11
kesatuan yang didesentralisasikan, pemerintah pusat tetap mempunyai hak untuk mengawasi daerah-daerah otonom.
Penerapan otonomi daerahdesentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam
pengelolaan rumah tangganya. Dalam penerapannya pemerintah pusat tidak lepas tangan secara penuh dan masih memberikan bantuan kepada pemerintah
daerah berupa dana perimbangan yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan dan menjadi menjadi komponen pendapatan
daerah dala APBD. Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumahtangganya secara mandiri dan dalam upaya peningkatan kemandirian
ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya.
2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pengurusan keuangan dipemerintah daerah diatur dengan membagi menjadi pengurusan umum dan pengurusan khusus. Pemerintah daerah
memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD dalam
pengurusan umum dan kekayaan milik daerah yang dipisahkan pada pengurusan khusus. APBD dapat didefenisikan sebagai rencana operasional
keuangan pemda, di mana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggarmbarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud Mamesah, 1995: 20;
dalam Halim, 2012.
12
APBD sebagai anggaran daerah memiliki unsur-unsur sebagai berikut 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara terperinci.
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang
merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksankan. 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
4. Periode anggaran, biasanya satu tahun. Proses penyusunan APBD dimulai dengan penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD, selanjutnya RPJMD dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD untuk periode
satu tahun. Berdasarkan RKPD tersebut, Pemerintah Daerah menyusun Kebijakan Umum Anggaran KUA yang dijadikan dasar dalam penyusunan
APBD. Kemudian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD menerima penyerahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara PPAS yang
sebelumnya disusun oleh Pemda untuk disetujui. Setelah Pemda menyetujui PPAS, selanjutnya disusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah RAPBD yang kemudian disahkan menjadi APBD. Pada era reformasi keuangan daerah, mengisyaratkan agar laporan
keuangan semakin informatif. Bentuk APBD mengalami perubahan yang cukup mendasar, yaitu didasari oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri
Kepemendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara
Penyusunan Anggaran dan Pendapatan dan belanja Daerah. Saat ini APBD
13
yang digunakan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Daerah jo. Permendagri
Nomor 59 Tahun 2007 berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Permendagri Nomor 59
Tahun 2007 jo. Permendagri Nomor 21 Tahun 2011. Bentuk APBD terbaru terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan kategori
baru. Pos Pembiayaan merupakan usaha agar APBD semakin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dan pendapatan daerah. Selain itu pos
Pembiayaan juga merupakan alokasi surplus atau sumber penutupan deficit anggaran.
Dalam APBD, pendapatan, belanja, dan pembiayaan tersebut dikelompokkan kembali menjadi berikut ini:
1. Pendapatan, dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Pendapatan Asli Daerah PAD, dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah.
2. Belanja, dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut a. Belanja tidak langsung, yaitu belanja yang tidak terkait langsung
dengan program dan kegiatan Pemerintah daerah. Belanja tidak langsung diklasifikasikan menjadi belanja pegawai yang berisi gaji dan
tunjangan penjabat dan PNS daerah, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bagi hasil, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan,
dan belanja tidak terduga. b. Belanja langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan program
dan kegiatan Pemerintah daerah. Belanja langsung dikelompokkan
14
menjadi belanja pegawai yang berisi honorarium dan penghasilan terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan belanja barang dan jasa,
dan belanja modal. 3. Pembiayaan, yang dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan,
yaitu sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah merupakan sisa lebih anggaran tahun
sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi hasil penjualanaset daerah yang dipisahkan, dan transfer dari dana cadangan. Sedangkan sumber
pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana
cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun yang sedang berlangsung.
2.1.3 Pendapatan Asli Daerah