dibandingkan dengan stasiun lainnya. Bahan organik ini berasal dari limbah rumah tangga dimana stasiun 3 merupakan daerah pemukiman. Rendahnya nilai
BOD pada stasiun 5 karena bahan organik yang terkandung dalam perairan tersebut lebih sedikit, karena kondisi perairan yang jauh dari aktivitas manusia.
Nilai padatan tersuspensi TSS yang didapatkan pada saat penelitian menunjukkan masih berada pada batas normal yaitu berkisar antara 0,0152 –
0,1008 mgL. Menurut Effendi 2003 nilai TSS kurang dari 25 mgL tidak berpengaruh terhadap kepentingan perikanan.
4.2. MAKROZOOBENTOS
Dari hasil pengamatan dan analisis data selama penelitian disepanjang aliran Sungai Singkil, yaitu Stasiun 1 Muara, Stasiun 2 Kilangan, Stasiun 3
Bengkolan, Stasiun 4 Rantau Gedang dan Stasiun 5 Payabumbung, diperoleh makrozoobentos sebanyak 11 genus yang termasuk kedalam 1 filum, 1 kelas, 5
ordo dan 11 famili Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Makrozoobentos yang ditemukan di Lokasi Penelitian
Filum Kelas
Ordo Famili
Genusspesies
Mollusca Gastropoda
Archaeogastropoda 1. Neritidae 1.
Neritina sp
Mesogastropoda 2. Eulimidae
2. Pictobalcis sp
3. Palanaxidae 3.
Quoyia sp 4. Pomatiopside
4. Pomatiopsis
sp 5. Thiaridae
5. Melanoides
sp 6. Thiaridae
6. Thiara scabra
7. Thiaridae 7.
Thiara
Universitas Sumatera Utara
winteri Neogastropoda
8. Buccinidae 8.
Anentome sp 9. Muricidae
9. Morula sp
Opisthobranchia 10. Pyramidellidae
10. Muniola sp
Unionida 11. Unionidae
11. Alasmidonta
sp
Makrozoobentos yang ditemukan termasuk kedalam filum Mollusca dan merupakan kelas gastropoda yang terdiri dari Neritina sp, Pictobalcis sp, Quoyia
sp, Pomatiopsis sp, Melanoides sp, Thiara scabra, Thiara winteri, Anentome sp, Morula
sp, Muniola sp dan Alasmidonta sp. Jumlah spesies yang paling banyak ditemukan pada daerah muara stasiun
1, dimana terdapat 247 individu dari 3 jenis makrozoobentos Lampiran 5. Jenis yang paling dominan adalah Melanoides sp, yang ditemukan sebanyak 129
individu dan jenis yang paling sedikit adalah Pomatiopsis sp sebanyak 14 individu. Jumlah spesies yang paling sedikit ditemukan pada daerah
payabumbung stasiun 5 yaitu sebanyak 35 individu dari 2 jenis makrozoobentos. Makrozoobentos pada stasiun ini tidak ditemukan sama sekali pada titik sampling
5.2 dan ditemukan dengan jumlah jenis yang sedikit pada titik sampling 5.1 lampiran 5. Pada stasiun ini ditemukan jenis yang paling banyak adalah
Anantome sp sebanyak 21 individu dan jenis yang paling sedikit Thiara scabra
sebanyak 14 individu. Sedikitnya makrozoobentos yang ditemukan pada stasiun ini diduga
karena adanya kegiatan penambangan pasir oleh masyarakat sehingga
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan terganggunya kondisi lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup makrozoobentos tsb. Hal ini dapat dilihat dengan rendahnya tingkat
kecerahan perairan pada stasiun ini yaitu 38 cm. Meningkatnya sedimentasi pengendapan partikel organik maupun anorganik sebagai output aktifitas
penambangan pasir, hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya kekeruhan perairan. Rantai dampak berlanjut pada menurunnya komunitas biota yang sangat
bergantung pada tingkat kecerahan dan intensitas cahaya diperairan sungai. Secara langsung, dampak penambangan adalah menurunkan produktifitas hayati biota
perairan. Masuknya bahan cemaran ke dalam perairan akan membunuh organisme yang paling sederhana dan sensitif. Bila bahan cemaran terus masuk, akan
membunuh moluska sebagai kelompok filter feeder. Selain itu faktor kecepatan arus juga sangat mempengaruhi keberadaan
makrozoobentos pada suatu perairan, dimana pada stasiun 5 diketahui bahwa kecepatan arus lebih rendah dari stasiun lainnya.
Melanoides sp dan Anantome sp merupakan kelompok besar penyusun
komunitas makrozoobentos yang ada di perairan sungai Singkil, dan Melanoides sp merupakan makrozoobentos yang kepadatan individunya paling besar Gambar
4.1. Anantome sp memiliki distribusi cukup luas ditandai dengan ditemukan pada 4 empat stasiun penelitian dan jenis ini tidak ditemukan pada stasiun 3. Nilai
kepadatan makrozoobentos antar stasiun memperlihatkan adanya perbedaan Gosling 2003 menyatakan
bahwa arus menjadi salah satu faktor pembatas penyebaran makrozoobentos.
Universitas Sumatera Utara
jumlah. Dimana kepadatan makrozoobentos mulai dari yang terbesar yaitu di stasiun 1 457.407 indm
2
, stasiun 3 259.259 indm
2
, stasiun 4 179.630 indm
2
, stasiun 2 81.481 indm
2
dan kepadatan paling kecil ditemukan pada stasiun 5 64.815 indm
2
. Data kepadatan makrozoobentos pada masing-masing stasiun penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 .
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3. Data kepadatan makrozoobentos di lokasi penelitian.
No. Biota
Kepadatan indm
2
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5
1. Alasmidonta
sp 1.852
2. Anantome
sp 192.593
7.407 14.815
38.889 3.
Melanoides sp
238.889 25.926
48.148 4.
Morula sp
1.852 5.
Muniola sp
1.852 9.259
6. Neritina
sp 1.852
7. Pictobalcis
sp 1.852
8. Pomatiopsis
sp 25.926
35.185 20.370
9. Thiara scabra
90.741 101.852
25.926 10.
Thiara winteri 5.556
88.889 27.778
11 Quoyia
sp 35.185
Jumlah 457.407
81.481 259.259
179.630 64.815
Tingginya kepadatan organisme makrozoobentos pada stasiun 1 yaitu muara sungai, disebabkan adanya aliran air dari sungai yang masuk dari vegetasi
mangrove berupa lumpur dan pasir yang mengandung berbagai bahan organik. Dengan demikian pada stasiun muara sungai lebih padat mangrovenya
dibandingkan dengan stasiun lainnya, yang juga mempengaruhi kehidupan berbagai organisme yang ada dalam ekosistem mangrove tersebut khususnya
makrozoobentos yang hidup didalamnya memiliki persediaan makanan yang melimpah dari serasah mangrove. Sebagaimana dikatakan oleh Kartawinata et al
Universitas Sumatera Utara
1979 dalam Samsurisal 2011 bahwa dalam ekosistem hutan mangrove makrozoobentos berfungsi sebagai pemakan detritus. Daun-daun tua yang
berguguran merupakan makanannya, terutama yang telah dihancurkan oleh makroorganisme dan bercampur dengan butiran-butiran tanah membentuk lumpur
organik.
Gambar 4.1. Kepadatan makrozoobentos pada stasiun penelitian
Kepadatan makrozoobentos terendah ditemukan pada Stasiun 5 dimana pada stasiun ini didominasi oleh vegetasi kelapa sawit dari perkebunan kelapa
sawit yang berada di sekitarnya. Rendahnya kepadatan makrozoobentos pada stasiun ini dapat dimengerti dengan adanya kegiatan perkebunan kelapa sawit
tersebut yang menggunakan pupuk dan pestisida bahan toksik berlebihan untuk meningkatkan hasil perkebunan. Air buangan dari daerah perkebunan masuk ke
sungai dan mencemari air sungai. Ditambah lagi dengan adanya kegiatan
Universitas Sumatera Utara
penambangan pasir bahan galian C di sekitar stasiun penelitian ini, dimana bentos sebagai hewan yang cara hidupnya dengan membenamkan diri pada
substrat tanah sehingga dengan adanya kegiatan penambangan pasir tersebut akan berpengaruh terhadap keberadaan makrozoobentos. Kegiatan pertambangan untuk
galian C dapat mengakibatkan kerusakan pada sungai berupa erosi pada bantaran sungai dan kekeruhan yang dapat menghalangi penetrasi sinar matahari sehingga
dapat mempengaruhi organisme yang hidup di sungai tersebut. Pada kondisi demikian, akan terjadi kompetisi antar hewan makrobenthos baik dalam rangka
persaingan ruang maupun makanan. Bagi biota yang yang tidak mampu bersaing akan tersingkir sehingga akan menghilang atau berkurang kepadatannya. Hilang
atau berkurangnya kepadatan biota tersebut dapat karena mati atau bermigrasi untuk biota yang dapat bergerak aktif. Padahal salah satu sifat hidup
makrozoobentos adalah mempunyai pergerakan yang lamban. Apabila kondisi perairan kurang mendukung atau adanya perubahan parameter lingkungan, maka
makrozoobentos yang dapat bertahan hidup adalah hewan yang mempunyai daya adaptasi yang tinggi.
4.3. PLANKTON