27 akuademineralisata Faktor pengenceran = 10040 = 2,5 kali. Lalu diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang
diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi
dan kurva kalibrasi. Kadar besi,kalium, kalsium dan natrium dalam sampel dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut : Kadar µgg
=
Konsentrasi µgmL × Volume mL ×Faktor Pengenceran Berat Sampel g
3.6.7 Analisis Data Secara Statistik 3.6.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Kadar mineral besi, kalium, kalsium dan natrium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar
deviasi dengan rumus Sudjana, 2005:
SD =
1 -
n X
- Xi
2
∑
Keterangan : Xi = Kadar sampel
X
= Kadar rata-rata sampel n
= jumlah pengulangan Untuk mencari t
hitung
digunakan rumus : t
hitung
= n
SD X
Xi −
dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus :
Universitas Sumatera Utara
28 Kadar Mineral : µ
=
X
± tα2, dk x SD√n Keterangan : µ
= interval kepercayaan
X
= kadar rata-rata sampel dk
= derajat kebebasan dk = n-1 t
= harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α
= tingkat kepercayaan SD
= standar deviasi n
= jumlah pengulangan
2.6.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel
Menurut Sudjana, 2005 sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-
masing lebih kecil dari 30 dan variansi σ tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua
populasi sama σ
1 =
σ
2
atau berbed a σ
1
≠ σ
2
dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Fo =
2 2
2 1
S S
Keterangan :
F = Beda nilai yang dihitung
S
1
= Standar deviasi terbesar S
2
= Standar deviasi terkecil Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan
uji dengan distribusi t dengan rumus : t
o
=
2 1
2 1
1 1
x -
x n
n Sp
+ Keterangan
:
X
1
= kadar rata-rata sampel 1 n
1
= Jumlah perlakuan sampel 1
X
2
= kadar rata-rata sampel 2 n
2
= Jumlah perlakuan sampel 2 Sp = Simpangan baku
Jika Fo melewati nilai kritis F, dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus :
Universitas Sumatera Utara
29 t
o
=
2 2
2 1
2 1
2 1
x -
x n
S n
S +
Keterangan :
X
1
=kadar rata-rata sampel 1 S
1
= Standar deviasi sampel 1
X
2
=kadar rata-rata sampel 2 S
2
= Standar deviasi sampel 2 n
1
=Jumlah perlakuan sampel 1 n
2
= Jumlah perlakuan sampel 2 Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t
yang diperoleh melewati nilai kritis, t, dan sebaliknnya.
3.6.8 Uji Perolehan Kembali Recovery
Menurut Harmita 2004, uji perolehan kembali recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar standard addition method. Dalam
metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan
baku dengan konsentrasi tertentu Ermer dan Miller, 2005. Larutan baku yang ditambahkan yaitu, 0,7 mL larutan baku besi konsentrasi 10 µgmL, 2,2 mL
larutan baku kalium konsentrasi 1000 µ gmL, 1,7 mL larutan baku kalsium konsentrasi 1000 µ gmL dan 0,3 mL larutan baku natrium konsentrasi 100
µgmL. Kol yang telah dihaluskan ditimbang seksama sebanyak 10 gram di dalam
krus porselen, lalu ditambahkan 0,7 mL larutan baku besi konsentrasi 10 µgmL, 2,2 mL larutan baku kalium konsentrasi 1000 µgmL, 1,7 mL larutan baku
kalsium konsentrasi 1000 µgmL dan 0,3 mL larutan baku natrium konsentrasi 100 µgmL, kemudian dilanjutkan dengan proses destruksi kering seperti yang
telah dilakukan sebelumnya. Menurut Harmita 2004, persen perolehan kembali dapat dihitung dengan
rumus di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
30 Perolehan Kembali =
C
F
− C
A
C ∗
A
x 100 Keterangan:
C
A
= Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku C
F
= Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku C
A
= Kadar larutan baku yang ditambahkan
3.6.9 Simpangan Baku Relatif