136
dengan program KTP-el . Dengan adanya struktur organisasi yang dimiliki Disdukcapil Kabupaten Samosir program KTP-el sampai saat ini dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Sehingga masyarakat selalu merasa puas terhadap pelayanan KTP-el.
5. Kondisi Sosial, Politik dan Ekonomi
Hal yang perlu diperhatikan juga guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan
publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya
implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif. KTP-el dalam implementasinya sudah diatur oleh sistem yang sudah ada dan
sifatnya nasional dan terukur sehingga tidak ada satu pihak pun yang dapat mempengaruhinya. Selain itu semua pihak mendukung kebijakan ini baik masyarakat
maupun pemerintah atau pelaksana kebijakan. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang memanfaatkan program KTP-el ini yakni lebih memudahkan masyarakat dalam
proses pengurusan administrasi kependudukan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis, maka dapat dianalisis bahwa kondisi eksternal yaitu social, politik,
dan ekonomi ikut mempengaruhi proses kebijakan pelayanan KTP-el.
6. DisposisiKecenderungan
Disposisi berkenaan dengan kesediaaan dari para implementor untuk mewujudkan kebijakan publik.Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan,
kecakapan yang dimiliki pegawai saja tidak cukup tanpa adanya kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan.Disposisi atau juga sering disebut
Universitas Sumatera Utara
137
kecenderungan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi impelemntasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana memberikan
sikap positif terhadap suatu kebijakan dalam hal ini adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat
keputusan awal. Kecenderungan-kecenderungan yang dimaksud disini adalah watak dan karakteristik implementor, seperti kejujuran, keikhlasan, komitmen, tanggung jawab dan
sikap demokratis.
Berdasarkan keterangan yang penulis dapatkan dari pegawai Disdukcapil, program KTP-el mendapatkan respon positif dan didukung sepenuhnya oleh pegawai.
Mereka sepakat bahwa program KTP-el merupakan program yang bagus dan membantu masyarakat yang tidak mampu mendapatkan pelayanan kesehatan, sehingga perlu
didukung oleh setiap pihak dan dilanjutkan. Dengan kata lain pegawai disdukcapil berpendapat bahwa program KTP-el telah menjawab kebutuhan masyarakat yang
mengeluhkan akses untuk mendapatkan pelayanan publik. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari beberapa masyarakat yang sudah merasakan manfaat dari program
KTP-el. Program KTP-el memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, dimana dengan adanya program KTP-el ini mempermudah masyarakat dalam berbagai urusan
administrasi dengan biaya yang gratis Dengan begitu banyak manfaat yang diberikan oleh program KTP-el maka program ini direspon secara positif dan didukung
sepenuhnya oleh seluruh bagian Disdukcapil.
Selain sikap dan respon implementor terkait pelaksanaan Program KTP-el, semangat kerja kerja juga perlu diperhitungkan untuk meningkatkan kinerja
implementor dalam melaksanakan suatu kebijakan. Berdasarkan keterangan Bapak
Universitas Sumatera Utara
138
Lemen Manurung selaku Kadis motivasinya dalam bekerja bukan dilandasi dengan jumlah penghasilan dan instensif yang diterima, melainkan karena pekerjaannya
merupakan suatu pengabdian kepada Negara. Begitu juga dengan pernyataan yang diberikan oleh Operator KTP-el, Bapak Vulkemri Sinaga yang mengatakan bahwa
motivasinya dalam bekerja karena kesadaran untuk membantu sesama sehingga ia tidak pernah membedakan pelayanan untukmasyarakat. Dari keterangan tersebut, bagi Kadis
dan Operator KTP-el Disdukcapil pekerjaan yang digeluti mereka saat ini didasarkan pengabdian dan kesadaran membantu sesama. Dengan semangat kerja yang dimiliki
pegawai tersebut tentu akan meningkatkan kinerja dalam mencapai tujuan Program KTP-el. Berdasarkan hasil wawancara masyarakat penerima pelayanan KTP-el
menunjukkan pelayanan yang diberikan pegawai sudah memuaskan masyarakat. Karena para pegawai bersikap ramah tamah dan pemberian arahan yang sudah makismal
mengenai pentingnya KTP-el bagi masyarakat. Pelayanan KTP-el ini pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pelayanan publik, sehingga pegawai hendaknya
memberikan pelayanan yang maksimal yang mengedepankan sikap ramah, santun,
bahkan mengayomi masyarakat.
Kebijakan akan dapat diimplementasikan secara efektif apabila setiap implementor berkomitmen dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, karena pada dasarya pelaksanaan Program KTP-el juga merupakan salah satu bentuk perwujudan pelayanan publik. Sehingga sebagai pelayan publik, pegawai
Disdukcapil hendaknya senantiasa memprioritaskan kepentingan masyarakat terutama dalam hal waktu. Seperti yang diketahui bahwa Disdukcapil Kabupaten Samosir
menunjukkan waktu kerja dari jam 08.00-17.00 WIB. Kenyataan yang penulis dapatkan
Universitas Sumatera Utara
139
di lapangan bahwa memang pada pukul 08.00 WIB pegawai sudah berada di kantor dan jam pulangnya sesuai dengan yang sudah ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa
komitmen waktu yang diberikan pegawai untuk bekerja sudah cukup bagus.
Dalam hal ini penulis dapat melihat bahwa disposisi yang dimiliki pegawai Disdukcapil dalam melaksanakan program KTP-el sudah cukup baik, dilihat dari
komitmen yaitu dalam hal waktu kerja. Begitu juga dengan motivasi kerja yang dimiliki oleh setiap pegawai cukup baik yakni mengabdi untuk kepentingan orang banyak.
Universitas Sumatera Utara
140
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Program KTP-el merupakan kartu tanda penduduk elektronik sebagai identitas penduduk resmi negara Indonesia yang berbasis NIK Nomor Induk Kependudukan.
Aspek utama yang menjadi sasaran program ini adalah sebagai identitas jati diri, berlaku secara nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin,
pembukaan rekening bank, dan urusan administrasi lainnya, mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP serta terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program
pembangunan. Berdasarkan hasil penyajian dan analisa data pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir secara umum sudah berjalan dengan baik
sekitar 90 hanya saja masih ada ditemukan beberapa kendala yang menghambat proses implementasi tersebut. Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir dapat dilihat dari beberapa variabel implementasi yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi
antar badan pelaksana, karakteristik agen pelaksana, kondisi social, politik dan ekonomi serta disposisi. Secara lengkap kesimpulan dari penelitian dapat dijelaskan antara lain
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
141
1. Standart dan sasaran kebijakan Standart dan sasaran kebijakan implementasi kebijakan pelayanan KTP-el di
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil terdiri dari proses tahapan pelaksanaan, kesesuaian yang sudah wajib KTP-el dan yang belum dengan jumlah penduduk yang
ada, serta manfaat dan dampak yang didapat masyarakat dari penggunaan KTP-el tersebut. Untuk proses tahapan pelaksanaan sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai
dengan prosedur, untuk manfaat yang diterima masyarakat sendiri banyak dari penggunaan KTP-el . Sedangkan dampaknya masyarakat menjadi lebih terlatih untuk
tertib administrasi, tidak seperti dulu dapat memiliki KTP lebih dari 1 karena berbeda- beda tempat tinggal. Akan tetapi untuk kesesuaian yang sudah wajib KTP-el dan yang
belum dengan jumlah penduduk yang ada, belum sesuai dengan jumlah penduduk Kabupaten Samosir. Jumlah penduduk Kabupaten samosir 146.589 jiwa, yang wajib
KTP 93.435 dan yang belum memiliki KTP 18.350 jiwa lagi karena belum melakukan perekaman.
2. Sumber daya Sumber daya dalam pelaksanaan implementasi kebijakan pelayanan KTP-el di
Dinas Kependudukan dan pencatatan Sipil masih kekurangan SDM untuk dijadikan sebagai administrator database dan operator KTP-el. Untuk sumber financial, dana
yang berasal dari pusat sudah dijalankan sesuai dengan funginya dan untuk fasilitas semuanya sudah lengkap dan sudah memadai sehingga kebijakan dapat berjalan dengan
maksimal. 3. Komunikasi antar badan pelaksana
Bahwa komunikasi internal dan eskternal sudah dijalankan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
142
Sehingga komunikasi yang baik sesama implementor KTP-el dapat menciptakan program KTP-el yang memuaskan dan berjalan dengan lancar. Tapi untuk komunikasi
ke masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal didaerah pedalaman masih kurang ditambah lagi SDM dari Disdukcapil masih kurang untuk melakukan sosialisasi
tersebut\ 4. Karakteristik Agen Pelaksana
Disdukcapil sudah memiliki struktur organisasi yang terstruktur. Selain itu hal yang sangat penting dalam struktur organisasi adalah dengan adanya mekanisme
prosedur Standard Operating Procedures yaitu peraturan yang mengatur tata kerja dalam melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan program KTP-el . Dengan adanya
struktur organisasi yang dimiliki Disdukcapil Kabupaten Samosir program KTP-el sampai saat ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Sehingga masyarakat selalu
merasa puas terhadap pelayanan KTP-el. 5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis, maka dapat dianalisis bahwa kondisi eksternal yaitu social, politik, dan ekonomi ikut mempengaruhi proses
kebijakan pelayanan KTP-el. Dilihat dari sisi politik dan ekonomi belum ada pengaruh yang diberikan sejauh ini. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang terukur dan nasional
sehingga tidak ada pihak yang dapat mengintervensinya. Sedangkan untuk kondisi sosial bahwa adanya budaya masyarakat mengurus KTP-el bukan karena kewajiban
sebagai seorang penduduk. Hal ini disebabkan karena masih adanya sikap kurang peduli masyarakat terhadap pengurusan KTP-el.
Universitas Sumatera Utara
143
6. Disposisi Sejauh ini pihak Disdukcapil sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan
wewenang dan pihak pelaksana juga melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka juga menekankan kepada masyarakat bahwa mempunyai KTP-el itu bukan hanya karena
ingin mengurus sesuatu yang dianggap mendadak melainkan memiliki KTP-el adalah bagian dari kewajiban masyarakat sebagai seorang penduduk yang tinggal disuatu
tempat.
6.2 Saran
Berdasarkan dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti sehubungan dengan Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Samosir, maka penulis ingin memberikan masukan ataupun saran yaitu:
a. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir
1. Hendaknya lebih meningkatkan pelayanan publik dengan meningkatkan proses perekaman agar semua penduduk yang sudah didata wajib KTP-el tetapi belum
mempunyai KTP –el segera memiliki KTP-el dengan cara meningkatkan kualitas kinerja.
2. Hendaknya pihak Disdukcapil lebih teliti pada saat proses entri data agar tidak terjadi data penduduk ganda.
2. Hendaknya menambah SDM yang sudah ahli dan berpengalaman untuk dijadikan sebagai ADB dministrator databse dan operator KTP-el.
Universitas Sumatera Utara
144
3. Hendaknya meningkatkan intensitas sosialisasi ke masyarakat khususnya yang berada di daerah pedalaman dan menambah SDM untuk proses sosialiasasi tersebut.
Dalam proses sosialisasi itu juga agar lebih ditekankan ke masyarakat bahwa memiliki KTP adalah kewajiban sebagai penduduk.
4. Bagi masyarakat yang kelengkapan berkas masih kurang agar pihak Disdukcapil menginformasikan dan mengingatkan kepada perangkat desacamat agar
lebih dilengkapi untuk mempermudah dan mempercepat proses pengurusan administrasi kependudukan.
b. Masyarakat Kabupaten Samosir
Keberhasilan suatu kebijakan diperoleh bukan hanya dari pihak Disdukcapil saja, akan tetapi masyarakat juga ikut terlibat. Hendaknya masyarakat Kabupaten
Samosir ikut mensuskeskan Program KTP-el ini dengan cara mau mendengarkan dan melakukan sosialisasi yang disampaikan oleh pihak Disdukcapil perihal pengurusan
KTP-el dan mau meningkatkan kesadaran akan pentingnya memiliki KTP-el karena merupakan kewajiban sebagai seorang penduduk Warga Negara Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
56
BAB II METODE PENELITIAN
2.1 Bentuk Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki,
menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh social yang tidak dapat dijelaskan, diukur, atau digambarkan melalui
pendekatan kuantiatif Saryono, 2010:1. Sugiyono 2005:3 menyimpulkan penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpotivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah sebagai lawannya eksperimen di mana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball. Teknik pengumpulan dengan trianggulasi gabungan, analisis data bersifat
induktifkualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti atau penelitian yang dilakukan
terhadap variabel mandiri atau tunggal, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Sehingga memudahkan penulis untuk
mendapatkan data yang objektif dalam rangka mengetahui dan memahami Implementasi Kebijakan Pelayanan e-KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Samosir.
Universitas Sumatera Utara
57
2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir, Komplek Perkantoran Parbaba. Desa Siopat Sosor, Pangururan Hal ini
didasarkan karena instansi tersebut diberi kewenangan untuk melakukan kebijakan pelayanan public yaitu pelayanan KTP-el.
2.3 Informan Penelitian
Pada penelitian yang bersifat kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal
dengan adanya populasi dan sampel Bagong Suyanto, 2005:171. Informan dalam penelitian ini adalah orang yang benar-benar tahu atau pelaku yang terlibat langsung
dengan permasalahan penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang penelitian, serta dapat memberikan pandangannya tentang nilai-nilai, sikap, proses, dan
kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Adapun informan yang dimaksud adalah:
a. Informan Kunci
Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang
mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah Kepala Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Kabupaten Samosir, b.
Informan Utama Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi social
Universitas Sumatera Utara
58
yang diteliti, adapun yang menjadi informan utama pada penelitian ini adalah Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk, Sub. Perencanaan, Evaluasi,
dan Pelaporan, Disdukcapil dan Operator KTP-el Disdukcapil Kabupaten Samosir yang terlibat langsung dalam proses pembuatan KTP-el.
c. Informan Tambahan
Informan Tambahan adalah mereka yang memberikan informasi walaupun tidak terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi
informan tambahan adalah staf pegawai Disdukcapil dan masyarakat Kabupaten Samosir yang menjadi penerima pelayanan KTP-el.
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Teknik Pengumpulan Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan atau lokasi penelitian. Untuk mendapatkan data primer tersebut, peneliti menggunakan cara:
1. Wawancara Mendalam Deep Interview
Memperoleh datainformasi untuk penelitian dengan cara tatap muka. Peneliti mengadakan tanya jawab dengan para informan untuk memperoleh
data mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan masalah pembahasan skripsi ini dalam hal melakukan wawancara digunakan pedoman pertanyaan
yang disusun berdasarkan kepentingan masalah yang diteliti. 2.
Pengamatan Observation
Universitas Sumatera Utara
59
Penelitian dengan pengamatan langsung objek penelitian dengan melihat dan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-
data yang diperlukan sebagai acuan mengenai topic penelitian Bungin, 2007:116. Peneliti mengamati tentang bagaimana Implementasi Kebijakan
Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.
b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan. Data-data yang dikumpulkan merupakan data yang mempunyai kesesuaian dan
kaitan dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan cara:
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan merupakan cara untuk mengumpulkan data dengan menggunakan dan mempelajari literatur buku-buku kepustakaan yang ada
untuk mencari konsepsi-konsepsi dan teori-teori yang berhubungan erat dengan permasalahan. Studi kepustakaan bersumber pada laporan-laporan,
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 2.
Dokumentasi Dokumentasi merupakan cara yang digunakan untuk mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, skripsi, buku, surat kabar, majalah.
2.5 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan cara mengolah data yang telah diperoleh untuk kemudian dapat memberikan suatu jawaban atau kesimpulan yang dapat
Universitas Sumatera Utara
60
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Analisis data kualitatif menurut Moleong 2006:274 adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilih, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain. Data yang diperoleh dari lokasi baik data primer maupun data sekunder, akan
disusun dan disajikan serta dianalisis dengan menggunakan deskriptif kualitatif berupa pemaparan yang kemudian dianalisis dan dinarasikan sesuai dengan mekanisme
penulisan skripsi. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2007 : 243, terdapat beberapa
langkah yang harus dilalui dalam melakukan analisis data yaitu sebagai berikut : 1.
Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data
Setelah langkah pertama selesai, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data dalam penelitian dengan teks yang bersifat naratif sehingga
memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan
Universitas Sumatera Utara
61
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah menerapkan e-Government yang bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, transparan, bersih, adil, akuntabel, bertanggung jawab,
responsif, efektif dan efisien. e-Government memanfaatkan kemajuan komunikasi dan informasi pada berbagai aspek kehidupan, serta untuk peningkatan daya saing dengan
negara-negara lain. Seperti yang tercantum dalam Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik. e-Government menerapkan sistem
pemerintahan dengan berbasis elektronik agar dapat memberikan kenyamanan, meningkatkan transparansi, dan meningkatkan interaksi dengan masyarakat, serta
meningkatkan pelayanan publik. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh pemenrintah. Berbagai metode yang digunakan oleh pemerintah agar kemudian orientasi dari pelayanan public bisa kemudian dilaksanakan dengan prima dan
bisa menyentuh secara langsung kepada rakyat. Dewi Sheila, 2013:1 Implementasi e-Government dalam pelayanan publik dengan penggunaan
teknologi dan informasi yang saat ini sedang dilaksanakan dalam bidang pemerintahan adalah KTP-el. Melihat dari jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, Pemerintah
memerlukan program kependudukan yang akurat.
Universitas Sumatera Utara
2
KTP-el adalah kartu tanda penduduk elektronik sebagai identitas penduduk resmi negara Indonesia yang berbasis NIK Nomor Induk Kependudukan. Inisiasi
KTP-el dimulai tahun 2009 dan mulai diterapkan secara nasional pada bulan Februari 2011. KTP-el diprakarsai mengingat sudah banyak negara di dunia yang menggunakan
sistem serupa, oleh karena itu Indonesia berusaha mengembangkan sistem administrasi pemerintahan dengan menerapkan KTP-el. Fungsi KTP-el adalah:
1 Sebagai identitas jati diri. 2 Berlaku secara nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk
pengurusan izin, pembukaan rekening bank, dan sebagainya. 3 Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP.
4Terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.
Penyelenggaraan administrasi kependudukan sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang No. 23 Tahun 2006 adalah terwujudnya Tertib Database
Kependudukan, Tertib Penerbitan Nomor Induk Kependudukan NIK, Tertib Dokumen Kependudukan, untuk mewujudkan tujuan utama penyelenggaraan administrasi
kependudukan tersebut, perlu penerapan Kartu Tanda Penduduk KTP yang Berbasis NIK Secara Nasional KTP Elektronik untuk setiap penduduk wajib KTP. Pemanfaatan
e-KTP diharapkan dapat berjalan lancar karena memiliki fungsi dan kegunaan yang sangat membantu pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan dalam hal pemberian
dan pemanfaatan pelayanan publik. Nenden Fitri, 2012:1-2
Universitas Sumatera Utara
3
Pelaksanaan KTP-el dipandang sangat relevan dengan rencana pemerintah dalam upaya menciptakan pelayanan publik yang berkualitas dan berbasis teknologi untuk
mendapatkan hasil data kependudukan yang lebih tepat dan akurat. KTP-el merupakan KTP nasional yang sudah memenuhi semua ketentuan yang diatur dalam Undang
Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan
secara nasional, dan Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009.
Pemerintah perlu melaksanakan program tersebut dengan sebaik-baiknya, sehingga nantinya akan mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari
lembaga pemerintah dan swasta karena KTP-el merupakan electronic KTP yang dibuat dengan sistem komputer, sehingga dalam penggunaannya nanti diharapkan lebih mudah,
cepat dan akurat. Pemerintah membuat kebijakan program KTP-el baik bagi masyarakat, bangsa dan negara dimaksudkan agar terciptanya tertib administrasi. Selain
itu diharapkan agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda atau KTP palsu yang selama ini banyak
disalahgunakan oleh masyarakat dan menyebabkan kerugian bagi negara. Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat, khususnya yang
berkaitan dengan data penduduk wajib KTP yang identik dengan data penduduk pemilih pemilu DP4, sehingga DPT pemilu yang selama ini sering bermasalah tidak akan
terjadi lagi.Nenden, Fitri, 2012:2-3
Universitas Sumatera Utara
4
Pemerintah Pusat telah menetapkan 5 lima tahapan agar menjamin keakuratan data dari setiap warga sehingga KTP-el tersebut tidak dapat diperbanyak atau
digandakan. Berikut 5 lima tahap dalam pembuatan KTP-el, yaitu: 1. Pembacaan biodata; warga datang berdasarkan waktu yang telah ditentukan
dengan membawa surat pengantar yang telah diberikan oleh pihak RTRW setempat.
2. Foto; Warga diharuskan melakukan foto diri terlebih dahulu. Foto yang dilakukan sebaiknya memakai pakaian yang rapi, karena foto KTP-el ini hanya
dilakukan satu kali saja dan tidak bisa diganti dalam jangka waktu 5 lima tahun kecuali kartu tersebut rusak atau hilang sebelum masa perpanjangan.
3. Perekaman tanda tangan; Warga diwajibkan melakukan tanda tangan untuk kemudian direkam ke dalam komputer dan disimpan untuk identitas warga.
4. Scan sidik jari; Scan sidik jari ini dilakukan dengan kelima jari warga, jikawarga mengalami kecacatan pada jari, maka dapat dilakukan dengan jari
yang ada saja. 5. Scan retina mata; Tahap ini dilakukan untuk menjamin keakuratan dari warga
tersebut karena scan jari tidak dapat menjamin keakuratan KTP-el, bisa saja ketika dilakukan tahap scan jari, warga tersebut memakai jari orang lain. Untuk
itu dilakukan scan retina karena retina mata tidak dapat digantikan oleh orang lain.
Universitas Sumatera Utara
5
Faktanya masih banyak penerapan KTP-el tidak berjalan dengan lancar, berikut terdapat masalah terkait tidak lancarnya penerapan program e-KTP yang terjadi
diberbagai daerah diantaranya: 1.
Lanti, Yuniar 2012:11 Implementasi Kebijakan KTP-el di Kecamatan Singkil Kota Manado.
Jumlah penduduk di Kota Manado 41.866 jiwa, yang sudah meneriman KTP-el 28.233 jiwa dan 12.649 jiwa yang belum melakukan perekaman. Pelaksanaan
KTP-el masih terlaksana sekitar 75 dikarenakan oleh beberapa factor diantaranya kelalaian dalam perekaman, masih ada masyarakat yang belum
mendapat undangan pembuatan KTP-el, adanya sebagian dari masyarakat Kecamatan Singkil sedang berada diluar kota, dan beberapa masyarakat yang
kehilangan NIK. 2.
Abu Bakar, Raja Shah 2012:18-19 Implementasi Kebijakan KTP-el di Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjung
Pinang. Adapun masalah yang didapat terkait implementasi kebijakan KTP-el adalah
masih kurangnya sosialisasi tentang penerapan KTP-el kepada masyarakat Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjung Pinang, masih kurangnya sarana dan
prasarana dalam keberhasilan implementasi kebijakan, dan masih kurangnya staff yang ahli dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.
3. Rahmaningsih, Eni 2010:13-14
Impelementasi Kebijakan Pembuatan KTP-el di Kecamatan Pontianak Utara.
Universitas Sumatera Utara
6
Jumlah penduduk kecamatan Pontianak Utara sebanyak 148.044 jiwa. Pengimplementasian kebijakan KTP-el masih belum berjalan dengan lancar
karena masih ada penduduk yang belum melakukan perekaman sekitar 23,15, masih banyak warga yang telah wajib KTP tetapi belum terdata, kurangnya
informasi terkait penerapan kebijakan KTP-el, dan masih terbatasnya alat untuk proses pembuatan KTP-el membuat proses tersebut menjadi terlambat
dikarenakan jumlah penduduk yang begitu besar. 4.
Thoifur Arif, Ahmad dan Hambali 2011:71-72 Implementasi Kebijakan Program KTP-el di Kecamatan Purwosari Kabupaten
Pasuruan. Adapun masalah yang terdapat terkait penerapan kebijakan KTP-el meliputi
masih banyaknya warga yang telah wajib KTP tetapi belum terdata, SDM yang kurang optimal dan siap, kurangnya informasi yang didapat warga terkait
pengetahuan tentang KTP-el tersebut, pemerintah Kabupaten Pasuruan kurang melakukan koordinasi dan komunikasi yang baik dengan Kecamatan Purwosari,
dan operator yang menangani program KTP-el kurang konsisten dalam menjalankan tugas yang diberikan.
5. Ireine, Purnawati 2010:6-7
Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Kecamatan Amurang Barat Kabupaten Minahasa Selatan.
Terdapat 1.200 jiwa warga Kecamatan Amurang Barat yang belum terdata untuk perekaman KTP-el, kemampuan SDM dalam menangani pembuatan KTP-el
masih kurang siap dan optimal, kurangnya pemberian pelayanan yang baik oleh
Universitas Sumatera Utara
7
pegawai operator kepada masyarakat, kurangnya fasilitas yang mendukung pembuatan KTP-el, kurangnya sosialisasi sehingga menyebabkan informasi
yang didapat warga terkait pelaksanaan KTP-el, dan adanya ketidakdisiplinan yang dilakukan oleh pegawai operator dalam pelaksanaan program KTP-el.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis sangat tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan implementasi pelayanan KTP-el
yang dilakukan pegawai Kabupaten Samosir kepada masyarakat wilayah Kabupaten
Samosir. Adapun judul yang diangkat peneliti adalah “Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el Di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Samosir.” 1.2 Fokus Masalah
Dalam penelitian kualitatif perlu dibuat batasan masalah yang berisi fokus atau pokok permasalahan yang diteliti. Ini bertujuan untuk memperjelas dan mempertajam
pembahasan. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana penerapan kebijakan pelayanan KTP-el Dalam Pelayanan Publik Di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.
1.3 Rumusan Masalah
Perumusan sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian dan untuk lebih memudahkan penelitian nantinya. Hal ini senada dengan pendapat “Agar
penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, ke mana harus pergi dan dengan
apa” Arikunto, 1998:17
Universitas Sumatera Utara
8
Berdasarkan uraian di atas maka penulis dalam melakukan penelitian ini
merumuskan masalah “Bagaimana implementasi kebijakan pelayanan KTP-el Di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil?”
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dituliskan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Implementasi
Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberi manfaat: 1.
Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam
mengembangkan kemampuan penulis dalam karya ilmiah. 2.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi instansi terkait.
3. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi dan
sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama.
1.6 Kerangka Teori
Dalam rangka menyusun penelitian ini dan untuk mempermudah penulis didalam menyelesaikan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang
dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Menurut Sugiono 2010:7 menyebutkan landasan teori perlu
Universitas Sumatera Utara
9
ditegakkan agar penelitian ini mempunyai dasar yang kokoh, dan buka sekedar perbuatan coba-coba.
1.6.1 Kebijakan Publik
Menurut William N Dunn 2003:10 kebijakan publik dalam arti historis yang paling luas merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai
pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan
pengetahuan dan tindakan.
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang
mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya
yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi Nugroho R., 2004; 1-7.
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya
sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi
isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi
suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan
Universitas Sumatera Utara
10
Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Thomas R. Dye 2005:10 menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, apabila pemerintah
memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan kebijakan negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan semata-mata pernyataan keinginan
pemerintah atau pejabatnya. Di samping itu sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah juga termasuk kebijakan negara. Hal ini disebabkan “sesuatu yang tidak
dilakukan” oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan “sesuatu yang dilakukan” oleh pemerintah.
Kebijakan Publik merupakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang- orang banyak pada tataran strategis atau yang bersifat garis besar yang dibuat oleh
pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik tersebut, maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yaitu mereka yang menerima
mandat dari publik atau orang banyak, pada umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.
Kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama dari kebijakan publik dalam negara modern
yaitu pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang dapat dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang
banyak. Menyeimbangkan peran negara yang memiliki kewajiban dalam menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi. Pada sisi yang lain
Universitas Sumatera Utara
11
menyeimbangkan berbagai kelompok di dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan, serta untuk mencapai amanat konstitusi.
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
Gambar 1.1 Tahap Kebijakan Publik
a. Penyusunan Agenda Agenda Setting
Penyusunan agenda Agenda Setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Sebelum kebijakan ditetapkan dan
dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas.
Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut
sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas
dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk
menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan policy issues sering disebut juga sebagai masalah kebijakan policy
Universitas Sumatera Utara
12
problem. Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan
pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Penyusunan agenda kebijakan seharusnya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga
keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
b. Formulasi Kebijakan Policy Formulating
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil
untuk memecahkan masalah. c.
AdopsiLegitimasi Kebijakan Policy Adoption Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.
Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah. Dukungan untuk rezim cenderung
berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola
melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
13
d. Implementasi Kebijakan Policy Implementation
Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala.
Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan
kebijakan. Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta
berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus
dapat diatasi sedini mungkin. e.
Penilaian Evaluasi Kebijakan Policy Evaluation Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa
meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak
kebijakan.
1.6.2 Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan
Universitas Sumatera Utara
14
kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat
atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai dari program, ke proyek dan ke kegiatan. Model
tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim dalam manajemen, khususnya manajemen sektor publik. Kebijakan diturunkan berupa program program yang
kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek, dan akhirnya berwujud pada kegiatan- kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat maupun kerjasama
pemerintah dengan masyarakat. Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno, 2008:146-147 mendefinisikan
implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-
keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang
ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. Adapun makna
implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier 1979 sebagaimana dikutip dalam buku Solihin Abdul Wahab 2008: 65, mengatakan bahwa:
Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi
kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-
Universitas Sumatera Utara
15
usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibatdampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan atau
diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai aktor sehingga pada akhirnya akan
mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran sendiri kebijakan itu.
1.6.3 Model Implementasi Kebijakan 1.6.3.1 Model Implementasi Edward III
Edward III dalam Subarsono, 2008: 90-92 berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:
1. Faktor Komunikasi Proses penyampaian pesan, ide dan gagasan dari satu pihak kepada pihak lain yang
dilakukan dalam implementasi kebijakan electronic Kartu Tanda Penduduk KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir. Sehingga dapat
diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat
kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Faktor Sumber Daya Pelaksana yang bertanggung jawab untuk melaksanakan Implementasi kebijakan
elektronik Kartu Tanda Penduduk KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir. Jika para personil yang mengimplementasikan kebijakan
kurang bertanggung jawab dan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.
3. Faktor Disposisi pelaksana Kecenderungan-kecenderungan sikap positif pelaksana untuk melaksanakan kebijakan
yang menjadi tujuan dalam implementasi kebijakan electronic Kartu Tanda Penduduk KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir. Menurut
Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.
4. Faktor struktur birokrasi Struktur organisasi, pembagian wewenang dalam implementasi kebijakan electronic
Kartu Tanda Penduduk KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir. Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan sudah mencukupi dan para implementor mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi
kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienan sturktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama
Universitas Sumatera Utara
17
banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang
baik. Menurut Edward III terdapat 2 karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi kearah yang lebih baik yaitu dengan melakukan Standart Operating
Prosedures SOP dan fragmentasi. a. Berdasarkan Permendagri No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan: Standard Operating Prosedures SOP adalah mekanisme, sistem dan prosedur pelaksana kebijakan,
pembagian tugas pokok, fungsi kewenangan, dan tanggung jawab dalam implementasi kebijakan electronic Kartu Tanda Penduduk di Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Samosir. b. Fragmentation penyebaran tanggung jawab adalah penyebaran tanggung
jawab atas bidang kebijakan antara beberapa unit organisasi oleh pelaksana dalam implementasi kebijakan electronik Kartu Tanda Penduduk di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir. Struktur Birokrasi menurut Edwards dalam Budi Winarno, 2008: 203 terdapat
dua karakteristik utama, yakni Standard Operating Procedures SOP dan Fragmentasi: “SOP atau prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar berkembang sebagai
tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang
kompleks dan tersebar luas. Sedangkan fragmentasi berasal dari tekanan-tekanan diluar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok kepentingan
Universitas Sumatera Utara
18
pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.”
1.6.3.2 Model Implementasi Merilee S.Grindle
Model implementasi kebijakan selanjutnya dikemukakan oleh Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah
bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan
hasilnya ditentukan oleh implementability. Nugroho, 2008: 445. Menurutnya
keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu:
1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan design dengan merujuk pada aksi
kebijakannya. 2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua
faktor, yaitu: a. Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan
kelompok b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok
sasaran dan perubahan yang terjadi. Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat
implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari Content of Policy dan Context of Policy, Grindle dalam Agustino, 2006:1168.
Universitas Sumatera Utara
19
1. Content of Policy menurut Grindle adalah a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, berkaitan dengan berbagai
kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan, indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak
kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.
b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat
beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah
bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini
harus dijelaskan di mana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan.
e. Pelaksana program. Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi
keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.
Universitas Sumatera Utara
20
f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaanya berjalan
dengan baik. 2. Context of Policy menurut Grindle adalah
a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat. Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan,
kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak
diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh panggang dari api.
b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan di mana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian
ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari
para pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau
konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan
dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat
Universitas Sumatera Utara
21
diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat
perubahan yang diharapkan terjadi. Keunikan dari model Grindle terletak pada pemahamannya yang komprehensif
akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor
implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.
1.6.3.3 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier
Menurut Mazmanian
dan Sabatier dalam Subarsono, 2011: 94 mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel:
1. Variabel Independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan
perubahan seperti apa yang dikehendaki. 2. Variabel Intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan
proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis
diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaaan kepada pihak luar. Sedangakan variabel diluar
kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknomogi, dukungan publik, sikap dan risorsis dari
konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Variabel Dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembagabadan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan
pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut
ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.
1.6.3.4 Model Implementasi Donald S.Van Meter dan Carl. E. Van Horn
Implementasi menurut Van Meter dan Vanhorn dalam buku The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework, menjelaskan bahwa:
“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu individupejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” Meter dan Vanhorn, 1975:447.
Berdasarkan pengertian implementasi di atas Van Meter dan Van Horn 1975:462-478 mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan
suatu implementasi yang disebut dengan A Model of The Policy Implementation, yaitu: 1. Sasaran Standar dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di
level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal bahkan terlalu utopis untuk dilaksanakan
di level warga, maka agak sulit
merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Sumber daya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap
tertentu dari keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah
ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi di luar sumber daya manusia,
sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia yang kompeten
dan kapabel telah tersedia sedangkan pencairan dana melalui anggaran tidak tersedia, maka menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh
kebijakan publik tersebut. Demikian halnya dengan sumber daya waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan pencairan dana berjalan dengan lancar tetapi terbentur
dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal itu pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
3. Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi non
formal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-
ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia
Universitas Sumatera Utara
24
secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu
merubah perilaku dasar manusia maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama. Selain itu cakupan atau luas
wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan,
Van Meter dan Van Horn mengemukakan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan yakni:
a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan sub unit dan proses dalam
badan-badan pelaksana c. Sumber-sumber politik suatu organisasi misalnya dukungan diantara
anggota legislative dan eksekutif d. Vitalitas suatu organisasi
e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta
tingkat kebebasan yang secara relative tinggi dalam komunikasi dengan individu diluar organisasi
f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan “pembuat keputusan” atau “
pelaksana keputusan”
Universitas Sumatera Utara
25
4. Komunikasi antar organisasi aktivitas pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik.
Semakin baik komunikasi dan koordinasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk
terjadi. Dan begitu pula sebaliknya. 5. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik
Hal lain yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauhmana
lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi
penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan lingkungan
eksternal. Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi
karakter badan-badan pelaksana, kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri. Kondisi-kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada keinginan
dan kemampuan yuridiksi atau organisasi dalam mendukung struktur, vitalitas, dan keahlian yang ada dalam badan-badan administrasi maupun tingkat dukungan politik
yang dimiliki. Kondisi lingkungan juga akan berpengaruh pada kecenderungan- kecenderungan para pelaksana. Jika masalah-masalah yang dapat diselesaikan oleh
suatu program begitu berat dan para warga negara swasta serta kelompok-kelompok kepentingan dimobilisasi untuk mendukung suatu program maka besar kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
26
para pelaksana menolak program tersebut. Van Meter dan van Horn lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi lingkungan mungkin menyebabkan para pelaksana suatu
kebijakan tanpa mengubah pilihan-pilihan pribadi mereka tentang kebijakan itu. Namun akhirnya variabel-variabel lingkungan ini dipandang mempunyai pengaruh langsung
pelayanan publik yang dilakukan. Dengan kata lain, kondisi-kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan-
kecenderungan para pelaksana dan kekuatan-kekuatan lain dalam model ini juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi program.
6. DisposisiKecenderungan dari para pelaksanaimpelementor Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal
ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang
mereka rasakan. Melainkan kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas ke bawah” top down yang sangat mungkin para pengambil
keputusannya tidak mengetahui bahkan tidak mampu menyentuh kebutuhan,
keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan. 1.6.4 Administrasi Kependudukan
1.6.4.1 Pengertian Administrasi Kependudukan
Berdasarkan Undang Undang No. 24 pasal 1 tahun 2013 Administrasi Kependudukan adalah, merupakan rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam
Universitas Sumatera Utara
27
penertiban dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, catatan sipil, pengelolaan informasi aminduk serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan
publik dan pembangunan sektor lain.
1.6.4.2 Tujuan Administrasi Kependudukan
1. Tertib Database Kependudukan a.
Terbangunnya database
kependudukan yang akurat di tingkat KabupatenKota, Provinsi dan Pusat;
b. Database kependudukan Kabupaten Kota tersambung online dengan Provinsi dan Pusat dengan menggunakan Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan SIAK; c. Database kependudukan Depdagri dan daerah tersambung online dengan
instansi pengguna. 2. Tertib Penerbitan NIK
a. NIK diterbitkan setelah penduduk mengisi biodata penduduk per keluarga F- 1.01 dengan menggunakan SIAK;
b. Tidak adanya NIK ganda; c. Pemberian NIK kepada semua penduduk harus selesai akhir tahun 2011.
3. Tertib Dokumen Kependudukan KTP, KK, AKTA CAPIL a. Prosesnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. Tidak adanya dokumen kependudukan ganda dan palsu.
Universitas Sumatera Utara
28
1.6.4.3 Ruang Lingkup Administrasi Kependudukan
1. Pendaftaran Penduduk a. Pencatatan biodata
b. Pencatatan Atas Pelaporan Peristiwa Kependudukan, meliputi: 1. Penerbitan NIK
2. Perubahan alamat 3. Pindah dalam wilayah Indonesia
4. Pindah antar Negara 5. Penduduk pelintas batas
6. Pendataan penduduk rentan aminduk 7. Pelaporan penduduk yang tidak mampu mengantar sendiri
2. Pencatatan Sipil
a. Pencatatan Atas Pelaporan Peristiwa Penting, meliputi: 1. Kelahiran
2. Lahir mati 3. Perkawinan
4. Pembatalan Perkawinan 5. Perceraian
6. Pembatalan Perceraian 7. Kematian
8. Pengangkatan Anak 9. Pengakuan anak
10. Pengesahan anak 11. Perubahan nama
Universitas Sumatera Utara
29
12. Perubahan status kewarganegaraan 13. Peristiwa penting lainnya
14. Pelaporan penduduk yang tidak mampu mengantar sendiri
1.6.4.4 Perubahan Mendasar dalam UU No.24 tahun 2013 Adminduk 1. Masa berlaku KTP-el KTP elektronik
• Semula 5 lima tahun diubah menjadi berlaku seumur hidup sepanjang tidak ada
perubahan elemen data dalam KTP Pasal 64 ayat 7 huruf a Undang Undang No. 24 Tahun 2013.
• KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum berlakunya Undang Undang No. 24
Tahun 2013 ini, ditetapkan berlaku seumur hidup Pasal 101 point c Undang Undang No. 24 Tahun 2013.
2. Penggunaan Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri
• Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari data
kependudukan kabupatenkota, merupakan satu-satunya data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan: alokasi anggaran termasuk untuk
perhitungan DAU, pelayanan publik, perencanaan pembangunan, pembangunan demokrasi, penegakan hukum, dan pencegahan kriminal Pasal 58 Undang
Undang No. 24 Tahun 2013.
3. Pencetakan Dokumen Personalisasi KTP-el