Pengertian Pola Pendayagunaan Zakat Bentuk dan Sifat PendayagunaanPenyaluran

36 f Membina dan mengembangkan stabilitasi sosial. g Salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial. Banyak sekali hikamh yang terkandung dalam melaksanakan ibadah zakat. Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, vertikal dan horizontal. Artinya secara vertikal, zakat sebagai ibadah dan wujud ketaqwaan dan kesyukuran seorang hamba kepada Allah atas nikmat berupa harta yang diberikan Allah kepadanya serta untuk membersihakan dan mensucikan diri dan hartanya itu. Dalam konteks inilah zakat bertujuan untuk menata hubungan seorang hamba dengan Tuhannya sebagai pemberi rezeki. Sedangkan secara horizontal, dengan zakat dapat mewujudkan rasa keadilan sosial dan kasih sayang diantara pihak yang mampu dengan pihak yang tidak mampu dan dapat memperkecil problema kesenjangan sosial serta ekonomi umat. Dalam konteks ini zakat diharapkan dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan sosial diantara kehidupan umat manusia. 59

C. Pendayagunaan Dana Zakat

1. Pengertian Pola Pendayagunaan Zakat

Kata “pola” dalam kamus bahasa Indonesia artinya bentuk dan system. 60 Sedangkan kata “pola” dalam kamus ilmiah popular arinya 59 Asnaini, “Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008, h.42. 60 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka,1988, Cet ke 1, h.692. 37 model, contoh, atau pedoman rancangan. 61 Pada pembahasan ini maka pola lebih tepat diartikan sebagai bentuk, karena memiliki ketertarkaitan dengan kata yang dirangkulnya yaitu pola pendayagunaan, yang berarti bentuk pendayagunaan. Sedangkan pendayagunaan berasal dari kata “guna” yang berarti manfaat, adapun pengertian pendayagunaan sendiri menurut kamus besar bahasa Indonesia: - Pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat. - Pengusahaan tenaga dan sebagainya agar mampu menjalankan tugas dengan baik. 62 Maka dapat disimpulkan bahwa pendayagunaaan adalah bagaimana cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar dan lebih baik. Adapun pola pendayagunaan dana zakat merupakan bentuk proses optimalisasi pendayagunaan zakat agar lebih efektif, berdayaguna dan bermanfaat.

2. Bentuk dan Sifat PendayagunaanPenyaluran

Ada dua bentuk penyaluran dana antara lain: 63 a Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali saja atau hanya sesaat. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran kepada Mustahik tidak di sertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri Mustahik. Hal ini 61 Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, “Kamus Ilmiah Populer ”, Surabaya: Artaloka, 1994, h.605. 62 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka,1988, Cet ke 1, h.189. 63 Lili Bariadi dan Muhammad Zen, “Zakat Wirausaha”, Jakarta: CV. Pustaka Amri,2005, h.25. 38 dilakukan karena Mustahik yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri seperti orang tua yang sudah jompo, orang dewasa yang cacat tidak memungkinkan ia mandiri. b Bentuk pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang di sertai target merubah keadaan penerima khususnya golongan fakir miskin. Penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima zakat. Apabila permasalahan adalah kemiskinan, harus diketahui penyebab kemiskinan tersebut, sehingga dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya kesejahteraan umat. Menurut Widodo sifat dana bantuan pemberdayaan terdiri dari tiga: 64 a Hibah, zakat pada asalanya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada ikatan antara pengelolaan dengan Mustahik setelah penyerahan zakat. b Dana bergulir, zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelolaan kepada Mustahik dengan catatan harus diberikan oleh Mustahik kepada pengelolaan ketika pengembalian pinjaman tersebut. Jumlah pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan. c Pembiayaan, penyaluran zakat oleh pengelolaan kepada Mustahik 64 Lili Bariadi dan Muhammad Zen, “Zakat Wirausaha”, Jakarta: CV. Pustaka Amri,2005, h.85-86. 39 tidak boleh dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul maal dengan mudharib dalam penyaluran zakat. Menurut M. Daud Ali pemanfaatan dana zakat dapat dikategorikan sebagai berikut: 65 a Pendayagunaan yang konsumtif dan tradisonal sifatnya dalam kategori ini penyaluran diberikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan seperti: zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat harta yang diberikan kepada korban bencana alam. b Pendayagunaan yang konsumtif kreatif, maksudnya penyaluran dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa dan lain-lain. c Pendayagunaan produktif tradisional, maksudnya penyaluran dalam bentuk barang-barang produktif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alat-alat pertukangan, dan sebagainya. Tujuan dari kategori ini, untuk menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja bagi fakir miskin. d Pendayagunaan produktif kreatif, pendayagunaan ini di wujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan baik untuk membangun sebuah proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal seorang pedagang 65 M. Daud Ali, “Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Waqaf”, Jakarta: UI-Press,1988, h.62-63. 40 Dari berbagai pendapat diatas penulis menarik kesimpulan, bahwa bentuk dan sifat pemberdayaan dapat disalurkan dengan berbagai macam cara, ini dilakukan untuk mencapai satu tujuan yang sama yaitu: untuk memandirikan masyarakat, mengurangi tingkat kemiskinan dan menjadi solusi tepat dalam mensejahterakan umat. 41

BAB III PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT Di BAZIS DKI JAKARTA

A. Profil BAZIS DKI Jakarta

BAZIS DKI Jakarta lahir tahun 1968. Tugas pokoknya yaitu menyelenggarakan pengumpulan dan pendayagunaan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah ZIS sesuai dengan ketentuan syari’ah 66 dan perundang- undangan. Jakarta sebagai kota metropolitan dihadapkan pada persoalan kemiskinan yang kompleks dan pelik. Dalam penangulanggannya membutuhkan banyak pihak untuk ikut serta berpartisipasi secara aktif. Disinilah eksistensi BAZIS DKI Jakarta benar-benar dirasakan masyarakat. BAZIS DKI Jakarta juga menyadari bahwa dana ZIS bukan hanya pemenuhan hasrat sesaat yang tidak berdampak pada perubahan status dhuafa. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan dana ZIS diprioritaskan bagi peningkatan kualitas SDM dalam bentuk beasiswa pendidikan, keterampilan, peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan ekonomi kaum dhuafa. Sebagai lembaga pengelolaan dana umat, BAZIS DKI Jakarta menempatkan diri sebagai lembaga yang berusaha secara konsisten teguh memegang amanah, akuntabel-kredibel, transparan, dan didukung oleh tenaga-tenaga profesional, manajemen modern serta teknologi informasi yang baik. Untuk menjamin terwujudnya prinsip-prinsip tersebut, BAZIS 66 Menurut bahasa syari’ah berarti jalan yang lurus, sedangkan menurut istilah berarti peraturan yang ditetapkan Allah SWT bagi manusia, berupa hukum-hukum yang disampaikan oleh Rasul-Nya, baik yang berhubungan iktikad keyakinan maupun yang berhubungan dengan ibadah dan muamalat. Dr.H.Summuran Harahap, “Waqaf Uang Dan Prospek Ekonominya Di Indonesia”, Jakarta: CV.Sari Marissa, 2012, h.8. 41