Busana Penari Gandrung Dan Peralatan Musik Penggiring

sampah masyarakat penjajah Belanda. Seperti yang di ungkapkan oleh Ibu Temuk tentang nyanyian yang dilantunkan pada saat seblang-seblangan: “Jaran dawuk ya nyiringa, Nyiringa ring alun-alun, Wis wayahe widodari teko, Condro dewi mandosia, Moro mundur mekar sore, Kembang petetan Nyadu paman wis aju kelendi, Ngranjang gula wis wayahe erek-erekan ” Wawancara tertanggal, 09 September 2014 “Kuda kelabu bergeraklah, Bergerak dilapangan, Sudah saat seorang bidadari hadir, Wajah wanita cemerlang, Maju mundur berkembang di sore hari, Seperti bunga hiasan, Ya paman lalu bagaimana, Keranjang gula sudah saatnya berhadapan ” Gending yang cukup panjang itu diciptakan pada tahun 1772, sesudah perang Puptan Banyu, sebab nilai puisi gending itu tidak terlepas dengan derita masyarakat menghadapi kekuasaan Belanda Singomajan 2009:17. Subagiyo dkk 2011:349 mencatat bahwa gandrung Banyuwangi merupakan perkembangan dari ritual seblang, sebuah upacara bersih desa atau selamatan desa yang dilaksanakan setahun sekali dan dianggap sebagai ritus tertua di Banyuwangi. Namun Sejak tahun 1965 seblang-seblangan dalam pementasan kesenian gandrung mulai jarang ditampilkan karena biasanya waktu telah dihabiskan pada saat Paju gandrung. Lain halnya di desa Kemiren yang masih menggunakan tarian seblang-seblangan.

4.3.1 Busana Penari Gandrung Dan Peralatan Musik Penggiring

Revolusi tentang bentuk busana yang dikenakan oleh penari gandrung dimulai sejak digantikannya pemeranan gandrung lanang ke gandrung wadon, pada saat Pak Marsan menjadi gandrung, busana yang dikenakannya tidak se- modern sekarang, jika dibandingkan dengan busana gandrung sekarang yang mirip dengan pakaian orang desa yang lagi melangsungkan pernikahan temanten atau seperti busana jaman penari kerajaan Belambangan, Pak Serad menuturkan: “…Omproke Pak Marsan benyene nganggu pupuse gedang” wawancara tertanggal, 10 September 2014 “dulu mahkota yang diletakkan di kepala penari gandrung pada masa Pak Marsan menggunakan daun pisang muda” Berdasarkan hasil wawancara di atas, Pak Serad mengungkapkan bentuk mahkota yang dikenakan oleh pemain gandrung pada masa dulu yang menggunakan daun pisang muda pupuse gedang, sebelum diketemukannya model omprog yang di kenal sekarang ini. Hal itu menunjukkan kreatifitas dari pada seniman jaman dahulu. Setelah muncul pemeran gandrung wadon dipolopori oleh Mak Semi, Omprog gandrung diganti menggunakan kawat yang dimodifikasi seperti mahkota yang dipakai para petinggi kerajaan. Adapun bentuk-bentuk busana yang dikenakan gandrung sekarang sebagaimana Mudaiyah ungkapkan: 1 Omprog atau pernah disebut “omprong yaitu hiasan kepala seperti mahkota yang terbuat dari kulit lembu dengan berbagai ragam pahatan, serta diberi rumbai pada bagian belakang sebelah bawah yang dihiasi dengan warna kuning emas, di bagian atas dihiasi kembang goyang yaitu bentuk untaian bunga yang terbuat dari kulit atau logam ditopang dengan perdengan warna kuning emas sehingga saat gandrung menari dapat bergoyang. 2 Basahan yaitu terdiri dari: kemben, yang terbuat dari kain beludru warna hitam dan juga disebut “utuk” biasanya di bagian belakang dituliskan nama penarinya serta dihiasi halon kuning emas. Kemben, yang terbua t dari kain beludru warna hitam dan juga disebut “utuk” biasanya dibagian belakang dituliskan nama penarinya serta dihiasi halon kuning emas 3 Kelat bahu, orang Bali menyebutnya Gelang Kana, terbuat dari kulit lembu berpahatkan bentuk ragam naga karangrang, dengan sunggingan dan warna dasar kuning emas. 4 Ilat-Ilat atau lamak, yang terbuat dari kain beludru warna hitam yang dihiasi dengan halon warna kuning emas. 5 Pending, yaitu ikut pinggang dari logam selebar lebih kurang 4 cm biasanya berwarna kuning emas atau putih perak gemerlapan. 6 Gelang dan Cincin, biasanya juga merupakan hiasan bagi penari itu sendiri. 7 Sembong, yaitu hiasan yang terbuat dari kain beludru yang dipergunakan sebagai hiasan penutup bagian depan pinggulnya dan dihiasi dengan halon warna kuning emas. 8 Oncer, yaitu potongan kain kecil-kecil pendek berwarna merah, putih, hijaubdan kuning atau bias saja berwarna putih dan Merah yang ditempatkan disekeliling pinggangnya sebagai pengisi pada bagian-bagian pinggang yang tidak tertutup oleh “sembong” dan biasa disebut “sembongan”. 9 Sampur, yaitu sehelai selendang merah yang ujungnya diberikan rumbai-rumbai warna kuning emas dikalungkan dileher dan berjuntai kebawah, yang berfungsi sebagi penghias gerak-gerak tarinya, dahulu sewaktu dilakukan oleh seorang penari pria, pemasangannya diselipkan pada bagian pinggangnya. 10 Kain panjang, dengan pemakaian yang agak tinggi diatas mata kai dan dibawah lutut biasanya dipergunakan kain panjang batik Gajah Oling dengan warna dasar putih. Kipas, yang biasanya di pegang tangan kanan, kadang-kadang juga bagian kanan dan kiri. Kaos kaki warna putih, dipergunakan bersamaan dengan dimulainya bunyi biola pada permulaan acara. wawancara tertanggal, 13 September 2014 Kemudian tentang unsur riasnya, dipergunakan borehan badan berwarna kuning emas, yang disamping berfungsi sebagai lulur dan merupakan unsur mempercantik warna kulit penarinya, semula juga mengandung unsur-unsur magis, sebagimana penggunaan warna kuning emas untuk lambing keagungan, yang dipergunakan sejak jaman dahulu. Pakaian yang dikenakan penari gandrung tersebut mirip dengan pakaian seorang penari istana kerajaan. Kostum atau busana penari gandrung ini refleksi dari tata busan jaman kerajaan Blambangan. Temuk menyebutkan macam-macam alat musik sebagai instrumen penggiring kesenian gandrung dibutuhkan seperangkat alat musik yang ditabuh oleh para Pemanjaknya terdiri dari: wawancara tertanggal, 09 September 2014 a Biola atau Baolah sebanyak 2 buah, yaitu bentuk instrument yang berfungsi sebagai pembuat melodi gending yang dibawakannya, tehnis penggesekan biola serta penyajian lagu yang disajikan sesuai dengan tradisi daerahnya dan tidak sama dengan penggunaan biola pada jenis musik lain. b Kethuk, 1 ancak yang terdiri dari satu pencon, berfungsi sebagai pembuat irama dan mempertajam ritme untuk menambah manisnya irama gending-gending yang dibawakan. c Kendang, 1 buah atau kadang-kadang 2 buah, merupakan unsur pokok yang mampu menyatukan ritme serta tempo permainannya agar lebih harmonis disamping itu juga berfungsi sebagai pengatur irama dan penuntun atau pemantap unsur-unsur berbagai tari yang dibawakan oleh penari Gandrung. d Gong, 2 buah gong yang berfungsi sebagai pemanis suara indah pada akhir komposisi nada e Kluncing, 1 buah, yaitu bentuk segitiga terbuat dari besi dengan teknis memainkan menggunakan sebuah tongkat besi pendek dipukul-pukulkan pada bagian sisi segitiga tersebut sehingga menghasilkan suatu suara yang berbentuk irama dan suasana meriah, biasanya penabuh peralatan ini juga berfungsi sebagai pengundang atau pembimbing gandrung dalam penampilannya.

4.3.2 Gandrung Sebagai Media Komunikasi