sukarelawan dan sukarelawati Indonesia ke daratan Irian Barat. Hal ini ditempuh untuk
menentang setiap kekuasaan asing yang ingin menguasai Irian Barat. Disamping itu juga untuk mempersiapkan kantong-kantong gerilya sebagai
inti kekuasaan de facto pemerintah Republik Indonesia. Presiden Soekarno dengan cepat membangun kekuatan militer Indonesia untuk mengimbangi
kekuatan militer Belanda.
42
2. Dukungan Politik dan Militer dari Uni Soviet