4 Hubungan sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya.
12
Selain  itu  Sidi  menyebutkan  ada  lima  langkah  yang  perlu  dilakukan  untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu:
a. pembenahan kurikulum pendidikan yang dapat memberikan kemampuan
dan keterampilan dasar minimal. b.
peningkatan  kualitas,  kompetensi  dan  profesionalisme  tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
c. penetapan  standar  kelengkapan  dan  kualitas  sarana  dan  prasarana
pendidikan. d.
pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah. e.
penciptaan iklim dan suasana kompetitif dan koperatif antar sekolah.
13
Sedangkan  Isjoni  menjelaskan  dalam  bukunya  “Pendidikan  sebagai Investasi  Masa  Depan”  ada  tujuh  aspek  yang  dijadikan  pertimbangan  dalam
pembangunan pendidikan, yakni: a.
Pengadaan guru b.
Pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan c.
Pengembangan kurikulum d.
Peningkatan kualitas pendidikan e.
Peningkatan profesionalisme dan tanggung jawab terhadap profesi f.
Peningkatan kesejahteraan guru g.
Pemberdayaan masyarakat.
14
Dari semua pendapat para ahli yang telah dikemukakan di atas dapat penulis simpulkan  bahwa  peningkatan  mutu  pendidikan  menitikberatkan  kepada
pengembangan  komponen-komponen  yang  ada  dalam  satuan  pendidikan  dan pembangunan  mutu  secara  keseluruhan  mulai  dari  pemerintah,  sekolah  dan
masyarakat atau stakeholder pendidikan, agar dalam proses peningkatan mutu pendidikan  dapat  mencapai  tujuan  yang  telah  direncanakan  baik  dari  aparatur
pemerintah maupun satuan pendidikan itu sendiri. Faktor  penentu  atas  keberhasilan  dalam  meningkatkan  mutu  pendidikan
juga  ditentukan  atas  kelengkapan  sarana  dan  prasarana  pembelajaran, bagaimana  guru  akan  mengajar  lebih  efektif,  dan  hasil  belajar  anak  didiknya
12
Djauzak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, Jakarta: Rhinaka Cipta, 1995, h. 9
13
Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, h. 74-75
14
Isjoni, Pendidikan sebagai Investasi,... h. 25
baik,  kalau  sarana  pembelajaran  dalam  kelas  tidak  tersedia.  Ini  jelas  akan menjadi  kebijakan  pemerintah,  karena  itu  tugas  pemerintahlah  untuk
menyediakan sarana pembelajaran di kelas yang diperlukan guru. Seperangkat pembelajaran  tersebut  sangat  menentukan  dalam  mewujudkan  mutu
pendidikan.
3. Mutu Pendidikan Berdasarkan Tujuan Pendidikan Nasional
Mutu  pendidikan  menurut  berbagai  kamus,  “kata  inggris  academy  berasal dari  kata  latin  academia.  Kata  ini  mempunyai  beberapa  makna,  yang  salah
satunya adalah a lerned sociery for the advancement of arts and scient suatu masyarakat  atau  perkumpulan  orang-orang  yang  didirikan  untuk  memajukan
ilmu pengetahuan dan kemanusiaan”.
15
Persoalan  mutu  pendidikan  adalah  suatu  masalah  yang  kontroversial,  pada satu  pihak  terkadang  dikatakan  bahwa  mutu  pendidikan  di  indonesia  sudah
cukup  baik;  sistem  pendidikan  di  indonesia  sudah  dapat  memenuhi  sebagian tuntunan  dan  kebutuhan  bangsa  kita,  misalnya  berkaitan  dengan  tenaga  kerja
yang  terdidik.  Perbedaan  tersebut  merupakan  hal  yang  wajar  terjadi,  karena belum adanya standarisasi mutu pendidikan yang diterima oleh seluruh praktisi
pendidikan di indonesia. Banyak sekolah-sekolah dinilai sebagai sekolah yang terbaik oleh masyarakat, masing-masing lembaga tersebut memiliki misi yang
berbeda  merupakan  bukti  bahwa  belum  ada  kriteria  yang  pasti  tentang  mutu pendidikan itu sendiri.
Maka  dari  itu  penulis  ingin  mengembalikan  persoalan  mutu  pendidikan sesuai  dengan  tujuan  pendidikan  nasional,  karena  tujuan  pendidikan  nasional
yang  telah  diterapkan  merupakan  cermin  dari  orientasi  pendidikan  sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita bangsa.
Pendidikan  nasional  bertujuan  mencerdaskan  kehidupan  berbangsa  dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, “yaitu manusia yang beriman
dan  bertakwa  kepada  tuhan  Yang  Maha  Esa  dan  berbudi  pekerti  luhur,
15
Mochtar Buchori, Pendidikan dalam Pengembangan, Jakarta: PT. Tiara Wacana, 1994, Cet. I, h. 34
memiliki  pengetahuan  dan  keterampilan,  kesehatan  jasmani  dan  rohani, berkepribadian  yang  mantap  dan  mandiri  serta  sara  tanggung  jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.
16
Sementara dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa: pendidikan harus berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak  serta  peradaban  bangsa  yans  bermartabat  dalam  rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta  didik  agar  menjadi  manusia  yang  beriman  dan  bertakwa  kepada Tuhan  Yang  Maha  Esa.  Berakhlak  mulia,  sehat,  berilmu,  cakap,  kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis.
17
Dari  pemaparan  tersebut  di  atas  dapat  ditarik  kesimpulan  bahwa  mutu pendidikan  yang  dikehendaki  oleh  tujuan  pendidikan  nasional  adalah
pendidikan  yang  dapat  menghasilkan  peserta  didik  yang  memilki  kapabilitas sebagai berikut: beriman, bertakwa terhadap tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia,  berkepribadian,  berbudi  luhur,  mandiri,  maju,  tangguh,  cerdas,  kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan sehat jasmani dan rohani.
Selain  itu  mutu  pendidikan  juga  harus  bisa  mewujudkan  tujuan  bersama yakni  mencerdaskan  kehidupan  manusia  Indonesia.  Karena  mutu  pendidikan
Indonesia sangat berpengaruh terhadap kualitas Sumber Daya Manusia SDM sebagai modal pembangunan bangsa di masa yang akan datang.
4. Standar Pelayanan Minimal SPM Pendidikan di Indonesia
Mutu  pendidikan  yang  diupayakan  melalui  penerapan  konsep  MBS sebagaimana telah diuraikan pada subunit 1 di atas, dapat diukur menggunakan
parameter  yang  berlaku  secara  nasional.  Parameter  yang  dimaksudkan  adalah Standar  Nasional  Pendidikan  dan  Standar  Pelayanan  Minimal  SPM
pendidikan,  sebagai  persyaratan  minimum  layanan  pendidikan.  Pada  tingkat sekolah, SPM pendidikan mencerminkan spesifikasi teknis layanan pendidikan
dan merupakan bagian standar nasional.
16
UU Sisdiknas, Jakarta: Sinar Grafika, 1993, Cet IV, h. 4
17
M. Sukardjo, Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h. 82
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan  Standar  Pelayanan  Minimal  menetapkan  bahwa  Standar  Pelayanan
Minimal pendidikan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
bidang pendidikan yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap  warga  secara  minimal.  Indikator  pencapaian  SPM  pendidikan  adalah
prestasi  kuantitatif  dan  kualitatif  yang  digunakan  untuk  menggambarkan besaran  sasaran  yang  hendak  dipenuhi,  yaitu  berupa  masukan,  proses,  hasil
danatau  manfaat  pelayanan  pendidikan  di  sekolah.  Sedangkan  pengertian pelayanan  dasar  adalah  pelayanan  pendidikan  bagi  siswa  yang  mutlak  untuk
dipenuhi. SPM  bersifat  sederhana,  konkrit,  mudah  diukur,  terbuka,  terjangkau  dan
dapat  dipertanggungjawabkan  serta  mempunyai  batas  waktu  pencapaian.SPM disesuaikan  dengan  perkembangan  kebutuhan,  prioritas  dan  kemampuan
keuangan  nasional  dan  daerah  serta  kemampuan  kelembagaan  dan  personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. Penyusunan rencana pencapaian SPM
dan  anggaran  kegiatan  yang  terkait  dengan  pencapaian  SPM  dilakukan berdasarkan  analisis  kemampuan  dan  potensi  daerah  dengan  mengacu  pada
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Pemerintah  melaksanakan  monitoring  dan  evaluasi  atas  penerapan  SPM
oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar  kepada  masyarakat.  Monitoring  dan  evaluasi  dilakukan  oleh  :  a.
Pemerintah  untuk  pemerintahan  daerah  Provinsi;  dan  b.  Gubernur  sebagai representasi  pemerintah  di  daerah  untuk  KabupatenKota.  Pemerintah  wajib
mendukung pengembangan kapasitas pemerintahan daerah yang belum mampu mencapai
SPM. Pemerintah
dapat melimpahkan
tanggungjawab pengembangan  kapasitas  pemerintahan  daerah  Kabupaten  Kota  yang  belum
mampu mencapai SPM kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah. Dukungan  pengembangan  kapasitas  pemerintahan  daerah  dapat  berupa
fasilitas,  pemberian  orientasi  umum,  petunjuk  teknis,  bimbingan  teknis, pendidikan  dan  pelatihan  atau  bantuan  teknis  lainnya.  Berdasar  hasil  monev,
pemerintah  wajib  memberikan  penghargaan  bagi  pemerintahan  daerah  yang
berhasil  mencapai  SPM  dengan  baik  dalam  batas  waktu  yang  ditetapkan,  dan memberikan sanksi kepada pemerintahan daerah yang tidak berhasil mencapai
SPM dengan baik. Berdasarkan  mekanisme  pemenuhan  SPM  pendidikan  seperti  tersebut  di
atas,  pemerintah  daerah  Propinsi  dan  KabupetenKota  menyusun  SPM pendidikan  sesuai  dengan  kapasitas  daerahnya  masing-masing.  Acuan  utama
yang  digunakan  untuk  menyusun  SPM  pendidikan  adalah  Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Berkenaan dengan standar pendidikan, pemerintah menetapkan 8 delapan standar  pendidikan,  yaitu:  a.  standar  isi;  b.  standar  proses;  c.  standar
kompetensi lulusan; d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;  e. standar sarana dan prasarana; f. standar pengelolaan;  g. standar pembiayaan; dan h.
standar penilaian pendidikan.
5. Kontribusi  Peran  Komite  Sekolah  Dalam  Meningkatkan  Mutu
Layanan Pendidikan
Keberadaan  Komite  Sekolah  harus  bertumpu  pada  landasan  partisipasi masyarakat  dalam  mengingkatkan  kualitas  pelayanan  dan  hasil  pendidikan
sekolah.  Oleh  karena  itu,  pembentukannya  harus  memperhatikan  pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang harus dijalankan
Komite Sekolah adalah sebagai berikut: a.
Pemberi  pertimbangan  advisor  agency  dalam  penentuan  dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung  supporting  baik  yang  berwujud  finansial,  pemikiran
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. c.
Pengontrol  controling  agency  dalam  rangka  transparansi  dan akuntabilitas  penyelenggaraan  dan  keluaran  pendidikan  di  satuan
pendidikan. d.
Mediator  antara  pemerintah  eksekutif  dan  dewan  Perwakilan  rakyat daerah legislatif dengan masyarakat di satuan pendidikan.
18
18
UU RI Sisdiknas, ….h. 111