Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Terhadap Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Moderator (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014)

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN SISA LEBIH PERHITUNGAN

ANGGARAN TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI

SEBAGAI VARIABEL MODERATOR (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota

Sumatera Utara tahun 2010-2014)

OLEH

BAINA DWI BESTARI 100503043

PROGRAM STUDI S1 DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

(3)

(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBAGAI VARIABEL MODERATOR (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari pemerintah daerah atau lembaga, atau yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin dan dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan etika ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi saya, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 19 November 2015 Yang membuat pernyataan,

NIM : 100503043 Baina Dwi Bestari


(5)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBAGAI VARIABEL MODERATOR (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota

Sumatera Utara Tahun 2010-2014)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara. Penelitian ini memiliki jumlah sampel 11 kabupaten/kota di Sumatera Utara dari tahun 2010-2014.

Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dipublikasikan melalui webs digunakan adalah regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Squareyang dilakukan dengan bantuan program komputer EViews versi 5.0.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara, serta pertumbuhan ekonomi mampu memoderatori pengaruh interaksi antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal.

Kata kunci: Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Pertumbuhan Ekonomi.


(6)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF LOCAL REVENUES, GENERAL ALLOCATION FUNDS AND THE REST OVER BUDGET CALCULATION

FOR CAPITAL EXPENDITURE WITH ECONOMIC GROWTH AS A MODERATOR VARIABLE (An Empirical Studies on District/City Government

of North Sumatera Year 2010-2014)

This study aims to determine the factors that influence the allocation of capital expenditure on District/City Government of North Sumatera. This study has a sample of 11 district/city of North Sumatera in 2010-2014.

The sample selection is done by purposive sampling method. The data used in this study is the secondary data that is the report of the realization of Budget Revenue and Expenditure published on the website andwww.sumut.bps.go.id. The analysis model used is multiple linear regression linier with Ordinary Least Square method were performed with the help of a computer program EViews version 5.0.

The results of this study indicate that the Local Revenues, General Allocation Funds and The Rest Over Budget Calculations has significant effect and partially and simultaneously on district/city government in North Sumatera, and economic growth is able to moderate the effect of interaction between Local Revenues, General Allocation Funds and The Rest Over Budget Calculation for capital expenditure.

Keywords: Capital Expenditure, Local Revenues, General Allocation Funds, The Rest Over Budget Calculation and Economic Growth.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata‘ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Terhadap Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Moderator (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014)”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi serta doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Teristimewa untuk kedua orang tua saya yang sangat saya kagumi dan cintai H. Wasito dan Ibunda Hj. Poniah yang tidak pernah lelah memberikan kasih sayang, doa, nasihat serta semangat yang tulus hingga saat ini.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi dan bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi sekaligus dosen pembanding dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M, Ak


(8)

selaku Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Iskandar Muda, S.E, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan perbaikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Rustam, M.Si, Ak selaku Dosen Penguji dan Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran yang membangun sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Yang sangat saya cintai Kakak (Fidyatull Wahidah), Adik (Salisa Amini), Adik (Ikhtiari Akhiriyah), dan Adik (Rizky Ramadhani) yang selalu memberikan doa, semangat serta kasih sayang yang tulus selama ini. Bapak/Ibu Guru Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah, Medan yang telah memberikan pengajaran terbaik sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dan saat ini dapat menyelesaikan skripsi; Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah berbagi ilmu kepada penulis selama penulis berada di bangku kuliah, semoga ilmu yang Bapak/Ibu berikan dapat penulis manfaatkan semaksimal mungkin; rekan Mahasiswa Akuntansi FEB USU 2010 yang telah bersama dengan penulis berjuang untuk mendapatkan ilmu bermanfaat agar kelak kita dapat memberikan yang terbaik tidak hanya untuk diri sendiri melainkan juga untuk bangsa dan tanah air; dan rekan-rekan terbaik penulis, Harli Sembiring Muham, Maisarah Khairunnisa, Febry Larasati, Erna Wahyuni, Annisa


(9)

Rizky Ananda, Sopia Laura, Hasnaini Ridha, Kiki Hardini, Nanda Rahayu Agustia, Rizcha Selvizha, Fitria Khodijah Saros, Kinanti Widya Sari, Sri Mulyati, Ainun Mardhiah, Malinda Sari Sembiring, Poppy Ananda, Kiat Ramadhan dan Guan Juniardi Putra yang selalu setia memberikan doa dan dukungan dan semangat kepada penulis; Rumah Tanpa Jeda Pers Mahasiswa SUARA USU yang telah menjadi rumah kedua bagi penulis selama penulis berada di bangku kuliah sehingga penulis banyak belajar bukan hanya tentang ilmu jurnalistik, tapi juga ilmu pembentukan diri sampai pelajaran tentang kehidupan, serta rekan-rekan di SUARA USU Febri Hardiansyah Pohan, Ipak Ayu Hidayatullah Nurcaya, Hadissa Primanda, Izzah Dienillah Saragih, Debora Blandina Sinambela, Sri Handayani Tampubolon, Aulia Adam, Guster Chandro Parluhutan Sihombing, Ferdiansyah dan Renti Rosmalis yang juga selalu setia memberikan doa dan dukungan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini juga masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 19 November 2015 Penulis,

NIM : 100503043 Baina Dwi Bestari


(10)

vii DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 11

2.1.1 Teori keagenan ... 11

2.1.2 Teori Federalisme Fiskal ... 12

2.1.3 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal ... 13

2.1.3.1 Otonomi Daerah ... 13

2.1.3.2 Desentralisasi Fiskal ... 15

2.1.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 16

2.1.5 Pendapatan Asli Daerah ... 17

2.1.5.1 Pajak Daerah ... 18

2.1.5.1.1 Pengertian Pajak Daerah ... 18

2.1.5.1.2 Jenis Pajak Daerah ... 19

2.1.5.2 Retribusi Daerah ... 22

2.1.5.2.1 Pengertian Retribusi Daerah ... 22

2.1.5.2.2 Objek Retribusi Daerah ... 22

2.1.5.2.3 Jenis Retribusi Daerah ... 23

2.1.5.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan ... 24

2.1.5.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah ... 25

2.1.6 Dana Alokasi Umum ... 25

2.1.7 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran ... 26

2.1.8 Belanja Modal ... 28


(11)

viii 2.1.9.1 Pengertian dan Konsep Pertumbuhan Ekonomi 30

2.1.9.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 30

2.1.9.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik ... 30

2.1.9.2.2 Teori Pertumbuhan Joseph Schumpeter31 2.1.9.2.3 Teori Harrod-Domar ... 31

2.1.9.2.4 Teori Rostow ... 31

2.1.9.2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik ... 32

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 32

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 38

2.3.1 Kerangka Konseptual ... 38

2.3.2 Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 41

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

3.2.1 Populasi ... 41

3.2.2 Sampel ... 42

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 45

3.3.1 Jenis Data ... 45

3.3.2 Sumber Data ... 45

3.4 Teknik pengumpulan Data ... 45

3.5 Batasan Operasional ... 46

3.6 Defenisi Operasional ... 46

3.6.1 Variabel Dependen ... 47

3.6.2 Variabel Independen ... 48

3.6.3 Variabel Moderator ... 49

3.7 Model Analisis Data ... 50

3.7.1 Uji Hipotesis ... 51

3.7.1.1 Koefisien Determinasi ... 51

3.7.1.2 Uji Parsial (t-test) ... 52

3.7.1.3 Uji Simultan (F-test) ... 52

3.7.2 Uji Asumsi Klasik ... 53

3.7.2.1 Uji Normalitas ... 53

3.7.2.2 Uji Multikolinearitas ... 54

3.7.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 55

3.7.2.4 Uji Autokorelasi ... 55

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 57

4.2 Analisis Regresi Sederhana dan Variabel Moderator ... 57

4.3 Uji Hipotesis ... 60


(12)

ix

4.3.2 Uji Parsial (t-test) ... 61

4.3.3 Uji Simultan (F-test) ... 63

4.4 Uji Asumsi Klasik ... 63

4.4.1 Uji Normalitas ... 63

4.4.2 Uji Multikolienaritas ... 64

4.4.3 Uji Heterokedastisitas ... 66

4.4.4 Uji Autokorelasi ... 68

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 74

5.3 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(13)

x DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Tarif Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah………. 20

2.2 Penelitian Terdahulu……… 36

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian………... 43

3.2 Kriteria Autokorelasi Durbin-Watson………. 56

4.1 Hasil Regresi Sederhana……….. 59

4.2 Hasil Regresi dengan Variabel Moderator………. 60

4.3 Hasil Uji Multikolinieritas……… 65

4.4 Hasil Uji Heterokedastisitas dengan No Cross Term……... 66

4.5 Hasil Uji Heterokedastisitas dengan Cross Term…………. 67


(14)

xi DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel

Moderator………... 39

4.1 Hasil Uji Normalitas……… 64

4.2 Hasil Uji Multikolinieritas………... 64


(15)

xii DAFTAR LAMPIRAN

No. Tabel Judul Halaman

1 Populasi dan Sampel Penelitian……….. 79

2 Data Variabel Penelitian……….. 81

3 Hasil Regresi Sederhana……….. 83

4 Hasil Regresi dengan Variabel Moderator……….. 84

5 Hasil Uji Normalitas………. 85

6 Hasil Uji Multikolinieritas……… 86

7 Hasil Uji Heterokedastisitas………..……... 87


(16)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBAGAI VARIABEL MODERATOR (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota

Sumatera Utara Tahun 2010-2014)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara. Penelitian ini memiliki jumlah sampel 11 kabupaten/kota di Sumatera Utara dari tahun 2010-2014.

Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dipublikasikan melalui webs digunakan adalah regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Squareyang dilakukan dengan bantuan program komputer EViews versi 5.0.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara, serta pertumbuhan ekonomi mampu memoderatori pengaruh interaksi antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal.

Kata kunci: Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Pertumbuhan Ekonomi.


(17)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF LOCAL REVENUES, GENERAL ALLOCATION FUNDS AND THE REST OVER BUDGET CALCULATION

FOR CAPITAL EXPENDITURE WITH ECONOMIC GROWTH AS A MODERATOR VARIABLE (An Empirical Studies on District/City Government

of North Sumatera Year 2010-2014)

This study aims to determine the factors that influence the allocation of capital expenditure on District/City Government of North Sumatera. This study has a sample of 11 district/city of North Sumatera in 2010-2014.

The sample selection is done by purposive sampling method. The data used in this study is the secondary data that is the report of the realization of Budget Revenue and Expenditure published on the website andwww.sumut.bps.go.id. The analysis model used is multiple linear regression linier with Ordinary Least Square method were performed with the help of a computer program EViews version 5.0.

The results of this study indicate that the Local Revenues, General Allocation Funds and The Rest Over Budget Calculations has significant effect and partially and simultaneously on district/city government in North Sumatera, and economic growth is able to moderate the effect of interaction between Local Revenues, General Allocation Funds and The Rest Over Budget Calculation for capital expenditure.

Keywords: Capital Expenditure, Local Revenues, General Allocation Funds, The Rest Over Budget Calculation and Economic Growth.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahun 2001 merupakan era baru otonomi daerah yang efektif di Indonesia. Berawal dari menurunnya penerimaan negara dari minyak dan pajak minyak pada tahun 1983/1984 yang berdampak pada menurunnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1984/1985, maka timbul lah kesadaran akan menurunnya kemampuan pemerintah pusat dalam memberikan subsidi kepada pemerintah daerah maupun dalam membiayai proyek-proyek pemerintah di daerah. Untuk itu maka pemerintah pusat bertekad untuk memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah dalam berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah agar melemahnya subsidi dari pemerintah pusat tidak menggangu perkembangan ekonomi maupun jalannya pemerintahan di daerah. Dengan kata lain, penurunan penerimaan negara tersebut telah mendorong meningkatnya pelaksanaan otonomi daerah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah memberikan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan pelayanan dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kebijakan ini memberikan ruang


(19)

2 bagi pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan daerahnya secara mandiri.

Wujud pelaksanaan otonomi daerah ini adalah dengan adanya otonomi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah yang disebut otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Definisi dari desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola keuangan daerahnya. Daerah diberikan kewenangan dalam menggali sumber- sumber penerimaan sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Desentralisasi fiskal yang benar tidak akan berhenti pada aspek fiskal saja, tetapi justru tujuan besarnya adalah mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Ekonomi daerah yang kuat akan mempermudah proses desentralisasi fiskal yang bersih dan sehat, karena sumber daya fiskal mencukupi untuk daerah dan pusat. Jika ekonomi daerah lemah, maka problem desentralisasi fiskal akan didominasi oleh permasalahan kekurangan dan perebutan sumber daya, bukan pada tujuan untuk menyediakan layanan publik yang memadai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Fahmi (2012) dalam penelitiannya menyatakan “desentralisasi fiskal diharapkan akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barang-barang publik.” Senada dengan itu, Sudewi dan Wirathi (2012)


(20)

3 menyatakan “desentralisasi fiskal tidak hanya dapat mengetahui masalah kemiskinan tetapi dapat menjadi pendorong untuk prospek pertumbuhan ekonomi di daerah otonomi.” Waluyo (2007) menyatakan “otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi fiskal pada umumnya bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, karena pemberian wewenang yang lebih luas diharapkan mampu mengoptimalkan potensi ekonomi daerah sehingga memberikan efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan per kapita.”

“Salah satu upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kemandirian daerah adalah dengan mengoptimalkan potensi pendapatan daerah yaitu dengan memberikan proporsi alokasi belanja modal yang lebih tinggi pada sektor-sektor yang dianggap produktif” Nugroho (dalam Sugiarthi dan Supadmi, 2014). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran anggaran dalam pencapaian aset tetap serta aset lainnya yang dapat memberikan dampak positif lebih dari satu periode akuntansi. Namun, struktur belanja modal perlu mendapat perhatian khusus karena tidak semua belanja modal berefek pada pelayanan publik. Untuk itu, belanja modal perlu dibedah lebih rinci untuk menemukan belanja modal yang benar-benar berefek pada pelayanan publik, misalnya belanja modal infrastruktur. Belanja modal yang bersifat produktif dan bersentuhan langsung dengan kepentingan publik akan dapat menstimulus perekonomian.

Alexiou (dalam Sugiarthi dan Supadmi, 2014) menyatakan bahwa “belanja modal pemerintah dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah.” Lebih


(21)

4 lanjut, Putro (2010) menyatakan “peningkatan alokasi belanja modal dalam bentuk aset tetap seperti peralatan dan infrastruktur sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perekonomian karena semakin tinggi belanja modal semakin tinggi pula produktivitas perekonomian.”

Secara teoritis, indikator ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh pemerintah daerah melalui kebijakan belanja adalah pengangguran, kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Belanja modal ditambah belanja barang dan jasa merupakan belanja pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah selain dari sektor swasta, rumah tangga dan luar negeri. Oleh karena itu, semakin besar nilai belanja modal serta belanja barang dan jasa maka akan semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sugiarthi dan Supadmi (2014) dalam penelitiannya menyatakan “faktor penentu penting pertumbuhan ekonomi salah satunya adalah pengeluaran pemerintah.”

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. Di mana kas umum daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah disebutkan sumber-sumber penerimaan daerah adalah pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan.


(22)

5 Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang bersumber dan dipungut daerah didasarkan pada peraturan daerah yang berlaku. Tujuan daripada Pendapatan Asli Daerah yakni memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam pendanaan otonomi daerah yang disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Hasil penelitian Sugiarthi dan Supadmi (2014) pada Provinsi Bali menunjukkan adanya pengaruh positif serta signifikan antara Pendapatan Asli Daerah dan belanja modal. Sejalan dengan Sugiarthi dan Supadmi, Ardhani (2011) juga mendapatkan hasil signifikan positif antara Pendapatan Asli Daerah dan belanja modal dalam penelitiannya di Kabupaten/Kota Jawa Tengah. Lain hal dengan Yovita (2011) yang meneliti seluruh provinsi di Indonesia mendapatkan bahwa Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh signifikan dengan belanja modal.

“Perbedaan kemampuan keuangan yang dimiliki setiap daerah dalam hal pendanaan kegiatan pemerintahannya dapat memicu terjadinya ketimpangan fiskal antar daerah. Sebagai upaya menghadapi ketimpangan fiskal tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan pengalokasian dana yang diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pendanaan kebutuhan rumah tangga daerahnya untuk pelaksanaan desentralisasi.” (Putro, 2012). Hal tersebut direalisasikan melalui Dana Alokasi Umum. Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sugiarthi dan Supadmi (2014)


(23)

6 mendapatkan hasil signifikan positif antara Dana Alokasi Umum dan belanja modal dalam penelitian mereka pada Provinsi Bali. Namun, sejalan dengan hasil penilitian yang dilakukan oleh Purnama (2014) pada pemerintah Kabupaten/Kota Jawa Tengah, Kusnandar dan Siswantoro (2012) yang meneliti 292 sampel kabupaten/kota seluruh Indonesia juga menyimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Kusnandar dan Siswantoro beranggapan, hal ini mengindikasikan bahwa Dana Alokasi Umum yang dalam proporsi penerimaan daerah merupakan sumber pendapatan paling besar namun hanya digunakan untuk pengeluaran rutin, seperti untuk gaji pegawai.

Selain dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum, pemerintah daerah juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun sebelumnya untuk memenuhi pembiayaan daerah. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran adalah sisa dana yang diperoleh dari aktualisasi penerimaan serta pengeluaran anggaran daerah selama satu periode. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran merupakan selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.Penelitian oleh Maryadi (2012) pada kabupaten/kota di Indonesia memperoleh hasil bahwa Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. sedangkan hasil penelitian oleh Purnama (2014) menunjukkan hasil tidak signifikan dalam hubungan antara Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan belanja modal.


(24)

7 Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat dikatakan adanya hubungan yang kuat antara belanja pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam kenyataannya tidak selalu benar bahwa peningkatan belanja pemerintah dalam bidang infrastruktur merupakan faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Bataineh (dalam Sugiarthi dan Supadmi, 2014) menemukan bahwa “pengeluaran pemerintah pada tingkat agregat memiliki dampak positif pada pertumbuhan ekonomi.”, sedangkan secara teoritis disebutkan “pengeluaran pemerintah yang lebih besar cenderung mengurangi pertumbuhan ekonomi” (Anasmen, 2009).

Jadi, besarnya pertumbuhan ekonomi yang terdapat pada masing-masing daerah dapat memperkuat maupun memperlemah hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal dengan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel moderator.

Pada dasarnya, penelitian ini mereplikasi dari penelitian Ni Putu Dwi Eka Rini Sugiarthi dan Ni Luh Supadmi (2014) dengan waktu dan obyek yang berbeda namun variabel dan alat analisis yang digunakan adalah sama. Sehubungan dengan hal tersebut, maka judul penelitian ini adalah: “Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap Belanja


(25)

8 Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Moderator (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014).”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan penjelasan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah yang menjadi dasar dalam penyusunan skripsi ini, yaitu:

1. Apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014? 2. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap interaksi Pendapatan Asli

Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014?”

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014.


(26)

9 2. Untuk mengetahui bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap interaksi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya pengembangan ilmu akuntansi secara umum, serta ilmu yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan pertumbuhan ekonomi secara khusus. 1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi pemerintah daerah, penelitian yang dilakukan dapat menjadi masukan yang digunakan oleh pihak pemerintah daerah sebagai bahan referensi dalam rangka menetapkan kebijakan dan pelaksanaan belanja modal serta dalam hal pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembiayaan kegiatan operasional pemerintahan daerah.

2. Bagi Peneliti, penelitian yang dilakukan dapat menjadi bahan kajian dan menambah wawasan serta pengetahuan peneliti tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal dengan pertumbuhan ekonomi sebagai moderatornya.


(27)

10 3. Bagi Akademisi, penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah bukti empiris dari penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal dengan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel moderator berkaitan dengan pembiayaan kegiatan operasinal pemerintahan daerah serta dapat dijadikan referensi dalam mengadakan penelitian lebih lanjut tentang masalah yang sama dan dapat diterapkan di masa yang akan datang. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan sebagi bahan pertimbangan

dalam rangka menilai kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah untuk belanja modal.


(28)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan

Teori keagenan merupakan bagian dasar dalam ilmu anggaran dan akuntansi. Disqdari atau tidak, di pemerintahan daerah teori keagenan ini telah dipraktikkan termasuk oleh pemerintahan daerah di Indonesia. Apalagi sejak otonomi dan desentralisasi diberikan kepada pemerintah daerah sejak tahun 1999.

Tteori keagenan adalah hubungan kontrak antara pihak prinsipal dengan agen. Teori keagenan memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Di pemerintahan daerah, prinsipal merupakan pihak legislatif (perwakilan rakyat) dan agen merupakan pihak eksekutif (pemerintah daerah). Dalam konteks pembuatan kebijakan, legislatif adalah prinsipal yang mendelegasikan kewenangan kepada agen seperti pemerintah daerah atau panitia di legislatif untuk membuat kebijakan baru. Hubungan keagenan di sini terjadi setelah agen membuat usulan kebijakan dan berakhir setelah usulan tersebut diterima atau ditolak oleh pihak prinsipal.

Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut


(29)

12 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota. Proses penyusunan anggaran pasca Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 melibatkan dua pihak: eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran. Sebelum penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang arah dan kebijakan umum dan prioritas anggaran, yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan arah dan kebijakan umum dan prioritas anggaran, yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan daerah. Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif.

2.1.2 Teori Federalisme Fiskal

Menurut Akai dan Sakata (dalam Sugiarthi dan Supadmi 2014), “Teori Federalisme Fiskal menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi diperoleh dengan desentralisasi fiskal melalui pelaksanaan otonomi daerah. Desentralisasi fiskal diartikan sebagai pelimpahan kewenangan terkait dengan pengambilan keputusan kepada pemerintah tingkat rendah.” Bentuk pemerintahan federalisme fiskal adalah struktur dari tingkatan pemerintah yang masing-masing tingkatan mempunyai sumber dari pendapatan dan mempunyai tanggung jawab.


(30)

13 Dalam penerapan desentralisasi fiskal, setiap daerah juga dituntut untuk membiayai sendiri biaya pembangunannya, padahal pendapatan daerah tidak bisa membiayai seluruh pengeluarannya. Oleh karena itu, transfer dana dari pusat menjadi sumber penerimaan yang sangat dominan bagi pemerintah daerah. Dana yang biasanya ditransfer dari pemerintah pusat adalah Dana Alokasi Umum. Proporsi Dana Alokasi Umum terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibandingkan dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk Pendapatan Asli Daerah.

Teori tentang federalisme fiskal menyatakan bahwa untuk barang atau jasa publik tertentu seperti barang publik daerah, desentralisasi dapat meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas alokasi sumber daya karena: (1) Pemerintah daerah dapat lebih baik dikelola menurut daerah dan letak geografisnya; (2) Pemerintah daerah memiliki posisi yang lebih baik untuk mengenali preferensi dan kebutuhan daerah; dan (3) Tekanan dari persaingan jurisdiksi yang mendorong pemerintah daerah untuk menjadi inovatif dan memiliki akuntabilitas bagi warga dan penduduknya.

2.1.3 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal 2.1.3.1 Otonomi Daerah

Secar bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Menurut Encyclopedia of Social Science, dalam


(31)

14 pengertiannya yang orisinal, otonomi adalah the legal self sufficiency of social body and it’s actual independence. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary mendefinisikan Autonomy sebagai the political independence of a nation; the right (and condition) of power of self government. The negotiation of state of political influence from without or from foreign powers.

Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dituliskan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut: a. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik. b. Pengembangan kehidupan demokrasi.

c. Keadilan nasional.

d. Pemerataan wilayah daerah.

e. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuha

f. Mendorong pemberdayaaan masyarakat.

g. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi

Pelaksanaan otonomi daerah itu diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya masing-masing serta perimbangan keuangan pusat dan


(32)

15 daerah, sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman antar daerah.

2.1.3.2 Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi merupakan sebuah instrumen untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. “Desentralisasi fiskal merupakan salah satu komponen utama dari otonomi daerah. Desentralisasi fiskal dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintah dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.” (Agustina, 2011). Desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Dengan desentralisasi, akan terwujud pelimpahan wewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak, terbentuknya dewan yang dipilih oleh rakyat, kepala daerah yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat.

Dalam konteks negara berkembang, sedikitnya ada tiga alasan utama mengapa sebagian besar negara berkembang menganggap penting untuk mengaplikasikan densetralisasi fiskal, yaitu untuk menciptakan efisiensi penyelenggaraan administrasi


(33)

16 pemerintahan, untuk memperluas otonomi daerah dan pada beberapa kasus sebagai strategi untuk mengatasi instabilitaspolitik.

Iskandar (2012) mengatakan

“pada dasarnya pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengandung tiga misi utama, yaitu:

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat;

2. Menciptakan efesiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah; dan

3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam pembangunan.”

2.1.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan anggaran sebagai taksiran mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yg diharapkan untuk periode yg akan datang. Darwanto dan Kartikasari (2007, dalam Iskandar 2012) mengatakan “tujuan utama proses penyusunan anggaran adalah menerjemahkan perencanaan keuangan pemerintah yang terdiri dari perencanaan input dan output dalam satuan keuangan.” Pasal 1 Ayat 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjelaskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri atas: 1. Anggaran pendapatan, terdiri atas :

a. Pendapatan Asli Daerah, yang meliput


(34)

17

b. Bagia

Umum da

c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah at

2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

2.1.5 Pendapatan Asli Daerah

Pengertian Pendapatan Asli Daerah di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut, dalam Pasal 6 Undang-Undang yang sama disebutkan Pendapatan Asli Daerah bersumber dari:

1. Pajak daerah; 2. Retribusi daerah;

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.


(35)

18 Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah agar penerimaannya mendekati atau bahkan sama dengan potensinya, secara umum ada dua cara, yaitu dengan cara instensifikasi dan ekstensifikasi:

a. Cara instensifikasi adalah mengefektifkan pemungutan pajak atau retribusi dan mengefisienkan cara pemungutannya pada obyek dan subyek yang sudah ada. Misalnya, melakukan perhitungan potensi, penyuluhan, meningkatkan pengawasan dan pelayanan.

b. Cara ekstensifikasi adalah melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan cara menjaring wajib pajak baru melalui pendataan dan pendaftaran atau menggali pajak baru.

2.1.5.1 Pajak Daerah

2.1.5.1.1 Pengertian Pajak Daerah

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarka barang-barang d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.


(36)

19 2.1.5.1.2 Jenis Pajak Daerah

Jenis-jenis pajak daerah, yaitu: 1. Pajak Propinsi, terdiri dari:

a. Pajak kendaraan bermotor;

b. Bea balik nama kendaraan bermotor; c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor; d. Pajak air permukaan; dan

e. Pajak rokok.

2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari: a. Pajak hotel;

b. Pajak restoran; c. Pajak hiburan; d. Pajak reklame;

e. Pajak penerangan jalan;

f. Pajak mineral bukan logam dan batuan; g. Pajak parkir;

h. Pajak air tanah;

i. Pajak sarang burung walet;

j. Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan; dan k. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.


(37)

20 Tabel 2.1

Tarif Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Pajak Propinsi Tarif Maksimum (%)

1. Pajak kendaraan bermotor: - Kendaraan bermotor pertama

- Kendaraan bermotor kedua dan selanjutnya

- Kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, pemerintah/TNI/POLRI, pemerintah daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan peraturan daerah - Kendaraan bermotor alat-alat berat dan

alat-alat besar

2 10

1

0,2 2. Bea balik nama kendaraan bermotor

- Penyerahan pertama - Penyerahan kedua

Khusus bea balik nama kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar

- Penyerahan pertama - Penyerahan kedua

20 1

0,75 0,075 3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor 10

4. Pajak air permukaan 10

5. Pajak rokok 10

No. Pajak Kabupaten/Kota Tarif Maksimum (%)

1. Pajak hotel 10

2. Pajak restoran 10

3. Pajak hiburan

- Khusus hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa

- Khusus hiburan kesenian

rakyat/tradisional

35

75

10

4. Pajak reklame 25

5. Pajak penerangan jalan 10

6. Pajak mineral bukan logam dan batuan 25


(38)

21

No. Pajak Kabupaten/Kota Tarif Maksimum (%)

8. Pajak air tanah 20

9. Pajak sarang burung wallet 10

10. Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan

perkotaan 0,3


(39)

22 2.1.5.2 Retribusi Daerah

2.1.5.2.1 Pengertian Retribusi Daerah

Pengertian retribusi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi ataubadan.

2.1.5.2.2 Objek Retribusi Daerah

Objek retribusi daerah terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Jasa Umum

Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:

a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau

b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

3. Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan


(40)

23 pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.5.2.3 Jenis Retribusi Daerah

Jenis-jenis retribusi daerah berdarsarkan objeknya dijabarkan sebagai berikut: 1. Retribusi Jasa Umum, terdiri dari:

a. Retribusi pelayanan kesehatan;

b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan;

c. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil;

d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat; e. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum;

f. Retribusi pelayanan pasar;

g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor;

h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran; i. Retribusi penggantian biaya cetak peta;

j. Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus; k. Retribusi pengolahan limbah cair;

l. Retribusi pelayanan tera/tera ulang; m. Retribusi pelayanan pendidikan; dan


(41)

24 2. Retribusi Jasa Usaha, terdiri dari:

a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah; b. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan; c. Retribusi tempat pelelangan;

d. Retribusi terminal;

e. Retribusi tempat khusus parkir;

f. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa; g. Retribusi rumah potong hewan;

h. Retribusi pelayanan kepelabuhanan; i. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga; j. Retribusi penyeberangan di air; dan

k. Retribusi penjualan produksi usaha daerah. 3. Retribusi Perizinan Tertentu, terdiri dari:

a. Retribusi izin mendirikan bangunan;

b. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol; c. Retribusi izin gangguan;

d. Retribusi izin trayek; dan e. Retribusi izin usaha perikanan.

2.1.5.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerimaan ini antara lain dari Bank Pembangunan Desa,


(42)

25 perusahaan daerah, dividen Bank Perkreditan Rakyat – Bank Kredit Kecamatan dan penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga.

2.1.5.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Bentuk daripada lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah meliputi:

a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b. Jasa giro;

c. Pendapatan bunga;

d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan

e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

2.1.6 Dana Alokasi Umum

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah menjelaskan Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. “Dana Alokasi Umum dialokasikan dalam bentuk block grant, yang berarti pemerintah daerah leluasa menggunakannya karena tidak terikat dalam keriteria tertentu.” (Iskandar, 2012). Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum


(43)

26 ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam Aanggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan menjelaskan, celah fiskal adalah selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Di mana kebutuhan fiskal diukur dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto per kapita dan indeks pembangunan manusia, sedang kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil. Sementara Alokasi Dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Dana Alokasi Umum = Celah Fiskal (CF) + Alokasi Dasar (AD) Keterangan:

CF = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal AD = Jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah

2.1.7 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran merupakan imbas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dengan kata lain, sumber-sumber Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dapat berasal dari pelampauan anggaran pendapatan, realisasi belanja yang rendah atau keduanya. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Sisa Lebih


(44)

27 Perhitungan Anggaran adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.

Jikaanggarandefisit,makakekuranganpendapatanatasbelanjanyaakan ditutup dengan pembiayaan yang salah satunya berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun sebelumnya, sedangkan jika terjadi surplus maka akan dimanfaatkan untuk pengeluaran pembiayaan. Pembiayaan anggaran merupakan pembiayaan untuk menutup defisit anggaran, sedangkan pengeluaran pembiayaan merupakan pembiayaan yang dilakukan untuk memanfaatkan surplus. Di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dituliskan, dalamhalAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerahdiperkirakandefisit,pembiayaandefisitbersumberdari:

a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran; b. Dana cadangan;

c. Penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Pinjaman daerah.

Pada dasarnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Dalam hal belanja diperkirakan lebih besar daripada pendapatan maka sumber-sumber pembiayaan defisit diperoleh dari penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pinjaman daerah.

Dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdapat dua jenis Sisa Lebih Perhitungan Anggaran. Pertama, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun


(45)

28 sebelumnya yang merupakan sisa penggunaan anggaran tahun sebelumnya dan merupakan bagian dari penerimaan pembiayaan. Kedua, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun berkenaan yang merupakan sisa penggunaan anggaran pada tahun berjalan dan akan menjadi salah satu penerimaan pembiayaan di tahun berikutnya. Dalam anggaran, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun sebelumnya cenderung dianggarkan lebih rendah dari realisasi.

2.1.8 Belanja Modal

Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan Republik Indonesia mendefinisikan belanja modal dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar sebagai pengeluaran anggaran yang dugunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dam aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual.

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Republik Indonesia Nomor Per-33/PB/2008, belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila:

a. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas;

b. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah; dan


(46)

29 c. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

“Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama: 1. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya

yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan

pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian pembangunan/pembuatan serta perawatan fisik lainnya yang tidak dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.” Syaiful (2006 dalam Yovita, 2011).


(47)

30 2.1.9 Pertumbuhan Ekonomi

2.1.9.1 Pengertian dan Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Secara umum, pertumbuhan ekonomi dirumuskan sebagai berikut: g =

GNPt-1

GNPt – GNPt-1 x 100%

Keterangan:

g = Tingkat pertumbuhan

GNP = Gross National Product (Produk Nasional Bruto) GNPt = GNP riil pada periode t

GNPt-1= GNP riil sebelum periode t

2.1.9.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

2.1.9.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Teori pertumbuhan ekonomi klasik yang dikembangkan oleh Adam Smith mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi: penduduk, barang-barang modal, luas lahan dan kekayaan alam dan


(48)

31 teknologi. “Analisis ekonomi klasik menjelaskan ciri fundamental dari perkembangan ekonomi adalah pembentukan modal” Adisasmita (2008 dalam Iskandar, 2012). Teori klasik menekankan bagaimana pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi.

2.1.9.2.2 Teori Pertumbuhan Joseph Schumpeter

Joseph Schumpeter lebih menekankan peranan pengusaha untuk terus melakukan berbagai pembaharuan dalam kegiatan agar pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan baik.

2.1.9.2.3 Teori Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar menganalisis bagaimana upaya yang perlu dilakukan sebagai suatu syarat agar perekonomian dapat mencapai pertumbuhan mantap dalam jangka panjang.

2.1.9.2.4 Teori Rostow

W.W.Rostow mengungkapkan teori pertumbuhan ekonomi dalam bukunya yang berjudul The Stages of Economic Growth menyatakan bahwa pertumbuhan perekonomian dibagi menjadi lima:

1. Masyarakat Tradisional (The Traditional Society).

2. Masyarakat Pra Kondisi untuk Periode Lepas Landas (The Preconditions for Take Off)

3. Periode Lepas Landas (The Take Off) 4. Gerak Menuju Kedewasaan (Maturity)


(49)

32 2.1.9.2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Teori pertumbuhan neo klasik menerangkan bahwa pertumbuhan neo klasik menerangkan bahwa ekonomi hanya akan berlaku apabila pengeluaran agregat melalui kenaikan investasi bertambah secara terus-menerus pada tingkat pertumbuhan yang telah ditetapkan. Abramovits dan robert Solow yang mengembangkan teori ini fokus pada peranan investasi dalam upaya meningkatkan produksi.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran pada belanja modal menunjukkan hasil yang beragam. Di mana masing-masing penelitian menggunakan varibel independen maupun objek yang berbeda-beda dari tahun ke tahun. Tiap penelitian selalu bervariasi sesuai dengan kebutuhan peneliti dan disesuaikan dengan keadaan perekonomian pada tahun penelitian tersebut. Namun, untuk penelitian yang khusus membahas tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi dalam memperkuat atau memperlemah (memoderatori) Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal memang masih sedikit didapat.

Sugiarthi dan Supadmi (2014) salah satu yang melakukan penelitian terkait topik di atas dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran pada Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Pemoderasi”. Variabel independen yang digunakan adalah


(50)

33 Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dengan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel moderator. Mereka menggunakan Kabupaten/Kota Provinsi Bali tahun 2007-2011 sebagai objek penelitian dan menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh positif dan signifikan Pada belanja modal di kabupaten/kota di Provinsi Bali serta variabel moderator (pertumbuhan ekonomi) mampu memoderatori variabel Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum, namun tidak mampu memoderatori variabel Sisa Lebih Perhitungan Anggaran pada belanja modal.

Penelitian lain dilakukan oleh Yovita (2011) dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Empiris pada Pemerintah Provinsi Se-Indonesia Periode 2008–2010)”. Yovita menggunakan pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum sebagai variabel independen dengan Pemerintah Provinsi Se-Indonesia periode 2008-2010 sebagai objek penelitian. Hasil penelitiannya menunjukkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan positif dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan negatif terhadap belanja modal, sedangkan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

Selanjutnya, penelitian dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di


(51)

34 Jawa Tengah)” dilakukan oleh Ardhani (2011). Variabel independen yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus dan objeknya adalah pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2007-2009. Hasil yang didapatkan Ardhani dari penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi dan Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

Penelitian oleh Maryadi (2014) dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kotadi Indonesia Tahun 2012” menggunakan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan luas wilayah sebagai variabel independen. Objek penelitian ini adalah kabupaten dan kota di Indonesia tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan namun dengan arah negatif terhadap belanja modal sedangkan Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan luas wilayah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada kabupaten dan kota di Indonesia tahun 2012.

Penelitian dengan topik yang sama juga dilakukan oleh Purnama (2014) dengan judul “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal PadaKabupaten dan Kota di Jawa Tengah Periode 2012-2013”. Variabel independen yang digunakan yaitu Dana Alokasi Umum, Pendapatan


(52)

35 Asli Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan luas wilayah. Purnama mengambil 70 laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan data luas wilayah kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah dengan periodepenelitian 2012-2013 sebagai sampel. Hasilnya, didapatkan bahwa Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi anggaran belanja modal, sedangkan Pendapatan Asli Daerah dan luas wilayah berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi anggaran belanja modal.

Selanjutnya, pada penelitian Kusnandar dan Siswantoro (2012) dengan judul “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal” digunakan Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan luas wilayah sebagai variabel independen. 292 Laporan keuangan pemerintah daerah se-Indonesia tahun 2011 dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal sedangkan Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Luas Wilayah berpengaruh positif terhadap belanja modal.


(53)

36 Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu Nama dan Tahun

Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Sugiarthi dan

Supadmi (2014)

Variabel Dependen: Belanja Modal Variabel Independen: Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Variabel Moderator: Pertumbuhan Ekonomi

Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh signifikan positif pada belanja modal

Variabel moderator (pertumbuhan ekonomi) mampu memoderatori variabel Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum, namun tidak mampu memoderatori variabel Sisa Lebih

Perhitungan Anggaran pada belanja modal

Yovita (2011) Variabel Dependen: Belanja Modal Variabel Independen: Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal

Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan negatif terhadap belanja modal

Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh

signifikan terhadap belanja modal

Ardhani (2011) Variabel Dependen: Belanja Modal Variabel Independen: Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum

Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap belanja modal Pertumbuhan ekonomi dan DAK tidak berpengaruh


(54)

37 Nama dan Tahun

Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Dana Alokasi Khusus signifikan terhadap belanja

modal Maryadi (2014) Variabel Dependen:

Belanja Modal Variabel Independen: Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum DBH

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Luas Wilayah

Dana Alokasi Umum, DBH, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan luas wilayah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap belanja modal

Purnama (2014) Variabel Dependen: Belanja Modal Variabel Independen Dana Alokasi Umum Pendapatan Asli Daerah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Luas Wilayah

Pendapatan Asli Daerah dan luas wilayah

berpengaruh signifikan terhadap belanja modal Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tidak

berpengaruh signifikan terhadap belanja modal Kusnandar dan

Siswantoro (2012)

Variabel Dependen: Belanja Modal Variabel Independen: Dana Alokasi Umum Pendapatan Asli Daerah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Luas Wilayah

Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan luas lilayah berpengaruh positif terhadap belanja modal Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal


(55)

38 2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis

2.3.1 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Terhadap Belanja Modal dengan

Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Moderator

Gambar 2.1 mengindikasikan bahwa Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana Alokasi Umum (X2) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (X3) mempengaruhi Belanja Modal (Y) baik secara simultan maupun parsial, serta Pertumbuhan Ekonomi (M) mampu memoderatori pengaruh Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana Alokasi Umum (X2) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (X3) terhadap Belanja Modal (Y). Proporsi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran akan memberi pengaruh pada belanja modal sebagai sumber-sumber penting anggaran belanja modal di pemerintah daerah selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam hal ini, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum

Belanja Modal

(Y) Pendapatan Asli Daerah (X1)

H1 Dana Alokasi Umum (X2)

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (X3)

H2 Pertumbuhan

Ekonomi (M)


(56)

39 berperan sebagai pendapatan daerah sedangkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berperan dalam bentuk pembiayaan untuk belanja modal. Di sisi lain, pendapatan daerah dan pembiayaan selayaknya juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi diasumsikan mampu dalam mempengaruhi kuat atau lemahnya pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal.

2.3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi. Hipotesis dapat juga diartikan sebagai suatu asumsi pernyataan tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan dalam penelitian. Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan, karena hipotesis akan memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisa dan interpretasi data. Dengan menyusun hipotesis, seorang peneliti akan lebih mudah mengerjakan penelitiannya.

Syarat hipotesis yang dirangkum oleh Nursalam (dalam Syahrum dan Salim 2012:100) setidaknya memenuhi “hal-hal berikut:

1. Relevance, artinya hipotesis harus relevan dengan fakta yang akan diteliti; 2. Testibility, artinya memungkinkan untuk melakukan observasi dan bisa

diukur;

3. Compatibility, artinya hipotesis harus konsisten dengan hipotesa di lapangan yang sama dan telah teruji kebenarannya sehingga setiap hipotesa akan membentuk suatu sistem;

4. Predictive, artinya hipotesis yang baik mengandung daya ramal tentang apa yang akan terjadi atau apa yang akan ditemukan; dan

5. Simplicity, artinya harus dinyatakan secara sederhana, mudah dipahami dan dicapai.”


(57)

40 Nursalam (dalam Syahrum dan Salim 2012:101) juga menambahkan bahwa “tujuan disusunnya sebuah hipotesis adalah:

1. Menjembatani teori dengan kenyataan;

2. Alat ukur yang ampuh untuk pengembangan ilmu, selama hipotesis bisa menghasilkan suatu penemuan; dan

3. Petunjuk untuk mengidentifikasi dan menginterpretasi suatu hasil.”

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah disajikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah “Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap belanja modal, serta pertumbuhan ekonomi dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap belanja modal pada Pemerintah Kabupten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014”.


(58)

41 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Krathwohl (1985) dalam Erlina (2011:74) mendefinisikan desain penelitian sebagai “suatu rencana dan struktur penelitian yang dibuat sedemikian rupa agar diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian”. Menurut Syahrum dan Salim (2011:79) “desain penelitian merupakan perencanaan yang nyata untuk pengumpulan dan analisis data”. Pada langkah ini, peneliti harus memutuskan untuk memilih alat yang digunakan untuk mengumpulkan data survei, eksperimen, observasional, penggunaan sumber yang tersedia atau kombinasi dari sebagian atau semuanya. Dalam hal ini, keuntungan dan kerugian yang mungkin timbul dari penggunaan metode yang dipilih harus dipertimbangkan dengan seksama.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Menurut Syahrum dan Salim (2012:113) populasi adalah “keseluruhan objek yang akan diteliti. Anggota populasi dapat berupa benda hidup maupun benda mati, dan manusia, di mana sifat-sifat yang ada padanya dapat diukur atau diamati.” Populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah 33 kabupaten/kota.


(59)

42 3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian. “Dalam penetapan/pengambilan sampel dari populasi mempunyai aturan, yaitu sampel itu representatif terhadap populasinya” (Syahrum dan Salim, 2012:114). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu teknik pengambilan sampel yang pemilihan sekelompok subjeknya didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut-paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Kriteria penentuan pengambilan sampel di dalam penelitian ini adalah:

1. Kabupaten/kota yang mempublikasikan laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah-nya secara konsisten dari tahun 2010-2014.

2. Kabupaten/kota yang tidak dimekarkan dan bukan pemekaran pada kurun waktu tahun 2010-2014.


(60)

43

Tabel 3.1

Populasi dan Sampel Penelitian

No Kabupaten dan Kota

Kriteria Sampel Terpilih

1 2

1 Kabupaten Asahan √ √ Sampel 1

2 Kabupaten Dairi √ √ Sampel 2

3 Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 3

4 Kabupaten Tanah Karo X √ -

5 Kabupaten Labuhan Batu X √ -

6 Kabupaten Langkat √ √ Sampel 4

7 Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 5

8 Kabupaten Nias X √ -

9 Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 6

10 Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 7

11 Kabupaten Tapanuli Tengah X √ -

12 Kabupaten Tapanuli Utara X √ -

13 Kabupaten Toba Samosir X √ -

14 Kabupaten Binjai X √ -

15 Kota Medan √ √ Sampel 8

16 Kota Pemantang Siantar √ √ Sampel 9

17 Kota Sibolga X √ -

18 Kota Tanjung Balai X √ -

19 Kota Tebing Tinggi X √ -

20 Kota Padang Sidempuan √ √ Sampel 10


(61)

44 No Kabupaten dan Kota

Kriteria Sampel Terpilih

1 2

22 Kabupaten Nias Selatan X √ -

23 Kabupaten Humbang Hasuduntan X √ -

24 Kabupaten Serdang Begadai X √ -

25 Kabupaten Samosir √ √ Sampel 11

26 Kabupaten Batu Bara X X -

27 Kabupaten Padang Lawas X X -

28 Kabupaten Padang Lawas utara X X - 29 KabupatenLabuhan Batu Selatan X X - 30 Kabupaten Labuhan Batu Utara X X -

31 Kab. Nias Utara X X -

32 Kab. Nias Barat X X -


(62)

45 3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Data diartikan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai keterangan atau bahan nyata yg dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara.

3.3.2 Sumber Data

“Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan alat, misalnya melalui: test, interview, observasi, analisis peristiwa historik, opinioner, analisis sumber dokumenter dan lain sebagainya” (Syahrum dan Salim, 2012:66). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari internet melalui situs www.djpk.depkeu.go.id berupa laporan realisasi Aggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota Sumatera Utara untuk memperoleh data hasil Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran serta mengukur pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Sumatera Utara.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari catatan-catatan atau dokumen Satuan Kerja Perangkat Daerah (data


(63)

46 sekunder) serta studi pustaka dari berbagai literatur dan sumber- sumber lainnya yang memberikan informasi tentang Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan.

3.5 Batasan Operasional

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini memberikan batasan operasional untuk menghindari kesimpang siuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan. Batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah belanja modal. 2. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana

Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran.

3. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi.

Erlina (2011:36) mendefenisikan “variabel adalah sesuatu yang dapat membedakan atau mengubah nilai. Di mana nilai dapat berbeda pada waktu yang berbeda untuk obyek atau orang yang sama, atau nilai dapat berbeda pada waktu yang sama untuk obyek atau orang yang berbeda”.

3.6 Definisi Operasional

Syahrum dan Salim (2012:108) mengartikan definisi operasional sebagai “definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang diamati, batasan-batasan yang diberikan oleh peneliti terhadap variabel penelitiannya sendiri sehingga variabel


(64)

47 penelitian dapat diukur”. Ada tiga macam cara yang memudahkan menyusun definisi operasional, yaitu:

1. Yang menekankan kegiatan apa yang diperlukan;

2. Yang menekankan bagaimana kegiatan itu dilaksanakan; dan 3. Yang menekankan pada sifat-sifat statis hal yang didefinisikan.

Di dalam penelitian ini, variabel diklasifikasikan menjadi tiga kelompok variabel, yaitu: variabel terikat atau variabel independen, variabel bebas atau variabel dependen dan variabel moderator. Variabel independen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi terikat, karena adanya variabel bebas. Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sering kali dipengaruhi oleh variabel moderator. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, sedangkan variabel dependennya adalah belanja modal dan variabel moderator adalah pertumbuhan ekonomi.

3.6.1 Variabel Dependen

Variabel dependen atau biasa disebut dengan variabel terikat menurut Erlina (2011:36) adalah “variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.” Variabel dependen pada penelitian ini adalah Belanja Modal. Belanja Modal dihitung dengan rumus:

Belanja Modal =

Total Realisasi Belanja Daerah Realisasi Belanja Modal


(65)

48 3.6.2 Variabel Independen

Variabel independen dinamakan pula dengan variabel yang diduga sebagai sebab dari variabel dependen. Menurut Erlina (2011:37) variabel independen adalam variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen, atau yang menyebabkan terjadinya variasi bagi variabel dependen dan mempunyai hubungan yang positif maupun negatif bagi variabel dependen lainnya. Variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah bersumber dari: 1. Pajak daerah; 2. Retribusi daerah; 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah dihitung dengan rumus:

Pendapatan Asli Daerah = Pajak Daerah + Retribusi Daerah + Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan + Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

2. Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum Kabupaten/Kota


(66)

49 Sumatera Utara dapat dilihat dari pos dana perimbangan dalam Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

3. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berasal dari pelampauan anggaran pendapatan, realisasi belanja yang rendah atau keduanya. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dihitung dengan rumus:

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran = Surplus/Defisit Realisasi Anggaran + Pembiayaan Neto

3.6.3 Variabel Moderator

“Variabel moderator adalah variabel yang mempunyai dampak kontijensi yang kuat pada hubungan variabel dependen dan variabel independen” (Erlina, 2011:37). Hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen sering kali dipengaruhi oleh variabel moderator. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan Ekonomi dipresentasikan dengan proksi berupa laju pertumbuhan Produk Regional Domestik Bruto. Pertumbuhan Produk Regional Domestik Bruto menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu. Maka, Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan sebagai Produk Regional Domestik Bruto dapat dihitung dengan rumus:

Pertumbuhan Ekonomi =

PDRB (t-1)


(67)

50 3.7 Metode Analisis Data

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen, penelitian ini menggunakan alat analisis ekonometrika, yaitu meregresikan variabel-variabel yang ada dengan metode OLS (Ordinary Least Square) menggunakan bantuan aplikasi EViews.

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Y = f(X1, X2, X3)

Dari fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model estimasi regresi linier yang dituliskan sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X1*M+ β5X2*M+ β6X3*M+ e Keterangan:

Y = Belanja Modal

X1 = Pendapatan Asli Daerah X2 = Dana Alokasi Umum

X3 = Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

M = Pertumbuhan Ekonomi sebagai Moderator α = Konstanta

β1, β2, β3,β4, β5,β6, β7 = Koefisien Regresi e = Error (tingkat kesalahan)


(68)

51 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji hipotesis yang terdiri atas uji koefisien determinasi, uji parsial (t-test) dan uji simultan (F-test); dan uji asumsi klasik yang terdiri atas uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

3.7.1 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesa untuk menguji kemampuan variabel independen Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dalam mempengaruhi variabel dependen yaitu belanja modal dan kemampuan variabel moderator yaitu pertumbuhan ekonomi dalam memperkuat atau memperlemah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilakukan dengan menggunakan alat analisa statistik berupa uji t, uji F (uji kesesuaian model) dan uji koefisien determinasi.

3.7.1.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah diantara 0 dan 1 (0 ≤ R 2 ≤ 1). Nilai R2 yang mendekati 1 berarti bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen, dan apabila nilai R2 semakin kecilmendekati 0, berarti variabel-variabel independen hampir tidak memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.


(1)

84

Hasil Regresi dengan Variabel Moderator

Dependent Variable: Y

Method: Least Squares Date: 10/30/15 Time: 17:06 Sample: 1 55

Included observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -448781.5 397676.0 -1.128510 0.2648 X1 -0.007127 0.574529 -0.012406 0.9902 X2 0.545088 0.576913 0.944837 0.3496 X3 0.979970 3.145562 0.311541 0.7568 M 335.6012 306.1816 1.096085 0.2786 X1*M 0.000210 0.000430 0.488140 0.6277 X2*M -0.000245 0.000437 -0.560085 0.5781 X3*M -0.000485 0.002440 -0.198919 0.8432 R-squared 0.723794 Mean dependent var 178289.3 Adjusted R-squared 0.682657 S.D. dependent var 159400.4 S.E. of regression 89795.36 Akaike info criterion 25.78218 Sum squared resid 3.79E+11 Schwarz criterion 26.07415 Log likelihood -701.0099 F-statistic 17.59470 Durbin-Watson stat 1.507258 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

85

Lampiran 5

Hasil Uji Normalitas


(3)

86

Hasil Uji Multikolinieritas

X1 X2 X3

X1 1.000000 0.704268 0.319181 X2 0.704268 1.000000 0.127997 X3 0.319181 0.127997 1.000000


(4)

87

Lampiran 7

Hasil Uji Heterokedastisitas

Hasil Uji Heterokedastisitas dengan No Cross Term

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 5.971197 Probability 0.000102 Obs*R-squared 23.50664 Probability 0.000643

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/30/15 Time: 15:28 Sample: 1 55

Included observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.07E+10 1.57E+10 -0.682326 0.4983 X1 135430.9 52266.90 2.591141 0.0126 X1^2 -0.062376 0.040448 -1.542126 0.1296 X2 39827.76 54551.04 0.730101 0.4689 X2^2 -0.038942 0.042784 -0.910213 0.3673 X3 -16327.96 87905.69 -0.185744 0.8534 X3^2 -0.119972 0.156186 -0.768136 0.4462 R-squared 0.427393 Mean dependent var 7.56E+09 Adjusted R-squared 0.355818 S.D. dependent var 2.06E+10 S.E. of regression 1.65E+10 Akaike info criterion 50.00921 Sum squared resid 1.31E+22 Schwarz criterion 50.26469 Log likelihood -1368.253 F-statistic 5.971197 Durbin-Watson stat 2.004439 Prob(F-statistic) 0.000102


(5)

88

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 5.030154 Probability 0.000106 Obs*R-squared 27.58267 Probability 0.001120

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/30/15 Time: 15:29 Sample: 1 55

Included observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -2.21E+10 2.00E+10 -1.107524 0.2740 X1 -228935.8 178005.1 -1.286120 0.2050 X1^2 -0.249650 0.091547 -2.727003 0.0091 X1*X2 0.505057 0.226403 2.230785 0.0307 X1*X3 -0.182232 0.318072 -0.572926 0.5695 X2 135643.6 77104.76 1.759212 0.0853 X2^2 -0.149533 0.067565 -2.213178 0.0320 X2*X3 0.555678 0.382194 1.453915 0.1529 X3 -342353.2 236692.7 -1.446404 0.1550 X3^2 -0.056752 0.190397 -0.298070 0.7670 R-squared 0.501503 Mean dependent var 7.56E+09 Adjusted R-squared 0.401804 S.D. dependent var 2.06E+10 S.E. of regression 1.59E+10 Akaike info criterion 49.97970 Sum squared resid 1.14E+22 Schwarz criterion 50.34467 Log likelihood -1364.442 F-statistic 5.030154 Durbin-Watson stat 1.961018 Prob(F-statistic) 0.000106


(6)

89

Lampiran 8

Hasil Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 5.258593 Probability 0.008532 Obs*R-squared 9.718961 Probability 0.007755

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 10/30/15 Time: 14:21

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 5171.474 33366.39 0.154991 0.8775 X1 0.029913 0.067573 0.442682 0.6599 X2 -0.015316 0.058069 -0.263749 0.7931 X3 -0.013386 0.146755 -0.091211 0.9277 RESID(-1) 0.196467 0.137045 1.433594 0.1580 RESID(-2) 0.329872 0.136499 2.416658 0.0194 R-squared 0.176708 Mean dependent var 3.47E-11 Adjusted R-squared 0.092699 S.D. dependent var 87740.11 S.E. of regression 83574.51 Akaike info criterion 25.60753 Sum squared resid 3.42E+11 Schwarz criterion 25.82652 Log likelihood -698.2072 F-statistic 2.103437 Durbin-Watson stat 2.179223 Prob(F-statistic) 0.080760

Positif

Tidak

Tidak Ada Autokorelasi

Tidak Negatif

Autokorelasi Tentu

Tentu Autokorelasi


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal Dengan Dana Alokasi Khusus Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

2 91 90

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal sebagai Variabel Moderating pada Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara

7 83 104

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara

1 65 74

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Terhadap Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Moderator (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014)

2 38 106

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal sebagai Variabel Moderating pada Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara

0 0 16