Kontribusi peran komite sekolah terhadap mutu layanan pendidikan di SMK N di Depok

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)

Oleh

JUNAEDI

NIM: 106011000109

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

Judul : Kotribusi Peran Komite Sekolah Terhadap Mutu Layanan Pendidikan di SMKN 1 Depok.

Judul tersebut dilatar belakangi oleh perlunya mendorong perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, serta mendorong orngtua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sejauhmana perhatian Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan dan sejauhmana kontribusi peran Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan di SMKN 1 Depok.

Adapun fokus masalah penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran secara empiris mengenai kontribusi Peran Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan di SMKN 1 Depok. Untuk memecahkan permasalahan di atas digunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel 44 guru, dari semua guru tetap yang ada. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner tertutup.

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien korelasi 0,536 jika

dikonsultasikan angka indeks korelasi “r” 0,536 yang berada antara 0,40-0,70

termasuk dalam kategori adanya korelasi yang sedang atau cukup. Dengan demikian, secara sederhana dapat diberikan interpretasi terhadap rxy tersebut, yaitu bahwa terdapat korelasi positif antara variable X dan variable Y (hubungan di antara kedua variable itu sedang dan cukup). Dengan perhitungan diatas diperoleh KD sebesar 28,73% maka diketahui bahwa kontribusi yang diberikan peran komite sekolah terhadap peningkatan mutu pendidikan di SMK N 1 Depok sebesar (28,73%) ini berarti sebagian besarnya (71,27%) dipengaruhi oleh faktor lain selain Peran Komite Sekolah.

Melihat hasil penelitian di atas maka dapat diketahui bahwa Peran Komite Sekolah di SMKN 1 Depok belum diartikan secara menyeluruh oleh stakeholder pendidikan terutama oleh anggota Komite Sekolah itu sendiri, sehingga Mutu Layanan Pendidikan di sekolah itu belum dirasakan oleh pengguna pendidikan. Dengan demikian perlunya perbaikan yang menyeluruh pada komponen-komponen yang dapat meningkatkan mutu layanan pendidikan, khususnya perbaikan pada Peran Komite Sekolah dimana masih banyak kekurangan yang sangat menonjol dan perlunya perbaikan secara berkelanjutan supaya penngkatan mutu layanan pendidikan dapat dirasakan oleh seluruh stakeholder pendidikan.


(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam saya sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.

Tidaklah terlepas ucapan terima kasih syukur bahagia yang tiada terhingga sampai kapan pun untuk kedua orang tua keluargaku tercinta Ayahanda H. Nendi Ibunda Hj. Ecih yang selalu mendo’akanku, mendidikku dengan penuh keikhlasan, keridhoan dan kesabaran serta kasih sayangnya hingga saat ini, kepada kakak-kakakku Nina, Suryati, Sumiyati yang selalu memberikan semangat arti penuh makna dalam menuju hidup yang kaya amanah akan keberkahan dan semoga Allah SWT senantiasa menuntun dan menjaga mereka dalam menuju kerihoan-Nya.

Selain itu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan serta dorongan dari berbagai pihak yang secara tulus ikhlas memberikan bantuannya baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Bahrisalim, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Dra. Hj. Eri Rosatria, M.Ag., Dosen penasehat akademik dan para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Drs. Nurrochim, M.M., Dosen pembimbing skripsi yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bimbingan, bantuan serta motivasinya untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Ocim Wijaya, S.Pd. M.M., Kepala SMK N 1 Depok, yang telah sudi kiranya menerima penulis dengan baik dan terbuka dalam melakukan penelitian di Sekolahnya, sehingga penulis dapat dengan mudah memperoleh data-data yang dapat mendukung penulisan skripsi ini.


(7)

vi

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pemimpin dan Staf Perpustakaan UNJ, yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan bahan-bahan referensi dalam peneyelesaian skripsi ini.

7. Muhammad Irfan Arofah (Bang. Irfan) Insan Nursuryansyah (icank), Deden Fatih (Dewan), Hamdillah (Thile), Fahrurrozi (Booy), Jurahman Namar (Ncunk) Rifki (Rifki), Ali Mudasir (Dasir), Ghozali (Ali), Andika (Dika), (Kawan-kawan yang memberikan keceriaan dalam kehidupan dengan tawa dan canda), para mahasiswa PAI khususnya PAI C Angkatan 2006, segenap kawan-kawan yang secara langsung maupun tidak langsung telah ikut serta membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kawan-kawan IKMD (Ikatan Keluarga Mahasiswa Depok) Abdul Rohim, Ahmad Fadilah, Deden Supriadi, Andi Basyuni, Alfian Haikal, Mubin Nurdiansyah dan semua anggota IKMD yang selalu memberikan dukungan penuh kepada penulis.

Dengan menengadah tangan dan mengucap syukur Alhamdulillah, karena hanya kepada Allah SWT, jualah penulis mohonkan semoga amal baik yang telah diberikan menjadi amal sholeh dan diterima disisi-Nya. Akhirnya tiada kata lain yang lebih berarti selain sebuah harapan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, 28 Juni 2011 Penulis


(8)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN PENULIS ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II : KAJIAN TEORITIS ... 10

A. Mutu Pendidikan ... 10


(9)

viii

2. Mutu Pendidikan dan Faktor yang Mempengaruhinya ... 13

3. Mutu Pendidikan berdasarkan Tujuan Pendidikan Nasional ... 17

4. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan di Indonesia .. 18

5. Kotribusi Peran Komite Sekolah Terhadap Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 20

B. Komite Sekolah ... 23

1. Pengertian Komite Sekolah ... 23

2. Konsep Dasar Komite Sekolah ... 24

a. Nama dan Unsur-unsur ... 24

b. Kedudukan dan Sifat ... 25

c. Tujuan ... 26

d. Fungsi ... 26

e. Keanggotaan ... 27

f. Prinsip Pembentukan ... 28

3. Pemberdayaan Komite Sekolah ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 30

D. Hipotesis ... 31

BAB III : METODE PENELITIAN ... 32

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Variabel Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 33

D. Intrumen Penelitian ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37


(10)

ix

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 40

A. Gambaran Umum Penelitian ... 40

1. Sejarah Singkat SMK N 1 Depok ... 40

2. Visi dan Misi ... 41

3. Struktur Organisasi Sekolah ... 42

4. Kondisi Tenaga Kependidikan dan Sarana Prasarana ... 42

5. Keadaan Siswa-siswi ... 44

6. Komite Sekolah ... 44

7. Program Kerja Komite Sekolah ... 45

B. Deskripsi Data ... 46

C. Uji Hipotesis ... 52

D. Interpretasi Data ... 56

BAB V : PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(11)

x

Mutu Pendidikan ... 34

4.1 Struktur Organisasi Sekolah ... 42

4.2 Kondisi tenaga Kependidikan SMK N 1 Depok ... 43

4.3 Sarana dan Prasarana ... 43

4.4 Keadaan Siswa-siswi SMK N 1 Depok ... 44

4.5 Struktur Organisasi Komite Sekolah SMK N 1 Depok ... 45

4.6 Kategori Penilaian Peran Komite Sekolah ... 49

4.7 Kategori Penilaian Mutu Pendidikan ... 52

4.8 Tabel Kerja atau Tabel Perhitungan ... 53


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Referensi

Lampiran 2 Surat Pengajuan Profosal Skripsi Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 4 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 6 Surat Angket Penelitian

Lampiran 7 Tabel Hasil Jawaban Angket Lampiran 8 Profil Sekolah


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 telah diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, memposisikan kabupaten/kota sebagai pemegang kewenangan dalam tanggungjawab pembangunan berbagai sektor, termasuk penyelenggaraan bidang pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada kabupaten/kota, melainkan juga diberikan kepada satuan pendidikan, baik jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Dengan demikian, keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pihak sekolah, dan masyarakat atau stakeholder pendidikan. Hal ini relevan dengan konsep partisipasi berbasis masyarakat dan manajemen berbasis sekolah.

Salah satu masalah mendasar dalam bidang pendidikan Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Mutu pendidikan di Indonesia selama ini masih belum mengalami peningkatan yang signifikan dan merata. Sebagian sekolah,


(14)

2

terutama di kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup mengembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah terpenuhi, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan.

Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat mikro (sekolah).1

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah terdapat sedikitnya tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata, yaitu:

1. Pendekatan education production function atau input & output analisi yang digunakan dalam kebijakan pendidikan di Indonesia tidak dilakukan secara konsekuen.

2. Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara

birokratiksentralistik.

3. Peranserta masyarakat, khususnya orangtua siswa dlam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.2

Hal tersebut banyak terjadi akhir-akhir ini di lembaga pendidikan atau satuan pendidikan (sekolah). Karena tidak jarang yang sampai saat ini sekolah belum bisa mengartikan secara keseluruhan dari kebijakan yang telah pemerintah pusat keluarkan. Hal ini pula yang dialami di satuan pendidikan (sekolah) yang ada di Depok, khususnya SMK N 1 Depok.

Ada beberapa poin paradigma untuk mendasari mutu pendidikan Indonesia yaitu, Pembahasan kurikulum, pembaruan dalam proses pembelajaran, pembenahan manajemen pendidikan nasional, pembenahan pengelolaan guru dan mencari serta mengembangkan berbagai sumber alternatif pembiayaan pendidikan.

1

Forum Wartawan Peduli Pendidikan, Kilas Balik Pendidikan Nasional 2006. h.

2


(15)

Guna peningkatan mutu pendidikan maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya, diberikan kepercayaan untuk mengatur dab mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya.

Selain itu, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan partisipasi masyarakat sangat diperlukan. Partisipasi masyarakat yang selama ini umumnya lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengembalian keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan.

Untuk menampung dan menyalurkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, maka dibentuklah suatu wadah yang diberi nama Komite Sekolah. Komite sekolah adalah suatu badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, penertaan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra satuan pendidikan, jalur pendidikan satuan pendidikan maupun jalur pendidikan luar satuan pendidikan. Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dan berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dari hasil pendidikan.3

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002, tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dikatakan bahwa Komite Sekolah merupakan dampak wujud dari otonomi pendidikan, melalui demokratisasi pendidikan. Wujud dari kebijaksanaan ini adalah kesempatan masyarakat untuk berperan aktif dalam menumbuhkembangkan pendidikan. Hal

3

Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2006), h. 37


(16)

4

ini, sejalan dengan apa yang disebut dengan community based education, dan secara tidak langsung imbas dari school based management.

Dibetuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar suatu organisasi masyarakat di satuan pendidikan mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas satuan pendidikan. Adapun tujuan dibentuknya KOmite Sekolah sebagai organisasi masyarakat di satuan pendidikan sebagai berikut:

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan di satuan pendidikan.

2. Meningkatkan tanggungjawab peranserta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

3. Menciptakan suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.4

Namun demikian kehadiran Komite Sekolah yang fakta di lapangan masih menunjukkan justru keberadaannya dianggap sebagai masalah baru bagi orangtua siswa karena menjadi actor utama di balik mahalnya biaya sekolah. Keberadaannya sekadar menstempel setiap kebijakan yang dibuat oleh kepala sekolah, terutama untuk menarik dana dari orangtua siswa. Hal ini pula yang terjadi di berbagai sekolah di kota Depok, salah satunya adalah SMK N 1 Depok yang masih menganggap Komite Sekolah adalah suatu lembaga yang sama dengan lembaga sebelumnya.

Kalau dihitung mulai dari terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah berusia kurang lebih sembilan tahunan. Melalui program sosialisasi, pengembangan, dan kemudian pembinaan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Ditjen Mandikdasmen, hasilnya dapat kita ketahui sebagai berikut:

1. hampir semua kabupaten/kota di Indonesia telah terbentuk Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota.

2. Separuh provinsi di Indonesia secara mandiri telah membentuk Dewan Pendidikan Provinsi.

4

Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah: Model Pengelolaan Sekolah di Era Otonomi Daerah, (Jakarta: CV Sagung Seto, 2007), Cet. I, h. 62.


(17)

3. Hampir semua satuan pendidikan telah membentuk Komite Sekolah

4. bagaimana pun juga Dewan Pendidikan Nasional sampai saat ini memang belum terbentuk. Hal ini terkait dengan soal jumlah atau kuantitatif. Jika secara kuantitatif kondisinya cukup membanggakan, namun secara kualitatif memang masih sangat memprihatinkan.5

Dalam keterangan di atas telah dijelaskan bahwa hampir semua satuan pendidikan telah terbentuk Komite Sekolah. Itu memang benar sekali. Namun kondisi itu sama sekali tidak melegakan hati kita. Pada awalnya proses pembentukan Komite Sekolah dilakukan secara instan. Kalau ada Komite Sekolah yang dibentuk dengan model pemilihan formatur, maka itu masih lumayan. Yang sering terjadi adalah justru Komite Sekolah yang dibentuk dengan cara penunjukan oleh kepala sekolahnya. Akibatnya, sampai saat ini Komite Sekolah masih tetap menyandang stigma seperti BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan) atau pun POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru). Inilah kondisi Komite Sekolah yang ada dan kita kenal sampai saat ini, yakni sebagai Komite Sekolah stempel.

Ade Irawan, Sekretaris Koalisi Pendidikan melihat ada beberapa faktor yang menjadi penyebab komite tidak mampu menjalankan fungsi sebenarnya, yaitu: ”Pertama, buruknya sosialisasi. Kedua, minimnya pemahaman guru dan orangtua siswa. Ketiga, komite dibentuk kepala sekolah”.6

Untuk melihat lebih jauh kondisi di lapangan penulis mengadakan studi pendahuluan di sekolah menengah dan atas kota Depok. Dari hasil studi pendahuluan penulis menemukan terdapat SMK N 1 Depok di Kecamatan Tapos Kota Depok. Permasalahan yang masih ditemukan menyangkut komite sekolah yaitu komite sekolah tidak mempunyai program kerja sendiri, sehingga komite sekolah tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan.

Hal ini dikarenakan tidak ada program kerja yang harus mereka laksanakan. Komite sekolah akan melaksankan program yang telah dibuat oleh kepala sekolah sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja komite sekolah dalam

5

Suparlan, “Komite Sekolah: Kondisi, Masalah dan Tantangan di Masa Depan”, dari http://www.suparlan.com/pages/posts/komite-sekolah-kondisi-masalah-dan-tantangan-di-masa-depan237.php tanggal 20 Nopember 2010.

6


(18)

6

memerankan peran dan fungsinya, karena program kerja komite sekolah masih ikut dalam program kerja sekolah hal ini akan menyebabkan tidak berdayanya peran komite sekolah sebagai organisasi yang mewadahi peran serta masyarakat dalam meningkatkan kualitas mutu pendidikan.

Komitmen UU yang telah diamatkan terhadap pemerintah tersebut tentunya perlu didukung. Hanya perlu diingat, untuk memajukan mutu pendidikan tidak cukup diandalkan dengan alokasi dana yang besar saja. Kalau tidak dibarengi dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang benar, serta dikelola orang-orang yang benar, maka jelas akan tidak efektif dan efisien.

Oleh karena itu, dalam hal ini pemerintah bersama-sama dengan masyarakat bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan karena, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional Pendidikan yang berkenaan dengan; “pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala sekolah satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah”.7 Hal itu dimaksudkan agar kualitas mutu pendidikan di Indonesia terus mengalami peningkatan dan tujuan pendidikan nasional dapat tercapai sesuai dengan harapan.

Di era otonomi ini, partisipasi masyarakat sebagai kekuatan control dalam pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan control bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Kemendiknas mulai menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah (school-based management). Karena itulah gagasan tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat (semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak terhindarkan. Dengan adanya Komite Sekolah, kepala sekolah dan para penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggungjawab kepada komite tersebut.

7


(19)

Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan para penyelenggara pendidikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Kementerian Pendidikan Nasional, maka dengan konsep manajemen berbasis sekolah pertanggungjawaban itu kepada Komite Sekolah. Pemerintah dalam hal ini hanya memberikan legalitas saja. Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh pemerintah, tapi perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) atau yang lebih dikenal saat ini Bantuan Oprasional Sekolah (BOS). Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk mengawasi dana JPS/BOS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan akuntabilitas sekolah, serta menyalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah.

Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali dengan melakukan upaya optimalisasi orang tua siswa di sekolah. Upaya ini menjadi sangat penting lagi di saat keadaan budaya dan gaya hidup generasi kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. Dengan adanya upaya ini jalinan antara satu sisi, orang tua, dan sisi lain sekolah, bisa sama mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Melihat realitas tersebut penulis merasa perlu mengkaji permasalahan tersebut secara lebih mendalam. Oleh karena itu, penulis mengangkat permasalahan

tersebut ke dalam skripsi dengan judul “KONTRIBUSI PERAN KOMITE

SEKOLAH TERHADAP MUTU LAYANAN PENDIDIKAN DI SMKN 1 DEPOK”.

B.Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan, antara lain:


(20)

8

1. Ketidakkompakan pihak sekolah dengan komite sekolah dalam menjalankan program-programnya.

2. Komite sekolah sering dianggap tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan.

3. Adanya Ketidaktahuan bahwa masyarakat terlibat dalam dunia pendidikan untuk mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih maju.

4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia anggota komite sekolah yang ada di sekolah.

5. Banyaknya hambatan yang dihadapi komite sekolah untuk berperan aktif dalam proses peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

6. Kurangnya perhatian satuan pendidikan dan komite sekolah terhadap pengembangan mutu pendidikan.

C.Pembatasan Masalah

Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum pada identifikasi masalah, penulis melihat perlu melakukan pembatasan masalah. Hal itu dilakukan agar permasalahan tidak menimbulkan kerancuan, maka masalah penelitian menjadi sebagai berikut:

1. Komite sekolah sering dianggap tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan.

2. Kurangnya perhatian Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

D.Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah pada poin sebelumnya dapat dirumuskan menjadi pertanyaan berikut:

1. Bagaimana gambaran kontribusi peran Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan?

2. Bagaimana perhatian Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah?


(21)

E.Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi peran Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan, dan

2. Untuk mengetahui sejauh mana perhatian Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah.

F. Manfaat Penelitian

Mengenai manfaat dalam penulisan skripsi ini penulis akan memaparkan beberapa manfaat, diantaranya adalah:

1. Bagi Sekolah : sebagai informasi mengenai upaya yang telah dilakukan Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan,

2. Bagi Komite Sekolah: sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan upaya meningkatkan mutu pendidikan.

3. Bagi Praktisi Pendidikan : Menjadi tambahan dalam khazanah ilmu pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

4. Bagi Masyarakat : sebagai media informasi atas keberadaan komite sekolah di sebuah lembaga pendidikan.


(22)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Mutu Pendidikan

1. Pengertian Mutu Pendidikan

Masalah mutu pendidikan merupakan salah satu masalah nasional yang sedang dihadapi dan dapat perhatian sungguh-sungguh dalam sistem pendidikan nasional Indonesia dewasa ini. Sebelum mutu pendidikan ada baiknya mengetahui apa itu mutu dan apa itu pendidikan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “mutu adalah ukuran baik buruk

suatu benda; kadar; taraf; atau derajat (kepandaian, kecerdasan dsb); kualitas”.1

Secara substantif, istilah mutu itu sendiri mengandung dua hal yaitu: “pertama sifat dan kedua taraf. Sifat adalah sesuatu yang menerangkan keadaan benda

sedangkan taraf menunjukan kedudukan dalam suatu benda”.2

Menurut Aan Komariah dalam pengertian mutu dapat dilihat dari dua segi, yaitu mutlak/absolut dan relatif. “Dalam pengerian mutlak Mutu adalah suatu jasa yang memiliki nilai tertinggi, bersifat unik dan sangat berkaitan dengan ungkapan kebaikan (goodness), keindahan (beauty), kebenaran (truth), dan

1

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 677

2

Sanusi Uwes, Manajemen Pengebangan Mutu Dosen, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) Cet. I hal. 27


(23)

idealitas. Sedangkan dalam arti relatif mutu berdasarkan pada kebutuhan pelanggan”.3

Jadi dapat disimpulkan bahwa mutu adalah ukuran untuk menyatakan esensi suatu benda atau hal berupa standar ideal yang ingin dicapai oleh suatu proses.

Sedangkan Pendidikan dalam Undang-undang Pendidikan No. 20 tahun 2003, bahwa “Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi

perannya dimasa yang akan datang”.4

Amier Daien Indrakusuma mengartikan “pendidikan sebagai bantuan yang diberikan secara sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani dan rohaninya untuk mencapai tingkat kedewasaan”.5

Menurut Lengeveld dalam bukunya Alisuf Sabri pendidikan adalah: pemberian bimbingan atau bantuan rohani bagi yang masih memerlukan. Pendidikan itu terjadi melalui pengaruh dari seseorang yang telah dewasa kepada orang yang belum dewasa. Dalam hal ini Lengeveld menegaskan pendidikan ialah semua usaha, pengaruh, perlindungan, serta bantuan yang diberikan harus tertuju kepada anak didiknya atau dengan kata lain membantu anak didik agar cukup cakap dalam melaksanakan tugas hidupnya sendiri.6

Demikian beberapa pengertian menurut pandangan dari beberapa tokoh, yang pada dasarnya menjelaskan bahwa pendidikan itu merupakan pemberian bimbingan atau bantuan kepada mereka yang memerlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, menuju kesempurnaan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup masa kini dan masa yang akan datang.

Sebelum penulis menarik kesimpulan tentang mutu pendidikan. Ada yang perlu dijelaskan terlebih dahulu yaitu bahwa pengertian mutu pendidikan, merupakan suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntunan kebutuhan hasil pendidikan, yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan

3

Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), Cet. I hal. 9

4

UU Sisdiknas dan peraturan pelaksanaannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), Cet. II, hal. 2

5

Amier Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), Cet. I hal. 27

6

H.M Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet.I, hal.8


(24)

12

teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia.

Mutu pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin. Dalam konteks pendidikan, menurut Departemen Pendidikan Nasional, sebagaimana dikutip

Mulyasa, “pengertian mutu mencakup input, proses, dan outputpendidikan”.7

Jadi dalam memandang konsepsi input output pendidikan sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1

Konsepsi Mutu Pendidikan

Konsepsi input dan output pendidikan sejauh ini merupakan gambaran mutu pendidikan adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat.

Dengan kata lain mutu pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan

sekolah dalam dua dimensi yaitu “kemampuan teknis dan pengelolaan”.8

Mutu pendidikan tidak terlepas dari seperangkat pelaksana pendidikan, karena perangkat pelaksana pendidikan memiliki lingkup kegiatan langsung berkaitan dengan pelaksanaan proses pembelajaran.

7

Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam; Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Jslam, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 206

8

Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan; Isu, Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. I. hal. 299

Proses


(25)

Dengan demikian, pengertian tentang mutu pendidikan adalah tingkat/ taraf/ derajat kemampuan dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen-komponen tersebut menurut norma/ standar yang berlaku.

2. Mutu Pendidikan dan Faktor Yang Mempengaruhinya

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sedangkan sekolah, terutama dikota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

Keberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan akan menjadi agenda utama semua birokrasi pendidikan, semua komponen persekolahan, semua orang tua dan wali murid, serta pihak-pihak lainnya yang memiliki jaringan langsung atau tidak terhadap dunia pendidikan. Mutu pendidikan sangat ditentukan oleh banyak pihak, apakah pemerintah, masyarakat, sekolah, orangtua dan siswa itu sendiri.

Sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.

Pertama, fungsi dan tujuan pendidikan kurang melekat pada pelaksana dan pelaksanaan pendidikan.

Kedua, prinsip penyelenggaraan pendidikan yang demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif tidak dijadikan sebagai prinsip yang harus dijunjung tinggi.

Ketiga, masyarakat seringkali diberlakukan sebagai komunitas untuk melegalkan sebuah kebijakan pelaksana pendidikan, dan bukan sebagai pelaku untuk memberdayakan sekolahnya.


(26)

14

Keempat, evaluasi pendidikan seringkali dibelokkan dengan kepentingan tertentu.9

Pembangunan pendidikan hendaknya diarahkan kepada beberapa sektor yang merupakan kebutuhan mendasar, karena langsung memberikan dampak terhadap peningkatan mutu pendidikan diantaranya yaitu:

Pertama, sarana dan prasarana pendidikan, meliputi pembangunan ruang belajar, renovasi dan rehabilitasi ruang belajar beserta perangkat pendukungnya, ruang laboratorium, perpustakaan, komputer, pusat sumber belajar, dan termasuk rumah guru, kepala sekolah, penjaga sekolah, WC guru dan murid. Kedua, sarana dan prasarana pembelajaran, berkaitan dengan pengadaan alat dan media pembelajaran, untuk bidang IPA, IPS, Bahasa, dan bidang lainnya, seperangkat alat praktek laboratorium, pengadaan buku-buku perpustakaan, dan sebagainya. Ketiga, Pembangunan SDM. Kualifikasi pendidikan guru. Keempat, Pembangunan sektor Pendidikan Luar Sekolah. Kelima, pembangunan life skill.10

Haryono Suyono, seorang Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan, mengemukakan bahwa:

Gerakan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sangat rendah setidak-tidaknya harus diarahkan untuk lima sasaran utama dengan komitmen dan dukungan program dan anggaran yang kuat, terpadu dan dinamik dari pemerintah dan aparatnya di seluruh pelosok tanah air. Sasaran pertama, peningkatan pemberdayaan siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu, kemampuan dan kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan sekolah untuk memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran yang dinamik, padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat, pengembangan kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada anak-anaknya untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima, pengembangan budaya masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam suasana nyaman, menggairahkan dan dinamik.11

Untuk mengukur sejauh mana mutu pendidikan telah dicapai, perlu diketahui tanda-tanda operasionalnya, tanda-tanda opreasional yang

9

Maslikhah, Quo Vadis, Pendidikan Multikultur; Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan, (Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2007), Cet. Ke-1 hal. 88-89

10

Isjoni, Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 22-23

11

Haryono Suyono, Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan, Yayasan Damandiri, h.1. www.Damandiri.co.id , 10 Mei 2011


(27)

dimaksudkan itu dijelaskan oleh Djauzak Ahmad dalam bukunya Petunjuk Peningkatan Mutu Sekolah Dasar sebagai berikut:

a. Siswa, meliputi:

1) Kemampuan siswa dalam mengikuti belajar mengajar

2) Lingkungan siswa seperti lingkungan sosial, ekonomi dan budaya dalam lingkungan dan masyarakat

b. Guru, meliputi:

1) Kemampuan guru dalam kegiatan mengajar 2) Latar belakang pendidikan

3) Pengalaman kerja 4) Beban belajar

5) Kondisi sosial ekonomi 6) Motivasi kerja

7) Komitmen

8) Disiplin dan kreativitas c. Kurikulum

d. Sarana dan prasarana, meliputi: 1) Alat peraga

2) Alat praktek 3) Laboratorium 4) Perpustakaan 5) Ruang keterampilan 6) Ruang UKS

7) Ruang kantor, gedung dan perabot e. Pengelolaan kelas, meliputi:

1) Pengelolaan kelas 2) Pengelolaan guru 3) Pengelolaan siswa

4) Pengelolaan sarana dan prasarana 5) Peningkatan tata tertib

f. Proses belajar mengajar, meliputi: 1) Penguasaan materi

2) Penggunaan metode mengajar 3) Penampilan guru

4) Pendayagunaan alat dan fasilitas g. Pengelolaan dana, meliputi:

1) Perencanaan anggaran 2) Penggunaan dana 3) Laporan

4) Pengawasan

h. Supervisi dan monitoring

1) Hubungan sekolah dengan orang tua

2) Hubungan sekolah dengan instansi pemerintah 3) Hubungan sekolah dengan dunia usaha


(28)

16

4) Hubungan sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya.12

Selain itu Sidi menyebutkan ada lima langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu:

a. pembenahan kurikulum pendidikan yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal.

b. peningkatan kualitas, kompetensi dan profesionalisme tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.

c. penetapan standar kelengkapan dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan.

d. pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah. e. penciptaan iklim dan suasana kompetitif dan koperatif antar sekolah.13 Sedangkan Isjoni menjelaskan dalam bukunya “Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan” ada tujuh aspek yang dijadikan pertimbangan dalam pembangunan pendidikan, yakni:

a. Pengadaan guru

b. Pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan c. Pengembangan kurikulum

d. Peningkatan kualitas pendidikan

e. Peningkatan profesionalisme dan tanggung jawab terhadap profesi f. Peningkatan kesejahteraan guru

g. Pemberdayaan masyarakat.14

Dari semua pendapat para ahli yang telah dikemukakan di atas dapat penulis simpulkan bahwa peningkatan mutu pendidikan menitikberatkan kepada pengembangan komponen-komponen yang ada dalam satuan pendidikan dan pembangunan mutu secara keseluruhan mulai dari pemerintah, sekolah dan masyarakat atau stakeholder pendidikan, agar dalam proses peningkatan mutu pendidikan dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan baik dari aparatur pemerintah maupun satuan pendidikan itu sendiri.

Faktor penentu atas keberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan juga ditentukan atas kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran, bagaimana guru akan mengajar lebih efektif, dan hasil belajar anak didiknya

12

Djauzak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, (Jakarta: Rhinaka Cipta, 1995), h. 9

13

Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 74-75

14


(29)

baik, kalau sarana pembelajaran dalam kelas tidak tersedia. Ini jelas akan menjadi kebijakan pemerintah, karena itu tugas pemerintahlah untuk menyediakan sarana pembelajaran di kelas yang diperlukan guru. Seperangkat pembelajaran tersebut sangat menentukan dalam mewujudkan mutu pendidikan.

3. Mutu Pendidikan Berdasarkan Tujuan Pendidikan Nasional

Mutu pendidikan menurut berbagai kamus, “kata inggris academy berasal dari kata latin academia. Kata ini mempunyai beberapa makna, yang salah satunya adalah (a lerned sociery for the advancement of arts and scient) suatu masyarakat atau perkumpulan orang-orang yang didirikan untuk memajukan

ilmu pengetahuan dan kemanusiaan”.15

Persoalan mutu pendidikan adalah suatu masalah yang kontroversial, pada satu pihak terkadang dikatakan bahwa mutu pendidikan di indonesia sudah cukup baik; sistem pendidikan di indonesia sudah dapat memenuhi sebagian tuntunan dan kebutuhan bangsa kita, misalnya berkaitan dengan tenaga kerja yang terdidik. Perbedaan tersebut merupakan hal yang wajar terjadi, karena belum adanya standarisasi mutu pendidikan yang diterima oleh seluruh praktisi pendidikan di indonesia. Banyak sekolah-sekolah dinilai sebagai sekolah yang terbaik oleh masyarakat, masing-masing lembaga tersebut memiliki misi yang berbeda merupakan bukti bahwa belum ada kriteria yang pasti tentang mutu pendidikan itu sendiri.

Maka dari itu penulis ingin mengembalikan persoalan mutu pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, karena tujuan pendidikan nasional yang telah diterapkan merupakan cermin dari orientasi pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita bangsa.

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan berbangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, “yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,

15

Mochtar Buchori, Pendidikan dalam Pengembangan, (Jakarta: PT. Tiara Wacana, 1994), Cet. I, h. 34


(30)

18

memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta sara tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan”.16

Sementara dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa: pendidikan harus berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yans bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis.17

Dari pemaparan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mutu pendidikan yang dikehendaki oleh tujuan pendidikan nasional adalah pendidikan yang dapat menghasilkan peserta didik yang memilki kapabilitas sebagai berikut: beriman, bertakwa terhadap tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian, berbudi luhur, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan sehat jasmani dan rohani.

Selain itu mutu pendidikan juga harus bisa mewujudkan tujuan bersama yakni mencerdaskan kehidupan manusia Indonesia. Karena mutu pendidikan Indonesia sangat berpengaruh terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal pembangunan bangsa di masa yang akan datang.

4. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan di Indonesia

Mutu pendidikan yang diupayakan melalui penerapan konsep MBS sebagaimana telah diuraikan pada subunit 1 di atas, dapat diukur menggunakan parameter yang berlaku secara nasional. Parameter yang dimaksudkan adalah Standar Nasional Pendidikan dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pendidikan, sebagai persyaratan minimum layanan pendidikan. Pada tingkat sekolah, SPM pendidikan mencerminkan spesifikasi teknis layanan pendidikan dan merupakan bagian standar nasional.

16

UU Sisdiknas, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), Cet IV, h. 4

17

M. Sukardjo, Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 82


(31)

Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal menetapkan bahwa Standar Pelayanan Minimal pendidikan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar

bidang pendidikan yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Indikator pencapaian SPM pendidikan adalah prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi, yaitu berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan pendidikan di sekolah. Sedangkan pengertian pelayanan dasar adalah pelayanan pendidikan bagi siswa yang mutlak untuk dipenuhi.

SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian.SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. Penyusunan rencana pencapaian SPM dan anggaran kegiatan yang terkait dengan pencapaian SPM dilakukan berdasarkan analisis kemampuan dan potensi daerah dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh : a). Pemerintah untuk pemerintahan daerah Provinsi; dan b). Gubernur sebagai representasi pemerintah di daerah untuk Kabupaten/Kota. Pemerintah wajib mendukung pengembangan kapasitas pemerintahan daerah yang belum mampu mencapai SPM. Pemerintah dapat melimpahkan tanggungjawab pengembangan kapasitas pemerintahan daerah Kabupaten/ Kota yang belum mampu mencapai SPM kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah. Dukungan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah dapat berupa fasilitas, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya. Berdasar hasil monev, pemerintah wajib memberikan penghargaan bagi pemerintahan daerah yang


(32)

20

berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan, dan memberikan sanksi kepada pemerintahan daerah yang tidak berhasil mencapai SPM dengan baik.

Berdasarkan mekanisme pemenuhan SPM pendidikan seperti tersebut di atas, pemerintah daerah Propinsi dan Kabupeten/Kota menyusun SPM pendidikan sesuai dengan kapasitas daerahnya masing-masing. Acuan utama yang digunakan untuk menyusun SPM pendidikan adalah Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Berkenaan dengan standar pendidikan, pemerintah menetapkan 8 (delapan) standar pendidikan, yaitu: a). standar isi; b). standar proses; c). standar kompetensi lulusan; d). standar pendidik dan tenaga kependidikan; e). standar sarana dan prasarana; f). standar pengelolaan; g). standar pembiayaan; dan h). standar penilaian pendidikan.

5. Kontribusi Peran Komite Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan

Keberadaan Komite Sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam mengingkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan sekolah. Oleh karena itu, pembentukannya harus memperhatikan pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang harus dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai berikut:

a. Pemberi pertimbangan (advisor agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

b. Pendukung (supporting) baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. c. Pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan dewan Perwakilan rakyat daerah (legislatif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.18

18


(33)

Dari empat peran Komite Sekolah ini berarti lembaga ini mempunyai tanggung jawab yang sama besarnya dengan komponen-komponen yang ada di satuan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu Komite Sekolah dituntut dapat berjalan bersama dengan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan sebagaimana fungsi dan tujuan Komite Sekolah.

Peran komite sekolah sebagai mediator sekolah dengan masyarakat sangat memungkinkan untuk mencari dan merangkul dunia industri atau dunia usaha, bahkan tidak menuntup kemungkinan perseorangan atau individu sebagai mitra. Pihak yang disebutkan tadi adalah sebagai mata rantai dalam keberlangsung kehidupan sekolah, baik kini maupun yang akan datang.

Sekolah masa depan, sekolah berwawasan keunggulan, sekolah berwawasan teknologi, merupakan cita-cita yang akan dicapai oleh suatu sekolah. Untuk mencapai tersebut, tidak mungkin dilakukan oleh semata-mata aparat sekolah yang ada, karena kemampuan personil sangat terbatas. Oleh sebab itu, perlu kerja sama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain, sehingga pengembangan sekolah ke depan dapat dipikirkan secara bersama-sama. Sebab, pembangunan pendidikan adalah tanggung jawab banyak pihak.

Program link and match merupakan salah satu tali pengikat dunia pendidikan dengan dunia usaha. Melalui program ini terjalin kemitraan, dunia pendidikan sebagai penghasil tenaga kerja dan dunia industri sebagai penerima tenaga kerja, dan tentunya melalui proses pendidikan. Tentunya tenaga kerja yang dihasilkan melalui dunia pendidikan sejalan san sesuai dengan kebutuhan dunia usaha.

Sedangkan menurut Dede Rosyada dalam bukunya menjelaskan beberapa tugas Komite Sekolah antara lain:

a. Mengembangkan akses sekolah pada dana, sehingga sekolah mampu membangkitkan berbagai sumber dana potensial untuk mendukung proses pembelajaran siswa.

b. Mengembangkan budgeting sekolah dalam konteks pengembangan kemampuan pembiayaan untuk mendanai berbagai program sekolah. c. Memutuskan struktur anggaran sekolah.

d. berpartisipasi dalam pemilihan kepala sekolah, dan wakil kepala sekolah. e. Ikut serta dalam curah pendapat tentang kurikulum dalam konteks


(34)

22

pada sekolah tentang kualifikasi kompetensi siswa yang akan dihasilkan sekolah.19

Sekolah yang memiliki visi dan misi serta strategi tentunya punya perencanaan menjalin kemitraan dengan dunia usaha yang ada. Apalagi dengan keberadaan komite sekolah sebagai mitra sekolah sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Keberadaan komite sekolah sebagai lembaga yang memiliki legalitas dan bersama-sama dengan sekolah mencari peluang, bagaimana dapat membesarkan dan menjadikan sekolah sebagai sesuatu kebutuhan mendasar bagi stakeholder.

Adapun dalam kaitan itu maka komponen-komponen fokus kegiatan pendidikan yang mengitari dan membantu terwujudnya kualitas pendidikan menurut Sixtus Tanje sangat tergantung bagaimana para aktor pendidikan bisa mengelola delapan kunci keberhasilan pendidikan, diantaranya:

a. Kesiswaan b. Kurikulum

c. Human Resources (SDM) d. Public Relation (kehumasan) e. Finance (keuangan)

f. Manajemen

g. Sarana & Prasarana h. Supervisi & Evaluasi.20

Apabila sekolah dapat mengelola dengan baik delapan kunci keberhasilan ini, maka kualitas/mutu sekolah dengan sendirinya akan mengalami peningkatan yang signifikan.

Hal ini tidak terlepas dari kerjasama antar komponen-komponen yang ada di satuan pendidikan itu sendiri, salah satunya adalah peranserta masyarakat yang tergabung dalam satu wadah yakni Komite Sekolah.

19

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokrasi; Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. I. hal. 276-277

20

Sixtus Tanje, “Membangun Budaya Mutu Sekolah: Mengelola 8 Faktor Kunci Keberhasilan”, dalam Educare, No. 12 Tahun III, Maret 2007, h. 44


(35)

B.Komite Sekolah

1. Pengertian Komite Sekolah

Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003, disebutkan bahwa komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.21

Nanang Fatah memberikan pengertian tentang komite sekolah dalam bukunya, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah, “Komite sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokrasi oleh para stakeholder pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan”.22

Komite Sekolah merupakan penyempurnaan dan perluasan badan kemitraan dan komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Sampai tahun 1994 mitra sekolah hanya terbatas dengan orang tua peserta didik dalam wadah yang disebut dengan POMG (Persatuan Orang Tua dan Guru), “Peran Komite Sekolah secara legal mulai digulirkan sejak 2 April 2002 meski sesungguhnya peran sejenis sudah berjalan dalam bentuk kemitraan antara guru dan orangtua murid yakni melalui lembaga Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3)”.23

Jadi dapat disimpulkan bahwa komite sekolah adalah badan atau lembaga yang terdiri dari beberapa orang anggota yang dipilih secara musyawarah untuk mewadahi peran serta masyarakat pada satu satuan pendidikan, dan mempunyai tanggung jawab terhadap peningkatan mutu pendidikan.

21

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Thn 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi, 2003), Cet. I, h. 156

22

Nanang Fatah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 118

23


(36)

24

2. Konsep Dasar Komite Sekolah

a. Nama dan Unsur-unsur

Ditinjau dari prespektif sejarah persekolahan pada tingkat SD, SLTP, dan SMU/SMK di Indonesia, masyarakat sekolah khususnya orang tua siswa, telah menerapkan sebagian fungsi dalam membantu penyelenggaraan pendidikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dachnel dalam bukunya, bahwa “Sebelum tahun 1980 di Indonesia cukup banyak nama badan yang bertujuan membantu atau menunjang penyelenggaraan pendidikan. Pada jenjang SD, SMTP dan SMTA adalah Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG) yang kemudian berubah nama menjadi BP3 (Badan Pembantu

Penyelenggaraan Pendidikan)”.24

Sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah, dan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi penyelenggaran pendidikan, dan tercapainya demokrasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih dari sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dan orang tua siswa.

Pada saat ini selain adanya BP3 dibentuk pula Komite Sekolah (dibeberapa sekolah yang memperoleh program khusus), beranggotakan kepala sekolah sebagai ketua dan salah seorang guru, ketua BP3, ketua LKMI dan tokoh masyarakat sebagai anggota. Pembentukan komite dimaksudkan untuk menangani pelaksanaan rehabilitasi bangunan sekolah (SD dan MI), dan pembangunan unit sekolah baru (SLTP dan MTs) sedangkan di SMK, selain terdapat BP3 dibentuk juga Majelis Sekolah yang mempunyai peran menjembatani sekolah dengan industri dalam pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dan Bursa Kerja Khusus (BKK) yang merupakan kerja sama sekolah dengan Depnaker dan pemasaran Jurusan.

24

H.M. Dachnel Kamars, Sistem Pendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi Suatu Studi Perbandingan Antar Beberapa Negara, (Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), hal. 135


(37)

Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) perlu dibenahi selaras dengan tuntutan perubahan yang dilandasi kesepakatan, komitmen kesadaran dan kesiapan membangun budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan Masyarakat Sekolah yang memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu sekolah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan.

Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan seperti Komite Sekolah, Komite pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati.25

Dengan demikian, organ yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran dan keanggotaannya sesuai panduan ini atau melebur menjadi organisasi baru yang bernama Komite Sekolah peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi yang ada di sekolah, kewenangannya akan berkembang sesuai dengan kebutuhan dalam wadah Komite Sekolah.

b. Kedudukan dan Sifat 1) Kedudukan

Komite Sekolah bekedudukan di satuan pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah. Satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis dan jalur pendidikan, mempunyai penyebaran lokasi yang amat beragam, ada sekolah negeri dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh yayasan penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, maka Komite Sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai berikut:

Pertama. Komite Sekolah yang dibentuk di satu satuan pendidikan. Kedua. Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan sekolah yang sejenis. Ketiga. Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan terletak di dalam satu kompleks atau

25


(38)

26

kawasan yang berdekatan. Keempat. Komite Sekolah yang dibentuk dengan pertimbangan lain.26

2) Sifat

Komite Sekolah merupakan badan yang besifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintahan lainnya. Komite Sekolah dan sekolah memiliki kemandirian masing-masing, tetapi tetap sebagai mitra yang harus saling bekerja sama sejalan dengan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) c. Tujuan

Dibentuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar adanya strata organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta kepedulian terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite Sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar budaya, demokratis, ekologis nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat setempat. Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya Komite Sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada pengguna (client model) berbagai kewenangan (power sharing and advocacy model) dan kemitraan (partnership model) yang berfokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan di daerah.

Adapun tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah adalah sebagai berikut:

1) Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan si satuan pendidikan.

2) Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan da satuan pendidikan. 3) Meningkatkan suasana dan kondisi transparan akuntabel, dan demokratis

dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.27

d. Fungsi

26

Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah; Model Pengelolaan Sekolah Di Era Otonomi Daerah, (Jakarta: CV. Sagung Seto, 2007), Cet. I, h. 62

27


(39)

Untuk menjalankan tugasnya, komite sekolah memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

2) Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia usaha/dunia industri), dan pemerintahan berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

3) Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntunan dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4) Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:

a) Kebijakan dan program pendididkan

b) Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS) c) Kriteria kinerja satuan pendidikan

d) Kriteria fasilitas pendidikan

5) Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. 6) Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kibijakan, program,

penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di suatu pendidikan.28 Komite Sekolah sesuai dengan fungsinya, melakukan akuntabilitas sebagai berikut:

1) Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder secara periode, baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.

2) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat, baik berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintahan setempat.

e. Keanggotaan Komite Sekolah

Komite Sekolah setidaknya memiliki beberapa unsur keanggotaan sebagai berikut:

1) Unsur Masyarakat: Orangtua/wali peserta didik, tokoh masyarakat,tokoh pendidikan, DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri), organisasi profesi tenaga kependidikan, wakil alumni, wakil peserta didik.

28


(40)

28

2) Unsur dewan guru, yayasan penyelenggara pendidikan, badan pertimbangan desa dapat dilibatkan sebagai anggota komite sekolah maksimal 3 (tiga) orang

3) Jumlah anggota minimal 9 (sembilan) orang dan gasal

4) Syarat-syarat, hak dan kewajiban, serta masa bakti keanggotaan ditetapkan di dalam AD/ART.29

f. Prinsip Pembentukan Komite Sekolah

Prinsip-prinsip pembentukan komite sekolah antara lain: 1) Transparan (terbuka)

2) Akuntabel (dipertanggungjawabkan kepada masyarakat) 3) Demokratis (dipilih dari dan oleh masyarakat pendidikan) 4) Merupakan mitra satuan pendidikan.30

3. Pemberdayaan Komite Sekolah

Berdasarkan UU No. 25 tahun 2002 tentang program nasional (propenas) 2002-2004, dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat perlu dibentuknya Dewan Pendidikan ditingkat kabupaten atau kota, dan Komite Sekolah ditingkat satua pendidikan. Amanat rakyat ini sejalan dengan konsepsi desentralisasi pendidikan, baik ditingkat kabupaten maupun ditingkat sekolah. Amanat rakyat dalam UU tersebut telah ditindak lanjut dengan keputusan menteri pendidikan nasional nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang dewan pendidikan dan komite sekolah. Dalam kepmendiknas tersebut disebutkan bahwa, peran yang harus diemban oleh dewan pendidikan dan komite sekolah adalah:

a. Advisory Agency (pemberi pertimbangan)

b. Supporting Agency (pengontrol kegiatan layanan pendidikan)

c. Mediator atau pengumpul atau pengait tali komunikasi antara masyarakat dan pemerintahan.

Peran serta masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan berarti pula pemberdayaan masyarakat itu sendiri ikut serta dalam menentukan arah dan isi pendidikan. “Dalam kaitan ini gerakan desentralisasi pendidikan yang sesuai

29

Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah,…, h. 63-64 30


(41)

dengan UU No. 25 tahun 2002 berarti mengikutsertakan masyarakat didalam

menentukan akuntabilitas pendidikannya”.31

Untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah harus dapat membina kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan warga sekolah, prinsip kemandirian dalam MBS adalah kemandirian dalam nuansa keberhasilan, dalam hal ini merupakan aplikasi dan prinsip-prinsip yang disebut dengan Total Quality Management, melalui suatu mekanisme yang menekankan pada mobilisasi kekuatan secara sinergis yang mengarah pada satu tujuan, yaitu peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan pengembangan masyarakat.

Pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui beberapa tahap, antara lain: masyarakat mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja lebih baik. Kemudian mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidakmampuan dan mengalami peningkatan kepercayaan diri. Kemudian seiring dengan tumbuhnya kepercayaan diri, masyarakat bekerjasama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan mereka.

Pemahaman tentang memberdayakan masyarakat ini adalah dengan memberikan pendidikan praktis, latihan kepemimpinan dan akses ke sumber-sumber daya dan dilaksanakan oleh dan dengan masyarakat.

Pentingnya ikut berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat adalah merupakan alat untuk mengubah citra masyarakat awam terhadap pengertian salah tentang kebijakan sekolah dan para petugas, kemudian dapat memberikan informasi tentang program dan kebijakan sekolah serta menghilangkan atau mengurangi kritik-kritik tajam atau negatif terhadap sekolah.

31

H.QA.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2000), h. 58.


(42)

30

C.Kerangka Berpikir

Partisipasi yang belaku pada masyarakat kita masih belum diartikan secara universal. Para perencana pembangunan mengartikan partisipasi sebagai dukungan terhadap rencana atau proyek pembangunan yang direncanakan dan ditentukan oleh pemerintah. Ukuran partisipasi masyarakat diukir oleh berapa besar sumbangan yang diberikan masyarakat untuk menanggung biaya pemerintah, baik berupa uang maupun barang yang diberikan kepada pemerintah. Partisipasi yang berlaku secara universal adalah kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.

Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berarti pula memberdayakan masyarakat itu sendiri di dalam keikutsertaan dalam menentukan arah dan isi pendidikannya. Di dalam kaitannya, gerakan desentralisasi pendidikan yang sesuai dengan UU No. 25 tahun 2002, berarti mengikutsertakan masyarakat di dalam menentukan akuntabilitas pendidikannya.

Sebagai konsekuensi perluasan makna partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka perlu dibentuk suatu wadah untuk menampung dan menyalurkannya yang diberi nama komite sekolah. Komite Sekolah merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan musyawarah oleh para stakeholder pendidikan di tingkat sekolah yang bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu pendidikan.

Berdirinya sebuah lembaga pendidikan tergantung dari dinamisasi masyarakat dan sebaliknya, perkembangan masyarakat juga dipengaruhi oleh kian berkembangnya ilmu pengetahuan yang sebagiannya disampaikan melalui pendidikan untuk menjaga kestabilannya, dibutuhkan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat yang dapat mengawasi dan membantu segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan kependidikan.

Untuk mengingkatkan mutu layanan pendidikan melalui program komite sekolah, dibutuhkan kerja sama antara sekolah dan masyarakat. Semua ini dilakukan dalam upaya peningkatn mutu lembaga pendidikan dan mutu layanan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Sehingga dari dugaan tersebut dapat di


(43)

simpulkan bahwa: apabila semakin besar kontribusi peran komite sekolah maka akan semakin besar peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah tersebut. Namun sebaliknya apabila semakin rendah kontribusi peran komite sekolah maka akan semakin rendah peningkatan mutu layanan pendidikan di satuan pendidikan itu sendiri.

D.Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho :Tidak terdapat hubungan positif antara Peran Komite Sekolah dengan Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan.

Ha :Terdapat hubungan positif antara Peran Komite Sekolah dengan Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan.


(44)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang akan diteliti adalah SMKN 1 Depok yang beralamatkan: Jl. Bhakti Suci Tapos RT 01/01 Kelurahan Cimpaeun Kecamatan Tapos Kota Depok.

Adapun waktu penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini terhitung dari awal bulan Maret sampai dengan April 2011.

B.Variabel Penelitian

”Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian”.1

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang dijadikan sebagai acuan dalam pengamatan, guna memperoleh data dan kesimpulan empiris mengenai peran Komite Sekolah terhadap mutu layanan pendidikan. Variabelnya antara lain yaitu:

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. 13, h. 118.


(45)

1. Variabel bebas atau variabel X adalah variabel yang mempengaruhi, maka variabel bebas dalam penelitian ini adalah Peran Komite Sekolah.

2. Variabel Terikat atau variabel Y adalah variabel yang dipengaruhi, dalam penelitian ini adalah Mutu Pendidikan.

C.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek, yaitu semua individu yang menjadi perhatian yang akan dikenai regenerasi penelitian.2 Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru tetap di SMKN 1 Depok yang berjumlah 44 orang.

Sampel adalah contoh, monster, represtan atau wakil dari suatu populasi yang cukup besar jumlahnya atau satu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan resresentatif sifatnya. Berdasarkan pertimbangan jumlah populasi yang terbatas (kurang dari 100 orang), maka populasi yang ada seluruhnya dijadikan sampel.

Dalam menentukan banyaknya sampel penelitian, Suharsimi arikunto mengemukakan bahwa: Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi/selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat daiambil 10-15% atau 20-25% atau lebih..3 Jadi dalam penelitian ini penulis menggunakan semua populasi yang ada berjumlah 44 orang. Dengan demikian penelitian ini termasuk ke dalam penelitian populasi.

D.Instrumen penelitian

Instrumen Penelitian adalah alat yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. Berdasarkan fokus penelitian, maka instrumen penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

2

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 117.

3

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. XII, h. 112.


(46)

34

1. Peran Komite Sekolah a) Definisi Konseptual

Dalam penelitian ini, Komite Sekolah merupakan kemampuan yang dimiliki komite sekolah sebagai mitra kepala sekolah dan guru untuk mengembangkan sekolah yang diaplikasikan dalam pekerjaannya, sehingga ia dapat memberikan masukan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan.

b) Definisi Operasional

Yang dimaksud peran komite sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah pemahaman dan kualitas komite sekolah serta kemampuan memberikan pertimbangan, kemampuan sebagai pendukung, kemampuan sebagai pendorong, dan kemampuan sebagai mediator antara pemerintah dengan masyarakat.

c) Kisi-kisi Instrumen

Konsep akhir dari instrumen yang akan diuji coba untuk variabel peran komite sekolah dengan rincian seperti yang tertera pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1

Kisi-kisi Materi Kuesioner Peran Komite Sekolah

Dimensi Indikator No. Butir Jml

1. Badan Pertimbangan - Memberikan masukan dalam program

- Memberikan masukan dalam evaluasi akhir tahun

- Melakukan kejasama dalam memenuhi saran dan prasarana - Memberikan masukan dalam

penerimaan tenaga pendidik

1 2 3 4

4

2. Badan Pendukung -Mendorong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan

-Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap


(47)

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu

-Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan

5,6,7,8,9, 10

3. Badan Pengontrol -Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan

11,12,13,14 4

4. Badan Penghubung -Melakukan kerjasama dengan masyarakat

-Menampung aspirasi, ide, dan tuntutan mengenai pendidikan yang diajukan oleh masyarakat

15,16,17,18, 19,20

6

Jumlah 20

Untuk menentukan skoring dalam hasil penelitian penulis memberikan lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala likert dengan ketetapan responden yang menjawab item positif diberi bobot nilai:

a. Alternatif jawaban Selalu diberi skor 4 b. Alternatif jawaban Sering diberi skor 3

c. Alternatif jawaban Kadang-kadang diberi skor 2 d. Alternatif jawaban Tidak Pernah diberi skor 1

2. Mutu Pendidikan a) Definisi Konseptual

Mutu Pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam mengolah secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah. Seperti guru, siswa, kepala sekolah dan yang lainnya.

b) Definisi Operasional

Yang dimaksud mutu pendidikan dalam penelitian ini adalah skor yang diperolah dari kuesioner mengenai apa saja yang menjadi faktor dalam


(48)

36

meningkatkan mutu pendidikan yang mencakup: siswa, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, proses pembelajaran, supervisi dan monitoring serta hubungan sekolah dengan masyarakat c) Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Konsep akhir dari instrumen yang akan diuji coba untuk variabel dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan rincian seperti yang tertera pada tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Kuesioner Mutu Pendidikan

Dimensi Indikator No. Butir Jml

1. Siswa

-Menetapkan standar nilai akhir bagi siswa baru

-Memberikan standar nilai pada semua mata pelajaran bagi siswa baru

-Menetapkan standar nilai PAI bagi siswa baru

1, 2, 3 3

2. Mutu Guru

-Memberikan standar pendidikan akhir bagi semua guru

-Menetapkan kesesuaian guru dengan bidang keahliannya

-Memberikan standar keahlian guru pengajar

4,5,6

3

3. Mutu Kurikulum

-Menetapkan standar kurikulum nasional

-Menetapkan KKM untuk semua mata pelajaran

-Menetapkan KKM untuk mata pelajaran PAI

-Melakukan pengembangan kurikulum berbasis sekolah

7,8,9,10 4

4. Mutu Sarana dan Prasarana

-Memberikan standar kelayakan gedung

-Menyediakan fasilitas penunjang dalam pembelajaran

-Menyediakan fasilitas

perpustakaan

11,12,13 3

5. Mutu Pengelolaan

-Menetapkan tata tertib untuk sekolah

-Melakukan pengelolaan guru dan siswa


(49)

-Memberikan standar pengelolaan sarana prasarana

-Melakukan pengelolaan dan pengawasan dana

14, 15, 16, 17

6. Mutu Belajar Siswa

-Memberikaan standar kelulusan -Melakukan evaluasi kelulusan -Memberikan standar lulusan

untuk dunia kerja

18,19,20 3

Jumlah 20

Untuk menentukan skoring dalam hasil penelitian penulis memberikan lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala likert. Dengan ketetapan responden yang menjawab item positif diberi bobot nilai:

a. Alternatif jawaban Sangat Tinggi diberi skor 4 b. Alternatif jawaban Tinggi diberi skor 3

c. Alternatif jawaban Sedang diberi skor 2 d. Alternatif jawaban Rendah diberi skor 1

E.Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:

1. Angket

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai peran Komite Sekolah terhadap mutu layanan pendidikan. Jenis angket yang digunakan bersifat tertutup yaitu pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. Angket disebarkan berkaitan pelaksanaan peran dan fungsi Komite Sekolah di SMK N 1 Depok.

2. Wawancara

Untuk mendalami data tentang hasil-hasil jawaban yang diperoleh melalui angket dan observasi maka diperlukan wawancara. Wawancara ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan data mengenai peran Komite Sekolah terhadap mutu layanan pendidikan.


(50)

38

3. Observasi

Observasi ini digunakan untuk melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap fakta-fakta yang berkaitan dengan peran Komite Sekolah terhadap mutu layanan pendidikan di SMK N 1 Depok.

4. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu menyelidiki dokumen-dokumen tertulis untuk memperoleh data mengenai jalannya program Komite Sekolah di sekolah tersebut.

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Sebelum data yang sudah terkumpul dianalisa secara cermat penulis mengadakan dua tahap penganalisaan , pertama data yang telah terkumpul dalam penelitian ini diolah terlebih dahulu, kedua dianalisa untuk mengungkapkan pokok masalah yang diteliti, sehingga dapat diperoleh sebuah kesimpulan.

1. Dalam pengolahan data penulis menempuh cara sebagai berikut: a. Editing atau Verifikasi

Setelah angket diisi oleh responden dan dikembalikan kepada penulis, penulis segera meneliti satu persatu angket yang dikembalikan dan nomor satu sampai nomor terakhir. Bila ada jawaban yang diragukan atau tidak dijawab, penulis menghubungi responden yang bersangkutan untuk disempurnakan jawabannya agar angket tersebut sah.

b. Tabulating

Langkah kedua adalah pengolahan data dengan memindahkan jawaban yang terdapat dalam angket kedalam tabulasi

c. Analiting & Interpretasi

Langkah ketiga yang dilakukan peneliti yaitu menganalisa data yang telah diolah secara verbal sehingga hasil penelitian mudah dipahami.


(51)

d. Concluding

Langkah selanjutnya adalah memberikan kesimpulan dari hasil analisa dan interpretasi data yang sudah ada.

2. Setelah data-data diperoleh, maka tahap selanjutnya data tersebut dianalisis dengan analisa kuantitatif secara deskriptif.

Untuk mengetahui tingkat korelasi antara hubungan Peran Komite Sekolah dengan mutu pendidikan, akan menggunakan rumus korelasi Product moment, yaitu salah satu teknik mencari korelasi antara dua variable dengan rumus:

Keterangan :

rxy : Angka Indeks Korelasi N : Number of Cases

Σxy : Jumlah hasil perkalian antara skor x dan y Σx : Jumlah skor x

Σy : Jumlah skor y a. Uji Signifikansi

Setelah memperoleh nilai “r” kemudian untuk mengetahui

signifikansi korelasi yang telah ditetapkan, maka dilakukan pengujian signifikansi dengan menggunakan rumus “df”.

df = N – nr b. Koefisien determinasi

Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel X terhadap variabel Y dilakukan dengan cara menentukan koefisien determinasi dengan rumus :

KD = r2x 100% Keterangan:

KD = Kontribusi Variabel X terhadap Variabel Y


(52)

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dalam bab IV ini akan dijelaskan tentang gambaran objek penelitian, deskripsi dan analisis data, uji hipotesis dan interpretasi data.

A.Gambaran Umum Penelitian

Pada bagian ini akan dikemukakan gambaran secara umum keadaan sekolah, komite sekolah, dan segala hal yang berkaitan dengan objek penelitian.

1. Sejarah singkat SMKN 1 Depok

SMKN 1 Depok adalah sekolah kejuruan yang berdiri sejak tahun 2003, tepatnya pada tanggal 10 Juni 2003 dengan SK pendirian yang dikeluarkan oleh Walikota Depok.

SMKN 1 Depok beralamatkan di Jl. Raya Tapos Gg. Bhakti Suci No.100 Cimpaeun Tapos Kota Depok Jawa Barat 16956, yang di kepalai oleh Ocim Wijaya, S.Pd. MM. Hingga saat ini SMKN 1 Depok membuka 4 program studi keahlian antara lain: Teknik Kendaraan Ringan, Akomodasi Perhotelan, Rekayasa Perangkat Lunak, dan Akutansi, yang kesemuanya telah terakreditasi A (sangat baik).

Sebagai sekolah kejuruan unggulan di kota Depok SMKN 1 Depok telah menetapkan standar-standar yang akan menjadi tolak ukur atas prestasi akademik maupun non akademik. Standar tersebut melingkupi standar mata pelajaran yang diujikan seperti: Matematika : 8.24, Bhs.Indonesia : 6.36, Bhs.Inggris : 7.96 dan MP Produktif : 8.58, ini semua telah mencapai hasil yang memuaskan.


(53)

Selain itu SMKN 1 Depok juga telah membuktikan prestasi non akademiknya antara lain: Juara lomba akuntansi tingkat SMA/SMK 2009-2010, PASKIBRAKA 2009-2009-2010, Juara lomba volley, Juara olimpiade olahraga cabang sepak bola mini, Juara lomba motivasi belajar mandiri (Lomojari), Juara LKS IT sofware application, Juara lomba taekwondo 2009-2010 dan masih banyak prestasi-prestasi non akademik lain yang telah diraih oleh sekolah ini.

Dengan adanya prestasi-prestasi yang sudah diraih oleh SMKN 1 Depok telah menunjukan bahwa sekolah ini memang patut untuk dibanggakan dan tidak heran lagi bahwa sekolah ini sudah menjadi salah satu sekolah favorit yang ada di kota Depok. Oleh karena itu, pada tahun 2009/2010 sekolah ini mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2008.

2. Visi dan Misi

Adapun Visi dan Misi dari SMKN 1 Depok adalah sebagai berikut: a. Visi:

“Menjadi SMK yang menghasilkan tamatan professional dan mampu memanfaatkan peluang era globalisasi”

b. Misi:

1) Membekali siswa dengan iman dan taqwa

2) Menciptakan kondisi diklat yang kompetitif dan kondusif untuk menghasilkan profesionalisme

3) Membekali siswa dengan keahlian dan kemandirian

4) Menghasilkan produk jasa yang mampu bersaing dipasar Regional, Nasional, dan Internasional

5) Menghasilkan kesejahteraan warga sekolah.

Hal itu semua dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan mutu sekolah agar terus bisa mengembangkan pendidikan khususnya untuk jenjang sekolah menengah kejuruan.


(54)

42

3. Struktur Organisasi Sekolah

Tabel 4.1

Struktur Organisasi Sekolah SMKN 1 Depok

4. Kondisi tenaga kependidikan dan sarana prasarana

a. Kondisi tenaga kependidikan SMKN 1 Depok

Komite Sekolah H. Asmat

Kepala Sekolah Ocim Wijaya S.Pd, MM

Dunia Usaha/ Industri

KA. Program AP Dra. TITIK Sri. M

KA. Program TKR Syaikhi, S.Pd KA. Program RPL

Nanang. S, S.T

KA. Program AK Lusi. T,S.Pd, M.Pd WAKASEK Kesisw WAKASEK M.Mutu WAKASEK TU WAKASEK SarPas WAKASEK Infokom WAKASEK Kurklm Ka. Inst Ka. Unit Siswa Wali Kelas Dewan Guru Ka. Unit Ka. Inst Ka. KeSis Ka. Lab Ka. BK Ka. M&R Ka. KeSis Ka. Lab Ka. BK Ka. M&R Ka. Unit Ka. Inst Ka. KeSis Ka. Lab Ka. BK Ka. M&R Ka. Inst Ka. Unit Ka. KeSis Ka. Lab Ka. BK Ka. M&R


(55)

Tabel 4.2

Gambaran tenaga kependidikan SMKN 1 Depok

Jenis Status Pendidikan Terakhir

PNS GTT KR SMU Diploma S1/S2 Jml

Guru 44 30 - - 6 68 74

Karyawan - 9 10 - 9 10 19

b. Sarana dan Prasarana

Tabel 4.3

Gambaran Sarana dan Prasarana SMKN1 Depok

No. Jenis Jumlah Kondisi

1. Ruang Kelas 21 Baik

2. Ruang Lab. Komputer 3 Baik

3. Perpustakaan 1 Baik

4. Ruang Praktek 4 Baik

5. Ruang Kepala Sekolah 1 Baik

6. Ruang Guru 1 Baik

7. Ruang TU 5 Baik

8. BP/BK 1 Baik

9. Ruang OSIS 1 Baik

10. Koperasi 1 Baik

11. Kantin 2 Baik

12. Toilet 5 Baik

13. Gudang 2 Baik


(56)

44

5. Keadaan Siswa/siswi

Tabel 4.4

Gambaran Siswa SMKN 1 Depok

6. Komite Sekolah

Komite Sekolah SMKN 1 Depok adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh seluruh stakeholder pendidikan secara musyawarah pada tingkatan sekolah yang beranggotakan tokoh masyarakat, perwakilan orangtua siswa, guru dan pemerhati pendidikan.

Komite Sekolah SMKN 1 Depok berkedudukan sebagai mitra sekolah yang setiap 1 tahun sekali melakukan pergantian kepengurusan tergantung dengan persetujuan semua anggota Komite. Adapun kepengurusan Komite yang ada pada saat ini sudah menjabat selama 2 periode, karena dianggap baik selama masa jabatannya. Hal ini sesuai dengan surat keputusan yang ditanda tangani oleh kepala sekolah untuk kepengurusan 2009/2010 tertanggal 20 Juli 2009 dan menetapkan nama-nama yang terlampir sebagai pengurus Komite Sekolah di SMKN 1 Depok.

No. Program Keahlian Kelas Jumlah

10 11 12

1. Teknik Kendaraan

Ringan 120 113 102 335

2. Akomodasi

Perhotelan 74 66 78 218

3. Rekayasa

Perangkat Lunak 80 81 80 241

4. Akuntansi Terapan 81 79 79 239


(57)

a. Struktur Organisasi Komite Sekolah Tabel 4.5

Struktur Organisasi Komite Sekolah SMKN 1 Depok

7. Program kerja Komite Sekolah

a. Program Tahunan

1) Rapat dengan orang tua siswa baru

2) Rapat rutin dengan orang tua siswa kelas XII 3) Rapat-rapat dengan Dewan Komite Kota Depok b. Analisis Bendahara Komite

1) Menerima uang dari siswa (Bayaran/spp) 2) Memasukan data keuangan siswa ke computer 3) Mengecek data keuangan siswa

4) Membuat surat panggilan orang tua bagi siswa

5) Merekap data keuangan pemasukan dan pengeluaran keuangan komite 6) Membuat bukti penyetoran keuangan dari komite ke sekolah

7) Membuat laporan keuangan mingguan

8) Mengoperasikan data keuangan (BKM, Rawan DO dan Surat panggilan orang tua)

Ketua Komite H. Asmat

Sekretaris Hidayatullah S.Ag

Bendahara Mida S.Pd Wakil Ketua

Sarman

Anggota Minun. K, A.Md

Orang Tua/ Masyarakat


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)