Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan kehidupan yang dihadapi umat Islam di Indonesia sangat banyak, terutama permasalahan pada bidang ekonomi. Permasalahan tersebut mencakup tingkat penghasilan rill yang minim, daya saing yang rendah dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi nasional, tingkat pengangguran tinggi, keterbatasan kemampuan dalam mengelola kegiatan bisnis, keterbatasan kemampuan dalam menyandingkan sumber-sumber informasi dan teknologi industri, ketidakmerataan kemakmuran dan kesejahteraan hidup yang tinggi, dan lain sebagainya. 1 Oleh karena itu, kita perlu menciptakan usaha-usaha atau lapangan pekerjaan sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran, dan ini menjadi kewajiban bersamaa baik pemerintah maupun masyarakat. Tampaknya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa usaha memberantas kemiskinan umat kedudukan “hukum-nya” termasuk kategori wajib. 2 Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, institusi yang diberikan amanat untuk mengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat Nasional BAZNAS, Lembaga Amil Zakat LAZ, 1 Rian Sanjaya, “Model Pendayagunaan Zakat Produktif Di Badan Amil Zakat Dan Lembaga Amil Zakat ”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h.1. 2 Deliarnov, “Perkembangan Pemikiran Ekonomi”, Jakarta: PT Raja Grfindo persada, 2003, h.30. 2 Unit Pengumpul Zakat UPZ. Badan Amil Zakat adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang bertugas membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Sedangkan Unit Pengumpul Zakat adalah satuan organisasi yang dibentuk BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat. Dan tujuan pengelolaan zakat menurut Undang-Undang Nomor 23 Pasal 3 adalah agar mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat serta mampu meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. 3 Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. 4 Menurut istilah fiqih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak. Zakat menurut lughat bahasa berarti berkah, tumbuh, berkembang, suci bersih, baik dan terpuji. Selanjutnya Yusuf Qardhawi memberi penjelasan, bahwa zakat menurut Al- Qur’an dan Sunnah disebut juga shodaqah. 5 Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang asasi merupakan media untuk menghubungkan antara yang kaya dan miskin, sekaligus berfungsi untuk membina ukhuwah islamiyah. Karena pada dasar prinsip zakat adalah 3 Siti Masuko, “Strategi Penyaluran Dana LAZIS Yayasan Amaliah Astra Dalam Rangka Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014, h.5 4 Mahmud Yunus, “Kamus Arab-Indonesia”, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjema Pentafsiran Al-Qur ’an, 1973, h.156. 5 Yusuf Al- Qardawi, “Hukum Zakat”, Jakarta : Lentera Mizan, 1991, h.34. 3 harta orang mampu dibagikan kepada Mustahik dan untuk memenuhui kebutuhan masyarakat dan agama. 6 Zakat merupakan sumber dana potensial dalam pemberdayaan ekonomi umat. Dengan potensi yang demikian besar, diharapkan lembaga- lembaga Amil zakat, dapat melakukan suatu perubahan yang signifikant terhadap program ataupun bentuk pendayagunaan dana zakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan para Mustahik. Sudah barang tentu program tersebut harus yang berkaitan dengan ekonomi. 7 Sedangkan istilah pemberdayaan atau empowerment berasal dari kata power kekuasaan atau keberdayaan. 8 Pemberdayaan sering diartikan sebagai perolehan kekuatan dan akses terhadap sumber daya. Pemberdayaan menurut Steven Shardlow memfokuskan pembahasan pada masalah bagaimana individu atau kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka. 9 Pemberdayaan dana zakat ini terus mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Setiap lembaga Amil zakat maupun Badan Amil Zakat pasti akan melakukan pengembangan terus-menerus teradap 6 Abdullah Zaky Al- Kaaf, “Ekonomi Dalam Prespektif Islam”, Bandung : Pustaka Setia, 2002,cet. 1, h.132. 7 Salehuddin effendi, “Peran BAZIS DKI Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat” Majalah BAZIS DKI Jakarta, Edisi 2002, h.8. 8 Onny S. Prijono dan A.M.W Pranarka, “Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementas”, Jakarta: CSIS,1996, h.62. 9 Isbandi Rukminto Adi, “Pemberdayaan, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, Dan Intervensi Komunitas”, Jakarta : 2003, h.239. 4 pemberdayaan dana zakat. 10 guna menemukan formula yang tepat untuk memberdayakan Mustahik. Adapun pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimannya, dan supaya kaum dhuafa dapat menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut Mustahik akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung. Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan Lembaga atau Badan Amil Zakat karena LAZBAZ sebagai organisasi yang terpercaya untuk pengalokasian, pemberdayaan, dan pendistribusian dana zakat, tidak hanya memberikan zakat begitu saja melainkan mereka mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan agar dana zakat tersebut benar-benar dijadikan modal kerja sehingga penerimaan zakat tersebut memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri. 11 BAZIS DKI Jakarta merupakan Badan Amil Zakat bentukan pemerintah yang memiliki tugas, meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat, infaq, dan shadaqah. 12 Sudah secara otomatis harus berusaha dengan 10 http:repository.unib.ac.id4389Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Mensejahterakan Usaha ekonomi Mikro. diakses Tanggal 15 November 2014 Jam 19.00. 11 Peduli Umat, Jakarta: Majalah BAZIS DKI Jakarta, Edisi Desember 2010, h.6. 12 Tim Penyusun, “Manajemen ZIS BAZIS Provinsi DKI Jakarta”, Jakarta: BAZIS DKI Jakarta, 2006, h.10. 5 sepenuh hati untuk mengembangkan model pemberdayaan zakat produktif yang tepat. BAZIS DKI Jakarta memiliki aturan tersendiri dalam hal pemberdayaan zakat. Pada saat ini ada beberapa peraturan terkait ZIS di DKI Jakarta yang menjadi rujukan BAZIS DKI Jakarta. Dalam hal penyaluran dan pemberdayaan ZIS yang hanya disalurkan kepada enam Ashnaf, yaitu Fakir, Miskin, Muallaf, Gharim, Sabilillah, dan Ibnusabil. Alasannya karena dua kelompok lainnya seperti Riqab dan Amil tidak ada alokasi dengan alasan karena di Indonesia tidak ada perbudakan. Sedangkan hak Amil tidak diambil dari ZIS, karena sudah ada subsidi dari APBD DKI Jakarta. 13 Adapun perolehan ZIS yang berhasil dicapai tahun 2011 naik sebesar 12,76 dari perolehan tahun 2010. Pada tahun 2011 terkumpul dana ZIS sebesar Rp. 64,7 miliar, melampaui target yang telah ditetapkan sebesar Rp. 57,5 miliar. 14 Bila tahun 2012 perolehan ZIS sebesar Rp 81.453.310.876.97, tahun 2013 naik menjadi Rp 97.795.879.070. artinya perolehan ZIS meningkat sebesar Rp 13.354.879.070 atau 20,06. 15 Dari hasil perolehan tersebut BAZIS sudah menyentuh ribuan Mustahik yang dibantu-baik secara finansial maupun yang menerima manfaat seperti dalam pelatihan serta bisa mendapatkan lapangan pekerjaan. Hal ini berarti kaum dhuafa tidak hanya sekedar meminta tetapi mampu 13 Tim Penyusun, “Manajemen ZIS BAZIS Provinsi DKI Jakarta”, Jakarta: BAZIS DKI Jakarta, 2006, h.89. 14 http:www.republik.co.idberitaramadhankabar-ramadhan120801m81oog-bazis-dki- Jakarta-salurkan-santunan-rp-18-miliar diakses Tanggal 10 Januari 2015 Jam 17:09 15 http:bazisdki.go.idpostdetailramadhan diakses Tanggal 10 Januari 2015 Jam 17: 30 6 untuk berkarya. 16 Dan angka pengangguran otomatis menjadi berkurang, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi meningkat. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai zakat produktif dengan judul : “PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT MELALUI PENYALURAN ZAKAT PRODUKTIF DI BAZIS DKI JAKARTA DALAM PEMBERDAYAAN ZAKAT PRODUKTIF ”

B. Batasan dan Rumusan Masalah