7
meningkatkan investasi modal. Dengan adanya investasi modal yang tinggi maka kualitas dan perbaikan layanan publik juga dapat ditingkatkan, sehingga dapat
berpotensi untuk dikembangkangkan menjadi sumber PAD. Pemerintah daerah dituntut mampu mengalokasikan belanja modal dengan efisien karena belanja
modal merupakan salah satu langkah bagi pemerintah daerah untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada publik. Oleh karena itu, untuk dapat
meningkatkan pengalokasian belanja modal, maka perlu diketahui variabel- variabel yang berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal, seperti
Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Alokasi Umum DAU, dan Dana Alokasi Khusus DAK.
Berdasarkan uraian tersebut, saya selaku penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil sampel kota di Pulau Sumatera.
Berdasarkan uraian dengan latar belakang diatas penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan data selama tiga tahun terakhir pada Kota di Pulau
Sumatera yaitu tahun anggaran 2011-2013. Judul yang akan diteliti adalah : “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Alokasi Umum DAU , dan
Dana Alokasi Khusus DAK terhadap Belanja Modal pada Kota di Pulau Sumatera”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah
Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Alokasi Umum DAU, dan Dana Alokasi
8
Khusus DAK berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal baik secara parsial maupu
n simultan pada Kota di Pulau Sumatera”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian, tujuan merupakan hal yang sangat penting karena tanpa tujuan, suatu penelitian tidak akan memiliki arah dan fokus Selaras
dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Alokasi Umum
DAU, dan Dana Alokasi Khusus DAK terhadap Belanja Modal baik secara parsial maupun simultan pada Kota di Pulau Sumatera.
1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman mengenai akuntansi sektor publik yakni bagian
pemerintahan mengenai pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap
belanja modal pada Kota di Pulau Sumatera. 1.3.2.2
Bagi penggunaan praktis
1. Bagi peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan tentang akuntansi
pemerintahan, khususnya pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal
pada Kota di Pulau Sumatera.
9
2. Bagi pembaca, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang keuangan daerah, sehingga
ke depannya para pembaca semakin sadar pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap
Belanja Modal. 3. Bagi akademisi, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
menambah literatur atau bahan di dalam pembelajaran, terutama literatur mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal pada Kota di Pulau Sumatera.
4. Bagi penelitian selanjutnya, sebagai bahan referensi dan data tambahan untuk dikembangkan oleh peneliti lainnya yang tertarik pada
bidang kajian ini. 5. Bagi Pemerintah Daerah, dapat menjadi masukan dalam
menganalisis belanja modal dengan memperhatikan PAD, DAU dan
DAK.
10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Otonomi Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 5, Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Widjaya 1992:39 mengatakan ada tiga variabel yang menjadi tolok ukur kemampuan daerah otonom, yaitu:
a. Variabel pokok, yang terdiri dari kemampuan pendapatan asli daerahkeuangan, kemampuan aparatur, kemampuan aspirasi masyarakat,
kemampuan ekonomi, kemampuan demografi, serta kemampuan organisasi dan administrasi.
b. Variabel penunjang, yang terdiri dari faktor geografi dan faktor sosial budaya.
c. Variabel khusus yang terdiri dari sosial politik, pertahanan dan keamanan serta penghayatan agama.
Apabila pemahaman Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik digabungkan dengan
Pasal 18 beserta penjelasannya, maka dapat dikatakan bahwa Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang didesentralisasikan. Dalam negara
11
kesatuan yang didesentralisasikan, pemerintah pusat tetap mempunyai hak untuk mengawasi daerah-daerah otonom.
Penerapan otonomi daerahdesentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam
pengelolaan rumah tangganya. Dalam penerapannya pemerintah pusat tidak lepas tangan secara penuh dan masih memberikan bantuan kepada pemerintah
daerah berupa dana perimbangan yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan dan menjadi menjadi komponen pendapatan
daerah dala APBD. Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumahtangganya secara mandiri dan dalam upaya peningkatan kemandirian
ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya.
2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pengurusan keuangan dipemerintah daerah diatur dengan membagi menjadi pengurusan umum dan pengurusan khusus. Pemerintah daerah
memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD dalam
pengurusan umum dan kekayaan milik daerah yang dipisahkan pada pengurusan khusus. APBD dapat didefenisikan sebagai rencana operasional
keuangan pemda, di mana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggarmbarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud Mamesah, 1995: 20;
dalam Halim, 2012.
12
APBD sebagai anggaran daerah memiliki unsur-unsur sebagai berikut 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara terperinci.
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang
merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksankan. 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
4. Periode anggaran, biasanya satu tahun. Proses penyusunan APBD dimulai dengan penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD, selanjutnya RPJMD dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD untuk periode
satu tahun. Berdasarkan RKPD tersebut, Pemerintah Daerah menyusun Kebijakan Umum Anggaran KUA yang dijadikan dasar dalam penyusunan
APBD. Kemudian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD menerima penyerahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara PPAS yang
sebelumnya disusun oleh Pemda untuk disetujui. Setelah Pemda menyetujui PPAS, selanjutnya disusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah RAPBD yang kemudian disahkan menjadi APBD. Pada era reformasi keuangan daerah, mengisyaratkan agar laporan
keuangan semakin informatif. Bentuk APBD mengalami perubahan yang cukup mendasar, yaitu didasari oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri
Kepemendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara
Penyusunan Anggaran dan Pendapatan dan belanja Daerah. Saat ini APBD
13
yang digunakan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Daerah jo. Permendagri
Nomor 59 Tahun 2007 berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Permendagri Nomor 59
Tahun 2007 jo. Permendagri Nomor 21 Tahun 2011. Bentuk APBD terbaru terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan kategori
baru. Pos Pembiayaan merupakan usaha agar APBD semakin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dan pendapatan daerah. Selain itu pos
Pembiayaan juga merupakan alokasi surplus atau sumber penutupan deficit anggaran.
Dalam APBD, pendapatan, belanja, dan pembiayaan tersebut dikelompokkan kembali menjadi berikut ini:
1. Pendapatan, dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Pendapatan Asli Daerah PAD, dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah.
2. Belanja, dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut a. Belanja tidak langsung, yaitu belanja yang tidak terkait langsung
dengan program dan kegiatan Pemerintah daerah. Belanja tidak langsung diklasifikasikan menjadi belanja pegawai yang berisi gaji dan
tunjangan penjabat dan PNS daerah, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bagi hasil, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan,
dan belanja tidak terduga. b. Belanja langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan program
dan kegiatan Pemerintah daerah. Belanja langsung dikelompokkan
14
menjadi belanja pegawai yang berisi honorarium dan penghasilan terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan belanja barang dan jasa,
dan belanja modal. 3. Pembiayaan, yang dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan,
yaitu sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah merupakan sisa lebih anggaran tahun
sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi hasil penjualanaset daerah yang dipisahkan, dan transfer dari dana cadangan. Sedangkan sumber
pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana
cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun yang sedang berlangsung.
2.1.3 Pendapatan Asli Daerah
Defenisi pendapatan asli daerah sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah
Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan”. Menurut
Halim 2007:96 pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Erlina dan Rasdianto 2013 : 93 mengelompokkan Pendapatan Asli Daerah PAD menurut jenis pendapatan yang terdiri atas pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lan- lain pendapatan asli daerah yang sah.
15
Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat
dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil
ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas subsidi. Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah
seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian
Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan
hal yang dikehendaki setiap daerah. PAD yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus
ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggarakan pemerintah dan kegiatan pembangunan yang setiap
tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan. Sebagaimana diatur dalam pasal 6
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyatakan sumber-sumber
PAD terdiri dari: a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah
16
c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dasar pemungutannya berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Aturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001tentang Retribusi Daerah. Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada setiap
daerah diatur dengan Peraturan Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 pajak yang
dipungut pemerintah provinsi berebda objeknya dengan pajak yang dipungut oleh Pemerintah KabupatenKota.
Adapun jenis pajak yang dikeloladipungut oleh pemerintah provinsi sebanyak 4 jenis yang terdiri dari;
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 2. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4. Pajak Pengembaliin dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan Bagi hasil pajak untuk KabupatenKota ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Daerah Provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi.
17
Jenis-jenis pajak yang dikeloladipungut oleh pemerintah KabupatenKota adalah sebagai berikut:
1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan dan Pengelolahan Bahan Galian C
7. Pajak Parkir Selain jenis pajak tersebut denan Peraturan Daerah Pemerintah
KabupatenKota dapat ditetapkan jenis pajak lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam Undang-undang. Penetapan jenis pajak lainnya harus benar-
benar bersifat spesifik dan potensial daerah. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan danatau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Jenis retribusi dikelompokkan dalam retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi
atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau badan.
18
Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pelayanan PersampahanKebersihan c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte
Catatan Sipil d. Retribusi PelayananPemakaman dan Pengabuan Mayat
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum f. Retribusi Pelayanan Pasar
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai undang-
undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
2.1.4 Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umun DAU dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2005 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Umum merupakan
salah satu komponen di dalam Dana Perimbangan di APBN yang
19
pengalokasiannya didasarkan atas formula dengan konsep kesenjangan fiskal fiscal gap. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal
suatu darah, yang merupakan selisih anatara kebutuhan daerah fiscal need dan potensi daerah fiscal capacity.
DAU merupakan transfer yang bersifat umum block grant yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk mengisi kesenjangan antara
kapasitas dan kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan
bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dana Alokasi Umum bersifat unconditional atau tidak memiliki
syarat dalam penggunaannya sehingga bisa dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah.
DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras
dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan perhitungan DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-Undang pasal 161. Alokasi DAU bagi
daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi
fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara impilisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU
sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.
2.1.5 Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus DAK atau specific grant merupakan dana transfer yang bersifat kondisional. Sesuai dengan sifatnya, DAK dialokasikan
20
untuk mendanai kegiatan khusus sesuai prioritas nasional pada daerah tertentu.
Dana Alokasi Khusus DAK adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu
dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk:
a. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas nasional
b. Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu Sesuai dengan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud
dengan kebutuhan khusus adalah : i kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang
tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi,
kebutuhan beberapa
jenis investasi,
prasarana baru,
pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer dan saluran drainase primer, dan ii kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas
nasional. Kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK diusulkan oleh Menteri teknis dan baru ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri
Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan Renja Pemerintah. Ketetapan tentang kegiatan khusus
tersebut, disampaikan kepada Menteri Keuangan. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian,
pelatihan, dan perjalanan dinas. Ada beberapa kewajiban yang melekat pada daerah penerima DAK,
yaitu:
21
a. Daerah penerima DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK nya di dalam APBD.
b. Kecuali untuk daerah dengan kemampuan keuangan tertentu, daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD
sekurang-kurangnya 10 dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Dana Pendamping tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan yang
bersifat kegiatan fisik. c. Kepala daerah penerima DAK harus menyampaikan laporan triwulan yang
memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan, Menteri Teknis, dan Menteri Dalam Negeri.
Penyampaian laporan dilakukan sekurang-kurangnya 14 empat belas hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
2.1.6 Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun periode akuntansi.
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan
menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja
administrasi umum. Sedangkan menurut Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-33PB2008 yang dimaksud dengan belanja modal adalah pengeluaran
yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode
22
akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatakan aset tetap
pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut,
yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain, dan membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan
adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya dilakukan melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit. Nilai
aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga belibangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaanpembangunan aset sampai aset
tersebut siap digunakan. Untuk memenuhi tujuan tersebut Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi capitalization treshold sebagai dasar
pembebanan belanja modal. Belanja modal meliputi: a. Belanja modal tanah
b. Belanja modal peralatan dan mesin c. Belanja modal gedung dan bangunan
d. Belanja modaljalan, irigasi, dan jaringan e. Belanja modal aset tetap lainnya
f. Belanja aset lainnya aset tetap tak berwujud Abdul Halim 2012 mengatakan bahwa belanja modal merupakan
pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun
23
anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan.
Belanja modal dibagi menjadi: a. Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara
langsung oleh masyarakat umum. Contoh belanja publik: pembangunan jembatan dan jalan raya, pembelian alat transportasi massa, dan pembelian
mobil ambulans. b. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung
dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur. Contoh belanja aparatur: pembelian kendaraan dinas, pembangunan
gedung pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu dengan hasil pengujiannya dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul
Variabel Penelitian Kesimpulan
Penelitian Ni Luh
Dina Selvia Martini,
Wayan Cipta, I
Wayan Suwendra
2014 Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja
Modal pada Kabupaten Buleleng
tahun 2006 - 2012 Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus, Belanja
Modal Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, dan
Dana Alokasi Khusus berpengaruh
positif terhadap pengalokasian
anggaran Belanja Modal
Saptaningsih Sumarmi
2010
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus
Terhadap Alokasi Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus,Belanja
Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus berpengaruh
24
Belanja Modal
Daerah KabupatenKota Di
Provinsi D.I. Yogyakarta
Modal positif terhadap
pengalokasian anggaran Belanja
Modal
Nugroho Suratno
Putro 2010
Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal Study Kasus Pada KabupatenKota
di Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, Belanja Modal
Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum berpengaruh positif
terhadap pengalokasian
anggaran Belanja Modal
Fahri Eka Oktora dan
Winston Pontoh
2013 Analisis Hubungan
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus
Atas Belanja Modal Pada Pemerintah
Daerah Kabupaten Tolitoli
Provinsi Sulawesi Tengah
Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, Belanja Modal
PAD dan belanja modal tidak
berpengaruh signifikan,
sedangkan baik DAU maupun DAK
berpengaruh secara signifikan terhadap
belanja modal.
Anggiat Situngkir
2009 Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan
Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi
Khusus terhadap Anggaran Belanja
Modal Pada PemkoPemkab
Sumatera Utara Pertumbuhan
Ekonomi, PAD, DAU, DAK,
Belanja Modal Pertumbuhan
Ekonomi tidak berpengaruh
sinifikan terhadap Belanja Modal,
sedangkan PAD, DAU, DAK
berpengaruh signifikan terhadap
Belanja Modal.
Sumber: Review dari beberapa artikel. Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya
dilakukan oleh Ni Luh Dina Selvia Martini, Wayan Cipta, I Wayan Suwendra 2014 tentang pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap Belanja Modal dengan
25
mengambil sampel penelitian di Pemerintah Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian ini membuktikan PAD, DAU, dan DAK berpengaruh positif terhadap
pengalokasian anggaran Belanja Modal. Saptaningsih Sumarmi 2010 melakukan penelitian tentang Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada KabupatenKota di Provinsi D.I
Yogyakarta. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa PAD, DAU dan DAK berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.
Nugroho Suratno Putro 2010 melakukan penelitian tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum
terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Study Kasus Pada KabupatenKota di Provinsi Jawa Tengah. Adapun hasil dari penelitian tersebut
adalah Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Fahri Eka Oktora dan Winston Pontoh 2013 meneliti tentang hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus atas
Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah. Adapun hasil kesimpulan dari penelitian tersebut adalah PAD dan belanja
modal tidak berpengaruh signifikan, sedangkan baik DAU maupun DAK berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal.
Anggiat Situngkir 2009 meneliti pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, dan DAK terhadap alokasi anggaran Belanja Modal dengan mengambil
sampel penelitian di Pemkab Sumatra Utara. Hasil penelitian tersebut variabel
26
Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi anggaran Belanja Modal. Sedangkan variabel PAD, DAU, dan DAK berpengaruh signifikan
terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.
2.3 Kerangka Konseptual