Produk Keripik Nanas Sebagai Alternatif Produk Olahan Buah Nanas (Ananas Comosus L.Merr) Di Daerah Palangka Raya, Kalimantan Tengah

(1)

SKRIPSI

PRODUK KERIPIK NANAS SEBAGAI ALTERNATIF PRODUK OLAHAN

BUAH NANAS (

Ananas comosus L.Merr

) DI DAERAH PALANGKA RAYA,

KALIMANTAN TENGAH

Oleh :

ARTI AMRAH TARI

F24102069

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SKRIPSI

PRODUK KERIPIK NANAS SEBAGAI ALTERNATIF PRODUK OLAHAN

BUAH NANAS (

Ananas comosus L.Merr

) DI DAERAH PALANGKA RAYA,

KALIMANTAN TENGAH

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ARTI AMRAH TARI

F24102069

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Arti Amrah Tari. F24102069. Produk Keripik Nanas Sebagai Alternatif Produk

Olahan Buah Nanas (

Ananas Comosus L.Merr

) Di Daerah Palangka Raya,

Kalimantan Tengah. Dibawah bimbingan: C. Hanny Wijaya dan Budi Nurtama,

2007.

RINGKASAN

Titik berat pembangunan industri dalam Repelita VI di Kota Palangka Raya

diarahkan pada kegiatan memanfaatkan kekayaan alam yang ada serta pengembangan

industri kecil yang dapat memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan

pendapatan masyarakat. Lahan yang ada di Palangka Raya sangat cocok untuk

pengembangan usaha di bidang budidaya nanas. Pengolahan buah nanas menjadi

keripik nanas diharapkan memberi keuntungan diantaranya waktu simpan menjadi

lebih lama karena kadar airnya berkurang, bobot produk menjadi lebih ringan

sehingga pendistribusian produk menjadi lebih mudah, produk keripik lebih praktis

untuk dikonsumsi, dan memberi nilai tambah secara ekonomi.

Tahap pertama dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis nanas

terpilih. Tahap ini meliputi analisis kadar air, analisis kadar gula, dan analisis total

asam tertitrasi. Tahap kedua, dilakukan pembuatan keripik nanas. Pada tahap ketiga

dilakukan analisis fisikokimia yang bertujuan untuk mendapatkan keripik nanas yang

memenuhi karakteristik sebagai keripik nanas. Analisis fisikokimia ini meliputi

analisis rendemen, analisis kadar air, analisis kadar lemak, analisis kadar gula,

analisis kerenyahan, analisis warna. Tahap berikutnya adalah pendekatan ekonomi

yang meliputi penetapan harga pokok dan

Break Even Point

(BEP) dari keripik nanas

paon dan keripik nanas madu. Tahap keempat dalam penelitian ini adalah pendekatan

konsumen yang meliputi wawancara, penyebaran kuesioner, dan analisis preferensi

dan penerimaan konsumen. Analisis preferensi dan penerimaan konsumen ini

dilakukan dengan metode

fishbein

.

Dari uji tahap pertama, terpilih nanas paon kebun dan nanas madu sebagai

bahan baku pembuatan keripik nanas. Pada tahap ketiga, diperoleh data rendemen

keripik nanas paon kebun berdasarkan berat awal (berat buah) adalah 13.11 %

sedangkan rendemen keripik nanas madu adalah 15.71%. Kadar air keripik nanas

paon kebun adalah 4.79

±

0.04%bb, keripik nanas madu 4.59

±

0.08%bb. Kadar lemak

keripik nanas paon kebun adalah 23.74

±

0.92%bk, kadar lemak keripik nanas madu

adalah 22.88

±

0.27%bk. Kadar gula keripik nanas paon kebun adalah 43.16

±

0.39%,

dan kadar gula keripik nanas madu 49.11

±

0.11%

Tingkat kerenyahan keripik nanas paon kebun adalah 555.47

±

24.7 gf, tingkat

kerenyahan keripik nanas madu adalah 522.43

±

96.03 gf, sedangkan tingkat

kerenyahan keripik nanas komersil 569.07

±

132.78 gf. Tingkat kecerahan

berturut-turut adalah keripik nanas madu (61.74

±

0.26), keripik nanas paon kebun

(61.29

±

0.07), dan keripik nanas komersil (46.11

±

0.11). Ketiga keripik berada pada

selang yang sama yaitu 54

0

- 90

0

(berwarna kuning kemerahan (

yellow red

)). Keripik

nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki karakteristik sebagai keripik

nanas.


(4)

Harga pokok produksi untuk keripik nanas paon kebun adalah Rp 66,200.00

per kg sedangkan harga pokok produksi keripik nanas madu adalah Rp50,200.00 per

kg. BEP (

Break Even Point

) keripik nanas paon kebun adalah 79.2 kg dengan

perkiraan harga jual Rp74,900.00 per kg, sedangkan BEP untuk keripik nanas madu

adalah 75 kg dengan perkiraan harga jual Rp58,250.00 per kg.

Atribut keripik nanas yang dinilai paling penting menurut responden

berturut-turut adalah rasa (1.82), kerenyahan (1.47), harga (0.89), bentuk (0.71) dan

terakhir warna (0.51). Keripik nanas yang paling disukai berturut – turut adalah

keripik nanas madu (3.86), keripik nanas paon kebun (2.15), terakhir keripik nanas

komersil (0.77). Harga tertinggi yang umumnya dapat diterima adalah Rp

60,000.00-Rp74,999.00. Jumlah responden yang dapat menerima harga jual keripik nanas paon

kebun dan keripik nanas madu adalah 48 orang (41.02%) Berdasarkan survei, 110

responden (91.7%) bisa menerima, akan mencoba mengkonsumsi, dan akan membeli

produk keripik nanas.

Responden di Bogor dan di Palangka Raya memiliki penilaian yang sama

terhadap semua atribut keripik nanas madu, sedangkan untuk keripik nanas paon

kebun, responden memiliki penilaian yang sama terhadap atribut keripik nanas paon

kebun selain atribut rasa. Responden di Palangka Raya memberikan penilaian yang

tinggi terhadap atribut rasa keripik nanas paon kebun sedangkan responden di Bogor

memberikan penilaian yang rendah terhadap atribut rasa keripik nanas paon kebun.

Responden di Palangka Raya menyukai rasa keripik nanas paon kebun namun

responden di Bogor tidak menyukai rasa keripik nanas paon kebun, sehingga keripik

nanas yang lebih sesuai dan resikonya lebih kecil untuk dipasarkan adalah keripik

nanas madu.


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PRODUK KERIPIK NANAS SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF

PENINGKATAN NILAI TAMBAH BUAH NANAS (

Ananas comosus L.Merr

)

DI DAERAH PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Arti Amrah Tari

F24102069

Dilahirkan pada tanggal 11 Maret 1985

Di Bogor, Jawa Barat

Tanggal Lulus: Januari 2007

Menyetujui,

Bogor, Januari 2007

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr

Ir. Budi Nurtama, M.Agr

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen ITP


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Arti Amrah Tari dilahirkan

di Bogor pada hari Senin, 11 Maret 1985 dan merupakan anak

pertama dari lima bersaudara. Penulis dibesarkan dengan ayah

bernama H. Obay Sobari, ST, MSi dan ibu bernama Hj. Yetti

Kartita, SE. Bangku sekolah penulis dijalani di Bogor dimulai

dari TK Nurani, SD Negeri Pengadilan V, SLTP Negeri I, dan

SMU Negeri I. Selepas SMU, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu

dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur USMI.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah berpartisipasi dalam kepanitiaan

berbagai acara di lingkungan Fateta, seperti Lepas Landas Sarjana, Lomba Cepat

Tepat Ilmu Pangan, BAUR, dan

National Student Paper Competition

. Pada

pertengahan tahun 2005, penulis mengikuti Praktek Lapang di PT Perkebunan

Nusantara VIII Gunung Mas, Bogor dengan tema “Mempelajari Proses Produksi dan

Pengawasan Mutu Teh Hitam CTC di PT Perkebunan Nusantara VIII, Gunung Mas,

Bogor”. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian,

penulis melakukan penelitian mengenai “Keripik Nanas sebagai Alternatif Produk

Olahan Buah Nanas (

Ananas comosus L. Merr

) di Daerah Palangka Raya,

Kalimantan Tengah” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr dan

Ir. Budi Nurtama M.Agr.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur, penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil penelitian di laboratotium departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni 2006- Desember 2006.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C Hanny Wijaya, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi, arahan, dukungan, dan bimbingan kepada penulis.

2. Ir. Budi Nurtama, M. Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dukungan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Sukarno MSc. atas bimbingan dan kesediaannya menjadi dosen penguji skripsi penulis.

4. Bapak Suwido H. Limin dan keluarga, seluruh keluarga besar CIMTROP Universitas Palangka Raya atas segala fasilitas, informasi, bantuannya kepada penulis selama penelitian.

5. Keluarga besar Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor atas bantuannya selama penelitian

6. Kedua orangtua penulis, de Uul, de Asti, de Ei, dan de Dani untuk segala dukungannya terhadap apapun yang penulis lakukan.

7. Pak Haji, Bi Nina, Mang Ndat, Mang Uno, Bi Dewi, Teh Anis atas semua bantuan, pelajaran, dan dukungan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.

8. Sahabatku Woro, Vivi, Dora, Maya, Yayah, Nyak. Terima kasih atas kesediannya untuk selalu ada di samping penulis dan atas kebersamaan yang tidak akan terlupakan. Kalian membuat hari-hari di kampus terasa sangat menyenangkan.


(8)

9. Lintang Ardiana atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

10.Wahyunia, ND, Mona, Yelita dan Astri. Terima kasih atas doa, semangat, dukungan dan perhatian yang selalu diberikan kepada penulis.

11.Teman-teman satu bimbingan, Herold, Hanna, angkatan 40, angkatan 41, dan angkatan 42, terima kasih atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini.

12.Kiki, Bobby, Ary, Ulik, Evrin, Ijal dan Deddy. Terima kasih atas perhatian dan kerelaannya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 13.Nuy, Elvina, Randy, Nanda, Ribka, Ajeng, Didin, Dadik, Ina, T-min, Yoga, dan Eko. Terima kasih untuk tawa dan cerita yang telah dibagi bersama.

14.Golongan C2 (Risky “daging”, Rina, dan Subekti). Menyenangkan untuk bisa sekelompok dengan kalian.

15.ITP 39, Khususnya Golongan C (Putra, Ari, Hanif, Yudhan, Hana, Molid, Rikza, Steisi, Fahrul, Fenni, Tojay, Farah, Kenot, Syamsul, Eva, dan Prasna), Inal, Tono, Tissa, Fany, Ratry, Inggrid, Pretty, Shinta. Terima kasih atas keceriaan dan kebersamaannya.

16.Teman-teman PL di Gunung Mas, Eny, Juwi, Topan, Dede, Hari. Ternyata 40 hari kerja bukan waktu yang lama, beruntung bisa PL bersama kalian.. 17.Serta berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan-kebaikan yang telah diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2007


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... . 4

A. PALANGKA RAYA. ... 4

B. BOTANI TANAMAN NANAS ... 5

C. KERIPIK ... 6

D. PENGGORENGAN VAKUM ... 7

E. PERILAKU, PREFERENSI, DAN HARAPAN KONSUMEN ... 9

F. ATRIBUT ... 11

I. ANALISIS EKONOMI ... 12

III. BAHAN DAN METODE ... 15

A. BAHAN DAN ALAT ... 15

B. METODE PENELITIAN ... 15

1. Pemilihan buah nanas untuk bahan baku keripik ... 17

2. Pembuatan keripik nanas ... 17

3. Pendekatan aspek konsumen ... 18

4. Analisis penerimaan dan preferensi konsumen ... 20

5. Analisis harga pokok dan BEP ... 21

6. Analisis fisikokimia ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

B. PEMILIHAN BUAH NANAS UNTUK BAHAN BAKU KERIPIK ... 26

C. PEMBUATAN KERIPIK NANAS ... 27


(10)

1. Rendemen ... 28

2. Analisis kadar air... 29

3. Analisis kadar lemak ... 30

4. Analisis kadar gula ... 31

5. Analisis kerenyahan ... 31

6. Analisis warna ... 32

E. ANALISIS HARGA POKOK DAN BREAK EVEN POINT (BEP) ... 33

1. Harga pokok ... 34

2. Break Even Point (BEP)... 35

F. PENDEKATAN ASPEK KONSUMEN... 36

1. Wawancara ... 36

2. Pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner ... 39

3. Profil responden ... 40

4. Analisis penerimaan dan preferensi konsumen (metode Fishbein) ... 43

5. Analisis perbedaan lokasi konsumen ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 52

A. KESIMPULAN...52

B. SARAN...53

DAFTAR PUSTAKA...54


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir metodologi penelitian... 16

Gambar 2. Diagram alir pembuatan keripik nanas ... 17

Gambar 3. (a) nanas paon.; (b) nanas madu ... 26

Gambar 4. (a) keripik nanas paon; (b) keripik nanas madu; (c) keripik nanas komersil ... 28

Gambar 5.Histogram persentase responden berdasarkan jenis kelamin ... 41

Gambar 6. Pie chart persentase responden berdasarkan usia ... 42

Gambar 7. Pie chart persentase responden berdasarkan pekerjaan ... 42

Gambar 8. Pie chart persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 43


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Produksi buah-buahan menurut jenisnya di kota Palangka Raya ... .. 1

Tabel 2. Analisis proksimat buah apel ... .. 6

Tabel 3. Setting alat Texture Analyzer ... 24

Tabel 4. Komposisi kadar air, total asam tertitrasi, dan kadar gula nanas Palangka Raya ... 27

Tabel 5. Rendemen keripik nanas ... 29

Tabel 6. Kadar air keripik nanas ... 29

Tabel 7. Kadar lemak keripik nanas ... 30

Tabel 8. Kadar gula keripik nanas ... 31

Tabel 9. Tingkat kerenyahan keripik nanas ... 32

Tabel 10.Tingkat kecerahan dan warna keripik nanas ... 33

Tabel 11.Harga pokok keripik nanas paon dan keripik nanas madu ... 34

Tabel 12.BEP keripik nanas paon dan keripik nanas madu ... 35

Tabel 13.Hasil uji validitas kuesioner ... 40

Tabel 14.Skor kepentingan (ei) terhadap masing-masing atribut keripik nanas . 44 Tabel 15.Skor kepercayaan (bi) terhadap masing-masing atribut keripik nanas 45 Tabel 16.Skor sikap hasil analisis Fishbein ... 45

Tabel 17.Skor maksimum sikap (Ao maks) produk keripik nanas ... 46

Tabel 18.Skala skor preferensi ... 46

Tabel 19.Hasil survei harga tertinggi yang dapat diterima responden ... 47

Tabel 20. Responden berdasarkan alasan menerima produk keripik nanas ... 48


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Spesifikasi alat penggoreng vakum ... 59

Lampiran 2. Contoh perhitungan analisis fisikokimia ... 60

Lampiran 3. Perhitungan harga pokok dan BEP pembuatan keripik nanas paon dan keripik nanas madu ... 63

Lampiran 4. Data realisasi luas tanam, luas panen, produksi, dan produk- tivitas tanaman pangan di kota Palangka Raya tahun 2005 ... 66

Lampiran 5. Kuesioner ... 67

Lampiran 6. Nilai r untuk uji validitas dan reliabilitas kuesioner ... 72

Lampiran 7. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner ... 73

Lampiran 8. Kuesioner hasil perbaikan ... 76

Lampiran 9. Skor kepentingan (ei) terhadap masing-masing atribut keripik nanas ... 81

Lampiran 10. Skor kepercayaan (bi) terhadap masing-masing atribut keripik nanas ... 82

Lampiran 11. Hasil analisis sikap multiatribut Fishbein ... 83

Lampiran 12. Hasil survei harga tertinggi yang dapat diterima responden ... 84


(14)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kota Palangka Raya dengan luas wilayah 2678.51 km2 (267.851 Ha) memiliki jumlah penduduk sebesar 182251 jiwa. Wilayah administrasi Palangka Raya meliputi 5 (lima) kecamatan yaitu kecamatan Pahandut, Jekan Raya, Sebangau, Bukit Batu, dan Rakumpit. Pendapatan regional per kapita Kota Palangka Raya adalah Rp 6.834.946,48 pada tahun 2005. Daerah Palangka Raya merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menghasilkan komoditu buah-buahan dalam jumlah cukup besar. Salah satu komoditi yang cukup besar produksinya adalah buah nanas (Ananas comosus L.Merr) seperti dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi Buah-buahan menurut jenisnya di Kota Palangka Raya

Tahun Sawo (ton) Pepaya (ton) Pisang (ton) Nenas (ton) Nangka (ton) Rambu -tan (ton) Duku (ton) Durian (ton) 2005 2004 2003 2002 2001 28 19 17 - 12 32.4 33 31 41 61 406 423 419.4 622 492 675 603 596.8 884 1115 436 450 315.5 114 209 75 75 158 131 788 30 16 10 2 4 84.5 71 65 13 188

Sumber : Dinas Pertanian Kota Palangka Raya (BPS, 2006)

Potensi lahan sektor pertanian di Kota Palangka Raya adalah 12.65 km2. Luas lahan yang tergarap adalah 3387.5 Ha. Lahan tersebut ditanami padi, palawija, dan sayuran. Lahan yang belum tergarap sebagai peluang investasi adalah 122672.5 Ha (Bappeda, 2004). Lahan yang ada di wilayah Kota Palangka Raya sangat cocok untuk pengembangan usaha di bidang budidaya nanas dan pengolahannya, singkong dan industri tapioka serta tanaman jahe (Bappeda, 2004).

Selama ini, para pengusaha yang bergerak di bidang industri agrobisnis cenderung untuk sekedar menjual buah-buahan tanpa ada pertimbangan untuk melakukan usaha pengelolaan lebih lanjut, menjadi sebuah produk makanan olahan, seperti jenang atau dodol, manisan, sale, asinan, dan keripik.


(15)

karena itu, diperlukan alternatif metode penggorengan yang tepat sehingga diperoleh keripik dengan kadar air yang rendah. Salah satu alternatif tersebut adalah penggorengan hampa atau vacuum frying (Rahmadianto, 2000).

Keuntungan dari pengolahan buah menjadi keripik diantaranya waktu simpan produk menjadi lebih lama karena kadar airnya berkurang, bobot produk menjadi lebih ringan sehingga pendistribusian produk menjadi lebih mudah, dan lebih praktis untuk dikonsumsi. Selain itu, dalam pembuatan keripik buah umumnya tidak digunakan aditif makanan sintesis. Menurut Winarno (1992), bahan-bahan yang termasuk aditif adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap rasa, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat dan pengental. Zat aditif memiliki kelemahan yaitu mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia bila terjadi ketidaksempurnaan proses.

Menurut SNI, keripik nanas adalah makanan yang dibuat dari daging buah nanas, dipotong/disayat, dan digoreng memakai minyak secara vakum, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Robin dalam Rahmadianto (2000) mengemukakan suatu metode pembuatan keripik dari buah atau sayuran dengan metode penggorengan. Dalam proses ini, buah dicuci, dibelah, dan dipotong-potong dalam ukuran yang dikehendaki. Jika diperlukan, dapat dilakukan inaktivasi enzim oksidase yang dikandungnya kemudian potongan buah tersebut digoreng.

Nanas Palangka Raya memiliki kadar air 82-85%, sehingga untuk membuat keripik dari nanas diperlukan metode penggorengan hampa. Berbagai kondisi penggorengan hampa telah digunakan dalam pembuatan keripik buah-buahan. Paramita (1999) menggunakan suhu 950C dan waktu penggorengan 40 menit untuk memproduksi keripik buah sawo, sedangkan Surya (1999) menggunakan suhu 900C selama 50 menit untuk memproduksi keripik buah salak.


(16)

B. TUJUAN

Penelitian bertujuan mengembangkan produk baru keripik nanas di Palangka Raya, mengetahui atribut yang menjadi titik berat dalam penilaian terhadap produk keripik nanas, dan penerimaan dan preferensi konsumen terhadap keripik nanas.

C. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan potensi agroindustri di Palangka Raya, memberikan alternatif pilihan bagi pengusaha untuk mengembangkan sumber daya alam di Palangka Raya, dan merupakan salah satu alternatif makanan ringan bagi konsumen.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

PALANGKA RAYA

Secara geografis Kota Palangka Raya terletak pada 113

0

29’ – 114

0

07’ Bujur

timur dan 1

0

35’ – 2

0

25’ Lintang selatan, dengan luas wilayah 2678.51 km

2

(267.851

Ha), dan dengan topografi terdiri dari tanah datar dan berbukit dengan kemiringan

kurang dari 40%. Secara administratif Kota Palangkaraya terbagi menjadi 5 wilayah

kecamatan yang terdiri dari 30 kelurahan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah utara

: Kabupaten Gunung Mas

Sebelah timur

: Kabupaten Pulang Pisau

Sebelah selatan

: Kabupaten Pulang pisau

Sebelah barat

: Kabupaten Katingan

Berdasarkan hasil registrasi penduduk akhir tahun 2003, jumlah penduduk Kota

Palangka Raya adalah 168449 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 62.89 jiwa

tiap km2. (Anonim a, 2006)

Pendapatan regional per kapita Kota Palangka Raya pada tahun 2002 sebesar

Rp. 5.082.007,00 meningkat menjadi Rp. 6.534.697,00 pada tahun 2003 atau naik

sebesar 28.58%. Struktur ekonomi Kota Palangka Raya mengalami pergeseran dari

ekonomi agraris tradisional menjadi perekonomian yang lebih maju dengan sruktur

lebih kokoh, yaitu perekonomian yang didukung oleh industri yang makin kuat dan

sektor jasa yang tangguh sehingga perekonomian relatif stabil (Anonim a, 2006).

Jumlah industri pangan skala kecil dan menengah di Palangka Raya adalah 82

industri yang terdiri dari industri roti, tahu, makanan ringan, minuman segar, dan

produk pangan lainnya (Disperindagkop, 2005).

Menurut Bappeda (2002), titik berat pembangunan industri dalam Repelita VI

diarahkan pada kegiatan memanfaatkan kekayaan alam yang ada serta pengembangan

industri kecil yang dapat memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan

pendapatan masyarakat. Lahan yang ada di Palangka Raya sangat cocok untuk

pengembangan usaha di bidang budidaya nanas dan pengolahannya.


(18)

B.

BOTANI TANAMAN NANAS

Menurut Muljohardjo (1984), tanaman nanas sudah lama dikenal di Indonesia,

namun bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika

Selatan dan Hindia Barat. Sistematika tanaman nanas sesuai dengan taksonominya

adalah sebagai berikut (Collins, 1960)

Divisio

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Klas

:

Monocotyledone

Ordo

:

Farinosae

Familia :

Bromeliaceae

Genus

: Ananas

Spesies

: Ananas comosus (L.) Merr.

Menurut Pracahya (1985), tanaman nanas merupakan tanaman berbentuk semak

yang mempunyai batang semu dengan tinggi 30–50 cm, berdaun tepi panjang dengan

tepi berduri atau runcing. Buah nanas sesungguhnya merupakan buah majemuk. Buah

yang tampak merupakan gabungan dari buah-buah kecil yang berjumlah 100–200

buah yang ditutupi daun-daun buah kecil. Buah-buah kecil tersebut dihubungkan

dengan hati buah yaitu kelanjutan dari tangkai buah yang berserat (Pracahya, 1985).

Buah nanas yang biasa ditanam hanyalah dua jenis, yaitu nanas yang mempunyai

mata buah menonjol dan rata. (Pracahya, 1985).

Daerah persebaran nanas ialah antara 30

0

LU dan 30

0

LS dari khatulistiwa. Di

Indonesia, tanaman nanas pada umumnya tumbuh baik di dataran rendah yang

suhunya antara 29

0

C – 32

0

, dan curah hujan antara 1000 – 3000 mm/tahun dan merata

sepanjang tahun dengan pH antara 5.5 – 6. Akan tetapi nanas toleran terhadap pH

rendah sehingga di daerah–daerah transmigrasi yang keadaan lahannya asam,

tanaman nanas masih mampu tumbuh dengan subur dan berbuah baik (Collins,1960).

Varietas

Ananas comosus

yang penting : (Collins, 1960)

1.

Spanish

(berdaging putih). Jenis ini mempunyai daun yang panjang kecil, berduri

halus sampai kasar, buah bulat bermata pipih dan besar. Jenis ini cocok untuk

dikalengkan atau dikonsumsi segar contoh :

Red spanish, Sugar loaf, Singapore


(19)

2.

Queen

(berdaging kuning). Jenis ini mempunyai daun yang pendek dan berduri

tajam membengkok ke belakang, buah berbentuk kerucut, mata buah menonjol,

beraroma menarik, dan rasanya manis. Buah nanas Palembang dan Nanas Bogor

termasuk jenis ini.

3.

Cayenne

. Jenis ini memiliki buah yang berbentuk silindris dengan berat 2.3 – 3.6

kg, penampilan buah bagus dan bermata datar. Nanas ini baik untuk dikalengkan

atau diawetkan.

C.

KERIPIK

Chips

menurut Siahaan (1988) adalah keripik, keping, dan bilah. Istilah keripik

lebih cocok sebagai terjemahan

chips

bila yang dimaksud adalah produk pangan.

Produk-produk yang berkategori keripik sudah lama dikenal di masyarakat Indonesia,

baik yang bersifat tradisional sampai yang sudah berskala industri, misalnya seperti

keripik singkong, emping melinjo dan keripik jagung (Siahaan, 1988).

Nuraini (2003) mengemukakan suatu metode pembuatan keripik (

snack food

)

dari buah atau sayuran dengan metode penggorengan. Dalam proses ini, buah dicuci,

dibelah dan dipotong-potong dalam ukuran yang dikehendaki. Jika diperlukan, dapat

dilakukan inaktivasi enzim oksidase yang dikandungnya dan kemudian digoreng pada

tekanan atmosfer atau tekanan hampa. Salah satu buah yang dapat dibuat keripik

adalah apel. Analisis proksimat apel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Analisis proksimat buah apel (Downing, 1989)

Parameter

Hasil analisis proksimat

Kadar air

84.46%

pH

3.23 – 6.54

Kadar gula

13.5 %

Total asam tertitrasi

0.15 – 0.91(ml NaOH/100gram)

0

Brix

9.8 – 16.9

Reksabuana,

et al

(1991) dalam Hidayati (1998) melakukan penelitian

pembuatan keripik nangka dengan metode pengeringan beku (

freeze drying

). Buah

nangka matang setelah ditambahkan minyak goreng kemudian dibekukan dan

dikeringkan dalam ruang hampa udara. Dari penelitian tersebut didapat hasil bahwa

produk terbaik diperoleh pada suhu pengeringan 70

0

C – 80

0

C.


(20)

Nuraini (2003) juga melakukan penelitian pembuatan keripik labu jepang

menggunakan penggorengan vakum. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa

suhu dan waktu untuk mendapatkan produk yang baik adalah 90

0

C, 120 menit.

D.

PENGGORENGAN VAKUM

Penggorengan suatu produk merupakan proses untuk mempersiapkan makanan

dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel yang berisi minyak (Robertson,

1967) dalam Nuraini (2003). Sedangkan Azkenazi,

et al

.(1984) dalam Surya (1999)

mengemukakan definisi penggorengan sebagai suatu proses pengeringan melalui

kontak dengan minyak panas dan melibatkan pindah panas dan massa secara

simultan. Definisi lain dikemukakan oleh Halstrom (1980) dalam Hidayati (1998)

dimana penggorengan adalah suatu teknik pengolahan pangan dimana bahan

dimasukkan ke dalam minyak panas dan seluruh bagian permukaan bahan mendapat

perlakuan panas yang sama sehingga berwarna seragam.

Kata vakum berasal dari bahasa latin,

vacuus

yang berarti kosong (Erwin,

2004). Kata ini menunjukan kondisi vakum ideal atau vakum sempurna (tekanan

absolut nol). Proses dikatakan bekerja pada kondisi vakum bila tekanan di dalam

sistem tersebut lebih rendah daripada tekanan normal (Erwin, 2004).

Penggorengan dengan metode

vacuum frying

dilakukan pada suhu yang lebih

rendah daripada suhu pada tekanan atmosfer (Anonim b, 2006). Penggorengan vakum

adalah suatu alat penggoreng yang beroperasi pada kondisi vakum sekitar 70 cmHg

(anonim d dalam Paramita, 1999). Titik didih minyak pada kondisi tersebut turun

lebih rendah dibandingkan titik didih minyak goreng pada tekanan normal yaitu

180

0

C (anonim d). Pengggorengan dengan menggunakan mesin penggoreng hampa

atau vakum (vacuum fryiing) memungkinkan pengolahan buah atau komoditi yang

sensitif terhadap panas seperti buah dan sayur menjadi hasil olahan berupa keripik

buah dan keripik sayur seperti keripik nangka, keripik apel, keripik pisang, keripik

nanas, keripik pepaya, dan lain-lain. Pada kondisi vakum, suhu penggorengan dapat

diturunkan sebesar 50-60

0

C karena penurunan titik didih air. Dengan demikian

produk yang dapat mengalami kerusakan baik warna, aroma, rasa, dan nutrisi akibat


(21)

akibat-akibat yang ditimbulkan dapat diminimalisir, karena proses dilakukan pada

suhu dan tekanan rendah.

Bahan yang digoreng dengan metode

vacuum frying

menggunakan mesin

penggoreng hampa, memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan tersebut antara lain :

(1) memiliki warna, rasa, dan aroma seperti bahan aslinya (2) gizi tidak rusak, karena

diproses dengan suhu rendah (80 – 85

0

C) (3) tidak perlu menggunakan bahan

pengawet, zat pewarna, dan bahan-bahan kimia sintetis (4) memiliki tekstur yang

renyah (Anonim b, 2006)

Menurut Lastriyanto (1997), desain fungsional mesin

vacuum fryer

terdiri dari :

1) pompa vakum, 2) ruang penggoreng, 3) unit pengkondensasi uap air (kondensor)

yang dilengkapi dengan pendingin, 4) unit pemanas, dan 5) unit pengendali.

Adapun fungsi masing-masing komponen adalah:

1. Pompa vakum: merupakan komponen terpenting dari sistem penggoreng

hampa, dimana pompa vakum sistem

water-jet

memiliki kelebihan, yaitu tidak

mempergunakan oli,

seal

, bantalan, dan poros sehingga rendah biayanya.

2. Ruang penggoreng: berfungsi untuk mengkondisikan bahan yang diproses agar

sesuai dengan kondisi proses yang diinginkan. Ruang penggoreng berisi

minyak sebagai media pindah panas yang dilengkapi dengan mekanisme

angkat celup.

3. Kondensor: berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama

penggorengan. Kondensor ini menggunakan air sebagai media pendingin yang

dilengkapi dengan sistem pendingin udara.

4. Unit pemanas: merupakan sumber panas, dimana mesin penggoreng ini

mempergunakan LPG sebagai bahan bakar yang sistem kendalinya tidak

terlalu sulit.

5. Unit pengendali operasi: unit yang sangat penting keberadaannya karena

merupakan bagian yang mengatur kondisi proses penggorengan yang

dikehendaki.


(22)

E.

PERILAKU, PREFERENSI DAN HARAPAN KONSUMEN

Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan,

mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang

mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh banyak

faktor seperti faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis (Kottler, 1990) dalam

Djuanda (2003).

Perilaku konsumen merupakan bagian dari manajemen pemasaran yang

berhubungan dengan manusia sebagai pasar sasaran. Oleh karena itu, riset perilaku

konsumen juga merupakan bagian dari riset pemasaran (Simamora, 2002). Riset

pemasaran adalah desain, pengumpulan, analisis, dan pelaporan yang sistematis atas

data dan segala penemuan yang relevan dengan situasi pemasaran tertentu (Kottler,

1990) dalam Djuanda (2003)

Sumber data dalam riset perilaku konsumen dapat berupa data primer atau data

sekunder, dengan menggunakan pendekatan riset observasi, survei, dan

eksperimental. Pendekatan observasi dilakukan dengan mengamati perilaku dan

lingkungan dan lingkungan sumber data. Pendekatan ini sangat bermanfaat bagi riset

yang bersifat penyelidikan. Pendekatan survei cocok untuk riset deskriptif, yang

bertujuan untuk mempelajari pengetahuan, kepercayaan, pemilihan, kepuasan

konsumen, serta mengukur besaran-besarannya dalam populasi. Pendekatan

eksperimental bertujuan untuk menjangkau hubungan sebab akibat dengan

menyisihkan keterangan-keterangan dari segi lain mengenai penemuan-penemuan

yang didapatkan. Perangkat riset yang biasa digunakan yaitu kuesioner dan peralatan

mekanis (Kottler, 1990) dalam Djuanda (2003).

Untuk mengetahui apakah suatu produk telah memenuhi kebutuhan konsumen

dapat dilakukan dengan menentukan atribut produk dan mengukur tingkat

kepentingan suatu atribut. Konsumen memberikan penilaian yang merupakan

gambaran persepsi dan sikapnya.

Sikap terdiri atas tiga komponen. Komponen pertama adalah kognitif, yaitu

pengetahuan dan keyakinan seseorang mengenai sesuatu yang menjadi obyek sikap.

Komponen kedua adalah afektif, yang berisikan perasaan terhadap obyek sikap.


(23)

aktivitas. Teori sikap lainnya adalah bahwa sikap memiliki sifat multidimensi dan

multiatribut, artinya sikap terhadap suatu obyek didasarkan pada penilaian seseorang

terhadap atribut-atribut yang berkaitan dengan obyek sikap tersebut (Simamora,

2004).

Food preference

didefinisikan sebagai derajat kesukaan terhadap makanan

dimana preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Makanan

merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karakteristik fisikokimia yang

ditentukan oleh ingridien proses dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indera

manusia sehingga membentuk preferensi (Cardello, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi

food preference

menurut Stepherd dan

Sparks (1994) dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1.

Faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma, temperatur, tekstur, kualitas,

kuantitas, dan cara penyajian makanan.

2.

Faktor ekstrinsik, yaitu lingkungan sosial, iklan produk, dan waktu penyajian.

3.

Faktor biologis, fisik dan psikologis, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan

psikis, aspek psikologis dan biologis.

4.

Faktor personal, yaitu tingkat pendugaan, pengaruh dari orang lain, prioritas,

selera,

mood

, dan emosi.

5.

Faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga makanan, status

sosial, dan keamanan.

6.

Faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan individu dan keluarga dan

pengetahuan tentang gizi.

7.

Faktor kultur, agama, dan daerah, yaitu asal kultur, latar belakang agama,

kepercayaan, tradisi serta letak daerah.

Cardello (1994) menyatakan bahwa dari berbagai penelitian yang telah

dilakukan, tekstur dan flavor lebih banyak menjadi sebab disukai atau tidak

disukainya makanan. Pemilihan flavor perlu diperhatikan karena rasa dan aroma

makanan mempunyai pengaruh terhadap penerimaan dan konsumsi. Penampakan

visual seperti warna, bentuk, logo simbol dan nama pada pengemas makanan

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penerimanya.


(24)

F.

ATRIBUT

Menurut Solomon (1992), atribut adalah karakteristik dari suatu produk.

Karakteristik dari suatu produk dalam hal ini adalah rasa, harga, kemasan, informasi

kandungan zat gizi, dan lain-lain.

Kesan dari panca indera konsumen terhadap makanan dimulai di pasar dimana

bentuk–bentuk visual, odor, dan rasa, digunakan dalam seleksi terhadap makanan

yang akan dibeli dan dikonsumsi konsumen (Watts, 1989). Rasa dari makanan

dideteksi dengan kuncup rasa pada lidah yang dapat mendeteksi perbedaan rasa:

asin-asam-pahit-manis. Beberapa makanan hanya mempunyai satu rasa, tetapi yang

lainnya mempunyai lebih dari satu rasa. Rasa makanan dari suatu pabrik penting

karena makanan itu dibuat untuk manusia dalam jumlah besar (Cameron,1985).

Lewin (1940) dalam Suhardjo (1989) mempelajari apa yang dianggap nilai

dasar dalam menentukan pilihan pangan agar dapat ditentukan dengan lebih baik apa

yang dikonsumsi dan diperbuat oleh konsumen. Nilai dasar tersebut ditentukan oleh

empat faktor penting, yaitu: cita rasa, nilai sosial, manfaat bagi kesehatan dan harga.

Harga adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk barang dan jasa. Lebih luas,

harga adalah jumlah dari nilai–nilai konsumen yang ditukarkan dengan keuntungan

memiliki atau menggunakan barang atau jasa tersebut. Menurut sejarahnya, harga

telah menjadi faktor penting yang berpengaruh terhadap pemilihan produk oleh

konsumen (Kotler, 1991). Harga dapat berarti ongkos untuk ”sesuatu”. Sesuatu itu

dapat berupa produk fisik dalam tingkatan yang beragam, dengan atau tanpa jasa

pendukung, dengan atau tanpa garansi kualitas, dan lain–lain (Mc Carthy, 1990).

Menurut Dewi (1997), harga yang dibayarkan oleh konsumen terhadap produk

yang dibeli merupakan tanggapan atau apresiasi konsumen terhadap kepuasan yang

diperoleh dari pembeliannya tersebut. Oleh karena itu, harga yang ditawarkan

produsen harus sesuai dengan variabel–variabel produk yang dapat menjadi

pertimbangan konsumen. Sangat penting bagi produsen untuk mempelajari harga jual

atau mutu dari setiap pesaingnya dan bagaimana tanggapan konssumen terhadap

kualitas dan harga produknya.


(25)

tetap membeli produk tersebut akan mengatur untuk membeli produk lebih sedikit

dari sebelumnya. Karena itu, telah menjadi asumsi bahwa harga digunakan hanya

sebagai alat ukur dari biaya pembelian (pengorbanan) oleh pembeli. Lebih jauh,

diasumsikan bahwa pembeli sensitif terhadap harga sehingga mereka akan mencari

pilihan harga yang lebih rendah.

Lebih lanjut Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengendalian harga pasaran

bahan pangan yang disertai kelancaran distribusi pangan, biaya transport yang rendah

secara langsung dapat mempengaruhi harga hasil industri makanan serta pemilihan

konsumen terhadap jenis makanan untuk keluarga sehari-hari.

G.

ANALISIS EKONOMI

Analisis biaya merupakan suatu kegiatan meliputi identifikasi biaya,

pengukuran, alokasi, dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam suatu

perusahaan. Prosedur analisis biaya menurut William di dalam Revinaldo (1992)

dapat dibagi empat, yaitu memecah total biaya menurut fungsinya, semua biaya

diperkirakan digunakan untuk tujuan khusus: menghubungkan biaya dengan kapasitas

perusahaan, jumlah bisnis atau kombinasi dari kedua elemen tersebut; menentukan

secara tepat sumber daya yang digunakan untuk melayani kegiatan dan

mengidentifikasi biaya khusus yang bergabung dengan tiap sumber daya; dan

mengalokasikan biaya ke berbagai bentuk atau pelayanan sesuai dengan

kewajibannya masing-masing.

Analisis biaya juga dilakukan untuk mengetahui kelayakan suatu produk bila

dipasarkan dan dijual kepada konsumen dalam produksi skala industri atau skala yang

lebih kecil. Analisis yang diperlukan antara lain kebutuhan modal awal (modal

investasi, praoperasional, dan modal kerja), dan biaya produksi (biaya tetap dan tidak

tetap) berdasarkan asumsi–asumsi tertentu.

Dalam akuntansi terdapat dua metode untuk menentukan harga pokok. Metode

pertama disebut

Full Costing Method

, yaitu semua unsur biaya dimasukkan dalam

perhitungan harga pokok, dan metode kedua disebut

Variable Costing Method

, yaitu

biaya yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok hanyalah biaya variabel.

Metode pertama digunakan untuk menentukan harga pokok produksi, sedangkan


(26)

metode kedua dipakai untuk menentukan efisiensi penggunaan sumber daya

(Mulyadi, 1979).

Harga pokok merupakan suatu hal yang penting. Produsen dalam menjalankan

produksinya perlu mempunyai gambaran tentang pengorbanan yang dilakukan agar

mempunyai dasar dalam menawarkan produknya di pasar. Selain sebagai dasar

penentu harga jual, harga pokok ini dapat digunakan untuk memperkirakan

keuntungan yang akan diperoleh.

Schroeff (1973), mendefinisikan harga pokok sebagai gambaran kuantitatif bagi

pengorbanan–pengorbanan yang bertujuan ekonomis rasional yang harus dilakukan

seorang produsen pada penukaran barang atau jasa yang ditawarkan di pasar.

Selanjutnya dikatakan bahwa tujuan kalkulasi harga pokok adalah (1) sebagai dasar

penetapan harga jual, (2) untuk menetapkan besarnya laba yang akan diperoleh pada

penukaran, dan (3) sebagai alat untuk menilai efisiensi proses produksi.

Soemarso di dalam Revinaldo (1992) menyatakan, bahwa penetapan harga

pokok produk dapat dilakukan secara

ex ante

(kalkulasi pendahuluan) dan

ex post

(kalkulasi kemudian). Kalkulasi pendahuluan dilakukan apabila harga pokok akan

digunakan sebagai dasar penetapan harga jual, sedangkan untuk tujuan penetapan

laba atau pengendalian biaya digunakan kalkulasi kemudian.

Selanjutnya Simangunsong (1989) menyatakan, bahwa dalam menentukan

harga pokok, masing–masing biaya produksi ditentukan dengan cara: 1) penentuan

biaya bahan baku (ditaksir kuantitas bahan baku yang akan dipakai untuk setiap

satuan produk yang akan diproduksi, dan harga bahan baku yang berlaku di pasar), 2)

ditentukan biaya tenaga kerja, dan 3) ditentukan biaya

overhead

.

Break Even Point

merupakan suatu titik keseimbangan yang menggambarkan

jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan sehingga

perusahaan tersebut tidak mengalami keuntungan atau kerugian, disebut juga titik

impas (

π

= 0). Agar memperoleh keuntungan, perusahaan harus mampu memproduksi

dan memasarkan produknya lebih dari nilai BEP (Achtiaji, 2002).

Menurut Pramudya (1992), beberapa hal dalam pengambilan keputusan yang

dapat memanfaatkan analisis titik impas, diantaranya penentuan volume produksi,


(27)

pemilihan dua alat atau mesin yang sejenis, dan pemilihan antara sewa atau beli suatu

alat atau mesin. (Pramudya, 1992)


(28)

III. BAHAN

DAN

METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam pembuatan keripik nanas ini adalah

buah nanas paon kebun dan nanas madu, garam dan minyak goreng. Bahan untuk

analisa produk adalah dietil eter, Pb-asetat, Na-fosfat 10%, larutan Luff-Schoorl,

aquades, larutan KI 30%, asam sulfat 25%, dan Na-tiosulfat 0.1N, indikator pati.

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan keripik nanas dengan

penggorengan vakum ini adalah vacuum fryer, pisau, sealer, plastik

dan talenan.

Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah alat ekstraksi soxhlet

lengkap

dengan kondensor dan labu lemak, alat pemanas listrik, oven, timbangan analitik,

cawan porselen, desikator, penjepit cawan, labu ukur 100 ml, pipet, erlenmayer 250

ml, gelas ukur, kertas saring, buret, Minolta chromameter CR-310, dan Texture

analyzer.

B. METODE PENELITIAN

Secara garis besar, metodologi penelitian terdiri dari pemilihan buah nanas untuk

bahan baku keripik, pembuatan keripik nanas, pembandingan dengan keripik nanas

komersil, dan pendekatan aspek konsumen untuk memperoleh informasi potensi

penerimaan produk keripik nanas. Analisis yang dilakukan adalah analisis kadar air,

analisis kadar gula, analisis kadar lemak, analisis rendemen, analisis total asam

tertitrasi, analisis kerenyahan, dan analisis warna. Skema metodologi penelitian dapat

dilihat pada Gambar 1.


(29)

Analisis fisiko kimia :

a. Analisis rendemen

b. Analisis kadar air

c. Analisis kadar lemak

d. Analisis kadar gula

e. Analisis kekerasan

f. Analisis warna

ƒ

Analisis kadar air

ƒ

Analisis kadar gula

ƒ

Analisis total

asam tertitrasi

5 jenis nanas Palangka Raya

---

Æ

2 jenis nanas terpilih

Pembuatan keripik nanas

-

---

Æ

---

Æ

yang terpilih

Informasi potensi penerimaan

produk keripik nanas

Gambar 1

. Diagram alir metodologi penelitian

2 jenis nanas terpilih

Keripik nanas

Palangka Raya yang

terpilih

Keripik nanas

Palangka Raya

Pembandingan dengan

keripik nanas komersil

Pendekatan aspek

konsumen

a. Pembuatan dan

pengujian kuesioner

b. Pemilihan tempat dan

penentuan responden

c. Penyebaran kuesioner

d. Wawancara :

-

Rencana pemerintah

terhadap

pengembangan buah

nanas

-

daya beli konsumen

Analisis harga pokok dan

BEP

a. Penentuan harga

pokok


(30)

1.

Pemilihan Buah Nanas untuk Bahan Baku Keripik

Tahap I dilakukan untuk mengetahui kadar gula, kadar air, dan total asam

tertitrasi dari 5 jenis nanas yang berasal dari Palangka Raya, yaitu nanas paon

kebun, nanas paon pasar, nanas madu, nanas paon kecil, dan nanas tamban. kadar

gula, kadar air, dan total asam tertitrasi dari kelima nanas tersebut dibandingkan

dengan kadar gula, kadar air, dan total asam tertitrasi dari buah-buahan yang

dapat diolah menjadi keripik sehingga akan didapat jenis nanas dan proses

pengolahan yang tepat.

2.

Pembuatan Keripik Nanas (modifikasi dari Nuraini, 2003)

Secara garis besar, pembuatan keripik nanas meliputi pengupasan,

pembuangan “mata” nanas, pencucian, pemotongan buah nanas, dan

penggorengan pada tekanan hampa. Diagram alir pembuatan keripik nanas dapat

dilihat pada Gambar 2.

Buah nanas

Pengupasan

Pembuangan ”mata” nanas

Pencucian

Pemotongan buah nanas

Penggorengan pada tekanan hampa 70 cmHg (90

0

C, 50’)

Keripik nanas


(31)

3.

Pendekatan Aspek Konsumen

a. Wawancara

Wawancara dilakukan secara lisan atau tertulis kepada pihak terkait

untuk memperoleh keterangan tentang rencana pemerintah terhadap

pengembangan buah nanas di Palangka Raya dan daya beli masyarakat di

Palangka Raya.

b. Pembuatan dan pengujian kuesioner

Pembuatan kuesioner berisi informasi umum responden dan informasi

tentang produk. Pengujian yang dilakukan terhadap kuesioner yaitu pre

test, reliabilitas dan validitas. Pengujian kuesioner dilakukan terhadap 30

responden. Validitas kuesioner dihitung dengan menggunakan korelasi

antara masing-masing pertanyaan dengan skor total. Indeks korelasi yang

diperoleh (r) dibandingkan dengan angka kritis tabel korelasi nilai ”r”.

Nilai korelasi dihitung dengan menggunakan rumus product moment

sebagai berikut:

r = N (

Σ

XY) – (

Σ

X

Σ

Y)

(N

Σ

X

2 –

(

Σ

X)

2

) (N

Σ

Y

2

-

(

Σ

X)

2

)

Dimana: X

= skor pada soal yang ingin diukur

Y

= skor dari masing – masing soal

N

= jumlah pengamatan

r

= indeks validitas

c. Pemilihan tempat dan penentuan responden

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis tidak

terlatih (untrained panels) yang pernah mengkonsumsi keripik. Responden

dipilih dengan metode purposive. Teknik ini merupakan bentuk

non-probability sampling dimana unit sampling sengaja dipilih dengan

mempertimbangkan syarat-syarat yang telah dipertimbangkan sebelumnya

(Simamora,2004). Pada penelitian ini, syarat unit sampling adalah

responden harus berusia 10-39 tahun, pernah mengkonsumsi keripik dan


(32)

mau mengkonsumsi produk keripik. Syarat tersebut ditetapkan karena

diasumsikan responden yang pernah mengkonsumsi keripik adalah

konsumen yang akan menjadi target penjualan produk keripik nanas.

Selain itu, penetapan syarat tersebut juga dimaksudkan

agar kuesioner

yang disebarkan diisi oleh responden yang dapat memberikan penilaian

dan lebih mengetahui atribut keripik. Lokasi yang dipilih adalah kota

Bogor dan Palangka Raya. Alasan pemilihan lokasi Palangka Raya adalah

karena bahan baku berasal dari Palangka Raya sehingga kemungkinan

Palangka Raya menjadi target awal pemasaran produk, sedangkan

pemilihan lokasi Bogor adalah untuk memudahkan dalam pelaksanaan

penelitian.

Berdasarkan populasi yang telah ditetapkan, maka responden dibagi ke

dalam beberapa sub populasi dengan rentang usia 10 – 14 tahun, 15 – 19

tahun, dan 20 – 39 tahun. Pembagian sub populasi ini dilakukan

berdasarkan pengelompokan data yang telah tersedia pada laporan jumlah

penduduk di BPS Bogor dan Palangka Raya. Pengujian terhadap sampel

dilakukan di daerah Bogor dan di daerah Palangka Raya. Jumlah

responden yang diambil sebanyak 100 orang. Penentuan ini diperoleh

dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 1999).

n =

N

1 + Ne

2

N = ukuran populasi

n = ukuran sampel

e = persen kelonggaran

Diketahui proyeksi jumlah penduduk Bogor tahun 2006 adalah

2575619 orang(BPS, 2004), dan jumlah penduduk Palangka Raya adalah

125204 orang (BPS,2005), maka berdasarkan perhitungan dengan

menggunakan rumus Slovin dan nilai “e” sebesar 10% diperoleh jumlah

sampel sebesar 100 orang. Alasan dipilihnya persen kelonggaran 10%

adalah karena adanya keterbatasan waktu dan biaya dalam melakukan

penelitian, serta penelitian yang masih bersifat eksploratif.


(33)

4.

Analisis penerimaan dan preferensi konsumen

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui jawaban dari kuesioner yang telah diisi responden. Isi

kuesioner meliputi data karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pekerjaan,

pendidikan, dan tingkat pendapatan), dan sikap responden terhadap beberapa

atribut keripik nanas, sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa sumber

mengenai tingkat pengeluaran, jumlah penduduk dan daya beli konsumen di

Palangka Raya dan konsumen di Bogor.

Pada pengumpulan data melalui kuesioner, responden diminta untuk

mengkonsumsi sampel keripik nanas dan diantara masing–masing sampel

diharuskan mengkonsumsi penetral (AMDK), kemudian responden diminta untuk

memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka terhadap atribut–atribut tertentu

dengan menggunakan 5 tingkat skala hedonik (dimulai dari tidak suka (=-2)

sampai sangat suka (=+2).

Analisis data primer dilakukan dengan metode Fishbein. Secara simbolis,

rumus tersebut dapat diekspresikan sebagai :

n

Ao

=

Σ

b

i

e

i

i=1

Keterangan Ao= sikap terhadap berbagai atribut produk keripik

nanas

b

i

= kekuatan kepercayaan bahwa obyek memiliki

atribut i

e

i

= skor kepentingan mengenai atribut i

n = jumlah atribut yang menonjol (Sumarwan, 2000)

Nilai-nilai

b

i

dan e

i

pada metode Fishbein berkisar dari -2 sampai +2. Skor

dari sikap konsumen terhadap berbagai atribut produk keripik nanas ini dihitung

berdasarkan atribut-atribut yang digunakan.

Selain itu, dilakukan juga uji t untuk mengetahui perbedaan antara lokasi

atau letak daerah dengan penilaian terhadap produk. Pada dasarnya, uji t


(34)

membandingkan nilai tengah dari dua populasi. Secara simbolis, rumus pada uji

tersebut dapat diekspresikan sebagai berikut (Walpole, 1995):

t = (x

1

– x

2

) – d

0

s

p√

(1/n

1

) + (1/n

2

)

Keterangan: x

1

= nilai tengah populasi 1

x

2

= nilai tengah populasi 2

s

p

= simpangan baku

n

1

= jumlah populasi 1(jumlah responden)

n2 = jumlah populasi 2 (jumlah responden)

Dari hasil uji t, diperoleh nilai t-hitung yang menunjukkan signifikansi

suatu angka untuk menetapkan diterima atau tidaknya suatu hipotesis. Pada uji t

ini, hipotesis yang disusun adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat perbedaan antara penilaian responden di Palangka Raya

dengan penilaian responden di Bogor terhadap atribut keripik nanas.

H

1

: Terdapat perbedaan antara penilaian responden di Palangka Raya dengan

penilaian responden di Bogor terhadap atribut keripik nanas.

Pengolahan uji t ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel.

5.

Analisis Harga Pokok dan BEP

a.

Harga pokok

Metode yang digunakan untuk menghitung harga pokok adalah dengan

menghitung biaya produksi untuk setiap proses selama jangka waktu

tertentu, dan biaya produksi persatuan dihitung dengan membagi total biaya

produksi dalam proses tertentu dengan jumlah satuan produk (Sugiarto,

2003).


(35)

Rumus

untuk

menghitung

harga

pokok adalah sebagai berikut :

HPP = TFC + TVC

Q

Keterangan: TFC

= Biaya tetap total

TVC

= Biaya variabel total

Q

= Jumlah produksi (unit/bungkus)

b.

BEP (

Break Even Point)

Selain itu, dilakukan juga analisis BEP (Break Even Point) dengan

rumus :

BEP = TFC

P – VC

Keterangan: TFC

= Biaya tetap total

P

= Harga output/unit produk

VC

= Biaya variabel rata – rata

6.

Analisis fisikokimia

a.

Analisis rendemen

Besarnya rendemen produk dihitung berdasarkan persentase berat

keripik yang dihasilkan terhadap berat bahan mentah yang digunakan dan

disajikan dalam persen. Rendemen ditentukan dengan rumus:

Rendemen =

a x 100%

b

keterangan :

a = bobot keripik yang dihasilkan (g)

b = bobot bahan mentah (g)

b.

Analisis kadar lemak metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu

100-110

o

C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel ditimbang

sebanyak 5 g kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke

dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana.


(36)

Reflux dilakukan selama 6 jam dan pelarut heksana yang ada di dalam

labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil

ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100

0

C hingga bobotnya

konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar

lemak dilakukan dengan menggunakan rumus :

c. Analisis kadar air metode oven (AOAC, 1984)

Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan oven. Cawan

aluminium dikeringkan dalam oven selama 30 menit dengan suhu 100

sampai 105

o

C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30

menit dan setelah dingin segera ditimbang. Sampel sebanyak 5 g

dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang.Kemudian cawan yang berisi

sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100 sampai 105

o

C selama sekitar

6 jam sampai tercapai bobot konstan. Kemudian cawan kemudian

didinginkan dalam desikator sekitar 30 menit dan segera ditimbang.

Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

d.

Analisis kadar gula metode Luff Schrool (SNI 01-2892-1992)

Analisis kadar gula dilakukan dengan menggunakan metode Luff

Schrool. Pada metode ini, 25 ml sampel dipipet dan dimasukan ke dalam

labu ukur 100 ml dan ditepatkan sampai tanda garis. Sebanyak 25 ml dari

larutan ini dipipet ke dalam labu ukur 100 ml kemudian ditambah Pb-asetat

setengah basa dan 30 ml natrium fosfat 10%. Larutan kemudian ditepatkan

sampai tanda garis, disaring, dan dari larutan terakhir dipipet 5 ml ke dalam

erlenmayer 250 ml, ditambah 25 ml larutan Luff dan air suling sampai 50

(bobot awal – bobot akhir)

bobot sampel

Kadar air (%) =

x 100 %

bobot lemak (g)

bobot sampel (g)


(37)

Larutan kemudian dibubuhi 10–15 ml larutan KI 30% dan 25 ml asam sulfat

25% dan dititrasi dengan Na-tiosulfat 0.1 N memakai indikator pati 2–3 ml.

Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi sebaiknya pati

ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir. Penetapan berat glukosa

dilakukan dengan membandingkan volume Na-tiosulfat yang diperlukan

dengan suatu daftar.

Perhitungan kadar gula dilakukan dengan memakai rumus :

e.

Analisis kerenyahan

Tekstur keripik nanas diukur dengan menggunakan alat Texture

Analyzer (Texture Expert TA-XT2i) dengan parameter yang diamati adalah

kerenyahan keripik. Tingkat kerenyahan digambarkan sebagai puncak

tertinggi pada grafik Texture Analyzer. Nilai kerenyahan adalah besarnya

gaya tekan untuk memecah produk padat. Gaya tekan akan memecah produk

padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya tanpa mengalami

deformasi bentuk. Semakin besar gaya yang digunakan untuk memecah

produk, maka semakin besar nilai kerenyahan produk tersebut.

Sebelum digunakan, Texture Analyzer harus mempunyai setting

tersendiri untuk tiap-tiap jenis sampel. Adapun setting yang digunakan

dalam penelitian ini dapat dilihat di Tabel 3

Tabel 3

. Penyetelan Alat Texture Analyzer

Parameter

Setting

Mode

Measure force in compression

Option

Return to start

Pre test speed

1.0 mm/s

Test speed

1.0 mm/s

Post test speed

10.0 mm/s

Distance

3 mm

Trigger type

Auto-5 g

Data acquisition rate

200 pps

% kadar gula =

mg glukosa x pengenceran x 100 %

mg sampel


(38)

f.

Analisis warna

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta

Chromameter. Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat

Chromameter minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a,

dan b, perlu dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat dengan

menggunakan pelat standar warna putih (L=97.51; a=5.35; b=-3.37). Setelah

proses kalibrasi selesai, proses analisis dilanjutkan dengan pengukuran

warna sampel. Sistem warna yang digunakan adalah sistem Lab.

Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian tombol start

ditekan dan akan diperoleh nilai L, a dan b dari sampel. Hasil pengukuran

dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter

kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna

kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100

untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna

hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik ampuran biru-kuning dengan

nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b

(negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan

kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L.

Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung

o

Hue dengan rumus :

Jika hasil yang diperoleh :

18º - 54º

: maka produk berwarna red (R)

54º - 90º

: maka produk berwarna yellow red (YR)

90º - 126º

: maka produk berwarna yellow (Y)

126º - 162º

: maka produk berwarna yellow green (YG)

162º - 198º

: maka produk berwarna green (G)

198º - 234º

: maka produk berwarna blue green (BG)

234º - 270º

:maka produk berwarna blue (B)

270º - 306º

: maka produk berwarna blue purple (BP)

306º - 342º

: maka produk berwarna purple (P)

o


(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMILIHAN BUAH NANAS UNTUK BAHAN BAKU KERIPIK

Penelitian tahap I bertujuan untuk mencari jenis dan proses pengolahan yang tepat untuk buah nanas dari Palangka Raya. Pada penelitian tahap I ini dilakukan analisis kadar air, total asam tertitrasi dan kadar gula pada 5 jenis nanas yang berasal dari Palangka Raya, yaitu nanas paon kebun, nanas paon pasar, nanas madu, nanas paon kecil, dan nanas tamban. Hasil pengukuran kadar air, total asam tertitrasi dan kadar gula nanas dapat dilihat pada Tabel 4. Pada pengukuran ini, yang diutamakan secara berurutan adalah kadar gula, kadar air, terakhir total asam tertitrasi. Hasil pengukuran ini dibandingkan dengan kadar gula, kadar air, dan total asam tertitrasi dari buah yang dapat diolah menjadi keripik yaitu buah apel. Kadar gula buah apel 13.5%, kadar air buah apel adalah 84.46%, dan total asam tertitrasi pada buah apel adalah 0.15-0.91 ml NaOH/100 gram bahan (Downing, 1989). Nanas terpilih akan ditentukan berdasarkan selisih antara hasil pengukuran kadar gula, kadar air, dan total asam tertitrasi buah nanas dengan buah apel. Semakin kecil selisih hasil pengukuran, maka semakin besar kemungkinan nanas tersebut terpilih. Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa buah nanas yang memiliki kadar gula, kadar air dan total asam tertitrasi yang cukup sesuai untuk dijadikan keripik adalah nanas jenis paon kebun dan nanas madu (Gambar 3).

(a) (b)


(40)

Tabel 4. Komposisi kadar air, total asam tertitrasi dan kadar gula nanas Palangka Raya

Jenis nanas Kadar gula (%)

Kadar air (%bb)

Total asam tertitrasi (ml NaOH/100gram) Nanas paon kebun 14.64 82.86 2.02 Nanas paon pasar 16.20 82.71 1.78

Nanas madu 11.80 84.86 2.29

Nanas paon kecil 10.46 84.44 2.19

Nanas tamban 6.85 85.02 2.50

B. PEMBUATAN KERIPIK NANAS

Setelah tahap pemilihan buah nanas, dilakukan pembuatan keripik nanas. Pembuatan keripik nanas ini dicoba dilakukan di dua tempat karena pembuatan keripik nanas di tempat pertama tidak berhasil. Pembuatan keripik nanas dilakukan di Pilot Plant PAU IPB sedangkan pembuatan keripik nanas berikutnya dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA). Pada pembuatan keripik nanas di tempat pertama, karena alat yang digunakan tidak berada dalam kondisi optimal, maka penggorengan tidak dapat dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi. Pada percobaan pertama dilakukan penggorengan buah nanas pada suhu 800C selama 20 menit dan 850C, 20 menit dengan tekanan 70 cmHg. Keripik nanas yang dihasilkan berminyak dan belum terlalu kering. Kemudian dilakukan penggorengan buah nanas pada suhu 850C selama 30 menit dengan tekanan 74cmHg. Keripik nanas yang dihasilkan masih berminyak namun cukup kering. Pada percobaan ketiga, dilakukan penggorengan buah nanas pada suhu 900C selama 30 menit. Keripik nanas yang dihasilkan sudah cukup kering namun masih berminyak dan warna keripik yang dihasilkan kurang menarik.

Pada pembuatan keripik nanas di tempat kedua, buah nanas digoreng pada suhu 800C, selama 90 menit. Keripik nanas yang dihasilkan lebih baik dibandingkan keripik nanas sebelumnya, namun warna keripik masih kecoklatan, sehingga waktu penggorengan pada pembuatan keripik berikutnya perlu dikurangi. Pembuatan keripik nanas ini dilakukan pada suhu 800C selama 70 menit untuk keripik nanas paon kebun dan 800C selama 60 menit untuk keripik nanas madu. Ketebalan potongan buah adalah 3 mm dan tekanan alat yang digunakan adalah 72 cmHg. Keripik nanas ini kemudian akan dibandingkan dengan keripik nanas komersil (Gambar 4).


(41)

Gambar 4. (a) Keripik nanas paon kebun, (b) keripik nanas madu, dan (c) keripik nanas komersil

Perbedaan alat vacuum fryer di tempat pertama dengan tempat kedua terletak pada kapasitas dan tipe penggoreng vakum. Di tempat pertama, kapasitas penggoreng vakumnya adalah 10 kg sedangkan di tempat kedua kapasitas penggoreng vakumnya 5-5,5 kg. Tipe penggoreng vakum di tempat pertama adalah tipe vertikal sedangkan tipe penggoreng vakum di tempat kedua adalah tipe horisontal. Berdasarkan wawancara dengan penjual keripik nanas, diketahui bahwa tipe penggoreng yang lebih baik adalah tipe yang horisontal karena memungkinkan pengadukan dalam proses penggorengan namun tipe horisontal ini membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan tipe vertikal. Spesifikasi alat dapat dilihat pada Lampiran 1.

C. ANALISIS FISIKOKIMIA

Analisis fisikokimia yang dilakukan meliputi analisis rendemen, analisis kadar lemak, analisis kadar air, analisis kadar gula, analisis kekerasan, dan analisis warna. Analisis kadar air, kadar lemak, kadar gula, kekerasan dan warna digunakan untuk membandingkan keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu dengan keripik nanas komersil. Analisis rendemen diperlukan untuk penentuan harga pokok.

1. Rendemen

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa rendemen keripik nanas paon kebun adalah 13.11% sedangkan rendemen keripik nanas madu adalah 15.71%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paramita (1999), rendemen dari keripik buah sawo adalah 24.05-26.01% (rendemen dihitung berdasarkan berat buah), sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2004), rendemen keripik bengkuang adalah 14.51-16.33% (rendemen dihitung


(42)

berdasarkan berat buah). Dibandingkan dengan penelitian terdahulu, diketahui bahwa rendemen keripik nanas ini cukup rendah. Rendahnya rendemen keripik nanas ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya kadar air yang dikandung oleh buah nanas. Selain itu, rendahnya nilai rendemen ini juga disebabkan oleh beberapa beberapa hal yang terjadi selama pengolahan seperti banyaknya bagian seperti kulit, mata dan bonggol dari buah nanas yang dibuang saat pengolahan, tertinggalnya keripik di dalam penggorengan dan lain-lain.

Tabel 5. Rendemen keripik nanas Buah nanas Berat nanas (g) Berat daging buah (g) Berat keripik (g) Rendemen berdasarkan berat buah (%) Rendemen berdasarkan berat daging buah (%) Paon kebun 3050 2400 400 13.11 16.67

Madu 2100 1600 330 15.71 20.62

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa nanas madu memiliki rendemen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nanas paon kebun. Hal tersebut menunjukkan bahwa nanas madu akan lebih efisien daripada nanas paon kebun untuk dijadikan bahan baku pembuatan keripik nanas.

2. Analisis kadar air

Kadar air yang tinggi dapat memacu timbulnya kapang pada keripik selama penyimpanan. Kapang mulai terhambat pertumbuhannya pada kadar air sekitar 13% (anonim c dalam Paramita, 1999). Berdasarkan hasil analisis kadar air, Rata-rata kadar air keripik nanas paon kebun adalah 4.79 ± 0.04%, rata-rata kadar air keripik nanas madu adalah 4.59 ± 0.08%, sedangkan rata-rata kadar air keripik nanas komersil adalah 5.10 ± 0.05% (Tabel 6). Contoh perhitungan kadar air disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 6. Kadar air keripik nanas

Keripik

Kadar air* rata-rata(%bb) Keripik nanas paon kebun 4.79 ± 0.04 Keripik nanas madu 4.59 ± 0.08 Keripik nanas komersil 5.10 ± 0.05 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)


(43)

Berdasarkan analisis kadar air juga dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara rata-rata kadar air keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu dengan rata-rata kadar air keripik nanas komersil. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena perbedaan kadar air masing-masing buah nanas. Kadar air keripik nanas berdasarkan standar mutu SNI 01-4304-1996 maksimal 5%, sehingga dapat diketahui bahwa keripik nanas memiliki karakteristik sebagai keripik nanas. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa kadar air keripik nanas madu lebih rendah daripada kadar air sampel keripik nanas paon kebun. Kadar air yang rendah akan membuat keripik lebih tahan disimpan karena kadar air yang rendah membuat mikroba perusak sulit untuk hidup.

3. Analisis kadar lemak

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa kadar lemak keripik nanas paon kebun adalah 23.74 ± 0.92%, keripik nanas madu adalah 22.88 ± 0.27% dan kadar lemak keripik nanas komersil sebesar 18.96 ± 0.65% (Tabel 8). Contoh perhitungan kadar lemak dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 7. Kadar lemak keripik nanas

Keripik Kadar lemak* rata-rata (%bk) Keripik nanas paon kebun 23.74 ± 0.92 Keripik nanas madu 22.88 ± 0.27 Keripik nanas komersil 18.96 ± 0.65 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)

Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan yang cukup tinggi antara kadar lemak keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu dengan keripik nanas komersil. Kadar lemak keripik nanas menurut SNI 01-4304-1996 yaitu maksimal 25%, sehingga dilihat dari kadar lemaknya, keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki karakteristik sebagai keripik nanas. Berdasarkan analisis kadar lemak keripik nanas, dapat diketahui juga bahwa terdapat perbedaan antara kadar lemak keripik nanas paon kebun dengan keripik nanas madu. Lemak pada produk keripik umumnya berasal dari minyak yang dipakai untuk menggoreng keripik (Iskandar, 1995). Iskandar (1995) juga menyebutkan bahwa saat air menguap karena proses penggorengan, maka minyak akan mengisi rongga yang ditinggalkan oleh air tersebut. Semakin tinggi kadar air bahan baku keripik, maka semakin tinggi pula kadar lemak produk keripik. Pada hasil analisis lemak,


(44)

terdapat penyimpangan. Kadar air buah nanas paon lebih rendah dibandingkan dengan kadar air buah nanas madu namun kadar lemak keripik nanas paon lebih tinggi bila dibandingkan kadar lemak keripik nanas madu. Penyimpangan tersebut kemungkinan terjadi karena adanya perbedaan kematangan antara buah nanas yang dianalisis dengan buah nanas yang diolah menjadi keripik. Menurut Winarno (1992), buah mentah yang menjadi matang selalu bertambah kandungan airnya.

4. Analisis kadar gula

Rata-rata kadar gula keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu berdasarkan hasil analisis adalah 43.16 ± 0.39% dan 49.11 ± 0.11% sedangkan rata-rata kadar gula keripik nanas komersil adalah 49.25% (Tabel 8). Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar gula keripik nanas ini cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Subekti (1993), kadar gula keripik pepaya adalah 3.13%-4.67%.

Tabel 8. Kadar gula keripik nanas

Keripik Kadar gula*

rata-rata (%) Keripik nanas paon kebun 43.16 ± 0.39 Keripik nanas madu 49.11 ± 0.11 Keripik nanas komersil 49.25 ± 0.12 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa kadar gula keripik nanas madu dan keripik nanas paon kebun memiliki kadar gula yang hampir sama dengan kadar gula keripik nanas komersil. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki karakteristik sebagai keripik nanas.

5. Analisis kerenyahan

Tekstur (kekerasan) keripik nanas disajikan pada Tabel 9. Kekerasan ditentukan dengan satuan gram force. Besarnya gaya yang dibutuhkan untuk membuat produk mengalami kerusakan menunjukan nilai kekerasan. Prinsip ini digunakan dalam pengukuran kekerasan dimana gaya tekan akan memecahkan produk padat (Pratiwi, 2003). Semakin besar gaya yang digunakan untuk


(45)

Penurunan nilai kekerasan berhubungan dengan kadar air yang semakin rendah sehingga seluruh bagian remahnya telah dikonversi menjadi renyahan (Anguilar, 1997). Semakin rendah nilai kekerasan berarti semakin baik kerenyahannya. Tabel 9. Tingkat kekerasan keripik nanas

Keripik Rata-rata tingkat* kekerasan (gram force) Keripik nanas Paon kebun 555.47 ± 24.70 Keripik nanas madu 522.43 ± 96.03 Keripik nanas komersil 569.07 ± 132.78 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)

Berdasarkan Tabel 9 terlihat keripik nanas yang tingkat kerenyahannya paling tinggi adalah keripik nanas madu sedangkan keripik nanas yang tingkat kerenyahannya paling rendah adalah keripik nanas komersil. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki rata-rata tingkat kekerasan yang hampir sama dengan keripik nanas komersil. Hal ini menunjukan bahwa keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki karakteristik sebagai keripik nanas.

Berdasarkan tabel juga dapat terlihat standar deviasi keripik nanas madu dan keripik nanas komersil cukup tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang cukup tinggi antar pengukuran sampel. Perbedaan yang terjadi antar pengukuran sampel tersebut kemungkinan terjadi karena bentuk dan ketebalan keripik yang kurang seragam.

6. Analisis warna

Analisis warna dilakukan untuk mengetahui tingkat kecerahan keripik nanas dan untuk mengetahui warna produk berdasarkan 0Hue. Tingkat kecerahan dapat diketahui dari nilai L. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L. Tingkat kecerahan dan warna sampel keripik nanas disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Tingkat kecerahan dan warna produk keripik nanas

Keripik nanas L rata-rata* 0Hue rata-rata* Paon kebun 61.29 ± 0.07 72.88 ± 1.34 Madu 61.74 ± 0.26 75.35 ± 0.19 Komersil 46.11 ± 0.11 60.01 ± 0.47 * hasil rata-rata tiga kali pengukuran (triplo)


(1)

1 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kota Palangka Raya dengan luas wilayah 2678.51 km2 (267.851 Ha) memiliki jumlah penduduk sebesar 182251 jiwa. Wilayah administrasi Palangka Raya meliputi 5 (lima) kecamatan yaitu kecamatan Pahandut, Jekan Raya, Sebangau, Bukit Batu, dan Rakumpit. Pendapatan regional per kapita Kota Palangka Raya adalah Rp 6.834.946,48 pada tahun 2005. Daerah Palangka Raya merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menghasilkan komoditu buah-buahan dalam jumlah cukup besar. Salah satu komoditi yang cukup besar produksinya adalah buah nanas (Ananas comosus L.Merr) seperti dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi Buah-buahan menurut jenisnya di Kota Palangka Raya

Tahun Sawo (ton) Pepaya (ton) Pisang (ton) Nenas (ton) Nangka (ton) Rambu -tan (ton) Duku (ton) Durian (ton) 2005 2004 2003 2002 2001 28 19 17 - 12 32.4 33 31 41 61 406 423 419.4 622 492 675 603 596.8 884 1115 436 450 315.5 114 209 75 75 158 131 788 30 16 10 2 4 84.5 71 65 13 188 Sumber : Dinas Pertanian Kota Palangka Raya (BPS, 2006)

Potensi lahan sektor pertanian di Kota Palangka Raya adalah 12.65 km2. Luas lahan yang tergarap adalah 3387.5 Ha. Lahan tersebut ditanami padi, palawija, dan sayuran. Lahan yang belum tergarap sebagai peluang investasi adalah 122672.5 Ha (Bappeda, 2004). Lahan yang ada di wilayah Kota Palangka Raya sangat cocok untuk pengembangan usaha di bidang budidaya nanas dan pengolahannya, singkong dan industri tapioka serta tanaman jahe (Bappeda, 2004).

Selama ini, para pengusaha yang bergerak di bidang industri agrobisnis cenderung untuk sekedar menjual buah-buahan tanpa ada pertimbangan untuk melakukan usaha pengelolaan lebih lanjut, menjadi sebuah produk makanan olahan, seperti jenang atau dodol, manisan, sale, asinan, dan keripik.

Produk buah-buahan pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi sehingga sulit diolah menjadi keripik dengan cara penggorengan biasa. Oleh


(2)

2 karena itu, diperlukan alternatif metode penggorengan yang tepat sehingga diperoleh keripik dengan kadar air yang rendah. Salah satu alternatif tersebut adalah penggorengan hampa atau vacuum frying (Rahmadianto, 2000).

Keuntungan dari pengolahan buah menjadi keripik diantaranya waktu simpan produk menjadi lebih lama karena kadar airnya berkurang, bobot produk menjadi lebih ringan sehingga pendistribusian produk menjadi lebih mudah, dan lebih praktis untuk dikonsumsi. Selain itu, dalam pembuatan keripik buah umumnya tidak digunakan aditif makanan sintesis. Menurut Winarno (1992), bahan-bahan yang termasuk aditif adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap rasa, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat dan pengental. Zat aditif memiliki kelemahan yaitu mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia bila terjadi ketidaksempurnaan proses.

Menurut SNI, keripik nanas adalah makanan yang dibuat dari daging buah nanas, dipotong/disayat, dan digoreng memakai minyak secara vakum, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Robin dalam Rahmadianto (2000) mengemukakan suatu metode pembuatan keripik dari buah atau sayuran dengan metode penggorengan. Dalam proses ini, buah dicuci, dibelah, dan dipotong-potong dalam ukuran yang dikehendaki. Jika diperlukan, dapat dilakukan inaktivasi enzim oksidase yang dikandungnya kemudian potongan buah tersebut digoreng.

Nanas Palangka Raya memiliki kadar air 82-85%, sehingga untuk membuat keripik dari nanas diperlukan metode penggorengan hampa. Berbagai kondisi penggorengan hampa telah digunakan dalam pembuatan keripik buah-buahan. Paramita (1999) menggunakan suhu 950C dan waktu penggorengan 40 menit untuk memproduksi keripik buah sawo, sedangkan Surya (1999) menggunakan suhu 900C selama 50 menit untuk memproduksi keripik buah salak.


(3)

3 B. TUJUAN

Penelitian bertujuan mengembangkan produk baru keripik nanas di Palangka Raya, mengetahui atribut yang menjadi titik berat dalam penilaian terhadap produk keripik nanas, dan penerimaan dan preferensi konsumen terhadap keripik nanas.

C. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan potensi agroindustri di Palangka Raya, memberikan alternatif pilihan bagi pengusaha untuk mengembangkan sumber daya alam di Palangka Raya, dan merupakan salah satu alternatif makanan ringan bagi konsumen.


(4)

Arti Amrah Tari. F24102069. Produk Keripik Nanas Sebagai Alternatif Produk Olahan Buah Nanas (Ananas Comosus L.Merr) Di Daerah Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Dibawah bimbingan: C. Hanny Wijaya dan Budi Nurtama, 2007.

RINGKASAN

Titik berat pembangunan industri dalam Repelita VI di Kota Palangka Raya diarahkan pada kegiatan memanfaatkan kekayaan alam yang ada serta pengembangan industri kecil yang dapat memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Lahan yang ada di Palangka Raya sangat cocok untuk pengembangan usaha di bidang budidaya nanas. Pengolahan buah nanas menjadi keripik nanas diharapkan memberi keuntungan diantaranya waktu simpan menjadi lebih lama karena kadar airnya berkurang, bobot produk menjadi lebih ringan sehingga pendistribusian produk menjadi lebih mudah, produk keripik lebih praktis untuk dikonsumsi, dan memberi nilai tambah secara ekonomi.

Tahap pertama dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis nanas terpilih. Tahap ini meliputi analisis kadar air, analisis kadar gula, dan analisis total asam tertitrasi. Tahap kedua, dilakukan pembuatan keripik nanas. Pada tahap ketiga dilakukan analisis fisikokimia yang bertujuan untuk mendapatkan keripik nanas yang memenuhi karakteristik sebagai keripik nanas. Analisis fisikokimia ini meliputi analisis rendemen, analisis kadar air, analisis kadar lemak, analisis kadar gula, analisis kerenyahan, analisis warna. Tahap berikutnya adalah pendekatan ekonomi yang meliputi penetapan harga pokok dan Break Even Point (BEP) dari keripik nanas paon dan keripik nanas madu. Tahap keempat dalam penelitian ini adalah pendekatan konsumen yang meliputi wawancara, penyebaran kuesioner, dan analisis preferensi dan penerimaan konsumen. Analisis preferensi dan penerimaan konsumen ini dilakukan dengan metode fishbein.

Dari uji tahap pertama, terpilih nanas paon kebun dan nanas madu sebagai bahan baku pembuatan keripik nanas. Pada tahap ketiga, diperoleh data rendemen keripik nanas paon kebun berdasarkan berat awal (berat buah) adalah 13.11 % sedangkan rendemen keripik nanas madu adalah 15.71%. Kadar air keripik nanas paon kebun adalah 4.79±0.04%bb, keripik nanas madu 4.59±0.08%bb. Kadar lemak keripik nanas paon kebun adalah 23.74±0.92%bk, kadar lemak keripik nanas madu adalah 22.88±0.27%bk. Kadar gula keripik nanas paon kebun adalah 43.16±0.39%, dan kadar gula keripik nanas madu 49.11±0.11%

Tingkat kerenyahan keripik nanas paon kebun adalah 555.47±24.7 gf, tingkat kerenyahan keripik nanas madu adalah 522.43±96.03 gf, sedangkan tingkat kerenyahan keripik nanas komersil 569.07±132.78 gf. Tingkat kecerahan berturut-turut adalah keripik nanas madu (61.74±0.26), keripik nanas paon kebun (61.29±0.07), dan keripik nanas komersil (46.11±0.11). Ketiga keripik berada pada selang yang sama yaitu 540 - 900 (berwarna kuning kemerahan (yellow red)). Keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu memiliki karakteristik sebagai keripik nanas.


(5)

Harga pokok produksi untuk keripik nanas paon kebun adalah Rp 66,200.00 per kg sedangkan harga pokok produksi keripik nanas madu adalah Rp50,200.00 per kg. BEP (Break Even Point) keripik nanas paon kebun adalah 79.2 kg dengan perkiraan harga jual Rp74,900.00 per kg, sedangkan BEP untuk keripik nanas madu adalah 75 kg dengan perkiraan harga jual Rp58,250.00 per kg.

Atribut keripik nanas yang dinilai paling penting menurut responden berturut-turut adalah rasa (1.82), kerenyahan (1.47), harga (0.89), bentuk (0.71) dan terakhir warna (0.51). Keripik nanas yang paling disukai berturut – turut adalah keripik nanas madu (3.86), keripik nanas paon kebun (2.15), terakhir keripik nanas komersil (0.77). Harga tertinggi yang umumnya dapat diterima adalah Rp 60,000.00-Rp74,999.00. Jumlah responden yang dapat menerima harga jual keripik nanas paon kebun dan keripik nanas madu adalah 48 orang (41.02%) Berdasarkan survei, 110 responden (91.7%) bisa menerima, akan mencoba mengkonsumsi, dan akan membeli produk keripik nanas.

Responden di Bogor dan di Palangka Raya memiliki penilaian yang sama terhadap semua atribut keripik nanas madu, sedangkan untuk keripik nanas paon kebun, responden memiliki penilaian yang sama terhadap atribut keripik nanas paon kebun selain atribut rasa. Responden di Palangka Raya memberikan penilaian yang tinggi terhadap atribut rasa keripik nanas paon kebun sedangkan responden di Bogor memberikan penilaian yang rendah terhadap atribut rasa keripik nanas paon kebun. Responden di Palangka Raya menyukai rasa keripik nanas paon kebun namun responden di Bogor tidak menyukai rasa keripik nanas paon kebun, sehingga keripik nanas yang lebih sesuai dan resikonya lebih kecil untuk dipasarkan adalah keripik nanas madu.


(6)

SKRIPSI

PRODUK KERIPIK NANAS SEBAGAI ALTERNATIF PRODUK OLAHAN BUAH NANAS (Ananas comosus L.Merr) DI DAERAH PALANGKA RAYA,

KALIMANTAN TENGAH

Oleh :

ARTI AMRAH TARI F24102069

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR