Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penjamin Hutang Berupa Uang Tunai di Bank dalam Kaitannya dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara

(1)

TESIS

OLEH:

EDWIN FAUZI

047011016 / MKn

S

EK O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2006


(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

EDWIN FAUZI

047011016 / MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2006


(3)

PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN DAN PENYITAAN HARTA KEKAYAAN NASABAH DEBITUR / PENJAMIN HUTANG BERUPA UANG TUNAI DI BANK DALAM KAITANNYA DENGAN SISTEM PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

Nama Mahasiswa : EDWIN FAUZI Nomor Pokok : 047011016 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Soleman Mantayborbir, S.H.,M.H. Ketua

Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S. Anggota

Chairani Bustami, S.H.,Sp.N.,M.Kn. Anggota

Mengetahui : Ketua Program

Magister Kenotariatan

Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Dr. M. Yamin Lubis, S.H.,M.S.,C.N. NIP. 131 661 440

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc. NIP. 130 535 852


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr Soleman Mantayborbir, S.H.,M.H.

Anggota : 1. Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S.

2. Chairani Bustami, S.H.,Sp.N.,M.Kn. 3. Dr. M. Yamin Lubis, S.H.,M.S.,C.N. 4. Faisal Akbar, S.H.,M.Hum.


(5)

Edwin Fauzi 1

Soleman Mantayborbir 2

Tan Kamello 3

Chairani Bustami 4

INTISARI

Perbankan atau kreditur memberikan dana dalam bentuk kredit kepada peminjam dana atau nasabah debitur dengan pemberian sesuatu obyek/ barang sebagai preventif dalam pemberian kredit, baik berupa benda tetap maupun benda bergerak sebagai jaminan hutang atas penerimaan sejumlah uang tunai/kredit yang diserahkan oleh kreditur/bank. Jaminan hutang adalah sesuatu obyek/barang yang diberikan kepada nasabah kreditur untuk memberikan suatu keyakinan, bahwa nasabah debitur akan memenuhi kewajibannya terhadap perikatan. Dalam proses pengembalian kredit oleh nasabah debitur kepada kreditur/bank adakalanya lancar dan ada juga yang tidak lancar. Pengembalian kredit yang tidak lancar inilah pada akhirnya menjadi kredit macet, dan pada gilirannya akan dilakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur berupa uang tunai di bank. Dengan demikian perlu dikaji: bagaimanakah pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/ penjamin hutang berupa uang tunai di bank. Hambatan apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank, serta upaya apakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank.

Dalam mengkaji permasalahan tersebut digunakan metode yuridis normatif dan bentuk penelitiannya adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian dilakukan pada PUPN dan KP2LN Medan. Alat pengumpulan data primer adalah studi dokumen dan pedoman wawancara. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank dilakukan oleh PUPN yang dilaksanakan

1

Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascsarjana, USU 2

Kepala Bidang Informasi dan Hukum Kantor Wilayah I DJPLN Medan dan Dosen Luar Biasa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, USU. 3

Dosen Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, USU 4


(6)

menyelesaikan jumlah hutang.

Hasil penelitian menunjukkan dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank yang dilakukan oleh PUPN melalui Jurusita KP2LN untuk menyelesaikan hutang nasabah debitur, tidak bertentangan dengan ketentuan kerahasiaan bank. Hambatan yang ditemui adalah terbatasnya data dan informasi tentang keberadaan harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank, karena kreditur/bank masih terikat pada rahasia bank, sehingga tidak bersedia dan membantu dalam memberikan data/informasi tentang dana/uang milik nasabah debitur yang tersimpan di kreditur/bank. Nasabah debitur/penjamin hutang terkesan menghindar dan menutupi akan harta kekayaan lainnya berupa uang tunai di bank. Di samping itu PUPN melalui KP2LN tidak melakukan terobosan hukum, dalam artian tidak giat dalam mencari data dan informasi tentang uang tunai nasabah debitur/penjamin hutang di bank, dan tidak menanyakan kepada kreditur/bank tentang uang tunai nasabah debitur/penjamin hutang yang tersimpan di bank dalam wilayah hukum PUPN dan KP2LN Medan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam melakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tuani di bank adalah PUPN dan KP2LN harus gencar dan giat dalam menari data dan informasi tentang ada tidaknya harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank. Selain dari pada itu PUPN melalui KP2LN dituntut untuk berperan aktif dalam melakukan koordinasi dengan bank-bank baik swasta maupun pemerintah yang ada pada wilayah hukumnya, sehingga terjadi saling tukar menukar informasi antar bank dengan PUPN dan KP2LN, dengan demikian apabila memperoleh data dan informasi dapat memberitahukan keadaan dan keuangan nasabah debitur yang bersangkutan berupa uang tunai kepada PUPN dan KP2LN. Di satu pihak peran serta pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia memberikan izin dalam bentuk tertulis kepada kreditur/bank pelaksana, sehingga dalam memberikan data dan informasi mendapat perlindungan hukum, dengan demikian pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan yang dilakukan oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan tentunya akan membawa hasil yang optimal.

Kata kunci: - Kajian hukum

- Pemblokiran dan penyitaan


(7)

Edwin Fauzi 1

Soleman Mantayborbir 2

Tan Kamello 3

Chairani Bustami 4

Banking or creditor give the fund in the form of credit to lender of fund or debtor with guarantee as the credit gift security good in the form of object remain to and also movable goods as debt guarantee from debtor for acceptance of a number of cash delivered by creditor/bank. Guarantee is something that passed by a creditor to evoke confidence that debtor will fulfill its obligation, which can be assessed with the money of arising out from an alliance. In course of credit return by debtor to creditor/bank sometimes and there is also which is not fluent. Credit return which is not fluent this is in the end become the credit stuck, what is in turn conducted by blockade and confiscation to properties of debtor client. Thereby require to be studied: what will be execution of blacking out and confiscation to properties possession of debtor client/debt guarantor in the form of cash in bank, resistance of any kind of met in execution of blacking out and confiscation to properties possession of debtor client/debt guarantor in the form of cash in bank, and also strive whether/what performed within overcoming resistance in execution of blacking out and confiscation to properties possession of debtor client/debt guarantor in the form of cash in bank.

In studying the problems used by method of juridical normative and form its research is analytical descriptive. Area of research conducted in KP2LN Medan. Appliance of data collecting of primary is study of document and guidance interview. While data secondary collected by through bibliography study and analyzed by using approach qualitative.

The result of research shown that blockade and confiscation to properties possession of debtor/debt guarantor in the form of cash in Bank conducted by executed PUPN by bailiff of KP2LN Medan. Blockade and confiscation to executed cash, if cash in bank/creditor do not oppose against bank secret to bad character of debtor/debt guarantor in finishing the amount of debt. There is resistance the limited information and data about existence of properties possession of debtor/debt guarantor in the form of cash in bank, because creditor/bank still tied with bank secret, so

1

Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascsarjana, USU 2

Kepala Bidang Informasi dan Hukum Kantor Wilayah I DJPLN Medan dan Dosen Luar Biasa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, USU. 3

Dosen Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, USU 4


(8)

not conduct breakthrough of law, its means in searching information and data about cash of debtor/debt guarantor which deposited in bank at PUPN territory of jurisdiction and KP2LN Medan. The conducted effort to overcome resistance in blockade and confiscation to properties possession debtor/debt guarantor in form of cash in bank is PUPN dan KP2LN have to intensively and impetuous in searching information and data about properties possession of debtor/debt guarantor in the form of cash in bank. Despitefully of PUPN and KP2LN claimed to share active in conducting coordination and socialization with good bank of private sector and also government exist in its territory of jurisdiction, so that happened each other converting to convert information between bank, thereby if pertinent obtain information and data can advise its client finance and situation in the form of cash in goodness to PUPN and KP2LN. Besides governmental role and also in this case Bank Indonesia giving permit in the form of written into creditor/executor bank, so that get protection of law, thereby conducted blockade and confiscation by PUPN through KP2LN perhaps will giving the impact which are positive.

Keywod: - Juridical study

- Execution of state receivable management system - Blockade and confiscation


(9)

shalawat beriring salam kita haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas terselesainya penulisan hasil penelitian tesis yang berjudul “Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemblokiran dan

Penyitaan Terhadap Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penjamin Hutang Berupa Uang Tunai di Bank Dalam Kaitannya Dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Dr. Soleman Mantayborbir, S.H., M.H, Bapak Dr. Tan

Kamello, S.H.,M.S., dan Ibu Chairani Bustami, S.H.,Sp.N.,M.Kn., atas

kesediaannya membantu dalam rangka memberikan bimbingan dan petunjuk serta arahan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Berkat bimbingan, petunjuk dan arahan yang diberikan sehingga telah diperoleh hasil yang maksimal.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada para Dosen Penguji di luar komisi pembimbing yaitu: yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Dr. M. Yamin Lubis, S.H.,M.S., C.N. dan Bapak Faisal


(10)

sempurna dan terarah.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris beserta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N., selaku Ketua Jurusan Program Studi Magister Kenotariatan, dan Ibu Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, S.H.,M.Hum.,C.N., selaku Sekretaris Jurusan atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.), Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum USU dan juga selaku Mantan Ketua Jurusan Program Studi Magister Kenotariatan atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.). 4. Para Ibu dan Bapak Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana

khususnya pada Magister Kenotariatan yang membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat


(11)

terima kasih.

5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu penulis dalam memperlancar manajemen administrasi yang dibutuhkan.

6. Bapak Tony R. Simanjuntak, S.E., Kepala Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Medan yang telah banyak memberikan bantuan berupa data dan informasi yang penulis butuhkan dalam rangka penulisan tesis ini.

7. Bapak Drs. Edward Situmorang, M.Si., Kepala Seksi Informasi dan Hukum pada KP2LN Medan dan selaku Pejabat Lelang yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi data, demi kelancaran dalam penulisan tesis ini.

8. Bapak Marlais Simanjuntak, S.E.,M.Si., Kepala Seksi Piutang Negara pada KP2LN Medan yang juga banyak membantu dalam memberikan data dan informasi yang penulis perlukan demi kelancaran penulisan tesis ini.

9. Bapak Ramson Damanik, S.H., dan seluruh Pegawai/Karyawan KP2LN Medan yang telah banyak membantu dalam memberikan data dan informasi kepada penulis dalam rangka penulisan tesis ini.

10. Rekan-rekan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan bantuan


(12)

Secara khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis sampaikan kepada Ayahanda Almarhum H. Abdul Aziz Idris dan Ibunda Hj. Zuemma terimakasih atas dukungan doa selalu dan kasih sayangnya. Secara khusus lagi ucapan terima kasih buat isteri tercinta Deliana, SE.,Ak.,M.Si., serta anak-anakku tersayang M. Edly Fachrurozy, M. Iqbal Fauzan, dan M. Hanif Fiqri, serta seluruh kakanda dan adinda terima kasih untuk dukungan dan doanya,

Akhirnya semoga segala budi baik, jasa- jasa dan semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang berlimpah dari Allah SWT.

Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum, meski keberadaannya bagaikan setetes air di atas lautan ilmu yang luas dan dalam. Amin.

Medan, 16 Juni 2006 Penulis


(13)

APBN = Anggaran Pendapatan Belanja Negara

APHT = Akta Pemberian Hak Tanggungan

AVB = Algemene Volkscredietbank

Bank Sumut = Bank Sumatera Utara

BAP = Berita Acara Penyitaan

BI = Bank Indonesia

BIAD = Biaya Administrasi

BKPN = Berkas Kasus Piutang Negara

BM = Bank Mandiri

BMPK = Batas Maksimum Pemberian Kredit

BNI = Bank Negara Indonesia

BPA = Badan Pelaksana Administrasi

BPHN = Badan Pembinaan Hukum Nasional

BPHTB = Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

BPN = Badan Pertanahan Nasional

BPPN = Badan Penyehatan Perbankan Nasional

BPSP = Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

BRI = Bank Rakyat Indonesia

BS = Bank Sentral

BTN = Bank Tabungan Negara

BUMD = Badan Usaha Milik Daerah

BUMN = Badan Usaha Milik Negara

BUPLN = Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

BUPN = Badan Urusan Piutang Negara

CV = Commanditer Vennootschap

DI = Darul Islam

DJPLN = Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara

DPR = Dewan Perwakilan Rakyat

GBHN = Garis-garis Besar Haluan Negara

HIR = Het Herziene Indonesiche Reglement

HL = Harga Limit

HT = Harga Taksasi

IMF = Internasional Monetary Fund

KB = Koninklijk Besluit

Keppres = Keputusan Presiden

KKN = Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

KLN = Kantor Lelang Negara

KMK = Keputusan Menteri Keuangan

KP2LN = Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara

KP3N = Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara

KSAD = Kepala Staf Angkatan Darat


(14)

LN = Lembaran Negara

MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat

NPL = Non Performance Loan

PB = Pernyataan Bersama

PBI = Peraturan Bank Indonesia

PERMA = Peraturan Mahkamah Agung

Perpu = Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

PH/PjH = Penanggung Hutang/Penanggung Jawab Hutang

PJPN = Penetapan Jumlah Piutang Negara

PMDN = Peraturan Menteri Dalam Negeri

PN = Pengadilan Negeri

PNDS = Piutang Negara yang belum Dapat Diselesaikan

PNDT = Piutang Negara Dapat Ditagih

PNDU = Piutang Negara yang Dapat Diurus

PNL = Piutang Negara Lunas

PNTO = Piutang Negara Telah Optimal

PP = Penyerah Piutang

PPAT = Pejabat Pembuat Akta Tanah

PPBJ = Penataan dan Pengamanan Barang Jaminan

PPh = Pajak Penghasilan

PPN = Pengurusan Piutang Negara

PPP = Pelaksanaan Perintah Penyitaan

PRRI = Perang Rakyat Sementara Rakyat Indonesia

PSBDT = Piutang Yang Untuk Sementara Waktu Belum Dapat Ditagih

PSP = Pelaksanaan Surat Paksa

PT = Perseroan Terbatas

PTUN = Pengadilan Tata Usaha Negara

PUPN = Panitia Urusan Piutang Negara

RBg = Rechtsreglement Buitengewesten

RI = Republik Indonesia

SAIPPN = Sistem Administrasi Informasi Pengurusan Piutang Negara

SDM = Sumber Daya Manusia

SEBI = Surat Edaran Bank Indonesia

SEMA = Surat Edaran Mahkamah Agung

SHGB = Sertifikat Hak Guna Bangunan

SHGU = Sertifikat Hak Guna Usaha

SHM = Sertifikat Hak Milik

SHP = Sertifikat Hak Pakai

SHT = Sertipikat Hak Tanggungan

SISBARJAM = Sistem Barang Jaminan

SKMH = Surat Kuasa Memasang Hipotik


(15)

SP3N = Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara

SPP = Surat Perintah Penyitaan

SPPBS = Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan

SPPS = Surat Perintah Pengangkatan Sita

Stb. = Staatblaad

TII = Tentara Islam Indonesia

TLN = Tambahan Lembaran Negara

TNI = Tentara Republik Indonesia

TPD = Tim Pengawas Daerah

TUN = Tata Usaha Negara

UU = Undang-Undang

UUBPHTB = Undang-Undang Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan

UUD 1945 = Undang-Undang Dasar 1945

UUHT = Undang-Undang Hak Tanggungan

UUP = Undang-Undang Perbankan

UUPA = Undang-Undang Pokok Agraria

UURS = Undang-Undang Rumah Susun

VR = Vendu Reglement

3L = Legal, Landing, Limit

3R = Return, Repayment, Risk bearing ability.

5C = Character, Capacity, Capital, Conditions of Economy,

Collateral


(16)

Capacity : Kemampuan

Capital : Modal

Character : Karakter

Collateral : Jaminan

Condition of economy : Keadaan ekonomi

Corporate Guarantee : Penjamin Hutang Badan Hukum

Doubtful : Kredit diragukan

Fungibility : Penyalahgunaan

Immaterial : Benda tak berwujud

Levering : Penyerahan

Loss : Kredit macet

Overmacht : Keadaan memaksa

Pass : Kredit lancar

Personal Guarantee : Penjamin Hutang Perorangan

Principle of the wise : Asas kebijaksanaan

Rate of return of investment : Tingkat pengembalian terhadap

investasi

Reconditioning : Persyaratan kembali

Rescheduling : Penjadualan kembali

Restructuring : Penataan kembali

Sommatie : Somasi

Special mention : Kredit dalam perhatian khusus

Standard contract : Perjanjian Baku

Sub standard : Kredit kurang lancar

Vendu instructie : Instruksi Lelang

Vendu reglement : Peraturan Lelang


(17)

I. DATA PRIBADI

N a m a : EDWIN FAUZI

Tempat /Tanggal Lahir : Medan, 13 Nopember 1962

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan PTP.Nusantara-II

Alamat Rumah : Jln. Legiun Veteran No.8 Medan Estate

Telp.7382690

Alamat Kantor : Jln.Medan – Tanjung Morawa Km. 17,5

Telp.7940055

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1973 : Tamat S.D.I Tunas Kartika Medan

Tahun 1976 : Tamat S.M.P. Medan Putri Medan

Tahun 1980 : Tamat S.M.A. Khalsa Medan

Tahun 1984 : Tamat Sarjana Muda Fakultas Hukum USU

Medan

Tahun 1986 : Tamat Sarjana Strata-I Fakultas Hukum USU

Medan Bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara Program Studi Agraria.

Tahun 2004 s.d.

Sekarang : Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan

(M.Kn) Sekolah Pascasarjana USU Medan

III. RIWAYAT PEKERJAAN

Tahun 1987-1989 : Guru SMA Sutoyo Siswomiharjo Medan.

Tahun 1988-1989 : Guru SMA Prayatna

Tahun 1989-1996 : Karyawan Bagian SPI PTP-IX

Tahun 1997-2001 : Karyawan Kebun Gohor Lama PTPN-II Tahun 2002 s.d.


(18)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PANITIA PENGUJI ... iii

INTISARI... iv

ABSTRACT... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... xii

DAFTAR KATA ASING ... xv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xvi

DAFTAR ISI ... xvii

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Tinjauan Umum Tentang Piutang Negara ... 9

1. Pengertian piutang ... 9

2. Pengertian piutang negara ... 12

B. Tinjauan Umum Tentang Kredit ... 13

1. Pengertian kredit ... 13

2. Unsur-unsur kredit... 15

3. Jenis-jenis kredit ... 17


(19)

2. Perjanjian kredit ... 27

3. Asas-asas dalam perjanjian ... 29

4. Jaminan hutang dalam pelaksanaan perjanjian kredit ... 32

5. Wanprestasi (ingkar janji)... 38

6. Kredit bermasalah ... 42

D. Sistem Pengurusan Piutang Negara Macet ... 53

1. Tugas dan Fungsi PUPN dan KP2LN ... 53

2. Sejarah PUPN dan DJPLN/KP2LN ... 57

3. Dasar Hukum ... 65

4. Sistem Hukum ... 66

5. Sumber Hukum ... 69

6. Asas-asas dalam pelaksanaan sistem pengurusan piutang negara ... 71

7. Pelaksanaan sistem pengurusan piutang negara ... 74

BAB III : METODE PENELITIAN ... 93

A. Sifat Penelitian ... 93

B. Lokasi Penelitian ... 93

C. Teknik Pengumpulan Data ... 94

D. Alat Pengumpulan Data ... 95

E. Analisis Data ... 96

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 97


(20)

C. Hambatan Yang Ditemui Dalam Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Terhadap Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penjamin Hutang

Berupa Uang Tunai di Bank ... 123

D. Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan Dalam Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Terhadap Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penjamin Hutang Berupa Uang Tunai di Bank ... 124

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 128


(21)

Tabel 1. Klasifikasi Pegawai Menurut Jenis Kelamin ... 102

Tabel 2. Klasifikasi Pegawai Menurut Pangkat/Golongan ... 103

Tabel 3. Klasifikasi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan ... 103

Tabel 4. Klasifikasi Pegawai Menurut Unit Kerja ... 104

Tabel 5. Pelaksanaan Kegiatan Sistem Pengurusan Piutang Negara pada PUPN Cabang dan KP2LN Medan ... 107


(22)

Gambar 1. Struktur Organisasi DJPLN ... 105


(23)

A. Latar Belakang

Pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayan nasabah debitur/penjamin hutang merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh peminjam kredit di bank. Munculnya pemblokiran dan penyitaan ini akibat dari wanprestasinya nasabah debitur/penjamin hutang dalam menyelesaikan kewajibannya yang pada akhirnya bermuara pada kredit macet.

Menurut Corporate Secretary Bank Mandiri, total kredit macet dari 30 nasabah debitur mencapai nilai sekitar Rp. 27 Triliyun pada periode akhir Desember 2005, dan hanya 6 nasabah debitur yang telah melaksanakan itikad baiknya untuk menyelesaikan kewajiban dalam menyelesaikan

hutangnya.1

Seseorang maupun badan hukum dalam mengembangkan usaha bisnisnya memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut diperoleh melalui pinjaman kredit pada bank. Menurut pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dalam Tan Kamello, ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.2

1

Agus Martowardojo, “30 Debitur Kredit Bermasalah Bank Mandiri Rp.22 Triliun Diumumkan”, Harian Sinar Indonesia Baru, tanggal 15 Juni 2006.

2

Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Penerbit Alumni, Bandung, 2004, hal.33


(24)

Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat

hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur.3

Perbankan atau kreditur memberikan dana dalam bentuk kredit kepada peminjam dana atau nasabah debitur dengan jaminan sebagai pengamanan dalam pemberian kredit, baik berupa benda tetap maupun benda bergerak sebagai jaminan hutang dari nasabah debitur atas penerimaan sejumlah uang tunai yang diserahkan oleh kreditur/bank.

Jaminan hutang adalah sesuatu obyek yang diberikan kepada kreditur untuk memberikan keyakinan, bahwa nasabah debitur akan memenuhi kewajibannya, yang dapat dinilai dengan uang yang timbul karena suatu

perikatan.4

Dalam proses pengembalian kredit oleh nasabah debitur kepada kreditur/bank adakalanya lancar dan ada juga yang tidak lancar. Pengembalian kredit yang tidak lancar inilah pada akhirnya mengakibatkan kredit menjadi macet.

Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 31/147/Kep/Dir tanggal 12 Nopember 1998 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 4/6/PBI/2002 tanggal 6 September 2002 jo. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 menyebutkan kualitas aktiva produktif, yaitu :

a. Kredit lancar, yaitu kredit yang pembayarannya tepat waktu dan tidak terdapat pelanggaran perjanjian kredit.

b. Kredit dalam perhatian khusus, yaitu kredit yang pembayarannya terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga sampai 90 (sembilan puluh) hari dan juga terdapat pelanggaran perjanjian kredit tidak prinsipil.

3 Ibid. 4

Hartono Hadi Saputra , Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 50


(25)

c. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang pembayarannya terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari dan juga terdapat pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit cukup prinsipil.

d. Kredit yang diragukan, yaitu kredit yang pembayarannya terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari dan juga terdapat pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.

e. Kredit macet, yaitu kredit yang pembayarannya terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari dan juga terdapat pelanggaran yang sangat prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.

Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Dalam hal terjadi kemacetan dalam pembayaran hutang oleh debitur biasanya diselesaikan secara intern oleh bank dalam hal ini bank pemerintah dengan debitur, namun jika tidak juga terselesaikan, hutang debitur itu dikategorikan sebagai piutang negara yang macet dan pengurusannya diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) melalui Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N).

Pengertian mengenai piutang negara terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 yang menyebutkan: “Yang dimaksud


(26)

dengan piutang Negara atau hutang kepada Negara oleh Peraturan ini, ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun”.

Dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK.01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara, dinyatakan bahwa: “Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara dan badan-badan yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh negara, berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.” Selanjutnya mengenai kewajiban instansi-instansi pemerintah dan badan-badan Negara untuk menyerahkan pengurusan piutang negara kepada PUPN sebagaimana terdapat dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960, yang menyatakan:

(1) Instansi-instansi pemerintah dan Badan-badan Negara yang dimaksudkan dalam pasal 8 Peraturan ini diwajibkan menyerahkan piutang-piutangnya yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang Negara. (2) Dalam hal seperti dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini, maka dilarang

menyerahkan pengurusan piutang Negara kepada Pengacara.

(3)Tentang penyerahan pengurusan piutang Negara seperti dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini diberitahukan oleh instansi-instansi dan Badan-badan dimaksud kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang untuk itu ditunjukkannya.

Setelah diteliti kelengkapan data dan ternyata memenuhi kriteria/ persyaratan penyerahan, maka dibuat Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) yang ditanda tangani oleh Ketua PUPN Cabang.

Selanjutnya jika hutang nasabah debitur/penjamin hutang tidak juga terselesaikan, maka terhadap harta kekayaan milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa benda bergerak maupun tidak bergerak serta simpanan uang


(27)

di bank dilakukan pemblokiran dan penyitaan untuk pembayaran angsuran dan pelunasan jumlah hutang pada kreditur/bank.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka dalam

penelitian ini dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta

kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan?

2. Hambatan apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan? 3. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam

pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan.

2. Untuk mengetahui hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/ penjamin hutang berupa uang tunai di bank oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan.


(28)

3. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank oleh PUPN Cabang dan KP2LN Medan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis

maupun praktis, yaitu : 1. Secara Teoritis.

Memberikan manfaat kepada masyarakat dengan adanya sumbangsih pemikiran dibidang hukum dalam pengembangan disiplin ilmu hukum terutama yang menyangkut pengurusan piutang negara.

2. Secara Praktis.

Memberi manfaat dalam mengatasi hambatan yang timbul dalam pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank, sehingga dapat membantu kelancaran pengurusan piutang negara.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Program Studi Magister Hukum, dan program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.), dan sepanjang yang penulis ketahui bahwa belum ada penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Sekolah Pascasarjana ataupun orang lain yang membahas tentang “Kajian Yuridis


(29)

Nasabah Debitur/ Penjamin Hutang Berupa Uang Tunai Di Bank Dalam Kaitannya Dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara”. Namun ada

penelitian yang pernah dilakukan oleh Lilis Suanny mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada tahun 2004 dengan judul: “Pengurusan Piutang Negara antara PUPN Dengan Nasabah Debitur Dalam Pernyataan Bersama Ditinjau Dari Hukum Perjanjian” dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengurusan piutang negara Perbankan antara PUPN dengan nasabah debitur dalam pernyataan bersama ditinjau dari hukum perjanjian?

2. Bagaimanakah kekuatan hukum dari isi pernyataan bersama?

3. Kendala dan upaya hukum apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan pernyataan bersama ?

Pada tahun 2005 penelitian yang dilakukan oleh Cecep Sukandar mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) dengan judul tesis “Pelaksanaan Eksekusi Lelang Terhadap Jaminan Kredit (Studi Kasus Pada KP2LN Pekanbaru), dengan perumusan masalah adalah:

1. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang kredit?

2. Hambatan apa sajakah yang ditemui dalam pelaksanaan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang kredit?

3. Upaya apa sajakah yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang kredit?


(30)

Pada tahun 2005 penelitian yang dilakukan oleh Winarni dengan judul “Pelaksanaan Surat Paksa Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)”. Dengan rumusan masalah adalah: 1. Bagaimanakah pelaksanaan surat paksa dalam kaitannya dengan

pengurusan piutang negara?

2. Kendala apa sajakah yang ditemui dalam pelaksanaan surat paksa berkaitan dengan pengurusan piutang negara?

3. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan surat paksa berkaitan dengan pengurusan piutang negara?

Penelitian yang dilakukan oleh Lilis Suanny pembahasannya terfokus pada kekuatan hukum pernyataan bersama dan penelitian yang dilakukan oleh Cecep Sukandar pembahasannya terfokus pada eksekusi lelang terhadap jaminan hutang kredit, serta penelitian yang dilakukan oleh Minarni Yen pembahasannya terfokus pada pelaksanaan surat paksa.

Penelitian ini apabila dipertentangkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya, maka baik judul, rumusan masalah, substansi pembahasan dan pengkajian hukumnya sangat berbeda sama sekali. Dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenaran secara akademis.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Piutang Negara 1. Pengertian piutang

Istilah piutang timbul karena adanya perjanjian utang piutang diantara dua orang atau lebih subjek hukum. Subjek hukum ini adalah baik pribadi (perseorangan) maupun badan hukum. Jadi perjanjian utang piutang ini boleh saja dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan satu orang atau lebih lainnya, atau satu orang atau lebih dengan satu badan hukum atau lebih, atau satu badan hukum dengan satu badan hukum lainnya.

Jika subjek hukum ini telah mengadakan suatu perjanjian utang piutang maka timbullah hak dan kewajiban diantara keduanya. Dalam ilmu

hukum, subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.5 Dengan kata

lain timbullah hubungan hukum . Hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan “hak” pada satu pihak dan melakukan

kewajiban pada pihak lainnya.6 Piutang adalah “hak untuk menerima

pembayaran.”7 Sedangkan utang adalah “kewajiban yang dinyatakan atau

dapat dinyatakan dalam jumlah uang.”8

Dalam hubungan antara manusia selalu terdapat dua sisi produk perbuatan, yaitu hutang dan piutang. Hutang adalah produk perbuatan dilihat dari sisi pihak yang memperoleh pinjaman sejumlah uang, sedangkan piutang adalah produk perbuatan dilihat dari sisi pihak yang memberi

5

Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, 1997, Alumni, Bandung, hal.35.

6

Mariam Darus Badrulzaman, et.all, Kompilasi Hukum Perikatan, 2001, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 1.

7

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1994 tentang Jaminan Fidusia, pasal 1 point 3. 8


(32)

pinjaman sejumlah uang. Hubungan hukum ini disebut hutang-piutang.9 Dalam hubungan hutang-piutang pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang piutang tertentu disebut kreditur, pihak yang berutang dalam

suatu hubungan utang-piutang tertentu disebut debitur.10

Dalam hubungan hutang-piutang, kreditur berkewajiban menyerahkan

sejumlah uang kepada nasabah debitur untuk diguna-kannya selama jangka waktu tertentu, sedangkan kewajiban nasabah debitur untuk mengembalikan sejumlah uang yang dipinjamkan itu pada waktu tertentu di kemudian hari atau setelah jangka waktu tertentu berakhir. Dalam hubungan hutang piutang, yang lebih dikenal adalah kreditur/bank karena piutang yang dimilikinya itu adalah harta kekayaan yang dapat ditagih. Dalam hukum harta kekayaan, setiap piutang dapat dialihkan dan kreditur bebas mengalihkannya kepada pihak lain. Cara pengalihan piutang memang diatur oleh undang-undang.

Menurut ketentuan Pasal 613 KUH Perdata, penyerahan akan

piutang-piutang atas nama (op naam) dan kebendaan tak bertubuh lainnya dan dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Pengalihan piutang itu kemudian diberitahukan kepada nasabah debitur. Pengalihan piutang atas tunjuk (aan toonder) dilakukan dengan penyerahan suratnya, pengalihan piutang atas pengganti (aan order) dilakukan dengan endosemen dan penyerahan suratnya. Berdasarkan ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa dengan mengalihkan surat bukti piutang kepada pihak lain, maka piutangnya juga beralih.

9

S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 16.

10

lihat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Atas Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.


(33)

Setiap harta kekayaan yang berupa piutang selalu dibuktikan secara tertulis. Bukti tertulis tersebut tergantung pada jenis hutang piutang yang menjadi dasarnya. Bagi kreditur, surat piutang merupakan bukti bahwa dia berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Sedangkan bagi nasabah debitur, surat itu merupakan bukti pengakuan hutang yang wajib dibayarnya. Karena ada bukti yang sah ini, maka setiap orang tidak ragu dan akan menerima pengalihannya dari kreditur. Penerimaan surat piutang berarti penerimaan harta kekayaan berupa tagihan.

Dengan memperhatikan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa yang

dimaksud dengan “piutang adalah harta kekayaan berupa tagihan sejumlah uang yang dibuktikan dengan surat yang dimiliki oleh pemegangnya

berdasarkan perjanjian hutang piutang”.11 Perjanjian tersebut dapat berupa

penyimpanan uang di kreditur/bank, pinjam meminjam uang, penyetoran uang pada suatu badan hukum, jual beli barang, jual beli surat berharga. Dalam hukum harta kekayaan, setiap surat yang memuat tagihan sejumlah uang disebut surat berharga.

Berdasarkan jenis hutang piutang tersebut, maka piutang dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu:

(a) Piutang yang timbul karena penyimpanan uang pada kreditur/ bank, disebut piutang simpanan pada kreditur/bank;

(b) Piutang yang timbul karena penyetoran uang penyertaan modal pada badan hukum seperti pada perseroan terbatas, koperasi, disebut piutang investasi pada badan hukum.

(c) Piutang yang timbul karena jual beli surat berharga, disebut piutang surat berharga pasar modal (SBPM), atau piutang surat berharga pasar uang (SBPU).

(d) Piutang yang timbul karena jual beli barang atau pinjam-meminjam

uang, disebut piutang kredit.12

11

S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2004, Op. Cit., hal. 17. 12

Abdulkadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal. 139-141.


(34)

2. Pengertian Piutang Negara

Dari pengertian piutang tersebut di atas, maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa piutang negara berarti hak negara untuk menerima pembayaran.

Dalam dunia perbankan, pihak yang mempunyai piutang disebut kreditur sedangkan pihak yang mempunyai utang disebut nasabah debitur. Istilah ini berbeda dalam pengurusan piutang negara. Dalam pengurusan

piutang negara, kreditur disebut dengan istilah penyerah piutang 13 dan

debitur disebut dengan istilah penanggung utang.14

Dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960, yang dimaksud dengan Piutang Negara atau hutang kepada negara adalah “jumlah uang yang dibayar kepada negara atau badan-badan baik yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan peraturan, perjanjian

atau sebab apapun.15 Dari bunyi pasal tersebut di atas tidak dijelaskan apa

yang dimaksud dengan piutang negara. Namun dalam Penjelasan Pasal 8 dari undang-undang tersebut dijelaskan apa yang dimaksud dengan piutang negara.

Dengan piutang Negara dimaksudkan hutang yang:

a. langsung terhutang kepada Negara dan oleh karena itu harus dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;

b. terhutang kepada badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik Negara, misalnya Bank-Bank Negara, PT PT Negara, Perusahaan-Perusahaan Negara, Yayasan Perbekalan dan Persediaan, Yayasan Urusan Bahan Makanan dan sebagainya.

13

Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Pasal 9. 14

Lihat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 300/KMK.01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara, pasal 1 point 7 yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan penyerah piutang adalah instansi pemerintah, lembaga negara atau badan usaha yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh negara atau dimiliki Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menyerahkan pengurusan piutang negara.

15

Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Bab II pasal 8.


(35)

Dari bunyi Pasal 8 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN tersebut di atas dapatlah dipahami bahwa piutang negara dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Piutang Negara Perbankan dan Piutang Negara Non Perbankan.

Piutang Negara Perbankan yaitu kredit macet bank-bank pemerintah seperti BTN, BNI, Bank Mandiri, BRI maupun Bank Pemerintah Daerah misalnya Bank Sumut.

Piutang Negara Non Perbankan berupa tagihan dari lembaga atau instansi atau badan pemerintah selain bank seperti tagihan macet Telkom, tagihan Perusahaan Listrik Negara (PLN), tuntutan ganti rugi dan lain-lain.

Selain dari kedua jenis piutang tersebut di atas, ada juga piutang negara yang berasal dari pajak masyarakat. Namun hutang pajak masyarakat ini diselesaikan bukan melalui PUPN melainkan melalui Undang-Undang Penagihan Pajak Negara. Hal ini dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor .49 Prp Tahun 1960 bahwa “hutang pajak tetap merupakan piutang negara, akan tetapi diselesaikan tersendiri dengan Undang-undang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa.

B. Tinjauan Umum Tentang Kredit 1. Pengertian kredit

Istilah kredit, berasal dari suatu kata dalam bahasa Latin yang berbunyi credere, yang berarti “kepercayaan”, atau credo, artinya saya percaya. Kalau sekarang orang menyebut credit, dalam pengertian seseorang memperoleh kredit, maka berarti ia telah memperoleh kepercayaan. Jadi dapatlah diartikan, bahwa terjadinya suatu pemberian kredit di dalamnya terkandung adanya kepercayaan orang atau badan yang memberikannya sesuatu pada orang lain atau badan yang diberinya, dengan ikatan perjanjian dan harus memenuhi segala kewajiban yang diperjanjikan untuk dipenuhi pada waktunya (yang akan


(36)

datang). Bila transaksi kredit terjadi, maka akan dapat dilihat adanya pemindahan materi dari yang memberikan kredit kepada yang diberi kredit, sehingga yang memberi kredit; menjadi yang berpiutang, sedang

yang menerima kredit; menjadi yang berutang.16

Undang-Undang Perbankan memberikan pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo memberikan pengertian:

Kredit adalah penyediaan uang yang antara lain disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjaman (pinjam-meminjam) antara kreditur/ bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban untuk mengembalikan dan melunasi utang setelah jangka waktu tertentu

dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.17

Selanjutnya O.P. Simorangkir memberikan pengertian:

Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit berfungsi koperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur /bank dengan nasabah debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, risiko dan

pertukaran ekonomi di masa mendatang.18

Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara kreditur/bank dengan pihak lain yang

16

S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2004, op. cit., hal. 1. 17

Ibid., hal. 3-4 18


(37)

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dengan kata lain kredit berarti kepercayaan. Tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa dipercaya sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon nasabah debitur harus dicurigai setengah mati. Setelah dinyatakan lulus penilaiannya dari pihak bank, barulah kepercayaan timbul, dan

kreditpun diberikan.19

Dengan demikian kredit itu dapat pula berarti bahwa pihak kesatu memberikan prestasi baik berupa barang, uang, atau jasa kepada pihak lain, sedangkan kontraprestasinya akan diterima kemudian (dalam jangka waktu tertentu).

2. Unsur-unsur kredit

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

a. Kepercayaan

Merupakan suatu keyakinan bagi pemberi kredit (kreditur/bank) bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah debitur benar-benar akan diterima kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu yang diperjanjikan.

b. Kesepakatan

Kesepakatan antara pemberi kredit (kredit/bank) dengan penerima kredit (nasabah debitur) ini dituangkan dalam suatu perjanjian, di mana para

19


(38)

pihak menandatangani hak dan kewajibannya. Kesepakatan ini akan dituangkan dalam perjanjian kredit dan ditandatangani oleh kedua pihak sebelum kredit diberikan.

c. Jangka waktu

Jangka waktu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu dalam pengembalian atas pembayaran angsuran kredit yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

d. Resiko

Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan terjadinya suatu resiko yang mengakibatkan sehingga tidak tertagihnya atau macet dalam kredit. Semakin panjang jangka waktu kredit, maka semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggung jawab kreditur/bank karena baik resiko yang disengaja maupun tidak disengaja oleh nasabah debitur.

e. Balas Jasa

Bagi Bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa dikenal dengan sebutan bunga. Di samping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah debitur biaya bunga, dan denda atas keterlambatan pembayaran kredit, juga merupakan

keuntungan Bank.20)

20

Kasmir, 2002, Manajemen Perbankan, cetakan ketiga, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, hal. 103-104.


(39)

3. Jenis-jenis kredit

Dengan berbagai jenis kegiatan usaha, berbagai kebutuhan akan jenis kreditnya. Dalam praktek kredit yang ada di masyarakat terdiri dari beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh kreditur/bank kepada masyarakat.

Secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh kreditur/bank dan dilihat dari berbagai segi, yaitu:

a. Dilihat dari segi kegunaan

Maksudnya untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan utama atau hanya kegiatan tambahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Jika ditinjau dari segi kegunaan, maka hanya terdapat 2 (dua) jenis kredit, yaitu:

1) Kredit Investasi

Yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau pembangunan proyek/pabrik baru, di mana masa pemakaiannya untuk suatu jangka waktu yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.

2) Kredit Modal Kerja

Yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan operasionalnya dalam rangka meningkatkan produksi. Contoh kredit ini diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.


(40)

b. Dilihat dari segi tujuan kredit

Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaiannya, maka tujuannya adalah untuk pelaksanaan kegiatan usaha, bukan dipakai untuk keperluan pribadi.

Jenis kredit yang dilihat dari segi tujuan adalah: 1) Kredit produktif

Kredit digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa, artinya kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik berupa barang maupun jasa.

2) Kredit konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Kredit ini tidak ada penambahan barang dan atau jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha.

3) Kredit perdagangan

Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu.

c. Dilihat dari segi jangka waktu

Jangka waktu lamanya masa pemberian kredit mulai dari pertama sekali diberikan sampai dengan masa pelunasannya.


(41)

Jenis kredit yang dilihat dari segi jangka waktu ini adalah: 1) Kredit jangka pendek

Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

2) Kredit jangka menengah

Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 2 tahun atau lebih, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja. Beberapa bank mengklasifikasikan kredit menengah menjadi kredit jangka panjang. 3) Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling lama yaitu di atas 3 tahun atau 5 tahun. Kredit ini biasanya digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.

d. Dilihat dari segi pengamanan

Maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu jaminan atau surat berharga minimal senilai dengan kredit yang diberikan.

Jenis kredit yang dilihat dari segi jaminan ini adalah : 1) Kredit dengan jaminan hutang

Kredit ini diberikan dengan suatu jaminan hutang tertentu. Jaminan hutang tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi jaminan hutang yang diberikan calon nasabah debitur.


(42)

2) Kredit tanpa jaminan hutang

Kredit yang diberikan tanpa jaminan hutang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas calon nasabah debitur selama berhubungan dengan kreditur/bank yang bersangkutan.

e. Dilihat dari segi sektor usaha

Pada setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda, oleh karena itu pemberian fasilitas kreditpun berbeda pula.

Jenis kredit ini jika dilihat dari sektor usaha adalah: 1) Kredit pertanian

Kredit ini diberikan untuk sektor pembiayaan perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang.

2) Kredit peternakan

Kredit ini diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek misalnya peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti sapi.

3) Kredit industri

Kredit ini untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah atau panjang.

4) Kredit pertambangan

Jenis kredit ini untuk usaha tambang yang dibiayainya. Biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak bumi atau tambang timah.


(43)

5) Kredit pendidikan

Kredit ini diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar 6) Kredit profesi

Kredit ini diberikan kepada kalangan para profesional seperti dosen, dokter atau pengacara dan notaris.

7) Kredit perumahan

Jenis kredit ini untuk dipergunakan dalam rangka membiayai

pembangunan atau pembelian perumahan.21

4. Tujuan dan fungsi kredit

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai yang tergantung dari tujuan kredit itu sendiri. Tujuan pemberian kredit juga tidak akan terlepas dari misi kreditur/bank tersebut didirikan. Untuk mengembangkan pelaksanaan kegiatan pembangunan dengan berdasarkan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya dapat diperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka pada umumnya tujuan kredit secara ekonomis adalah untuk mendapatkan

keuntungan.22) Kreditur/bank hanya akan memberikan kredit apabila ia yakin

bahwa calon nasabah debitur itu akan mampu mengembalikan kredit disertai bunga, imbalan atau pembagian hasil sebagaimana telah disepakati.

Kredit selalu mempunyai tujuan, tidak mungkin kreditur/bank memberikan kredit kepada nasabah debitur tanpa tujuan. Kreditur/bank dalam memberikan kredit selalu memperhatikan tujuan diberikannya kredit,

21

Kasmir, op. cit., hal. 76-79. 22


(44)

karena apabila terjadi penyimpangan dari tujuan kredit yang telah disepakati

akan dapat mengancam kepentingan kreditur/bank tersebut.23)

Pada umumnya tujuan dalam pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut: a. Mencari keuntungan

Tujuan utama kreditur/bank dalam pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan yang diperoleh dalam bentuk bunga dan denda yang diterima oleh kreditur/bank sebagai balas jasa dan biaya kredit yang dibebankan kepada nasabah debitur. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup kreditur/bank, di samping itu keuntungan juga dapat membesarkan kegiatan usaha kreditur/bank, sehingga perkreditan merupakan sumber utama pendapatannya.

b. Membantu usaha nasabah debitur

Tujuan untuk membantu usaha nasabah debitur yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak nasabah debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas kegiatan usahanya, sehingga akan membuat kegiatan usaha nasabah debitur semakin lancar dan kinerja usahanya akan semakin membaik daripada sebelumnya.

c. Membantu pemerintah

Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Bagi pemerintah, semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit yang diberikan, maka akan ada masukan dana dalam rangka peningkatan

pembangunan.24)

23)

Ibid., hal. 13. 24


(45)

Di samping memiliki tujuan dalam pemberian suatu fasilitas kredit juga memiliki suatu fungsi yang sangat luas. Fungsi kredit secara luas tersebut adalah:

1. Meningkatkan Daya Guna Modal atau Uang

Maksudnya, jika uang hanya disimpan saja di kreditur/bank tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit, maka menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit (nasabah debitur). Kemungkinan juga dapat memberikan penghasilan tambahan kepada pemilik dana.

2. Meningkatkan Peredaran dan Lalu Lintas Uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit, maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

3. Meningkatkan Daya Guna Barang

Kredit yang diberikan oleh kreditur/bank akan dapat dipergunakan oleh nasabah debitur untuk mengolah barang yang semula tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. Sebagai contoh seorang pengusaha memperoleh bantuan dana dari salah satu bank untuk mengolah limbah plastik yang sudah tidak dipakai menjadi barang-barang rumah tangga. Biaya pengolahan barang tersebut diperoleh dari kreditur/Bank. Dengan demikian fungsi kredit dapat meningkatkan daya guna barang dan dari barang yang tidak berguna menjadi barang yang berguna.

4. Meningkatkan Peredaran Uang

Kredit dapat juga menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar


(46)

tersebut bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar yang biasanya untuk kredit atau kredit ekspor impor. 5. Sebagai Alat Stabilitas Ekonomi

Pemberian kredit dapat dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi, karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat.

6. Meningkatkan Kegairahan dalam Pengembangan Usaha

Bagi penerima kredit (nasabah debitur) sudah barang tentu akan dapat meningkatkan kegairahan dalam berusaha apalagi bagi nasabah debitur yang memang modalnya pas-pasan. Nasabah debitur akan sangat bergairah untuk dapat memperbesar atau memperluas usahanya dari perolehan kredit tersebut.

7. Meningkatkan Pemerataan Pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan, maka akan semakin baik terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika suatu kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja, sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Di samping itu bagi masyarakat sekitar pabrik, juga akan dapat memperoleh pendapatan seperti gaji bagi karyawan yang bekerja

di pabrik tersebut.25)

C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit 1. Pengertian perjanjian

Di dalam Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seorang atau lebih

25)


(47)

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Maksudnya bahwa satu perjanjian adalah suatu recht handeling artinya suatu perbuatan yang

oleh orang-orang yang bersangkutan ditujukan agar timbul akibat hukum.26)

Dengan demikian, suatu perjanjian adalah hubungan timbal balik atau bilateral, maksudnya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan konsekuensi dari hak-hak yang diperolehnya.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian perjanjian tersebut di atas, maka berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli, yaitu sebagai berikut:

Subekti, mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.27

Menurut M. Yahya Harahap, mengatakan bahwa “perjanjian mengandung suatu pengertian tentang hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan sesuatu hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan

pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.28

J. Satrio, mengemukakan bahwa “suatu perjanjian adalah sekelompok atau sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam

perjanjian yang bersangkutan”.29

26

S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002, hal. 8.

27

Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 1. 28)

M. Yahya Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 20. 29)


(48)

Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan

sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.30

Selanjutnya Abdulkadir Muhammad, mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana satu orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta

kekayaan”.31

Pengertian perjanjian sebagaimana dikemukakan oleh para pakar tersebut di atas, tergambar bahwa perjanjian adalah persesuaian kehendak dari kedua belah pihak atau lebih untuk mewujudkan terjadinya hubungan hukum yang menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum yang dilakukan oleh para pihak, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan pihak yang lainnya menyediakan diri untuk dibebani dengan kewajiban dalam menunaikan prestasi.

Sehubungan dengan itu, S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, mengatakan bahwa prestasi ini adalah “objek” atau “voorwerp” dari verbintenis. Lebih lanjut dikemukakan bahwa tanpa prestasi, maka hubungan hukum yang dilakukan hanya semata-mata berdasarkan tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Oleh karena itu ditegaskan lagi bahwa pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai “schuldeiser” atau “kreditur”, sedangkan

30

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, 1989, hal. 9. 31)


(49)

pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “schuldenaar”

atau “nasabah debitur”.32)

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan bahwa syarat-syarat perjanjian terdiri dari:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.33)

Syarat pertama dan syarat kedua disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilserklaring) antara para pihak. Pernyataan yang bersifat menawarkan sesuatu kepada pihak lain dinamakan tawaran (offerte), dan pernyataan yang bersifat menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

2. Perjanjian kredit

Sebelum melakukan perjanjian kredit, terlebih dahulu dilakukan perjanjian, karena perjanjian tersebut merupakan persetujuan yang mengikat kedua belah pihak atau lebih yang diatur menurut undang-undang yang berlaku, sehingga disebut hukum perikatan, yang didalamnya harus dijalankan atau dipenuhi prestasi oleh pihak yang berhutang. Suatu perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji untuk

melaksanakan suatu hal”.34

32

S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Agus Hari Widodo, 2002, op. cit., hal. 10. 33

Mariam Darus et-al., 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 73 (selanjutnya disebut Buku I).

34


(50)

Perjanjian kredit sering disebut perjanjian pendahuluan, maksudnya perjanjian ini dapat mendahului perjanjian hutang piutang, sedangkan perjanjian hutang piutang adalah merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit.

Perjanjian kredit dibuat antara pihak kreditur atau bank dengan pihak nasabah debitur didasarkan asas kebebasan berkontrak yang termuat dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian mana dibuat dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati kedua belah pihak.

Dari ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit dapat disamakan dengan perjanjian pinjam meminjam dan objeknya adalah benda yang habis jika dipakai, termasuk di dalamnya adalah uang. Jadi, ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut memberi isyarat bahwa perjanjian pinjam meminjam ini termasuk syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang disebutkan di dalam Pasal 1320 BW sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, berlaku terhadap perjanjian kredit dan dapat dijadikan sebagai pelengkap dari pasal-pasal yang hendak dimuat di dalam akta perjanjian kredit itu sendiri, sehingga dengan demikian maka suatu perjanjian kredit merupakan hukum yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya.

Berdasarkan pendapat para pakar tersebut di atas, dan selanjutnya jika dihubungkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit itu merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dengan dasar kepercayaan atas


(51)

kemampuan peminjam yang dalam hal ini disebut nasabah debitur untuk membayar sejumlah utangnya kepada pihak yang memberi pinjaman atau kreditur/bank, yang dalam hal ini dapat dikatakan kepercayaan kreditur atas kemampuan nasabah debitur untuk menunaikan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh pihak nasabah debitur dan pihak kreditur/bank. Dapat juga dikatakan bahwa apabila seseorang memperoleh kredit berarti seseorang itu telah memperoleh kepercayaan.

Dalam arti luas perjanjian kredit didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi di masa yang akan datang, sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati dan dituangkan di dalam suatu perjanjian kredit. Perjanjian mana merupakan suatu ketentuan yang mengikat dan berlaku sebagai hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian kredit tersebut.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa:

Perjanjian kredit dilihat dari bentuknya, pada umumnya mempergunakan bentuk perjanjian baku (standard contract), dimana klausul-klausulnya telah ditetapkan oleh pihak bank selaku kreditur. Situasi tersebut mengakibatkan timbulnya keadaan bahwa debitur sebagai nasabah harus menerima syarat-syarat tersebut jika hendak memperoleh kredit dari bank yang bersangkutan. Kelemahan dari perjanjian ini ialah sifat (karakternya), karena ditentukan sejumlah klausula yang membebaskan kreditur dari

kewajibannya (eksonarasi klausul).35

3. Asas-asas dalam perjanjian

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas, yaitu sebagai berikut: a. Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi)

Asas kebebasan mengadakan perjanjian atau asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) adalah berhubungan dengan isi perjanjian

35


(52)

yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu

diadakan.36

b. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata, yang mengandung arti adanya “kemauan” (will) dari para pihak untuk saling berpartisipasi, berarti ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial dari hukum

perjanjian. Asas ini menentukan adanya perjanjian.37

c. Asas kepercayaan

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak itu satu sama lain

akan memegang teguh janjinya.38

d. Asas kekuatan mengikat

Dalam perjanjian terkandung juga asas kekuatan mengikat, pacta sunt servanda (janji itu mengikat). Asas kekuatan mengikat terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Para pihak yang terikat dalam perjanjian tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan tetapi juga terhadap

unsur-unsur dari kebiasaan, kepatutan dan moral.39

e. Asas persamaan hukum

Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, berarti tidak

ada perbedaan.40)

36

Ibid., hal. 83. 37

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 42. (selanjutnya disebut buku II).

38

Mariam Darus, buku I, op.cit., hal. 87. 39

Ibid., hal. 87. 40)


(53)

f. Asas keseimbangan

Asas ini menghendaki bahwa para pihak di dalam membuat suatu perjanjian atau perbuatan hukum harus dilakukan secara seimbang. g. Asas kepastian hukum

Asas ini memberikan kepastian hukum terhadap kekuatan mengikat dari

perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.41

h. Asas moral

Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum berdasarkan pada kesusilaan (moral)

sebagai panggilan dari hati nuraninya.42

i. Asas kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata berkaitan dengan

ketentuan mengenai isi perjanjian.43

j. Asas kebiasaan

Menurut Munir Fuady, asas-asas kontrak dalam KUH Perdata adalah hukum kontrak bersifat hukum mengatur, asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda (janji itu mengikat), asas konsensual dan asas obligator artinya setelah sahnya suatu kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban di

antara pada pihak.44 Tetapi pada taraf tersebut hak milik belum berpindah

ke pihak lain. Untuk dapat memindahkan hak milik, diperlukan kontrak lain

41

Mariam Darus, buku I, Loc. Cit. 42

Mariam Darus, buku I, Loc. Cit. 43

Mariam Darus, buku I, Loc. Cit. 44


(54)

yang disebut dengan kontrak kebendaan (zakelijkeovereenkomst). Perjanjian

kebendaan inilah yang sering disebut dengan penyerahan (levering)45)

k. Asas perlindungan bagi golongan yang lemah

Asas ini berlaku terhadap para pihak yang mengadakan suatu perjanjian atau perbuatan hukum dimana pihak nasabah debitur dalam mengadakan

perjanjian dengan kreditur/bank selalu berada pada posisi yang lemah.46)

l. Asas sistem terbuka

Asas ini memberikan suatu landasan hukum bagi para pihak di dalam melakukan suatu perjanjian harus dilakukan secara terbuka dan atau

transparan bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. 47)

4. Jaminan hutang dalam pelaksanaan perjanjian kredit

“Jaminan” dalam kata peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan, namun dalam kedua peraturan tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan jaminan. Meskipun demikian dari kedua ketentuan di atas dapat diketahui, bahwa

jaminan erat hubungannya dengan masalah hutang.48

Biasanya dalam perjanjian pinjam meminjam uang, pihak kreditur/ bank meminta kepada nasabah debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaan untuk kepentingan pelunasan hutang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata nasabah debitur tidak melunasinya, maka barang jaminan yang dijaminkan pada kreditur dieksekusi lelang dan atau dijual di bawah tangan untuk pelunasan hutang nasabah debitur, karena perjanjian hutang piutang bukan perjanjian jual beli yang mengakibatkan pemindahan hak milik atas suatu barang sebagaimana peraturan yang berlaku. Hasilnya untuk melunasi hutang, dan apabila masih terdapat kelebihannya dapat dikembalikan

kepada nasabah debitur.49

45)

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 29-31.

46)

Mariam Darus, “Sistem Kodifikasi Pembaharuan Parsial KUH Perdata Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume VII, Jakarta, 1999, hal. 17.

47)

Ibid., hal. 17. 48

Eungenia Liliawati Muljono, Tinjuauan Yuridis Tentang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Harvarindo, Jakarta, 2003, hal. 17.

49


(55)

Berdasarkan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur barang jaminan dalam pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan hutangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Barang jaminan tidak selalu milik nasabah debitur, akan tetapi peraturan perundang-undangan juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga, asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya untuk

dipergunakan sebagai jaminan hutang nasabah debitur.50

Pada dasarnya jenis-jenis jaminan kredit, terdiri dari jaminan perorangan, dan jaminan kebendaan.

a. Jaminan perorangan

Jaminan perorangan (personal guarante) adalah jaminan berupa

pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seseorang pihak ketiga, guna

50

S. Mantayborbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 113


(56)

menjamin pemenuhan kewajiban nasabah debitur kepada pihak kreditur/ bank, apabila nasabah debitur yang bersangkutan cidera janji (wanprestasi).

Bahkan saat ini bukan saja jaminan perorangan, tetapi kreditur/bank sudah sering menerima jaminan serupa yang diberikan oleh perusahaan yang dikenal dengan istilah “corporate guarantee. Jaminan semacam ini pada dasarnya penanggungan hutang yang diatur dalam KUH Perdata pada Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 (termasuk Pasal 1316 KUH Perdata). Pasal 1820 KUH Perdata memberikan pengertian penanggungan hutang sebagai suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya berhutang, apabila orang ini sendiri tidak memenuhi kewajibannya.

Dari pengertian tersebut dapatlah ditemukan unsur-unsur dalam suatu penanggungan hutang, yaitu:

(1) adanya hubungan hutang piutang (antara berhutang dengan

berpiutang)

(2) disepakatinya persetujuan penanggungan hutang dengan masuknya

pihak ketiga (penanggung) dalam hubungan hukum tersebut di atas (3) masuknya pihak ketiga yang dinyatakan dalam suatu persetujuan

yang berisi kesanggupan penanggung untuk memenuhi perikatan

nasabah debitur jika melakukan wanprestasi,51

Pasal 1821 ayat (1) KUH Perdata, yang menegaskan bahwa tiada penanggungan jika tidak ada perikatan pokok yang sah. Dan hal ini sekaligus berarti, kualitas dari perjanjian hutang piutang haruslah benar-benar sempurna tanpa cacat hukum, karena cacatnya perjanjian hutang piutang akan berpengaruh terhadap cacatnya pula penanggulangan hutang sebagai perjanjian acessoir.

51

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia (panduan dasar: Legal Officer), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 163-164.


(1)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa uang tunai di bank harus benar-benar melaksanakannya karena telah ada peraturan hukum, yang telah memberikan kepastian dan perlindungan hukum, dengan demikian akan sangat memberikan dampak positif terhadap nasabah debitur/ penjamin hutang dalam menyelesaikan hutangnya kepada negara.

2. Kepada Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia agar memberikan izin tertulis kepada kreditur/bank pelaksana agar memperoleh kepastian dan perlindungan hukum dalam memberikan data dan informasi kepada PUPN dan KP2LN tentang harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang berupa penyimpanan uang tunai di bank, dalam rangka penyelesaian jumlah hutang nasabah debitur/penjamin hutang kepada negara. Di satu pihak PUPN dan KP2LN harus giat dan gencar dalam melakukan koordinasi untuk mencari data dan informasi tentang harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penjamin hutang yang tersimpan di bank, dengan demikian pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan bisa dilaksanakan secara efisien dan efektif.

3. Kepada kreditur/bank, agar selektif di dalam memberikan suatu fasilitas kredit kepada nasabah debitur/penjamin hutang dengan prinsip kehati-hatian. Kemudian kepada PUPN dan KP2LN agar giat dan gencar dalam mencari data dan informasi yang dibutuhkan, sehingga pelaksanaan


(2)

pemblokiran dan penyitaan uang tunai di kreditur/bank bisa efisien dan efektif. Di lain pihak agar kreditur/bank, PUPN dan KP2LN maupun institusi lainnya yang terkait dengan pelaksanaan tugas pengurusan piutang negara macet, agar melakukan koordinasi yang kontinu, nasabah debitur/penjamin hutang kepada Negara dituntut untuk kooperatif, sehingga proses pengurusan piutang negara, termasuk pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan terhadap uang tunai milik nasabah debitur/ penjamin hutang di bank bisa efisien dan efektif, demi penyelamatan keuangan negara (kredit macet).


(3)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Badrulzaman, 2001, Mariam Darus et-al., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung _____, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. _____, 1997, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung Fuady, Munir, 1999, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),

PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Harahap, M. Yahya, 1988, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia, Jakarta.

_____, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

Hartono, C.F.G. Sunaryati, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasinal, Alumni, Bandung.

Kamello, Tan, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Penerbit Alumni, Bandung.

Kasmir, 2002, Manajemen Perbankan, cetakan ketiga, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.

Mantayborbir, S., 2004, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

_____, dan Iman Jauhari, 2004, Kajian Yuridis Terhadap Sistem Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

_____, 2004, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

_____, 2004, Kompilasi Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

_____, dan Iman Jauhari, 2003, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

_____, dan Iman Jauhari, 2003, Hukum Piutang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta.


(4)

_____, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2002, Hukum Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan.

_____, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2001, Kajian Teori dan Praktek Dalam Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan Mertokusumo, Sudikno, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,

Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 1994, Hukum Harta Kekayaan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

_____, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. Muljono, Eungenia Liliawati, 2003, Tinjuauan Yuridis Tentang

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Harvarindo, Jakarta.

Musanef, 1989, Sistem Pemerintahan di Indonesia, Mas Agung, Jakarta. Prodjodikoro, Wirjono 1989, Azas-Azas Hukum Perjanjian, PT. Bale,

Bandung.

Rahardjo, Satjipto, 1996, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Rahman, Hasanuddin, 1998, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia (panduan dasar: Legal Officer), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Safioedin, Asis, 1984, Tata Sederhana Tentang Hukum, Alumni, Bandung. Saputra, Hartono Hadi, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan,

Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Satrio, J., 1993, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

_____, 1992, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Simorangkir, O.P., 1988, Seluk Beluk Bank Komersil, Aksara Persada Indonesia, Jakarta.

Sjahrir, 1995, Persoalan Ekonomi Indonesia, Moneter, Perkreditan dan Neraca Pembayaran, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta.


(5)

Soemowidjojo, Soetarwo, 1996, Eksekusi oleh PUPN. Proyek Pendidikan dan Latihan BPLK Departemen Keuangan RI, Jakarta.

Subekti, R., 1990, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta. _____, 1985, Hukum Perjanjian, Penerbit Intermasa, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2003, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suyatno, Thomas dkk., 1990, Dasar-Dasar Perkreditan, Penerbit PT. Gramedia

B. Makalah, Jurnal, Tulisan Ilmiah dan Artikel

Abdoel, Bahar, Penyelesaian Kredit Macet Melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. Makalah seminar yang diselenggarakan oleh Badan Musyawarah Perbankan Daerah Sumut, Medan, 24 Agustus 1999.

Badrulzaman, Mariam Darus, “Sistem Kodifikasi Pembaharuan Parsial KUH Perdata Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume VII, Jakarta, 1999. Martowardojo, Agus, “30 Debitur Kredit Bermasalah Bank Mandiri Rp.22

Triliun Diumumkan”, Harian Sinar Indonesia Baru, tanggal 15 Juni 2006.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Atas Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1994 tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perbankan


(6)

Vendu Reglement Staatblad 1908 Nomor 189 tentang Penjualan Lelang Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat

Lelang.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Keuangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Keuangan.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.04/2002 tentang Jasa Pra

Lelang Dalam Lelang Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang Dikuasai Negara Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara Pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KMK.01/2002 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK.01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang Keputusan Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor:

KEP-25/PL/2002 tentang Petunjuk Pengurusan Piutang Negara.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998 tentang Restrukturisasi Kredit.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.


Dokumen yang terkait

Sistem Administrasi Pengurusan Piutang Negara pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan

0 19 49

Hukum Perjanjian Dalam Kaitannya Dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Medan)

0 25 152

Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penjamin Hutang Berupa Uang Tunai di Bank dalam Kaitannya dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara

1 50 155

Hubungan Hukum Kreditur/Bank Pemerintah Dengan PUPN Cabang Sumatera Utara Dan KP2LN Dalam Kaitannya Dengan Pelaksanaan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

0 40 160

Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Studi Kasus Pada KP2LN Medan)

0 19 139

Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Sistem Pengurusan Piutang Negara Macet PT. Telkomsel : Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara Medan

0 30 161

Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang/ Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

0 24 148

Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pengelolaan dan Penataan Terhadap Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur/Penjamin Hutang dalam Kaitannya dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada PUPN dan KP2LN Medan)

1 37 143

Pelaksanaan Surat Paksa Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Medan)

1 27 148

Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penanggung Hutang Dalam Kaitan Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

0 19 126