Istilah dan Pengertian CTL

sebagai menggunakan pengetahuan dalam sebuah konteks baru atau situasi baru suatu hal yang belum teratasidiselesaikan dalam kelas. 20 Menurut Zahorik urutan-urutan pembelajaran konteksual adalah activating knowledge, acquiring knowledge, understanding knowledge, applying knowledge, dan reflecting knowledge. Pembelajaran konteksual diawali dengan pengaktifan pengetahuan yang sudah ada atau telah dimilliki peserta didik. Selanjutnya, perolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan dahulu, kemudian memerhatikan detailnya. Integrasi pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada dan penyesuaian pengetahuan awal terhadap pengetahuan baru merupakan urutan selanjutnya. Dengan cara merumuskan konsep sementara, melakukan sharing, dan perevisian serta pengembangan konsep, integrasi dan akomodasi menghasilkan pemahaman pengetahuan. Urutan berikutnya adalah mempraktikkan pengetahuan yang telah dipahami dalam berbagai konteks dan melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan selanjutnya terhadap pengetahuan tersebut. 21

3. Komponen dan karakteristik CTL

Komponen CTL meliputi: 1 making meaningful connections menjalin hubungan-hubungan yang bermakna, 2 doing significan work mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti, 3 self-regulated learning melakukan proses belajar yang diatur sendiri, 4 collaborating mengadakan kolaborasi, 5 critical and creative thinking berfikir kritis dan kreatif, 6 nurturing the individual memberikan layanan secara individual, 7 reaching high standards mengupayakan pencapaian standar yang tinggi, 8 using authentic assessment menggunakan assesmen otentik. Johnson B. Elaine. Dalam pembelajaran kontekstual ada 7 hal pokok yang harus dikembangkan oleh guru: 20 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Cet. 3, h. 109 21 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM Surabaya: Pustaka Pelajar 2009, h. 84-85 1. Konstruktivisme Constructivisme Kontruktivisme merupakan landasan berfikir filosofi dalam pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah sperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan member makna melalui pengalaman nyata. 22 Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. 23 Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari- hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri. Oleh karena itu setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang cukup luas, sehingga dengan wawasannya itu ia selalu dengan mudah memberikan ilustrasi, menggunakan sumber belajar dan media pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif mencari dan melakukan serta menemukan sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya. 2. Menemukan Inquiry Menemukan merupakan kegiatan inti dari pendekatan CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Contoh, melalui CTL siswa melakukan observasi dan eksplorasi tentang perbedaan akar serabut dan akar tunggal, mereka dapat menemukan langsung dan mengidentifikasi perbedaan dengan mencari tanaman di sekitar sekolah. 24 22 Masitoh dan Laksmi Dewi. Loc. cit. 23 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Cet. 3, h. 119 24 Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Pendidikan Agama Republik Indonesia, 2009 Cet. 1, h. 282. Dilihat dari segi kepuasan secara emosional, sesuatu hasil menemukan sendiri akan memiliki nilai kepuasan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemberian. Siklus inkuiri terdiri dari: 1 Observasi Observation; 2 Bertanya Questioning; 3 Mengajukan dugaan Hyphotesis; 4 Pengumpulan data Data gathering; 5 Penyimpulan Conclussion; Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut: 1 Merumuskan masalah; 2 Mengamati atau melakukan observasi; 3 Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya; dan 4 Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain. 3. Bertanya Questioning Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. oleh karena itu bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: 1 Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis; 2 Mengecek pemahaman siswa; 3 Membangkitkan respons kepada siswa; 4 Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; 5 Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; 6 Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendai guru; 7 Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan 8 Menyegarkan kembali pengetahuan siswa. 25 4. Masyarakat Belajar Learning Community Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran berbagai pengalaman sharing. Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima. 26 Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, dan seterusnya. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, dan tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. 27 5. Pemodelan Modelling Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi, tuntutan siswa yang berkembang dan beraneka ragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan lengkap, dan ini yang sulit untuk siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Contoh, apabila guru akan menerangkan tentang gizi agar pemahaman siswa tentang gizi lebih bermakna maka seorang ahli gizi dapat didatangkan ke kelas. 28 25 Trianto, op. cit., h. 114-115 26 Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Pendidikan Agama Republik Indonesia, 2009 Cet. 1, h. 283. 27 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Cet. 3, h. 116-117 28 Masitoh dan Laksmi Dewi, op. cit., h. 284

Dokumen yang terkait

Pengaruh penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap motivasi belajar PAI siswa di SMPN 250 Jakarta

2 8 150

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING BAGI Peningkatan Motivasi Belajar Matematika Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning Bagi Siswa Kelas X Semester I SMA Islam Sudirman 2 Boyolali Tahun

0 0 17

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA Peningkatan Motivasi Belajar Ipa Dengan Menggunakan Metode Contextual Teaching And Learning Pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Tambakboyo Pedan Tahun 2012/20

0 0 15

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA Peningkatan Motivasi Belajar Ipa Dengan Menggunakan Metode Contextual Teaching And Learning Pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Tambakboyo Pedan Tahun 2012/20

0 1 20

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING ( CTL) PADA SISWA Peningkatan Motivasi Belajar Ipa Melalui Pendekatan Contextual Teaching Learning ( CTL) Pada Siswa Kelas II SD Negeri 2 Sugihmanik Kecamatan Tanggungharjo

0 1 15

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Melalui Strategi Contextual Teaching and Learning (PTK Pada Siswa Kelas VII Semester Genap MTs Negeri G

0 1 17

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Melalui Strategi Contextual Teaching and Learning (PTK Pada Siswa Kelas VII Semester Genap MTs Negeri Go

0 0 11

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA PADA BANGUN RUANG MELALUI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA PADA BANGUN RUANG MELALUI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING ( CTL ) BAGI SISWA KELAS VIII SEMESTER II MTs NEGERI TE

0 0 17

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATA

0 0 16