56
F. Pemberdayaan Ekonomi Umat Di BAZIS DKI JAKARTA
Di dalam Al- Qur’an telah ditetapkan delapan kelompok ashnaf
penerima zakat : fakir, miskin, amil pengelola dana zakat , muallaf orang yang baru masuk islam , riqab orang yang membebaskan budak, gharimin
orang yang berhutang untuk kemasalahatan dirinya atau masyarakat, sabilillah orang yang berusaha menegakkan kepentingan agama atau umat
dan ibnu sabil orang yang kehabisan bekal di perjalanan. Tetapi, dana ZIS yang ada di BAZIS DKI Jakarta hanya di salurkan kepada 6 kelompok saja
selain Riqab dan Amil, dengan alasan bahwa budak tidak ada di Indonesia dan hak Amil sudah di tanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD DKI Jakarta.
84
Dalam SK Gubernur No.121 Tahun 2002 tentang Penyaluran ZIS DKI Jakarta diprioritaskan untuk usaha-usaha yang produktif dengan melihat
situasi dan kondisi yang ada. ZIS merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. ZIS yang dikelola dengan baik, mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan, economic growth with equity. Yang diterima oleh golongan ekonomi lemah, memiliki implikasi
positif terhadap meningkatnya daya beli masyarakat yang pada gilirannya meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya mendorong
peningkatan produksi.
85
Menurut Mustaq Ahmad, zakat adalah sumber utama kas Negara
84
Lili B ariadi dan Muhammad Zen, “Zakat Wirausaha”, Jakarta: CV. Pustaka
Amri,2005, h.103.
85
Ahmad Muflih Saefudin, “Pengelolaan Zakat Ditinjau Dari Aspek Ekonomi”, Bontang; Badan Dakwah Islamiyah, 1986, h.33.
57
sekaligus merupakan sosok guru bagi kehidupan ekonomi yang dirancang Al- Quran. Zakat mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan, dan
pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi.
86
Zakat bukan hanya ibadah individual tetapi zakat merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi penting, strategis dan
menentukan. Ibadah maaliyah ijtima’iyyah adalah ibadah yang dilaksanakan
dengan sesama manusia, sehingga zakat harus diaktualisasikan dan diterapkan dalam kehidupan ekonomi umat sebagai rahmat bagi manusia.
Namun, potensi ekonomi umat yang terdapat dalam zakat belum termanfaatkan secara optimal. Sebagai kalangan, memandang zakat sebagai
sebuah kewajiban rutin yang dilaksanakan setiap tahun, tanpa melihat aspek pemberdayaan ekonominya. Padahal, zakat bisa menjadi salah satu solusinya
alternatif berbagai problematika ekonomi kontemporer, jika potensi yang ada padanya dikelola secara professional untuk aktivitas ekonomi.
Berdasarkan sudut pandang sistem ekonomi, zakat merupakan upaya menciptaan distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Selain untuk tujuan
distribusi, berdasarkan analisis fiskal zakat merupakan sumber pendapatan dan pembiayaan kegiatan ekonomi. Dengan demikian, konsep zakat dan
pemberdayaan zakat untuk perbaikan ekonomi umat bertujuan untuk menambahkan dan meningkatkan harkat dan martabat manusia sehingga
tercapai kehidupan yang baik di dunia dan akhirat.
86
Mustaq Ahmad, “Etika Bisnis Dalam Islam”, Jakarta: Pustaka Al-Hidayah, 1997, h.75.
58
Adapun pengumpulan dan penyaluran ZIS yang dilakukan oleh BAZIS DKI Jakarta sebagai berikut;
87
a. Upaya Pengumpulan ZIS di BAZIS DKI Jakarta
Dalam upaya pengumpulan ZIS, BAZIS DKI Jakarta melakukan langkah-langkah strategis yang meliputi; pertama, mengadakan kerjasama
teknis dengan lembagainstansi lain dalam hal penyuluhan dan penghimpunan ZIS. Kedua, mengadakan koordinasi, integrasi, dan
sinkronisasi yang bersifat teknis dengan semua pihak, agar penghimpunan ZIS optimal. Ketiga, mengadakan kerjasama dengan lembaga profesi
sejenis sebagai mitra atau sinergi dalam penyuluhan zakat, infaq, dan shadaqah.
Semua langkah di atas dilakukan agar pengumpulan ZIS optimal sesuai target yang ditetapkan. Upaya yang dilakukan BAZIS DKI Jakarta
dalam hal pengumpulan ZIS telah mengunakan prinsip-prinsip manajemen. Perencanaan planning merupakan sesuatu yang harus
dilaksanakan dalam sebuah manajemen agar suatu program dapat terlaksana dengan baik. Upaya sosialisme program dan kegiatan BAZIS
DKI dilakukan beberapa cara yaitu: media cetak, media elektronika, dan media lisan. Media yang digunakan BAZIS DKI Jakarta dalam
mensosialisasikan program sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada saat ini dimana media telekomunikasi sudah menjadi sesuatu yang biasa
digunakan oleh masyarakat.
87
Lili Bariadi dan Muhammad Zen, “Zakat Wirausaha”, Jakarta: CV. Pustaka Amri, 2005, h.25.
59
Media telekomunikasi juga merupakan sarana yang memberikan kemudahan dan kecepatan sehingga dapat menghemat waktu. Semua itu
bertujuan untuk meningkatkan performance-nya agar kehadirannya dapat dirasakan oleh masyarakat.
88
b. Bentuk dan Sifat Penyaluran ZIS di BAZIS DKI Jakarta
Pemahaman umum bahwa produktif artinya dana yang ada dipinjamkan oleh Amil kepada Mustahik untuk bisnis. Pengelolaan ZIS
pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat diaplikasikan pada kondisi saat ini, bahwa penyaluran ZIS dapat kita dibedakan dalam dua bentuk;
yakni bantuan sesaat dan pemberdayaan. Bantuan sesaat berarti bahwa penyaluran kepada Mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian
ekonomi Mustahik hal ini dilakukan karena Mustahik yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri seperti orang tua yang sudah jompo, orang
dewasa yang cacat tidak memungkinkan ia mandiri. Sedangkan pemberdayaan adalah penyaluran ZIS yang disertai target merubah
keadaan penerima khususnya golongan fakir miskin. Penyaluran ZIS harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang
ada pada penerimanya. Apabila permasalahannya kemiskinan, harus diketahui penyebab kemiskinan tersebut, sehingga dapat mencari solusi
yang tepat demi tercapainya kesejahteraan umat. Penyaluran dalam dua bentuk di atas umumnya disertai dengan
sifat penyaluran yang berbeda. Untuk bantuan sesaat sifat penyaluran
88
Tim Penyusun, “Manajemen ZIS BAZIS Provinsi DKI Jakarta”, Jakarta: BAZIS DKI
Jakarta, 2006, h.70-71.
60
idealnya hibah. Adapun untuk pemberdayaan, dana yang disalurkan identik dengan pinjaman.
c. Pertanggung Jawaban Penyaluran Dana ZIS di BAZIS DKI Jakarta
Setiap penyaluran dana harus ada pertanggung jawaban secara tertulis, lengkap, dan sah. Sekecil apapun dana yang dikeluarkan, dalam
pertanggung jawaban harus dapat dinilai baik dari kesesuaian syari’ah maupun kebijakan lembaga. Pertanggung jawaban diberikan dalam
batasan waktu tertentu. Pertanggung jawaban secara keseluruhan akan diakui oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi mana
kala dilakukan audit oleh eksternal auditor baik menyangkut audit umum maupun audit syari’ah.
89
Hasil pemgumpulan ZIS dapat didayagunakan untuk kepentingan Asnaf, yaitu fakir, miskin, mualaf, riqab, gharimin, shabilillah, dan ibnu
sabil. Pemberdayaan hasil pemgumpula ZIS didaerah diarahkan dengan skala prioritas kebutuhan nyata yang ditetapkan keputusan Gubernur
Kepala Daerah setiap tahunnya, dengan memperhatikan Pertimbangan Badan Pembina. Adapun sasaran pendayagunaan ZIS diarahkan pada
usaha-usaha dan kegiatan yang bersifat produktif dalam rangka kemandirian Mustahik dalam kemaslahatan umat. Dengan mendahulukan
kemaslahatan fakir miskin, dana produktif dapat dikelola cara professional ekonomis dengan memperhatikan norma etika bisnis. Dalam rangka
meningkatkan tercapainya sasaran pemberdayaan dana ZIS yang
89
Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan, “Akuntansi Dan Manajemen Keuangan untuk Organisasi Pengelolaan Zakat
”, Bandung : Asyaamil dan IMZ, 2001, h. 82-87.
61
diberikan kepada para Mustahik, diadakan pembinaan dan pengembangan secara intensif guna mempercepat kemandirian dan menigkatkan
kesejahteraan. Pembagian atau pendayagunaan zakat, menurut pedoman
pelaksana zakat di BAZIS DKI Jakarta itu ditentukan sebagai berikut: a
Bersifat edukatif, produktif, dan ekonomis agar penerima zakat pada suatu masa tidak memerlukan zakat lagi. Bahkan diharapkan menjadi
orang yang membayar zakat. b
Untuk Fakir miskin, Muallaf, dan Ibnu Sabil, pembagian zakat itu dititik beratkan pada pribadinya bukan pada lembaga hukum yang
megurusnya. Kebijaksanaan ini dilakukan agar unsur pendidikan yang dikandung dalam pembagian zakat itu lebih jelas dan terasa.
c Bagi kelompok Amil, Gharimin, dan Shabilillah, pembagian dititik
beratkan pada badan hukumnya atau kepada lembaga yang mengurus atau melakukan aktivitas-aktivitas ke islaman. Dana-dana yang
tersedia dari pengumpulan zakat itu yang belum dibagi atau diserahkan kepada para Mustahik dimanfaatkan untuk pembangunan
dengan jalan penyimpannya di bank pemerintah berupa giro, deposito, atau sertifikat atas nama Badan Amil Zakat yang bersangkutan.
Pendayagunaan dana
zakat untuk
pemberdayaan selain
memperhatikan bobot permasalahan yang dihadapi oleh penerima zakat, LPZ juga membuat ketentuan umum yang merupakan
kebijaksanaan zakat. Salah satu alternatif antara lain:
62
1 Sektor Fakir miskin 35 dua puluh lima persen untuk dana
produktif dan 10 untuk dana konsumtif 2
Sektor Amil 10 3
Sektor Muallaf, Gharim dan Ibnu Sabil: 10 4
Sektor Sabilillah: 45 dua puluh lima persen untuk bantuan fisik, lima belas persen pembinaan lembaga dakwah dan lima
persen untuk bantuan sosial. Jadi
disamping mempertimbangkan
ketentuan umum,
pendayagunaan dana zakat juga mempertimbangkan masalah-masalah praktis yang dihadapi oleh masyarakat.
90
90
Lili Bariadi, Muhammad Zen, “ Zakat Wirausaha”, Jakarta: CV. Pustaka Amri, 2005, h. 27-28.
63
BAB IV PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT MELALUI PENYALURAN