Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
Dalam mengimpun dana masyarakat bank syariah banyak menggunakan akad
wadi’ah yad dhamanah. Pada prinsipnya wadi’ah yad dhamanah harta titipan boleh dimanfaatkan kepada pihak yang dititipi, tetapi pihak yang dititipi
bertanggung jawab penuh atas keutuhan harta yang dititipi sewaktu-waktu orang yang menitipi mengambil hartanya kembali. Kemudian bank syariah juga
menggunakan akad mudharabah, baik mudharabah mutlaqah ataupun muqayyadah
. Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli.
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa.
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
4. Pembiayaan dengan akad pelengkap.
2
Dari data statistic perbankan syariah bank Indonesia BI di kuartal pertama tahun 2013. Pada data tersebut, bank umum syariah dan unit usaha
syariah membukukan pembiayaan sebesar RP 161,8 triliun. Total pembiayaan
2
Adiwarman A. karim, Bank islam dan Analisis Keuangan,cet.VIII Jakarta: Rajagrafindo Persada,2011, h.97.
4
tersebut tumbuh 47,62 dibandingkan priode yang sama tahun lalu yakni RP 109,655 triliun.
3
Tabel statistic perbankan syariah juli 2013
4 Miliar rupiah
Komposisi Pembiayaan Yang diberikan BUS dan UUS Akad
2013 Jan
Feb Mar
Apr Mai
Jun Jul
Mudharabah 12.027
12.056 12.102
12.026 12.168
12.629 13.281
Musyarakah 28.092
28.896 30.857
32.288 33.743
35.057 35.997
Murabah 89.665
92.792 97.415
98.368 100.184
102.588 104.718
Salam Istishna’
382 414
424 479
496 487
508 Ijarah
7.520 7.808
8.363 8.619
9.501 9.550
9.546 Qard
11.986 12.107
11.919 11.626
11.168 10.917
10.436 Lainnya
Jumlah 149.672
154.072 161.081
163.407 167.259
171.227 174.486
dalam menjalankan pembiayaan bank sebagai media intermediasi yaitu menghimpun dana dari nasabah yang kelebihan dana dan menyalurkannya kepada
nasabah yang kekurangan dana. Yang menjadi perhatian ialah ketika bank menyalurkan dana atau melakukan pembiayaan kepada nasabah pembiayaan. Dan
terjadilah gagal bayar atau wanprestasi.
3
Wisnu AS,”Perbankan Syariah Didorong Biayai Sektor Produktif”, artikel diakses pada 5 Februari 2014 dari http:www.metrotvnews.commetronewsread201305232156133Perbankan-
Syariah-Didorong-Biayai-Sektor-Produktif.
4
“Statistik Perbankan Syariah”, artikel diakses pada 4 April 2014 dari http:www.bi.go.ididstatistikperbankansyariahDocumentsa2566069e5604a098844fff7171d260bS
PSJuli2014.pdf 4414
.
5
Gagal bayar atau wanprestasi merupakan risiko yang dialami bank syariah dalam melakukan pembiayaan yang dimana risiko tersebut harus diminimalisir
demi mendapatkan keuntungan yang maksimal. Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi ganti,
pembatalan kontrak, peralihan resiko, maupun membayar biaya perkara . sebagai contoh seorang debitur dituduh melakukan perbuatan melawan hukum, lalai atau
secara sengaja tidak melaksankan sesuai bunyi yang telah disepakati dalam kontrak, jika terbukti maka debitur harus mengganti kerugian termasuk ganti rugi
+ bunga+ biaya perkaranya.
5
Adapun seorang debitur yang dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi ada 4 macam yaitu:
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagai mana mestinya.
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya.
4. Debitur memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang
dalamperjanjian.
6
Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan anticipated maupun yang tidak dapat diperkirakan
5
Saefuddin Arif dan azharuddin lathif, Kontrak Bisnis syariah, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2011, h.9.
6
Ibid., h.10.
6
unanticipated yang berdampak negative terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindarkan, tetapi dapat dikelola dan
dikendalikan.
7
Dalam mengendalikan risiko nasabah yang gagal bayar atau menunda- nunda pembayaran maka
bank menerapakan denda yang dikenal dengan ta’zir. Dan meminta ganti rugi atas kerugian yang dialami bank karena menunda-nunda
pembayaran. Walaupun telah diatur dalam fatwa DSN No: 17DSN-MUIIX2000
Tentang SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN, dan fatwa No: 43DSN-MUIVIII2004 Tentang GANTI
RUGI. Dari kedua fatwa ini yang menjadi landasan hukum bagi bank syariah ataupun lembaga keuangan yang berbasis syariah dalam merapkan sanksi apabila
nasabah pembiayaan terjadi wanprestasi atau gagal bayar . Dari kedua fatwa diatas sudah cukup jelas, perbedaan antara ta’zir denda
dan ta’widh ganti rugi yang diberlakukan bank kepada nasabah pembiayaan yang gagal bayar atau wanprestasi, dan dalam fatwa tersebut sudah dijelaskan
pula dana yang diterima ada yang diperuntukan sebagai dana social yaitu ta’zir dan ada dana y
ang menjadi hak pendapatan bank yaitu ta’widh.
7
Adiwarman A. karim, Bank Islam dan Analisis Keuangan, cet.VIII, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011, hal.255.
7
Pada kesempatan kali ini saya mencoba menelusuri bagaimana bank menentukan kriteria dalam menetukan
mana nasabah yang dikenakan ta’zir dan ma
na nasabah yang dikenakan ta’widh, atau setiap nasabah yang gagal bayar pasti dikenakan kedua-duanya. Dan bagaimana penulisan dalam akuntasi bank serta
untuk apa saja dana social yang berasal dari ta’zir diperuntukan.
Ta’zir dan ta’widh diberlakukan oleh bank syariah dalam upaya mencegah nasabah yang lalai akan kewajibannya. Karena dapat mengganggu kinerja bank
dan berpengaruh langsung pada liquiditas dan cashflow bank syariah. Dalam penerapan ta’zir dan ta’widh ada beberapa masalah yang dihadapi
oleh bank, yaitu bagaimana bank syariah mengetahui bahwa nasabah tersebut benar-benar lalai dalam melaksanakan kewajiban padahal dia mampu dan nasabah
yang cidera janji dan usahanya pun sedang merosot sehingga menurut fatwa DSN tidak berhak dikenakan ta’zir dan ta’widh.
Untuk tindak lebih lanjut, dari latar belakang diatas penulis ingin menuangkankannya dalam kajian ilmiah dalam bentuk skripsi dengan tema
“Analisis pengelolaan dana ta’zir dan ta’widh bagi nasabah wanprestasi pada PT. BRISyariah
”.
8