Nilai dan manfaat ekonomi keberadaan Taman Kota Menteng, Jakarta Pusat sebagai salah satu bentuk pemanfaatan ruang terbuka hijau

(1)

NILAI DAN MANFAAT EKONOMI KEBERADAAN TAMAN

KOTA MENTENG, JAKARTA PUSAT SEBAGAI

SALAH SATU BENTUK PEMANFAATAN

RUANG TERBUKA HIJAU

NUR ELOK FAIQOH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

NILAI PENTING TAMAN KOTA MENTENG JAKARTA PUSAT SEBAGAI BENTUK RUANG TERBUKA HIJAU

THE ESSENTIAL VALUE OF MENTENG URBAN PARK AS OPEN GREEN SPACE IN CENTRAL JAKARTA

Faiqoh, Nur Elok 1), Meti Ekayani 2), Nuva 3)

Abstract

The availability of land for open green space (OGS) in Jakarta competes with other development sector such as infrastructure, building, and property. This condition will affect environmental degradation. Therefore, DKI Jakarta Government tend to increase the number of OGS. One of the government effort was building Menteng Urban Park in Central Jakarta which was originally a sport area of Persija Football Stadium. The development concept was expected to harmonize three functions of the Menteng Park; ecological functions, social and cultural functions, and aesthetics functions. On the other side, the existence of Menteng Urban Park that draws visitors was expected to be economically beneficial for people, especially for entrepreneurs who will see it as job opportunity. The economic value of the existence of Menteng Urban Park was counted with apply willingnes to pay (WTP) by using the contingent valuation method (CVM). Other economic benefit can be seen from the contribution of the labors creation, raise income of community, and did the income which generate from the Menteng Urban Park is the main income. This research aimed to confirm whether the essential value of Menteng Urban Park for the society is suitable with the intention and the objective of government, since the footbal stadium was convert urban park.

Keywords : Menteng urban park, contingent valuation method, existence value, the economic benefit.

1

Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB 2

Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Gelar: Dr. S.Hut, M.Sc 3


(3)

iii

RINGKASAN

NUR ELOK FAIQOH. Nilai dan Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Kota Menteng, Jakarta Pusat sebagai Salah Satu Bentuk Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA.

Pembangunan yang terjadi di Jakarta memberikan pertumbuhan dari segi ekonomi, namun cenderung menurun dari segi ekologi. Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa Taman Kota merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan Jakarta yang semakin menurun. Keberadaan taman kota memiliki fungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbon, daerah resapan air, dan penyeimbang kondisi lingkungan. Taman Kota Menteng Jakarta Pusat adalah salah satu taman yang memiliki nilai ekologis, estetika yang bagus, dan dalam kondisi pengelolaan yang baik. Kawasan Taman Menteng awalnya merupakan Stadion Persija Menteng dengan status Penyempurna Hijau Rekreasi (PHR) yang fungsi utamanya sebagai daerah resapan air. Kondisi Stadion Persija pada saat itu dinilai tidak efektif lagi dengan fungsi utamanya dan tidak memungkinkan untuk dipertahankan. Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk mengalihfungsikan sebagai taman kota dengan tujuan ingin menata kawasan lingkungan Menteng. Awalnya perubahan fungsi Taman Menteng tersebut sempat menjadi kontroversi antar pihak yang berkepentingan dengan fungsi Taman Menteng sebagai stadion bola dan keinginan pemerintah merubah menjadi taman kota yang dirasa lebih efektif berfungsi sebagai RTH. Oleh karena itu, perlu dikaji apakah keberadaan Taman Kota Menteng memiliki nilai dan manfaat penting dengan menilai seberapa penting keberadaan Taman Menteng sebagai Taman Kota dilihat dari nilai dan manfaat ekonomi dengan melakukan identifikasi persepsi multistakeholder terhadap fungsi keberadaan Taman Menteng, menghitung nilai ekonomi, dan menganalisis manfaat ekonomi dari keberadaan Taman Menteng.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keberadaan Taman Menteng memiliki potensi pemanfaatan sebagai sarana rekreasi, olahraga, family gathering, video shooting, dan lainnya. Fungsi yang paling dirasa penting dengan keberadaan Taman Menteng berdasarkan persepsi multistakeholder adalah fungsi sosial budaya (35.8%) sebagai sarana rekreasi keluarga (30.5%), fungsi ekologis (31.9%) sebagai perbaikan kualitas lingkungan (31.4%), fungsi estetika (26.1%) sebagai memperindah lingkungan (41.1%), dan fungsi ekonomi (6.2%) sebagai lapangan pekerjaan. Kegiatan yang paling diminati pada saat di taman adalah duduk-duduk di sekitar taman dan menikmati keindahan taman. Akan tetapi, sebagian responden menyatakan bahwa keberadaan Taman Menteng juga memiliki dampak negatif karena disalahgunakan oleh sebagian pengguna taman seperti tempat melakukan tindakan di luar norma.

Teknik biaya pengganti (replacement cost) pembangunan Taman Menteng dan Willingness to Pay (WTP) para pihak terhadap keberadaan Taman Menteng dengan metode pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) merupakan dua pendekatan yang digunakan untuk mengetahui nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng. Dalam penelitian ini, berdasarkan metode biaya pengganti nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng jauh lebih besar daripada pendekatan WTP, yaitu sebesar Rp 463 976 011 445. Nilai ekonomi total keberadaan Taman Menteng berdasarkan WTP didapatkan sebesar Rp 1 483 435 816. Pelaku usaha


(4)

iv memiliki rataan WTP tertinggi terhadap keberadaan Taman Menteng sebesar Rp 49 630 dibandingkan masyarakat sekitar sebesar Rp 16 844 dan pengunjung sebesar Rp 5 522. Hal ini dikarenakan, pelaku usaha memiliki kepentingan terhadap keberadaan Taman Menteng yang merupakan sumber penghasilan utama sehingga mereka memberikan nilai ekonomi yang tinggi terhadap keberadaan Taman Menteng. Hasil penilaian ekonomi tersebut mencerminkan bahwa keberadaan Taman Menteng memiliki nilai penting bagi masyarakat sehingga keberadaannya pelu dipertahankan.

Manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar dari keberadaan Taman Menteng diantaranya adalah penyerapan tenaga kerja dan kontribusi terhadap tambahan pendapatan bagi sebagian masyarakat. Penyerapan tenaga kerja dengan adanya Taman Menteng sebanyak 77 orang yang terbagi dalam 8 kelompok pekerjaan. Juru parkir merupakan pihak yang paling merasakan manfaat berupa tambahan pendapatan dari keberadaan Taman Menteng yaitu sebesar Rp 3 750 000. Selanjutnya, tambahan pendapatan yang diterima oleh kelompok pekerja lainnya adalah usaha warung sebesar Rp 3 600 000, penjaja makanan sebesar Rp 2 665 000, minuman keliling sebesar Rp 2 248 182, kebersihan taman sebesar Rp 1 635 571, keamanan taman sebesar Rp 1 416 667, dan penyiraman taman sebesar Rp 1 100 000. Keberadaan Taman Menteng menjadi sumber penghasilan utama bagi kelompok pekerjaan sebagai juru parkir dan penyiraman taman dengan proporsi pendapatan keduanya sebesar 100%, begitu pula dengan 4 kelompok pekerjaaan lainnya, seperti minuman keliling (91%), penjaja makanan (86%), warung taman (85%), dan kebersihan taman (73%). Bagi pekerja penjaga toilet dan keamanan taman, pendapatan yang didapatkan dari adanya Taman Menteng merupakan pendapatan sampingan terlihat dari proporsi pendapatan keduanya berturut-turut sebesar 38% dan 46%. Penentuan kategori pendapatan tersebut terkait dengan teori menurut Soehadji dalam Soetanto (2002), dimana proporsi pendapatan antara 70-100% disebut pandapatan utama, antara 30-70% disebut pendapatan sampingan, dan kurang dari 30% dikatakan sebagai pendapatan sambilan.

Kata kunci : Taman Kota Menteng, Willingness to Pay, Replacement Cost, nilai ekonomi keberadaan, manfaat ekonomi, proporsi pendapatan.


(5)

NILAI DAN MANFAAT EKONOMI KEBERADAAN TAMAN

KOTA MENTENG, JAKARTA PUSAT SEBAGAI

SALAH SATU BENTUK PEMANFAATAN

RUANG TERBUKA HIJAU

NUR ELOK FAIQOH H44080107

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Nilai dan Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Kota Menteng, Jakarta Pusat sebagai Salah Satu Bentuk Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Nur Elok Faiqoh H44080107


(7)

v Judul Skripsi : Nilai dan Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Kota Menteng,

Jakarta Pusat sebagai Salah Satu Bentuk Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau

Nama : Nur Elok Faiqoh

NIM : H44080107

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc NIP : 19690917 200604 2 011

Nuva, SP, M.Sc -

Diketahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : 19660717 199203 1 003


(8)

vi Tanggal Lulus :

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Alm. Ibunda tercinta Suyatni, Ayahanda Susanto, Kakak ku Nur Rohman, adik ku Nur Fatimah, Lek Nurul, Mba Reni, Mas Agus serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan doa yang tak pernah putus kepada penulis.

2. Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama dan Nuva, SP, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan waktu, tenaga, arahan, motivasi untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membatu penulis selama ini.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr atas kesediannya menjadi dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji perwakilan departemen yang telah bersedia meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran bagi perbaikan skripsi ini.

4. Bpk. Kamal Alatas selaku pengawas Taman Menteng dan Ibu Reyna dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman Prov. DKI Jakarta, Seksi Taman Kota dan Lingkungan, Bidang Taman Kota; Bpk. M Fajar Sauri selaku Kepala Bidang Taman Kota; serta para pekerja taman yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan informasi yang telah diberikan. 5. Sahabat penulis: Anggi P.A, Ninggar, Sausan, Indri, Anggi A.O, Mimi,

Ajeng, Fauziah, Imam, Sandy, Yogi, Husen, Nany, Neno, Cipie, Ijal. Rekan satu bimbingan skripsi: Mirza, Dyah, Nurul, Novalita, Evy, Erwan, Shinta. Sahabat tersayang di Kost Harmony 1: Sakinah, Dinia, Citra, Ana, Yona, Rumi, Rathih, Risma, Riska, Nobi serta keluarga besar ESL 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas berbagai ilmu, kebersamaan, keceriaan, kesedihan, doa, semangat, bantuan, dan dukungan kalian.


(9)

vii 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga selesai penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Judul skripsi ini adalah “Nilai dan Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Kota Menteng, Jakarta Pusat sebagai Salah Satu Bentuk Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau”. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai persepsi multistakeholder terhadap fungsi keberadaan Taman Menteng, mengetahui besarnya nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng, dan menganalisis manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan di Taman Menteng terhadap masyarakat.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak khususnya kepada pengelola Taman Menteng dan taman kota lainnya dalam rangka pengembangan dan pengelolaan taman.

Bogor, Februari 2013

Nur Elok Faiqoh H44080107


(10)

(11)

viii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN . ... ii

RINGKASAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

KATA PENGANTAR . ... vii

DAFTAR TABEL . ... x

DAFTAR GAMBAR . ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Konsepsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 11

2.1.1 Pengertian dan Tujuan RTH ... 12

2.1.2 Tipologi RTH ... 12

2.1.3 Fungsi RTH ... ... 13

2.1.4 Bentuk RTH ... 14

2.2 Taman Kota ... 15

2.3 Analisis Deskripsi Berdasarkan Persepsi ... 16

2.4 Nilai Keberadaan (Existence Value) ... 16

2.4.1 Contingent Valuation Method (CVM) ... ... 17

2.4.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost) ... 18

2.5 Manfaat Ekonomi Taman Kota ... 19

2.6 Penelitian Terdahulu ... 21

2.6.1 Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Taman ... 21

2.6.2 Penelitian Terhadap Keberadaan RTH ... 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

IV. METODE PENELITIAN ... 28

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 28

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 29


(12)

ix 4.4.1 Persepsi Multistakeholder terhadap Fungsi Keberadaan

Taman Menteng ... 31

4.4.2 Pendugaan Nilai Ekonomi Keberadaan Taman Menteng ... 32

4.4.3 Analisis Manfaat Ekonomi dari Kegiatan di Taman Menteng dengan Mengestimasi Perubahan Pendapatan Masyarakat .... 37

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 39

5.1 Gambaran Umum Kawasan Taman Menteng ... 39

5.2 Sejarah Taman Menteng ... 40

5.3 Operasional Pengelolaan Taman Menteng ... 42

5.4 Karakteristik Umum Pengunjung Taman Menteng ... 44

5.5 Karakteristik Umum Masyarakat Sekitar Taman Menteng ... 48

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

6.1 Potensi Pemanfaatan Taman Menteng ... 51

6.2 Persepsi Multistakeholder terhadap Keberadaan Taman Menteng . 56 6.2.1 Kondisi Taman Menteng ... 57

6.2.2 Kegiatan yang Dilakukan di Taman Menteng... 60

6.2.3 Perbaikan Fasilitas Taman Menteng ... 62

6.2.4 Dampak Negatif Keberadaan Taman Menteng ... 65

6.2.5 Pentingnya Keberadaan Taman Menteng ... 67

6.3 Nilai Ekonomi Keberadaan Taman Menteng ... 74

6.3.1 Pendekatan Teknik Biaya Pengganti (Replacement Cost) .... 75

6.3.2 Pendekatan Metode CVM ... 76

6.4 Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Menteng ... 83

6.4.1 Perubahan Pendapatan Masyarakat Dengan dan Tanpa Adanya Taman Menteng ... 87

6.4.2 Proporsi Pendapatan Masyarakat dari Adanya Taman Menteng terhadap Total Pendapatan ... 89

VII. SIMPULANDAN SARAN ... 93

7.1 Simpulan ... 93

7.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN ... 100


(13)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kualitas dan Baku Mutu Udara Prov. DKI Jakarta 2009-2011 ... 2

2. Jumlah Kendaraan Bermotor Prov. DKI Jakarta 2008-2010 ... 3

3. Luas Ruang Terbuka Hijau Provinsi DKI Jakarta... 4

4. Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Taman Kota ... 21

5. Penelitian Mengenai Ruang Terbuka Hijau ... 22

6. Matriks Analisis Data ... 30

7. Indikator Kriteria Kategori Penilaian Kondisi Taman Menteng ... 31

8. Karakteristik Responden Pengunjung Taman Menteng ... 45

9. Karakteristik Responden Masyarakat Sekitar Taman Menteng ... 49

10.Persepsi Multistakeholder Mengenai Kondisi Taman Menteng ... 58

11.Persepsi Multistakeholder Mengenai Kegiatan yang Dilakukan Saat di Taman Menteng ... 61

12.Persepsi Multistakeholder terhadap Perbaikan Fasilitas ... 63

13.Persepsi Multistakeholder terhadap Fungsi Keberadaan Taman Menteng... 68

14.Rincian Biaya Keseluruhan Pembangunan dan Pemeliharaan Taman Menteng Tahun 2012(Rupiah) ... 76

15.Distribusi Nilai WTP Taman Menteng ... 79

16.Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Menteng Bagi Masyarakat ... 83

17.Penyerapan Tenaga Kerja Taman Menteng ... 85

18.Jumlah Unit Usaha dan Jenis Usaha di Taman Menteng ... 86

19.Pendapatan Rata-rata Masyarakat Dengan dan Tanpa Adanya Taman Menteng(Rupiah/Bulan) ... 88

20.Proporsi Pendapatan Rata-rata Masyarakat dari Kegiatan Wisata di Taman Menteng terhadap Pendapatan Total Tahun 2012 ... 90


(14)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ruang Terbuka Hijau ... 12

2. Skema Kerangka Alur berpikir ... 27

3. Area Parkir Taman Menteng ... 52

4. Rumah Kaca Taman Menteng ... 52

5. Area Olahraga Taman Menteng ... 53

6. Pemanfaatan Area Taman ... 54

7. Area Bermain Anak Taman Menteng ... 55

8. Pemanfaatan Basement Gedung Parkir Taman Menteng ... 55

9. Monumen Kenangan Persija ... 56

10.Rambu Taman, Biopori, Tempat Sampah, Kolam Air Mancur Taman Menteng... 56

11.Tutupan Lahan oleh Tanaman Pada Tahun 2008 dan 2012 ... 60

12.Dampak Negatif Keberadaan Taman Menteng ... 66

13.Persepsi Multistakeholder Mengenai Perlunya Penambahan Jumlah RTH di Jakarta ... 73


(15)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pembagian Jenis-jenis RTH Publik dan RTH Privat ... 101

2. Jenis, Fungsi dan Tujuan Pembangunan RTH ... 102

3. Rincian Data Nilai WTP dari Masing-masing Responden ... 104

4. Rincian Pendapatan Unit Usaha/Bulan Taman Menteng ... 107

5. Rincian Pendapatan Para Pekerja Taman Menteng ... 108

6. Peta Lokasi Taman Menteng ... 109


(16)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi salah satu pusat perekonomian di Indonesia. Hampir semua pusat pemerintahan, industri, dan perdagangan Indonesia berada di kota ini. Perkembangan Jakarta yang pesat ternyata telah mengubah wujud kota yang maju secara ekonomi namun cenderung mundur secara ekologi (Yuleff, 2008). Pada dasarnya pembangunan merupakan pendayagunaan sumberdaya dan lingkungan sehingga memberikan manfaat serta kesejahteraan bagi masyarakat dan kualitas lingkungan yang baik agar tetap terjaga (Manik, 2009). Pembangunan kota selalu menimbulkan dampak lingkungan, baik positif maupun negatif. Kenyataannya, pembangunan kota yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi semata cenderung bertentangan dengan prinsip pelestarian lingkungan.

Selain itu, berbagai aktivitas masyarakat juga akan mempengaruhi kualitas lingkungan sekitarnya. Kualitas lingkungan akan berkaitan erat dengan kualitas hidup penghuninya. Semakin lengkap fasilitas umum yang dapat dijangkau oleh semua penduduk kota, berarti semakin baik kualitas hidup kolektif penduduk yaitu kualitas hidup kota. Akan tetapi, saat ini kondisi Jakarta menunjukkan penurunan kualitas lingkungan seperti meningkatnya polusi udara seperti yang terlihat pada Tabel 1.


(17)

2 Tabel 1. Kualitas dan Baku Mutu Udara Provinsi DKI Jakarta Menurut

Lokasi Pengukuran Tahun 2009-2011 Lokasi Pengukuran

Metode Sesaat (µg/Nm³)

NO2 SO2 TSP Pb

2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011 I. Daerah Pemukiman 1. Dinas Pertamanan 15.63 15.63 - 4.73 4.73 - 114 114 - 0.021 0.021 - 2. Kantor Kec.Ciliwung 32.33 32.33 - 8.24 8.24 - 264 264 - 0/009 0/009 - 3. Kantor Kel.Tebet 56.34 56.34 63.76 7.61 7.61 33.25 154 154 178.11 0.011 0.011 0.012 4. Masjid Al-Firdaus 25.05 25.05 54.77 6.49 6.49 57.47 168 168 111.33 0.021 0.021 0.019 5. IPAK Lubang Buaya 18.65 18.65 - 4.58 4.58 - 162 162 - 0.006 0.006 -

II. Daerah Industri

1. PT JIEP Pulo Gadung 28.5 28.5 21.12 10.06 10.06 28.89 296 296 349.78 0.009 0.009 0.022

III. Daerah Perkantoran

1. Mesjid Istiqlal 22.46 22.46 29.43 8.92 8.92 40.11 151 151 102.06 0.007 0.007 0.040 2. Kuningan (BPLHD ) 44.58 44.58 50.57 5.03 5.03 24.73 170 170 93.83 0.0014 0.0014 0.008

IV. Daerah Rekreasi

1. Dunia Fantasi Ancol 23.39 22.46 53.90 9.23 8.92 30.31 170 151 109.39 0.004 0.004 0.012 Sumber: BPLHD Provinsi DKI Jakarta, Diolah (2012)

Keterangan: Kriteria Ambien Kualitas Udara (Bilai Baku Mutu)

- Nitrogen Dioksida (NO2) = 0.0500 ppm = 92.00 µg/Nm3/24jam - Sulfur Dioksida (SO2) = 0.1000 ppm = 260 µg/Nm

3 /24jam - TSP = 150 (µg/m3) = 230 µg/m3/24jam

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa untuk menentukan kualitas udara dapat dilihat dari empat parameter (NO2, SO2, TSP, Pb). Berdasarkan empat parameter yang diukur oleh stasiun pemantauan yang berbeda dalam penentuan kualitas udara dapat diketahui telah terjadi penurunan kualitas udara di Jakarta tiap tahunnya. Walaupun memang belum melewati kriteria ambien kualitas udara berdasarkan BPLHD Jakarta yang telah ditentukan, akan tetapi tingkat pencemaran udara terus meningkat. Salah satu penyebabnya adalah makin meningkat polusi udara terutama dari pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta yang cukup tinggi. Tabel 2 memperlihatkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dari tahun 2008-2010.


(18)

3 Tabel 2. Jumlah Kendaraan Bermotor Provinsi DKI Jakarta 2008-2010

No Jenis Kendaraan Tahun

2008 2009 2010

1 Sepeda Motor 6 765 723 7 518 098 8 764 130

2 Mobil Penumpang 2 034 943 2 116 282 2 334 883

3 Mobil Bis 538 731 550 924 565 727

4 Mobil Beban/Truk 308 528 309 385 332 779

Total 9 647 925 10 494 689 11 997 519

Sumber: BPS Prov.DKI Jakarta 2011

Menurut Darmanto dan Sofyan (2012), transportasi merupakan salah satu sektor yang menyumbang emisi pencemar udara yang cukup tinggi terutama dari mini bus dan truk ringan untuk NO2 dan sepeda motor untuk CO. Emisi yang dihasilkan dari sektor transportasi dalam ton pertahun untuk zat SO2 sebanyak 21.73%, NO2 92.27%, dan CO 99.94%. Sulitnya pengendalian terhadap jumlah kendaraan memperburuk kualitas lingkungan Jakarta. Masalah lingkungan hidup di perkotaan merupakan masalah yang kompleks. Menurut Irwan (2008) pengelolaan lingkungan hidup di Jakarta merupakan upaya terpadu, meliputi berbagai ilmu dari berbagai sektor seperti pemanfaatan, penataan, pemeliharaan pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan dari berbagai intansi pemerintah, swasta, perguruan tinggi, maupun masyarakat.

Pemekaran dan pengembangan kota cenderung terus meningkat dan menimbulkan fenomena pembangunan fisik struktur menuju arah maksimal, pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menuju arah minimal, dan kecenderungan mengubah wajah lingkungan alam (Salfifi, 1983). Semakin berkurangnya keberadaan RTH dan bertambahnya dominasi lahan terbangun kota berdampak pada keseimbangan ekosistem kota dengan indikasi penurunan kualitas lingkungan perkotaan, banjir pada musim hujan, fenomena pulau panas (urban heat island) pada musim kemarau, dan meningkatnya pencemaran udara


(19)

4 kota (Joga dan Ismaun, 2012). Penentuan luas RTH, sebaiknya tidak hanya fokus terhadap besarnya lahan (kuantitas), tetapi juga fungsinya (kualitas). Sebagian besar penambahan RTH harus digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) di wilayah Jakarta dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu RTHK Pertamanan, RTHK Pertanian, RTHK Konservasi. Masing-masing dikelola oleh intansi di lingkungan pemda, yaitu Dinas Pertamanan, Dinas Pertanian, dan Dinas Kehutanan (Sugandhy dan Hakim, 2009). Rencana umum tata ruang wilayah Jakarta 1985-2005 secara tegas mencantumkan perlunya pembangunan pertamanan khususnya RTHK untuk menciptakan lingkungan kota yang teratur, bersih, indah, teduh, dan sehat. Tindak lanjut dari pembangunan tersebut Pemerintah Wilayah Jakarta membentuk instansi pengelolaan ruang terbuka hijau yaitu Dinas Pertamanan dan Pemakaman. Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa terjadi peningkatan dalam segi luas RTH tiap tahunnya mulai dari tahun 2008 hingga 2011 di Provinsi DKI Jakarta yang dikelola oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman.

Tabel 3. Luas Ruang Terbuka Hijau Provinsi DKI Jakarta

No. Wilayah Kota

Madya

Luas Ruang Terbuka Hijau Pertamanan Provinsi DKI Jakarta (m²)

2008 2009 2010 2011

1 Jakarta Pusat 3 796 144.29 4 175 621.29 4 175 820.29 4 175 820.29 2 Jakarta Utara 1 004 508.75 1 732 460.75 1 783 075.75 1 895 082.75 3 Kepulauan Seribu 44 995.00 44 995.00 44 995.00 4 Jakarta Barat 947 378.26 1 837 632.26 1 837 632.26 2 431 119.26 5 Jakarta Selatan 4 142 351.00 5 650 683.00 5 683 967.00 5 793 087.57 6 Jakarta Timur 11 055 685.00 12 788 628.00 12 958 377.79 13 027 211.87

Jumlah Total 20 946 067.30 26 230 020.30 26 483 868.09 27 367 316.74

Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman Prov. DKI Jakarta, Diolah (2012)

Berdasarkan UU Penataan Ruang No. 26 tahun 2007 luas RTH suatu daerah adalah 30% dari luas wilayah administratif. Akan tetapi, pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencantumkan target RTH dalam RTRW DKI Jakarta yaitu


(20)

5 sebesar 20%, namun hingga tahun 2011 realisasinya baru mencapai 9.8% dari total luas kota Jakarta yaitu 7 639.83 km2 (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011). Luasan RTH ini relatif sangat rendah dibandingkan dengan luasan RTH yang disyaratkan bagi setiap kota di Indonesia yaitu sebesar 30%. Pemda DKI Jakarta terus berupaya untuk meningkatkan RTH yang ada, salah satunya dengan perencanaan penggabungan RTH publik dan privat.

Permasalahan penambahan RTH pada umumnya terkait erat dengan ketersediaan lahan untuk RTH yang semakin bersaing dengan sektor pembangunan lainnya. RTH yang sudah dibangun di Jakarta pada umumnya belum efektif, seperti yang terjadi di sepanjang sisi kali sunter, dimana area yang seharusnya berfungsi sebagai jalur hijau saat ini terlihat kumuh (Fajri, 2012). Keberadaan RTH tidak boleh dikesampingkan dengan pembangunan di sektor lain. Hal tersebut dikarenakan fungsi RTH sangatlah penting terutama dari fungsi ekologis yang bisa mengatasi permasalahan lingkungan Kota. Menurut Irwan (2008), masalah lingkungan kota di Jakarta dapat ditanggulangi dengan mengembangkan penghijauan kota yang efektif, dirancang ke arah terbentuknya struktur ekologis yang berfungsi melestarikan lingkungan yang nyaman dan sehat berbentuk RTH. Peningkatan kuantitas dan kualitas penghijauan kota dalam bentuk RTH mutlak diperlukan agar masyarakat Jakarta bisa merasakan kualitas lingkungan yang lebih baik. Berdasarkan Pasal 74 dalam RTRW DKI Jakarta tahun 2007 menjelaskan bahwa salah satu bentuk RTH publik di perkotaan adalah sebagai taman kota.

Salah satu upaya penambahan RTH Publik berupa taman kota direalisasikan oleh pemerintah DKI Jakarta dalam pembangunan Taman Kota


(21)

6 Menteng Jakarta Pusat. Keberadaan Taman Menteng selain dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi utama kawasan tersebut sebagai Penyempurna Hijau Rekreasi (PHR) juga berfungsi sebagai daerah resapan air, mereduksi polutan, sumber oksigen, dan keindahan kota (Dinas Pertamanan dan Pemakaman, 2012). Disisi lain, Taman Kota Menteng berfungsi sebagai wadah bertemunya satu kelompok dengan kelompok lainnya untuk berbagai kegiatan positif. Taman kota diperuntukkan sebagai penyeimbang antara area terbangun dan tidak terbangun yang memiliki fungsi seperti area bermain, berolahraga, bersosialisasi, dan aktivitas lain bagi masyarakat (Bappeda, 2009). Taman kota dapat menyerap hasil negatif dari kegiatan kota seperti mereduksi potensi banjir, menyerap panas, meredam kebisingan, mengurangi debu, serta membentuk habitat untuk berbagai jenis burung dan menimbulkan lingkungan yang baik untuk kota (Joga dan Ismaun, 2011).Oleh karena itu, keberadaan taman kota memiliki peranan penting sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai nilai dan manfaat ekonomi keberadaan Taman Menteng sebagai salah satu bentuk pemanfaatan RTH.

1.2 Perumusan Masalah

Taman Menteng awalnya merupakan Lapangan Sepak Bola Persija atau lebih dikenal Stadion Persija Menteng. Pemerintah DKI Jakarta berupaya untuk menambah RTH Publik dan juga menata lingkungan kawasan Menteng dengan mengalihfungsikan Stadion Persija menjadi RTH publik yaitu berupa taman kota. Maksud dan tujuan dari penataan tersebut adalah meningkatkan kualitas lingkungan kota dan menyediakan ruang terbuka publik serbaguna yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (Dinas Pertamanan dan Pemakaman, 2006). Hal tersebut diperkuat lagi dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999


(22)

7 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta, dimana status kawasan Taman Kota Menteng adalah Penyempurna Hijau Rekreasi (PHR).

Konsep pengembangan yang dibentuk diharapkan dapat menyelaraskan tiga fungsi Taman Menteng yaitu, fungsi ekologis, fungsi sosial budaya, dan fungsi estetika (Dinas Pertamanan dan Pemakaman, 2012). Selain fungsi utamanya sebagai daerah resapan air (fungsi ekologis), Taman Menteng juga memberikan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan akan kualitas lingkungan yang baik, keindahan kota serta sarana hiburan masyarakat Jakarta dari berbagai lapisan perekonomian. Pengunjung Taman Menteng bukan hanya masyarakat lokal, tidak sedikit masyarakat luar Jakarta. Secara umum, Taman Menteng memiliki konsep publik yang pengembangannya menitikberatkan pada pelestarian dan perbaikan kualitas lingkungan. Selain itu, taman ini diharapkan sebagai taman kota yang diperuntukkan bagi kegiatan wisata keluarga dan taman interaktif masyarakat (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2006).

Besarnya potensi yang dimiliki Taman Menteng sebagai penyeimbang lingkungan dan penyedia sarana hiburan dan olahraga bagi masyarakat DKI Jakarta menjadikan taman ini tidak pernah sepi dari pengunjung. Beragam jenis aktivitas dapat dilakukan pengunjung saat berada di kawasan ini. Bahkan semenjak diresmikan pada tahun 2007, jumlah pengunjung Taman Menteng terus mengalami peningkatan (Seksi Taman Kota dan Lingkungan, 2012). Peningkatan jumlah pengunjung menunjukkan adanya minat lebih masyarakat terhadap keberadaan Taman Menteng. Penggunaan fungsi lahan yang berkembang dan meningkat di kawasan Taman Menteng diharapkan tidak mengakibatkan terjadi penurunan kualitas keindahan dan fungsi utama dari taman kota itu sendiri, seperti


(23)

8 yang terjadi di kawasan ini sebelumnya sebagai Stadion Persija Menteng. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus oleh pengelola Taman Menteng, pengunjung, masyarakat, dan pihak terkait dalam pemeliharaan agar kualitasnya dapat terjaga secara berkelanjutan dan tetap menjadi sarana yang potensial sebagai penyeimbang lingkungan.

Pengelolaan yang baik diharapkan dapat menjaga eksistensi Taman Menteng sehingga tetap menjadi taman kota yang diharapkan oleh masyarakat. Besarnya minat masyarakat yang datang untuk melakukan berbagai aktivitas di Taman Menteng diharapkan dapat meningkatkan manfaat ekonomi bagi sebagian masyarakat yang berusaha maupun bekerja di sekitar taman. Peningkatan jumlah kunjungan berkaitan erat dengan penghasilan yang akan diterima oleh masyarakat yang memiliki usaha di Taman Menteng. Berdasarkan perumusan masalah tersebut terdapat permasalahan yang perlu dianalisis, yaitu :

1. Apa pentingnya keberadaan Taman Menteng ? 2. Berapa nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng ?

3. Berapa besarnya manfaat ekonomi bagi masyarakat dengan adanya keberadaan Taman Menteng ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari penelitian : 1. Mengidentifikasikan persepsi multistakeholder terhadap fungsi keberadaan

Taman Menteng.

2. Mengetahui seberapa besar nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng. 3. Menganalisis manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata di


(24)

9 1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemda DKI Jakarta, khususnya Dinas Pertamanan dan Pemakaman selaku pengelola taman kota dan para pengambil kebijakan RTH terutama sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan RTH kedepannya. Selanjutnya, bagi pengelola Taman Menteng untuk melakukan perbaikan dalam segi pengelolaan sarana maupun prasarana sehingga mampu memberikan fasilitas pelayanan publik yang baik. Di sisi lain, dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi sebagian masyarakat sekitar yang memanfaatkan keberadaan Taman Menteng. Bagi civitas akademik, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pelengkap disiplin keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan serta sebagai bahan tambahan dan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya, sedangkan bagi peneliti sendiri, penelitian ini sebagai bagian praktik dari berbagai teori dan konsep yang telah dipelajari selama masa pendidikan di bangku perkuliahan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada kawasan Taman Menteng, Jakarta Pusat dan tidak membandingkan dengan taman kota lainnya. Penelitian ini menilai ekonomi keberadaan (existence value) Taman Menteng tidak dinilai secara keseluruhan, namun lebih difokuskan kepada nilai dan manfaat yang dirasakan penting bagi pengguna Taman Menteng tersebut. Manfaat ekonomi keberadaan Taman Menteng terhadap masyarakat sekitar dalam penelitian ini merupakan kontribusi pendapatan yang diterima masyarakat sebagai lahan usaha dan lapangan pekerjaan hanya dari Taman Menteng. Proporsi


(25)

10 pendapatan dihitung hanya dari pendapatan di Taman Menteng terhadap pendapatan total. Unit usaha yang terkait penelitian ini merupakan unit usaha kecil karena fokus terhadap masyarakat sekitar saja. Fungsi keberadaan Taman Menteng dinilai berdasarkan multi pihak melalui analisis deskriptif dengan pendekatan persepsi.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsepsi Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota. RTH berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, dan kawasan hijau pekarangan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan).

2.1.1 Pengertian dan Tujuan RTH

Secara sistem, ruang terbuka hijau kota pada dasarnya adalah bagian dari kota yang tidak terbangun yang berfungsi menunjang kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan, dan pelestarian alam. Menurut Hakim (2010), secara definitif ruang terbuka hijau adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, sarana lingkungan kota, dan pengamanan dan atau budidaya pertanian.

Definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mengacu pada Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 adalah area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut (Departemen Arsitektur Lanskap IPB, 2005).


(27)

12 2.1.2 Tipologi RTH

Berdasarkan tipologi RTH, secara fisik RTH dapat diklasifikasikan menjadi RTH alami dan RTH non alami. RTH alami berupa habitat liar atau alami, kawasan lindung, dan taman nasional. RTH non alami atau binaan seperti taman kota, lapangan olahraga, kebun bunga, pemakaman, dan jalur hijau jalan. Berdasarkan fungsinya, RTH diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan pembagian jenis-jenis RTH yang ada sesuai dengan tipologi RTH sebagaimana Gambar 1.

Alami Ekologis Pola Ekologis Publik Non Alami Sosial Budaya Pola Planologis Privat

Estetika Ekonomi

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008

Gambar 1. Ruang Terbuka Hijau

Dari segi kepemilikan, RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat. RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun daerah. RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat (Departemen Arsitektur Lanskap IPB, 2005). Pembagian jenis-jenis RTH publik dan RTH privat dapat dilihat pada Lampiran 1. RTH publik maupun privat memiliki fungsi utama yaitu

Ruang Terbuka Hijau


(28)

13 fungsi ekologis dan fungsi tambahan, yaitu sosial budaya, ekonomi, estetika atau arsitektural. Khusus untuk RTH dengan fungsi sosial seperti tempat istirahat, sarana olahraga dan atau area bermain, maka RTH ini harus memiliki aksesibilitas yang baik untuk semua orang, termasuk aksesibilitas bagi penyandang cacat.

Dalam penjelasan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, RTH publik terdiri dari taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. RTH privat terdiri dari kebun/halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Status kepemilikan RTH dapat berupa RTH publik yang penyediaan dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota, dan RTH privat atau non publik yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pihak atau lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh pemerintah kabupaten atau kota. Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasaan Perkotaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/2008 mengenai tujuan penyelenggaraan RTH terdapat tiga tujuan. Pertama, menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air. Kedua, menciptakan aspek planologis kota melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Ketiga, meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

2.1.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai konsentrasi untuk melakukan upaya penambahan RTH mengingat fungsi RTH yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di


(29)

14 Kawasan Perkotaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/2008, Ruang Terbuka Hijau memiliki dua fungsi yaitu sebagai fungsi utama (intrinsik) dan fungsi tambahan (ekstrinsik). Fungsi utama yaitu fungsi ekologisnya, seperti memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sirkulasi udara, pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air, tanah, dan penahan angin.

Fungsi tambahan RTH terbagi menjadi tiga fungsi. Pertama, fungsi sosial dan budaya seperti menggambarkan ekspresi budaya lokal, media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam. Kedua, fungsi ekonomi seperti menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan sebagai sumber produk yang bisa dijual seperti tanaman bunga, buah, dan sayuran. Ketiga, fungsi estetika seperti meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota, menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentukan faktor keindahan arsitektural, menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun (Diskominfomas Prov. DKI Jakarta, 2011). Manfaat yang dapat diperoleh dari Ruang Terbuka Hijau Kota sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988, antara lain memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lingkungan, memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota, memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. 2.1.4 Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan fungsi dan tujuan pembangunan, terdapat delapan jenis bentuk RTH, yaitu sebagai taman kota; jalur (tepian) sempadan sungai dan pantai;


(30)

15 taman olahraga, bermain, relaksasi; taman pemakaman umum; pertanian kota; dan taman (hutan) kota. Jenis pertama sebagai taman kota memiliki fungsi ekologis, rekreatif, estetis dan olahraga dan dengan tujuan keindahan, mengurangi cemaran, meredam kebisingan dan lain sebagainya. Jenis, fungsi, dan tujuan pembangunan RTH lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

2.2 Taman Kota

Salah satu tipe hutan kota adalah tipe pemukiman. Hutan kota tipe pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Taman adalah sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu didalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak, dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya. Pada umumnya taman dipergunakan untuk olahraga, bersantai, bermain, dan sebagainya (Dahlan, 1992). Menurut Dahlan (1992), taman kota merupakan salah satu bentuk dari hutan kota. Taman kota diartikan sebagai taman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. Setiap jenis tanaman mempunyai karakteristik tersendiri baik menurut bentuk, warna, dan teksturnya.

Taman kota mempunyai banyak fungsi (multifungsi) baik berkaitan dengan fungsi hidroorologis, ekologi, kesehatan, estetika dan rekreasi. Taman perkotaan yang merupakan lahan terbuka hijau dapat berperan dalam membantu fungsi hidrologi dalam hal penyerapan air dan mereduksi potensi banjir. Pepohonan melalui perakarannya yang dalam mampu meresapkan air ke dalam tanah, sehingga pasokan air dalam tanah (water saving) semakin meningkat dan


(31)

16 jumlah aliran limpasan air juga berkurang yang akan mengurangi terjadinya banjir. Selain itu, terkait dengan fungsi ekologis taman kota dapat berfungsi sebagai filter berbagai gas pencemar dan debu, pengikat karbon, pengatur iklim mikro. Pepohonan yang rimbun dan rindang dapat terus-menerus menyerap dan mengolah gas karbondioksida (CO2), sulfur oksida (SO2), ozon (O3), nitrogendioksida (NO2), karbon monoksida (CO), dan timbal (Pb) yang merupakan 80 persen pencemar udara kota, menjadi oksigen segar yang siap dihirup warga setiap saat (Atmojo, 2007).

2.3 Analisis Deskripsi Berdasarkan Persepsi

Persepsi menurut Applebaum (1973) adalah suatu proses interpretasi yang dilakukan seseorang terhadap realitas yang diterimanya. Rakhmat (2005) menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan penafsiran pesan. Definisi yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Hubeis (2007) yang mengungkapkan bahwa persepsi adalah proses dimana suatu individu berhubungan dengan berbagai hal diluar dirinya lalu mencoba memberinya makna yang dikaitkan dengan kondisi dirinya dan dimana dia berada. Intinya, seseorang mempersepsikan sesuatu karena dia mampu menangkap sesuatu tersebut dari inderanya dan juga dia memiliki berbagai kerangka rujukan yang memungkinkan untuk menginterpretasikan, memahami, dan memberi makna terhadap sesuatu. 2.4 Nilai Keberadaan (Existence Value)

Nilai keberadaan (Existence Value) adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan ekosistem atau spesies yang ada, terlepas dari apakah sumberdaya tersebut digunakan atau tidak (Barton, 1994). Sementara itu,


(32)

17 menurut Dziegielewska (2009) nilai keberadaan merupakan cerminan dari nilai yang diberikan oleh masyarakat lebih karena manfaat keberadaan suatu barang atau jasa tertentu. Penetapan nilai keberadaan dapat digunakan melalui pendekatan harga pasar maupun non pasar. Teknik pendekatan harga pasar, yaitu pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia (Human Capital) atau pendekatan nilai yang hilang, dan pendekatan biaya kesempatan (Oportunity Cost). Terdapat beberapa teknik pendekatan produktivitas yang biasa digunakan, yaitu (a) perubahan produktivitas, (b) biaya pengganti atau Replacement Cost, dan (c) biaya pencegahan atau Prevention Cost. Teknik pendekatan non pasar dapat dilakukan melalui metode nilai hedonis (Hedonic Pricing), metode biaya perjalanan (Travel Cost), metode kesediaaan membayar atau kesediaan menerima (Contingent Valuation), dan metode Benefit Transfer (Dhewanthi, et al, 2007). 2.4.1 Contingent Valuation Method (CVM)

Kesediaan berkorban masyarakat terhadap keberadaan suatu sumberdaya dapat dihitung menggunakan Contingent Valuation Method (CVM). CVM yaitu metode dengan teknik survei untuk menanyakan secara langsung kepada para penduduk yang berada disekitar kawasan taman tentang keberadaannya melalui nilai atau harga yang mereka berikan terhadap suatu komoditi seperti barang lingkungan yang tidak memiliki harga pasar baik barang maupun jasa lingkungan. Pendekatan ini dilakukan dari asumsi bahwa dengan adanya manfaat yang dirasakan penduduk sekitar kawasan taman maka mereka akan mau berkorban (willingnes to pay/WTP) atau kemauan untuk membayar guna mempertahankan suatu barang lingkungan yang telah memberikan manfaat bagi mereka, baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Penetapan


(33)

18 menggunakan WTP didasarkan karena individu atau masyarakat sekitar tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam tersebut karena taman kota merupakan ruang publik dengan kepemilikan pemerintah (Fauzi, 2006). Nilai WTP dimaksudkan untuk mendapatkan besarnya penawaran.

Konsep dasar bagi semua teknik penilaian ekonomi adalah kesediaan membayar (willingnes to pay) dari individu untuk sumberdaya alam atau jasa lingkungan yang diperolehnya atau kesediaan untuk menerima kompensasi akibat adanya kerusakan lingkungan di sekitarnya (Pearce dan Moran, 1984). Menurut, Fauzi (2006) WTP merupakan keinginan membayar seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Keinginan membayar tersebut didasarkan pada survei yang diperoleh secara langsung dari responden yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Sementara menurut Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2006), pengukuran WTP dapat diterima dengan syarat WTP tidak memiliki batas bawah yang negatif, batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan, dan adanya konsistensi keacakan pendugaan perhitungannya.

2.4.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost)

Teknik biaya pengganti atau replacement cost merupakan suatu teknik yang terdapat pada pendekatan produktivitas. Pendekatan produktivitas digunakan untuk memberikan harga SDA dan lingkungan sedapat mungkin menggunakan harga pasar yang sesungguhnya. Biaya pengganti yaitu suatu teknik yang mengidentifikasikan biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai atau mendekati keadaan semula. Biaya yang diperhitungkan untuk mengganti SDA yang rusak dan kualitas yang menurun atau karena praktek


(34)

19 pengelolaan SDA yang kurang sesuai dapat menjadi dasar penaksiran manfaat yang diperkirakan dari suatu perubahan (Dhewanti, 2007).

Metode biaya pengganti memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat mengatasi kesalahan penghitungan akutansi yang menggunakan nilai saat ini, berpotensial untuk digunakan secara transparan, sangat cocok untuk menilai suatu aset saat terjadi inflasi yang tinggi, dan dapat menjadi dasar penentuan keputusan untuk memasuki suatu pasar. Kekurangan yang dimiliki biaya pengganti adalah menjadi subjektif dikarenakan nilai saat ini sulit untuk ditentukan, membutuhkan penghitungan yang akurat apabila menggunakan nilai sekarang apabila terjadi pergantian teknologi, mengabaikan nilai keoptimalan, dan dapat terjadi overestimate dari suatu aset yang dinilai. Menurut Jones, et al (2000), biaya pengganti terkadang dianggap kategori spesial dalam preventive expenditure, dimana perhitungannya dengan mengestimasi nilai kerusakan lingkungan berdasarkan jumlah yang dimiliki untuk dikeluarkan dalam memperbaiki lingkungan ke keadaan sebelum kerusakan. Maka, kejadian seperti polusi dihitung sebagai potensi dan secara aktual biaya pembersihan mungkin dapat menjadi indikator yang baik menilai pengukuran pencegahan.

2.5 Manfaat Ekonomi Taman Kota

Pembangunan taman kota merupakan suatu proyek pemerintah untuk memberikan pelayanan publik berupa penghijauan kota. Definisi proyek adalah kegiatan investasi atau pengalokasian kembali sumberdaya-sumberdaya yang direncanakan serta mempertimbangkan individu atau masyarakat seluruhnya yang mendapat keuntungan sebesar-besarnya atau mengalami kerugian dari pelaksanaan suatu proyek (Gittinger, 2008 dan Hanley dan Spash, 1993). Analisa


(35)

20 proyek diperlukan untuk menentukan dan menilai biaya-biaya dan manfaat-manfaat yang akan timbul dengan usulan proyek dan membandingkan keduanya dalam situasi tanpa proyek (Gittinger, 2008).

Manfaat adalah tambahan bagian yang diperoleh atau dirasakan oleh individu atau masyarakat sebagai akibat adanya investasi baik yang dirasakan langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung (direct benefit) yaitu manfaat yang secara nyata dan langsung dapat dirasakan sebagai akibat proyek (Departemen ESL, 2008). Manfaat langsung dengan adanya taman kota misalnya tempat rekreasi, olahraga, kesejukan, penyerapan tenaga kerja, dan lainnya. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yaitu manfaat yang secara tidak langsung ditimbulkan karena adanya proyek. Manfaat tidak langsung dengan adanya taman kota bisa berupa daerah resapan air, penyerap polusi, dan peredam kebisingan. Selain itu, manfaat proyek juga bisa berupa manfaat yang tidak bisa dihitung (intangible benfit) dan manfaat yang bisa dihitung (tangible benefit).

Intangible benfit yaitu manfaat yang secara tidak langsung dapat dinikmati masyarakat tetapi sulit dihitung seperti keindahan kota karena adanya taman kota. Tangible benefit yaitu manfaat yang dihasilkan suatu proyek yang bisa dihitung. Menurut Tyrvainen (2001) manfaat suatu taman kota dapat diukur dan dihitung nilai manfaatnya. Parameter yang dihitung antara lain seperti: kesediaan membayar untuk rekreasi, sebagai penghasil kayu dan non-kayu, kesejukan dan kenyamanan. Menurut Dahlan (2004) manfaat penghijauan kota dapat dihitung secara ekonomi. Berikut nilai ekonomi yang dapat dihitung dari adanya taman kota, seperti hasil kayu dan non kayu, tempat pesta, berdasarkan nilai ekologisnya (produksi oksigen, kesejukan dan kenyamanan, penyerapan pencemaran udara,


(36)

21 dan produksi air tanah), dan penyerapan tenaga kerja. Vanhove, 2005 mengemukakan bahwa dampak ekonomi dari kegiatan wisata adalah: peningkatan atau pembangkit pendapatan (income generation), peningkatan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dari pajak, efek keseimbangan pembayaran, perbaikan struktur ekonomi daerah wisata, mendorong kegiatan usaha dan kerugian ekonomi. Suatu pendapatan dari kegiatan usaha dapat dikatakan sebagai pendapatan pokok jika memiliki persentase terhadap pendapatan total sebesar >70%, pendapatan sampingan antara 30-70%, dan cabang pendapatan <30% (Soehadji, 1995 dalam Soetanto, 2002).

2.6 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan referensi untuk penyempurnaan penelitian ini seperti penelitian tentang keberadaan ruang terbuka hijau dan penilaian ekonomi terhadap keberadaan taman kota.

2.6.1 Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Taman

Penelitian yang memperhitungkan nilai ekonomi suatu taman kota telah dilakukan oleh Harnik dan Welle (2006) dan Harnik, (2011). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Taman Kota


(37)

22

No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Harnik “The Economic

Benefit of The Park and Recreation

System of Virginia Beach, Virginia”

Penelitian ini menilai ekonomi dari adanya taman di pantai Virginia dengan luas 33 640 hektar. Mengukur manfaat penggunaan langsung

menggunakan konsep Willingness to Pay.

Terdapat tujuh faktor untuk menilai manfaat ekonomi dalam penelitian ini diantaranya udara bersih ($4,5 juta), air bersih ($1,5 juta), pariwisata ($295 juta), penggunaan langsung ($337 juta), kesehatan ($38 juta), nilai properti ($10,2 juta), dan hubungan sosial masyarakat ($3,9juta). Estimasi nilai total manfaat ekonomi Taman Pantai Virginia adalah $ 691 166 971

2. Harnik

dan Welle

”Measuring The Economic Value of a City Park System-The

Economic Value of Direct Use in Boston”

Luas area taman ini sebesar 5 040 hektar. Mengukur manfaat penggunaan langsung didasarkan pada satuan hari menggunakan konsep Willingness to Pay dengan metode yang dikembangkan oleh US Army Corps Engineers. Aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung diberikan nilai satuan dollar per aktivitasnya. Fasilitas atau kegiatan terdiri dari penggunaan taman secara umum (taman bermain, jalan, duduk,dll), penggunaan fasilitas olahraga (tennis, sepedaan, berenang, dll), dan penggunaan khusus (golf, festifal, konser, atraksi, dll) yang masing-masing memiliki nilai total berturut-turut sebesar $ 146 230 236, $ 147 812 453, dan $ 60 309 713. Sehingga didapatkan nilai ekonomi total penggunaan langsung sebesar $ 335 352 402

2.6.2 Penelitian Mengenai Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Penelitian mengenai ruang terbuka hijau telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah Hasanah (2011) dan Yuliasari (2008). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penelitian Mengenai Ruang Terbuka Hijau

No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Hasanah “Pengaruh

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) terhadap harga lahan di permukiman (Studi kasus : Kelurahan Kelapa Gading

Faktor yang secara nyata mempengaruhi lahan di Kelurahan Kelapa Gading Timur (KGT) adalah jarak terhadap RTH Publik dan kenyamanan lingkungan, berdasarkan hasil model regresi double log dengan R² adjust 83,8%. Sedangkan di Kelurahan Kelapa

Gading Barat (KGB) variabel yang


(38)

23

No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

Timur dan Kelapa Gading Barat”

dan luas RTH Privat dengan hasil model regresi double log dengan R² adjust 85,3% 2. Yuliasari “Distribusi Spasial

Ruang Terbuka Hijau berdasarkan pengelolaan RTH di Provinsi DKI Jakarta”

Delineasi diatas citra IKONOS diketahui jumlah RTH yang dikelola pemerintah Provinsi DKI sebesar 2 567,63 ha. Masing-masing terdiri dari Dinas Pertamanan dan Pekerjaan Umum sebesar 0,81%, Dinas Pertanian dan Kehutanan sebesar 2%, Dinas Pemuda dan Olahraga sebesar 0.32%, dan Dinas Pemakaman sebesar 0,45%. Luas RTH di DKI Jakarta melalui delineasi didapatkan sebesar 3.88% sedangkan laporan dari intansi pemerintah tahun 2006 sebesar 10.93%.


(39)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Pembangunan fisik dan ekonomi yang sejalan dengan perlindungan lingkungan harus dilaksanakan secara simultan, agar tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (UU No. 23 Tahun 1997). Pertumbuhan ekonomi disertai pesatnya peningkatan penduduk, perkembangan teknologi serta kegiatan industri menimbulkan berbagai masalah lingkungan, terutama daerah perkotaan seperti DKI Jakarta. Permasalahan lingkungan Jakarta yang makin meningkat membuat Jakarta sulit keluar dari bencana banjir, krisis air bersih, kemacetan lalu lintas, pencemaran udara yang membuat kondisi Jakarta makin terpuruk. Bahkan berdasarkan pengamatan 30 tahun terakhir ini, kenaikan suhu rata-rata udara di kota Jakarta hampir mencapai 5°C (Wardhana, 2010). Permasalahan tersebut akan menjadi beban bagi lingkungan Jakarta bila tidak ada upaya untuk meminimalkan dampaknya.

Salah satu upaya pencegahan untuk memperbaiki kualitas lingkungan adalah meningkatkan kualitas lingkungan. Pemerintah DKI telah berupaya melakukan perlindungan lingkungan dengan baku mutu lingkungan dari beberapa peraturan perundangan yang telah dibuat seperti SK Gubernur DKI Jakarta No. 1222 Tahun 1990 tentang baku mutu udara emisi kendaraan bermotor (Siahaan, 2004). Di sisi lain, diperlukan pula suatu upaya penataan lingkungan yang baik, serasi, dan seimbang pada sistem perencanaan yang baik berupa tata ruang.


(40)

24 Sistem tata ruang merupakan pengelolaan lingkungan dalam berbagai fungsi yang didasarkan pada karakter, sifat, corak, dan potensi dari tata lingkungan itu sendiri (Siahaan, 2004). Adanya sistem tata ruang maka dengan mudah dapat diketahui kemampuan suatu ekosistem lingkungan atau sumberdaya alamnya. Setiap daerah dibuatkan tata ruang sesuai karakter ekosistemnya. DKI Jakarta memiliki rencana tata ruang yang berlandaskan hukum, yaitu Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) DKI Jakarta.

Salah satu bagian dalam RUTR DKI Jakarta terdapat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) mengenai kegiatan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan yang sehat dan aman sehingga mampu memperbaiki kondisi kehidupan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satunya adalah membangun Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH sebagai penyeimbang ekosistem kota, baik itu sistem hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, estetika kota, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun, 2011). Sejauh ini, luas RTH Jakarta masih belum memenuhi kriteria yang disyaratkan UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 yaitu sebesar 30%. Keterbatasan lahan, dana yang tersedia, dan mahalnya harga tanah menjadi kendala pemerintah daerah Jakarta sulit memasukkan target RTH 30% ke dalam RTRW kota. Meskipun demikian, pemerintah DKI terus berupaya lebih lanjut untuk memperbaiki, menyelaraskan, menyempurnakan, dan meningkatkan RTH kota berupa ruang hijau publik yang salah satunya adalah taman kota.

Taman Kota Menteng merupakan salah satu taman kota upaya pemerintah DKI Jakarta untuk menambah RTH Publik guna mencapai target RTRW DKI


(41)

25 Jakarta sebesar 20%. Taman Menteng dibangun di lahan seluas ± 24 546 m2 yang awalnya merupakan Stadion Persija Menteng. Pembangunan taman ini dirancang dengan tujuan utama memperbaiki kualitas lingkungan bagi masyarakat Menteng, keindahan kota, dan memberikan taman interaktif bagi masyarakat yang nyaman, indah, menarik, dan nyaman (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2012). Pada dasarnya taman kota adalah taman umum pada skala kota yang peruntukannya sebagai fasilitas untuk rekreasi, olahraga, dan sosialisasi masyarakat di kota yang bersangkutan (Arifin et al, 2007). Menurut Eckbo (1964) dalam Arsyanur (2008), taman kota merupakan ruang dengan penggunaan terbatas dengan bentuk yang fleksibel dibangun dengan kontruksi serendah mungkin dengan menggunakan material alami secara maksimal. Tekanan terhadap stres yang biasa dialami oleh penduduk kota dapat dikurangi dengan cara rekreasi di alam terbuka seperti taman kota. Rekreasi pada kawasan taman kota bertujuan untuk menyegarkan kembali kondisi badan yang penat dan jenuh dari aktivitas rutin, agar siap menghadapi tugas yang baru. Selain itu, keberadaan Taman Menteng dapat menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, khususnya daerah Menteng.

Dinas pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta selaku pengelola Taman Menteng terus berupaya untuk mengelola taman secara baik sehingga dapat memberikan taman interaktif yang diminati oleh masyarakat tanpa melupakan fungsi utama taman sebagai fungsi ekologis seperti daerah resapan air. Taman Menteng memiliki potensi untuk menunjang perbaikan kualitas lingkungan dan sarana serta prasarana bagi masyarakat sekitar untuk memperoleh hiburan baik dalam rekreasi maupun olahraga. Potensi baik yang dimiliki Taman Menteng


(42)

26 menyebabkan meningkatnya kunjungan ke lokasi ini dengan bermacam aktivitas. Secara tidak langsung, aktivitas tersebut akan memberikan dampak positif maupun negatif terhadap keberlanjutan taman. Keindahan dan eksistensi taman akan tercipta jika pengelola, pengunjung dan masyarakat secara bersama-sama berperan aktif untuk menjaganya. Penelitian mengenai nilai dan manfaat ekonomi keberadaan Taman Menteng perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh masyarakat akan keberadaannya dengan mengetahui persepsi multi pihak akan fungsi keberadaan Taman Menteng, menilai ekonomi keberadaan Taman Menteng melalui pendekatan harga pasar dan non pasar, dan mengetahui apakah keberadaan Taman Menteng memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat. Adanya keberadaan Taman Menteng perlu dikaji manfaatnya agar dapat menjadi bahan pertimbangan untuk kebijakan pengelolaan Taman Menteng kedepannya oleh pihak-pihak yang terkait. Adapun alur kerangka berfikir ditunjukkan pada Gambar 2.


(43)

27 Gambar 2. Skema Kerangka Alur Berfikir

Nilai Ekonomi Keberadaan Taman

Menteng sebagai RTH Identifikasi Persepsi

Multistakeholder akan Fungsi Keberadaan Taman

Menteng

Manfaat Ekonomi yang Ditimbulkan dari Keberadaan Taman Menteng

Manfaat Keberadaaan Taman Menteng sebagai Salah Satu RTH di Jakarta Metode CVM

dan Biaya Pengganti Analisis Deskriptif

Pendekatan Persepsi

Estimasi Pendapatan dan Perubahan

Pendapatan Pembuatan/Penambahan Luas RTH Perkotaan

Pengelolaan RTH sebagai Taman Kota Menteng, Jakarta Pusat

Fungsi dan Pemanfaatan Taman Menteng, Jakarta Pusat oleh Masyarakat dan Pengunjung

Perlu Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Perkotaan

Perubahan Kualitas Lingkungan Perkotaan Akibat Peningkatan Jumlah Penduduk dan


(44)

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu ruang terbuka hijau publik yaitu di Taman Kota Menteng, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat mengingat luasan RTH di Jakarta yang baru mencapai 9.8%. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini dikarenakan Taman Menteng dibangun sebagai upaya pemerintah DKI Jakarta untuk menambah luasan RTH guna mencapai target sesuai RTRW DKI Jakarta yaitu sebesar 20%. Pada awalnya, pembangunan Taman Menteng mengundang kontroversi antara pihak yang berkepentingan untuk mempertahankan sebagai stadion bola dan keinginan pemerintah untuk mengalokasikan menjadi taman kota yang dirasa lebih efektif berfungsi sebagai RTH. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-September 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder yang diolah baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan diinterpretasikan secara deskriptif. Pengumpulan data primer didapatkan menggunakan kuisioner dan wawancara kepada pengunjung, pelaku usaha, tenaga kerja Taman Menteng, dan masyarakat sekitar kawasan. Selain itu, interview secara mendalam juga dilakukan kepada key person diantaranya adalah aparat setempat, dan Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mengenai pengelolaan Taman Menteng. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari literatur, website, dan intansi terkait yang menunjang penelitian dan relevan sesuai


(45)

29 dengan topik penelitian, yaitu Pemda DKI Jakarta, Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta, serta BPS.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pengunjung dengan metode non-probability sampling dimana pada metode ini kemungkinan atau peluang bagi setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel tidak sama atau tidak diketahui (Prasetyo dan Jannah, 2005). Responden untuk pengunjung, masyarakat sekitar, dan pelaku usaha dipilih dengan menggunakan metode pengambilan sampel aksidental atau convenience sampling yang didasarkan karena sampling frame tidak ada. Sampel dapat terpilih karena berada pada waktu, situasi, dan tempat yang tepat (Prasetyo dan Jannah, 2005). Responden tenaga kerja menggunakan metode sensus berdasarkan populasi. Wawancara secara mendalam dilakukan kepada pihak yang merupakan informan kunci (key person) untuk mengetahui fungsi keberadaan Taman Menteng, yaitu kepada Ketua RT dan RW, petugas dari kelurahan, serta dua orang dari pihak Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. Pemilihan informan kunci ini didasarkan pada asusmsi bahwa mereka adalah orang-orang yang mengerti mengenai kondisi serta pengelolaan Taman Menteng.

Responden pengunjung adalah mereka yang berusia 15 tahun keatas dan sedang melakukan kegiatan di Taman Menteng. Usia diatas 15 tahun dipilih karena dinilai dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia untuk diwawancarai sehingga mudah untuk mendapatkan data yang diperlukan. Jumlah sampel responden untuk pengunjung 45 orang, masyarakat 45 orang, pelaku usaha 27 orang, dan key person 12 orang yang terdiri dari 7 Ketua RT, 1 Ketua RW, 2 petugas kelurahan setempat, dan 2 petugas Dinas Pertamanan dan Pemakaman


(46)

30 DKI Jakarta. Responden tenaga kerja berdasarkan sensus sebanyak 23 pekerja. Penentuan jumlah sampel pengunjung dan masyarakat berdasarkan Gay dalam Idrus (2009) yang menyatakan bahwa ukuran sampel paling minimum yang dapat diterima berdasarkan metode deskriptif adalah 30 subyek. Penentuan sampel pelaku usaha berdasarkan Idrus (2009) dimana jumlah sampel 20-30% dari populasi.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu mengolah data hasil wawancara ke dalam matriks, kemudian dilakukan pengkodean. Selanjutnya, penghitungan persentase responden dan menginterpretasikan secara deskriptif melalui tabel dan grafik. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer. Berikut uraian matriks analisis data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Matriks Analisis Data

No. Tujuan Penelitian Sumber Data Analisis Data 1. Mengidentifikasikan persepsi

multistakeholder terhadap fungsi keberadaan Taman Menteng.

Wawancara dengan menggunakan kuisioner

Analisis deskriptif dengan pendekatan persepsi

2. Mengetahui seberapa besar nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng dengan dua pendekatan

Wawancara dengan menggunakan kuisioner

Metode biaya

pengganti (replacement cost) dan CVM (WTP) dengan analisis deskriptif kuantitatif 3. Menganalisis manfaat

ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata di Taman Menteng terhadap perubahan pendapatan masyarakat sekitar.

Wawancara dengan menggunakan kuisioner

Analisis deskriptif kuantitatif berdasarkan perubahan pendapatan dengan dan tanpa

adanya Taman Menteng


(47)

31 4.4.1 Persepsi Multistakeholder terhadap Fungsi Keberadaan Taman

Menteng

Persepsi multistakeholder yang termasuk dalam responden ini adalah pengunjung, masyarakat sekitar, tenaga pekerja di taman, pelaku usaha sekitar taman, aparat desa setempat, intansi terkait di pemerintahan yaitu Dinas Pertamanan dan Pemakaman yang dianalisis secara deskriptif. Responden diberikan pilihan terkait beberapa fungsi Taman Menteng yang mereka rasakan selama ini kemudian responden memberikan beberapa fungsiselain dari pilihan di kuisioner mengenai keberadaan taman, baik dari segi manfaatnya maupun dampak negatifnya berdasarkan prioritas utama. Terdapat empat (4) fungsi Taman Menteng yang di analisis, yaitu fungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Analisis ini ditujukan untuk mengetahui persepsi multi pihak mengenai fungsi dan dampak keberadaan Taman Menteng. Akan tetapi, sebelum memberikan penilaian persepsi tersebut, responden terlebih dahulu menentukan penilaian mengenai kondisi Taman Menteng yang terdiri dari 6 kategori. Tabel 7 menjabarkan indikator mengenai kriteria-kriteria dalam kategori penilaian terhadap kondisi Taman Menteng.

Tabel 7. Indikator Kriteria dalam Kategori Penilaian Kondisi Taman Menteng

Kriteria Kategori

Sangat Baik Baik Kurang Baik Tidak Baik

Kebersihan -Kondisi taman bersih tidak ada sampah dan coret-coretan di area taman

-Taman bersih, namun masih terdapat beberapa sampah dan coret-coretan walaupun dalam kondisi wajar karena dengan segera dibersihkan

-Terdapat sampah dan coret-coretan serta tidak ditanggulangi secara cepat -Kebersihan tidak terjaga, banyak sampah dan coret-coretan disekitar taman

Fasilitas -Terpenuhinya semua fasilitas penunjang taman

-Fasilitas terpenuhi walaupun perlu ada sedikit penambahan

-Prasarana tersedia, tetapi belum bisa terpenuhi sesuai kebutuhan.

-Tidak terpenuhi fasilitas sesuai dengan semestinya

Pengelolaan -Pengoptimalan yang

baik dalam pengelolaan taman,

seperti penyapuan, -Secara umum pengelolaan taman berjalan dengan baik, walaupun -Belum optimal para pekerja taman dalam mengelola taman -Tidak terdapat petugas yang mengelola taman, khususnya


(48)

32 Kriteria

Kategori

Sangat Baik Baik Kurang Baik Tidak Baik

pemupukan, perbaikan fasilitas yang rusak terdapat sedikit kekurangan kebersihan dan perawatan

Pelayanan -Para pekerja bekerja dengan sangat baik dan cepat tanggap terhadap keluhan pengguna taman tanpa harus diminta

-Menanggapai keluhan pengguna dan tanggap terhadap kondisi taman

-Merespon dengan lambat keluhan pengguna taman

-Tidak

menjalankan tugas dengan semestinya dan tidak tanggap terhadap kondisi taman

Tutupan Lahan

-Ada tanaman dan pohon yang rindang telah tercukupi dengan baik, sehingga taman terasa sejuk dan asri

-Kerindangan pohon dan tanaman dirasakan cukup untuk menyejukkan taman walaupun perlu penambahan dibeberapa tempat -Kurangnya pohon rindang disekitar taman sehingga kesejukan taman sedikit dirasakan -Tidak terdapat pohon rindang dan suasana taman dirasakan tidak menyejukkan.

Arsitektur -Dibuat dengan desain yang menarik, unik, dan memiliki nilai estetika bagus yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat

-Memiliki desain dan ornamen taman yang bagus

-Desain taman yang tidak menarik dan kuno sehingga kurang diminati masyarakat

-Desain taman yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi taman yang diinginkan oleh masyarakat

4.4.2 Pendugaan Nilai Ekonomi Keberadaan Taman Menteng

Penilaian terhadap keberadaan Taman Menteng merupakan suatu penilaian terhadap manfaat yang dimiliki oleh taman tersebut, seperti keindahan dan keserasian berdasarkan atas dasar nilai penghargaan terhadap keberadaan taman. Nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng diperoleh dengan menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama menggunakan konsep Willingness To Pay (WTP). Nilai kesediaan membayar/WTP diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuisioner kepada responden yang terdiri dari masyarakat sekitar, pengunjung dan pelaku usaha. Analisis nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng dengan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Hal ini dikarenakan nilai keberadaan Taman Menteng tidak memiliki harga pasar baik dari segi barang maupun jasa lingkungan. Penerapan CVM dalam menentukan kesediaan membayar memiliki 6 tahapan menurut Hanley dan Spash (1993),


(49)

33 namun untuk penelitian ini hanya 5 tahapan saja karena peneliti hanya ingin melihat besarnya total nilai WTP. Tahapan tersebut adalah :

1) Membangun Pasar Hipotetis

Dalam metode penetapan WTP digunakan dengan mengajukan pertanyaan terhadap masyarakat sekitar, pelaku usaha dan pengunjung sebagai reponden tentang berapa nilai yang ingin dibayarkan untuk tetap mempertahankan keberadaan Taman Menteng. Sebelum mendapatkan nilai kesediaan membayar, penulis membuat skenario/pasar hipotetik.

“SKENARIO : Keberadaan Taman Menteng memiliki fungsi yang beragam, seperti memproduksi oksigen, mengontrol iklim setempat, mencegah erosi, penyimpanan air tanah, mereduksi polusi debu dan kebisingan, menahan angin, sarana rekreasi keluarga, dan lain sebagainya. Fungsi yang beragam tersebut membuat keberadaan taman sangatlah penting karena dapat meningkatkan kualitas lingkungan daerah sekitar. Jika keberadaan taman ini tidak dijaga dengan baik maka akan menimbulkan degradasi lingkungan, seperti terjadi peningkatan suhu udara, banjir, penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, pencemaran air, suasana gersang, dan tingkat kebisingan yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk tetap menjaga keberadaan Taman Menteng. Salah satu upaya tersebut adalah menilai secara ekonomi mengenai keberadaan Taman Menteng dengan konsep

Willingnes to Pay (WTP) oleh pengunjung, masyarakat dan pelaku usaha. Dimana nilai WTP tersebut mencerminkan nilai ekonomi dari


(50)

34 keberadaan Taman Menteng yang menghargai secara moneter agar keberadaan serta kelestarian tetap terjaga secara berkelanjutan.”

2) Memperoleh Nilai Penawaran

Setelah pasar hipotetik terbentuk, untuk mendapatkan nilai penawaran pada penelitian ini dilakukan dengan survei langsung ke responden. Survei ini bertujuan untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari responden. Responden diberi pertanyaan mengenai kesediaannya untuk berkontribusi yang sanggup dibayarkan. Pertanyaan akan dihentikan sampai nilai sesuai kemauan yang mereka bayar diperoleh, dimana mendapatkan nilai maksimum WTP atau responden enggan untuk kembali membayar (Syaukat, 2011; Fauzi, 2006).

3) Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTP

Setelah memperoleh nilai penawaran, langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai rataan WTP menggunakan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Dugaan Rataan WTP dihitung dengan rumus (Hanley dan Spash, 1993):

EWTP

=

∑��=1��

Dimana :

EWTP = Dugaan rataan WTP (Rp) Wi = Nilai WTP ke-i (Rp) n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i yang bersedia membayar (i=1,2,...,n) 4) Menduga Kurva WTP

Kurva WTP responden dibentuk menggunakan jumlah kumulatif dari jumlah individu yang bersedia memilih satu nilai WTP tertentu. Asumsinya


(51)

35 adalah individu yang bersedia membayar suatu nilai WTP jumlahnya akan semakin sedikit sejajar dengan peningkatan WTP.

5) Penjumlahan Data

Pendugaan penjumlahan data WTP dilakukan setelah didapatkan dugaan nilai rataan WTP yang dikalikan dengan jumlah polulasi. Selain itu, nilai rataan WTP pelaku usaha di taman dikonversikan terhadap total pelaku usaha yang terdaftar di pengelola Taman Menteng. Rumusan total WTP untuk tiap kelompok responden adalah :

Dimana : TWTPi = Total WTP responden ke-i (Rp) EWTPi= Dugaan rataan WTP ke-i (Rp) P = Jumlah populasi (orang) i = Responden ke-i (i=1,2,...,n)

Jumlah populasi pengunjung merupakan jumlah pengunjung yang datang ke Taman Menteng dalam satu tahun terakhir (2011). Jumlah populasi masyarakat yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Hal ini dikarenakan Taman Menteng dibangun oleh pemerintah DKI Jakarta dengan maksud untuk menata kawasan Menteng dan juga memberikan kualitas lingkungan yang lebih baik. Selain itu, masyarakat yang memanfaatkan keberadaan Taman Menteng terutama untuk kegiatan-kegiatan sosial seperti senam lansia, bazar pakaian dan makanan, serta kegiatan outbond lebih kepada masyarakat yang masih bertempat tinggal di lokasi Kecamatan Menteng. Jumlah populasi untuk pelaku usaha merupakan masyarakat yang memanfaatkan keberadaan Taman Menteng untuk lapangan usaha dalam mencari keuntungan dan telah terdaftar oleh pihak pengelola.


(52)

36 Selanjutnya dalam penelitian ini menghitung existence value/nilai keberadaan Taman Menteng. Adapun formula dari estimasi nilai keberadaan, menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Aini (2011) sebagai berikut :

Dimana :

EV = Nilai ekonomi total keberadaan Taman Menteng

TWTPp = Nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng oleh pengunjung TWTPm = Nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng oleh masyarakat TWTPu = Nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng oleh pelaku usaha

Setelah nilai ekonomi total keberadaan Taman Menteng diperoleh, selanjutnya dilakukan perhitungan keberadaan Taman Menteng melalui pendekatan kedua yaitu dengan biaya pengganti atau (replacement cost) yang dilihat dari biaya pembangunan proyek taman beserta biaya operasional pemeliharaan selama satu tahun. Biaya pembangunan proyek Taman Menteng dilakukan perhitungan kedalam future value. Perhitungan ini diterapkan karena Taman Menteng telah selesai dibangun dan dapat dipergunakan pada tahun 2007. Perhitungan future value ini menggunakan konsep compounding dimana menarik uang saat ini ke nilai uang yang akan datang dengan rumusan sebagai berikut :

Dimana : FV = Future value PV = Present value

i = Interest rate (tingkat suku bunga) t = Banyaknya waktu (tahun)

Penelitian ini merupakan penelitian sosial sehingga dalam perhitungan interest rate menggunakan rata-rata suku bunga Bank Indonesia pada saat ini

EV = TWTPp + TWTPm + TWTPu


(53)

37 (2012) sebesar 5,75%1. Perhitungan ke dalam dua metode tersebut dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng dari sisi biaya investasi yang diperlukan untuk menyediakan Taman Menteng melalui konsep biaya pengganti dan penilaian yang dilakukan oleh pengguna taman yang memanfaatkan keberadaan taman secara langsung melalui metode CVM.

4.4.3 Analisis Manfaat Ekonomi dari Kegiatan di Taman Menteng dengan Mengestimasi Perubahan Pendapatan Masyarakat

Estimasi pendapatan dan perubahan pendapatan akibat adanya keberadaan Taman Menteng dianalisis dengan mengkaji perubahan pendapatan masyarakat dengan dan tanpa adanya Taman Menteng. Perubahan pendapatan masyarakat sekitar dilihat dengan perhitungan pendapatan rata-rata berdasarkan kelompok pekerjaan. Pendapatan rata-rata hanya dari Taman Menteng didapatkan dengan mengurangi pendapatan total masyarakat dan pendapatan masyarakat tanpa adanya Taman Menteng. Rumus perubahan pendapatan sebagai berikut:

Dimana:

ΔITM = Perubahan pendapatan rata-rata masyarakat dari adanya Taman Menteng

I Tot = Pendapatan Total masyarakat

I NonTM = Pendapatan rata-rata masyarakat tanpa adanya Taman Menteng

Analisis ini dilanjutkan dengan mencari besarnya proporsi pendapatan yang diperoleh dari usaha maupun sebagai pekerja di Taman Menteng. Hasil analisis dapat menunjukkan apakah pendapatan yang diperoleh dari adanya kawasan merupakan pendapatan utama bagi masyarakat. Persentase proporsi

1

http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/BI+Rate/Data+BI+Rate/diakses pada tanggal 18 Juni 2012


(1)

106

Nilai WTP Unit Usaha

No. Bentuk pekerjaan Alamat WTP

1 Jualan Otak" Gondangdia 20.000

2 minuman keliling Manggarai 20.000

3 minuman keliling Kwitang 50.000

4 minuman keliling cempaka putih 75.000 5 rujak bebek pintu air pejimpongan 10.000

6 tukang parkir T Menteng 100.000

7 Minuman botol,dsb mampang prapatan 50.000 8 minuman es kelapa muda mampang prapatan 25.000

9 Mie Ayam menteng atas 25.000

10 Bubur Ayam manggarai 50.000

11 tukang parkir kemayoran 20.000

12 Ketoprak Pasar Manggis 80.000

13 minuman keliling Gondangdia 60.000

14 siomay Wr Buncit 30.000

15 rujak Pasar Rumput 50.000

16 Soto Ayam menteng atas 50.000

17 Bakso Malang Jatijajar/martapura 50.000

18 warung Minuman Bogor 150.000

19 warung Minuman Tanah Abang 100.000

20 minuman keliling kwitang 20.000

21 minuman keliling Kwitang 20.000

22 minuman keliling Tugu Tani 50.000

23 minuman keliling kwitang 10.000

24 minuman keliling depok 50.000

25 minuman keliling kwitang 25.000

26 Tahu gejrot keliling manggarai 50.000

27 minuman keliling tj priuk 100.000

Total WTP 1.340.000


(2)

107

Lampiran 4. Rincian Pendapatan Unit usaha Per Bulan

No. Bentuk pekerjaan Pendapatan perbulan

Perbedaan pendapatan/bulan

Total pendapatan

lain

Pendapatan dari adanya

TM

Total Pendapatan 1 Jualan Otak" 900.000 200.000 0 1.100.000 1.100.000 2 Minuman keliling 900.000 100.000 100.000 1.000.000 1.100.000 3 Minuman keliling 1.350.000 350.000 0 1.700.000 1.700.000 4 Minuman keliling 1.500.000 500.000 600.000 2.000.000 2.600.000 5 Rujak bebek 720.000 860.000 0 1.580.000 1.580.000 6 Tukang parkir 4.500.000 1.500.000 0 6.000.000 6.000.000 7 Minuman botol 2.250.000 750.000 0 3.000.000 3.000.000 8 Es kelapa muda 2.400.000 700.000 0 3.100.000 3.100.000 9 Mie Ayam 1.500.000 1.000.000 0 2.500.000 2.500.000 10 Bubur Ayam 800.000 200.000 1.320.000 1.000.000 2.320.000

11 tukang parkir 1.500.000 0 0 1.500.000 1.500.000

12 Ketoprak 1.500.000 500.000 0 2.000.000 2.000.000 13 Minuman keliling 1.040.000 480.000 0 1.520.000 1.520.000 14 Siomay 3.000.000 800.000 600.000 3.800.000 4.400.000 15 Rujak 1.500.000 500.000 900.000 2.000.000 2.900.000 16 Soto Ayam 5.800.000 1.450.000 1.700.000 7.250.000 8.950.000 17 Bakso Malang 2.030.000 0 800.000 2.030.000 2.830.000 18 Warung Minuman 2.600.000 800.000 1.300.000 3.400.000 4.700.000 19 Warung Minuman 3.000.000 800.000 0 3.800.000 3.800.000 20 Minuman keliling 4.500.000 1.500.000 0 6.000.000 6.000.000 21 Minuman keliling 750.000 400.000 750.000 1.150.000 1.900.000 22 Minuman keliling 2.100.000 240.000 0 2.340.000 2.340.000 23 Minuman keliling 1.500.000 240.000 0 1.740.000 1.740.000 24 Minuman keliling 2.240.000 560.000 0 2.800.000 2.800.000 25 Minuman keliling 1.500.000 280.000 0 1.780.000 1.780.000 26 Tahu gejrot 2.100.000 520.000 0 2.620.000 2.620.000 27 Minuman keliling 2.100.000 600.000 1.000.000 2.700.000 3.700.000


(3)

108

Lampiran 5. Rincian Pendapatan Para Pekerja Taman Menteng

No

Bentuk pekerjaan

Pendapatan dari

adanya TM

Pendapatan tanpa

adanya TM

Total Pendapatan

Max

1

Kebersihan taman

1.490.000

1.650.000

3.140.000

2

1.690.000

0

1.690.000

3

1.600.000

900.000

2.500.000

4

1.360.000

800.000

2.160.000

5

2.490.000

0

2.490.000

6

2.328.000

800.000

3.128.000

7

1.600.000

850.000

2.450.000

8

1.530.000

0

1.530.000

9

1.600.000

640.000

2.240.000

10

1.350.000

0

1.350.000

11

1.660.000

435.000

2.095.000

12

1.400.000

2.400.000

3.800.000

13

1.400.000

0

1.400.000

14

1.400.000

0

1.400.000

15

Penyiraman taman

1.100.000

0

1.100.000

16

penjaga toilet

2.739.000

500.000

3.239.000

17

1.650.000

6.600.000

8.250.000

18

Security

1.400.000

0

1.400.000

19

1.400.000

0

1.400.000

20

1.400.000

0

1.400.000

21

1.400.000

0

1.400.000

22

1.400.000

0

1.400.000


(4)

109

Lampiran 6. Peta Lokasi Taman Menteng

Taman

Menteng


(5)

110

Lampiran 7. Rencana Desain Awal Taman Menteng

Pintu Utama Pejalan Kaki

Bangunan Parkir

Pelataran Patung Selatan

Pelataran Patung Utara

Bangunan Kaca Penunjang

Kegiatan

Taman Situbondo

Pelataran Taman Situbondo

Pelataran Kenangan

Persija

Kantor Koramil

Taman Bermain Anak

Stage

Mushalla

Lap. Futsal


(6)

111

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 03 November 1990. Penulis

merupakan anak bungsu dari dua bersaudara pasangan Alm. Suyatni, S.Pd dan

Susanto. Penulis mengawali pendidikan formal di TK R.A. Fatahillah Ciracas

selama satu tahun. Pada tahun 1996 melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar

Negeri (SDN) 02 Pagi Susukan, Ciracas. Lalu melanjutkan ke pendidikan Sekolah

Menengah Pertama Negeri (SMPN) 174 SSN pada tahun 2002 dan dilanjutkan ke

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2005 di SMA Negeri 39

Jakarta.

Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi

negeri IPB melalui seleksi jalur tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selama menjalani pendidikan di IPB,

penulis terlibat berbagai kepanitiaan dan organisasi. Pada tahun 2009 penulis aktif

di himpunan kemahasiswaan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Resources

and Environmental Economics Student Association

(REESA) sebagai sekretaris

divisi

Coorporate Social Responsibility

(CSR) selama satu tahun.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi di

Fakultas Ekonomi Manajemen IPB, Penulis menyusun skripsi yang berjudul

“Nilai dan Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Kota Menteng - Jakarta Pusat

sebagai Salah Satu Bentuk Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau” dibawah

bimbingan Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Nuva, SP, M.Sc.